PENDAHULUAN
1
diagnosis, diagnosis banding, tata laksana, prognosis, dan komplikasi dari
kasus Ruptur uteri.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit
gepeng kearah muka belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai
rongga. Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah
7 – 7,5 cm, lebar di atas 5, 25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding uterus adalah
1,25 cm. Bentuk dan ukuran uterus sangat berbeda-beda, tergantung pada usia
dan pernah melahirkan anak atau belumnya. Terletak di rongga pelvis antara
kandung kemih dan rectum. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah
anteversiofleksio ( serviks ke depan dan membentuk sudut dengan serviks
uteri ). Dinding depan, belakang dan atas tertutup peritoneum, sedangkan
bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih. Ukuran uterus
tergantung dari usia wanita dan paritas. Ukuran anak-anak 2-3 cm, nullipara 6-
8 cm, multipara 8-9 cm.5,6
3
Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikal berbentuk
sebagai saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. saluran ini dilapisi oleh
kelenjar-kelenjar serviks, berbentuk sel-sel torak bersilia dan berfungsi
sebagai reseptakulum reminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut
ostium uteri internum dan pintu di vagina disebut ostium uteri
eksternum.5,6,7
4
kelenjar uterus yang dapat menghasilkan secret alkalis yang membasahi
cavum uteri.Epitel endometrium berbentuk seperti silindris.
3. Perimetrium
5
batas atas yang bebas.Lipatan ganda ini adalah ligamentum latum yang
melekatkan uterus pada sisi pelvis.
6
kiri dan kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan
kadang-kadang terasa sakit di daerah inguinal pada waktu berdiri cepat
karena uterus berkontraksi kuat dan ligamentum rotundum menjadi
kencang serta mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada
persalinan ia pun terba kencang dan terasa sakit bila dipegang.
4. Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang
meliputi tuba, berjalan dari uterus kea rah sisi, tidak banyak
mengandung jaringan ikat. Sebenarnya ligamentum ini adalah bagian
dari peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba dan
berbentuk sebagai lipatan. Di bagian dorsal, ligamentum ini ditemukan
indung telur ( ovarium sinistrum et dekstrum ). Untuk memfiksasi
uterus, ligamentum latum ini tidak banyak artinya.
5. Ligamentum infundibulo-pelvikum, yakni ligamentum yang menahan
tuba Falloppii berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di
dalamnya ditemukan urat-urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan
vena ovarica.
2.2 Definisi Ruptur Uteri
Ruptur uteri adalah robekkan (diskontinunitas) dinding rahim yang
terjadi saat kehamilan dan persalinan.5
Ruptur uteri adalah disrupsi dinding uterus, merupakan salah satu
kedaruratan obstetrik yang paling serius. Angka mortalitas maternal berkisar
dari 3-15%, mortalitas janin mendekati 50%.8
Ruptura uteri digolongkan menjadi ruptura uteri lengkap dan ruptura
uteri tidak lengkap, tergantung apakah laserasi tersebut berhubungan dengan
kavum peritonei (lengkap) atau dipisahkan dari kavum tersebut oleh
peritoneum viseralis uterus atau oleh ligamentum kardinale (tidak lengkap).
Ruptura uteri yang tidak lengkap bisa berubah menjadi lengkap.8
2.3 Epidemiologi
Ruptur uteri di Negara berkembang masih jauh lebih tinggi jika
dibandingkan dengan Negara maju.4 Angka kejadian rupture uteri dinegara
maju juga dilaporkan semakin menurun. Sebagai contoh dari salah satu
penelitian di Negara maju dilaporkan kejadian rupture uteri dari 1 dalam
7
1.280 persalinan (1931-1950) menjadi 1 dalam 2.250 persalinan (1973-
1983).5 Dalam tahun 1996 kejadiannya menjadi 1 dalam 15.000 persalinan.
Dalam masa yang hampir bersamaan angka tersebut untuk berbagai tempat
di Indonesia dilaporkan berkisar 1 dalam 294 persalinan sampai 1 dalam 93
persalinan.4,5
Menurut penelitian lain di Indonesia angka kejadian rupture uteri
masih tinggi berkisar antara 1:92 sampai 1:428 persalinan. Angka-angka
tersebut masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan Negara-negara maju
yaitu 1:1250 sampai 1:2000 persalinan.2,4 Angka kematian ibu akibat
rupture uteri juga masih sangat tinggi yaitu berkisar antara 17,9% sampai
62,6% sedangkan angka kematian anak pada rupture uteri berkisar antara
89,1% sampai 100%.
2.4 Etiologi
Ruptur uteri bisa disebabkan oleh anomaly atau kerusakan yang telah
ada sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada
rahim yang masih utuh.Paling sering terjadi pada rahim yang telah di seksio
sesarea pada persalinan sebelumnya.Lebih lagi jika pada uterus yang
demikian dilakukan partus percobaan atau persalinan dirangsang dengan
oksitosin.1,6
Pasien yang berisiko tinggi antara lain
1. Persalinan yang mengalami distosia
2. Grandemultipara
3. Penggunaan oksitosin atau prostaglandin untuk mempercepat
persalinan
4. Pasien dengan riwayat seksio sesarea
5. Pernah Histerorafia
6. Pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien bekas seksio
sesarea.
2.5 Klasifikasi
1. Klasifikasi ruptur uteri menurut sebabnya adalah sebagai berikut.8,9
a. Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil :
8
- Pebedahan atau myometrium : seksio sesarea, histerorafia,
miomektomi yang sampai menembus seluruh ketebalan otot uterus,
reseksi pada kornu uterus, metroplasti.
- Trauma uterus koinsindental : instrumentasi sendok kuret atau
sonde pada penanganan abortus, trauma tumpul atau tajam, rupture
tanpa gejala pada kehamilan sebelumnya ( silent rupture in previous
pregnancy).
- Kelainan bawaan : kehamilan dalam bagian rahim yang tidak
berkembang.
b. Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan.
- Sebelum kelahiran anak : his spontan yang kuat dan terus menerus,
pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk merangsang
persalinan, instilasi cairan kedalam kantong gestasi atau ruang
amnion seperti larutan garam fisiologik atau prostaglandin, perforasi
dengan kateter pengukur tekanan intrauterine, trauma luar tumpul
atau tajam, versi luar, pembesaran rahim yang berlebihan misalnya
hidramnion dan kehamilan ganda.
- Dalam periode intrapartum : versi-ekstraksi, ekstraksi cunam yang
sukar, ekstraksi bokong, anomali janin yang menyebabkan distensi
berlebihan pada segmen bawah rahim, tekanan kuat pada uterus
dalam persalinan, kesulitan dalam melakukan manual plasenta.
- Cacat rahim yang didapat : plasenta inkreta dan perkreta.
2. Klasifikasi menurut keadaan robek
a. Rupture uteri inkomplit (subperitoneal)
Rupture uteri yang hanya dinding uterus yang robek sedangkan
lapisan serosa (peritoneum) tetap utuh.
b. Rupture uteri komplit (transperitoneal)
Rupture uteri yang selain dinding uterusnya robek, lapisan
serosa (peritoneum) juga robek sehingga dapat berada di rongga
perut.
3. Klasifikasi kapan terjadinya
a. Rupture uteri pada waktu kehamilan (rupture uteri gravidarum)
9
Rupture uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah yang
dapat disebabkan oleh :
Bekas seksio sesaria
Bekas enukleasi mioma uteri
Bekas kuretase/plasenta manual
Sepsis postpartum
Hypoplasia uteri
b. Rupture uteri pada waktu persalinan (rupture uteri intapartum)
Rupture uteri pada dinding uterus baik, tapi bagian terbawah
janin tidak maju/turun yang dapat disebabkan oleh :
Versi ekstraksi
Ekstraksi forcep
Ekstraksi bahu
Manual plasenta
4. Menurut etiologinya
a. Rupture uteri spontan (non violent)
Ruptur uteri spontan pada uterus normal dapat terjadi karena
beberapa penyebab yang menyebabkan persalinan tidak
maju.Persalinan yang tidak maju ini dapat terjadi karena adanya
rintangan misalnya panggul sempit, hidrosefalus, makrosomia,
janin dalam letak lintang, persentasi bokong hamil ganda dan
tumor jalan lahir.
b. Rupture uteri traumatika (violent)
Faktor trauma pada uterus meliuti kecelakaan dan tindakan.
Kecelakaan sebagai faktor trauma pada uterus berarti tidak
berhubungan dengan proses persalinan dan kehamilan, misalnya
pada tarauma abdomen. Tindakan berarti berhubungan dengan
proses kehamilan dan persalinan misalnya versi ekstraksi,
ekstraksi forcep, alat-alat embriotomi, manual plasenta dan
ekspresi/dorongan.
c. Rupture uteri jaringan parut
10
Rupture uteri yang terjadi karena adanya locus minoris pada
dinding uterus sebagai akiba adanya jaringan parut bekas
operasi pada uterus. Sebelumnya, enukleasi mioma atau
miomektomi, histerektomi, histerotomi, histeroftropi dan lain-
lain. Seksio sesaria klasik empat kali lebih sering menimbulkan
rupture uteri daripada parut bekas seksio sesaria profunda. Hal
ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang
lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik,
sehingga parut lebih kuat.
2.6 Patofisiologi
Pada saat kehamilan menuju persalinan terjadi HIS kemudian korpus
uteri berkontraksi dan mengalami retraksi.Dengan demikian dinding korpus
uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri
terdorong kebawah kedalam segmen bawah rahim.Segmen bawah rahim
menjadi lebih lebar dan karenanya dindingnya menjadi lebih tipis karena
tertarik keatas oleh kontraksi segmen atas rahim yang kuat, berulang dan
sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen semakin
bertambah tinggi.Apabila bagian bawah janin dapat terdorong turun tanpa
halangan dan jika kapasitas segmen bawah rahim pernah terpakai untuk
ditempati oleh tubuh janin, maka pada gilirannya bagian terbawah janin
terdorong masuk kedalam jalan lahir melalui pintu atas panggul kedalam
vagina melalui pembukaan.Sebaliknya, apabila bagian bawah janin tidak
dapat turun oleh karena sesuatu yang menahannya (misalnya panggul sempit
atau kepala janin besar) maka volume korpus yang mengecil pada waktu ada
his harus diimbangi oleh perluasan segmen bawah rahim keatas.dengan
demikian, lingkaran retraksi fisiologik menjadi patologik. Lingkaran
patologik ini disebut lingkaran Bandl.1,7
Lingkaran bandl ini dianggap fisiologi bila terdapat pada 2 sampai 3
jari diatas simpisis, bila meninggi, kita harus waspada terhadap
kemungkinan adanya rupture uteri mengancam (RUM). Rupture uteri
terutama disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari uterus.
Sedangkan uterus yang sudah cacat, mudah dimengerti, karena adanya lokus
11
minoris resisten.Pada waktu inpartu, korpus uteri mengadakan kontraksi
sedang SBR tetap pasif dan servik menjadi lunak (efacement dan
pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi),
sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat) maka
SBR yang pasif ini akan tertarik keatas, menjadi bertambah regang dan tipis.
Lingkaran bandl ikut meninggi, sehingga sewaktu-waktu terjadi robekan
pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya rupture uteri jangan dilupakan peranan
dari anchoring apparrtus untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda,
ligamentum sacro uterina dan jaringan parametra.1,6,7
12
13
2.7 Gambaran klinik
Bila telah terjadi rupture uteri komplit sudah pasti ada perdarahan
yang bisa dipantau pada hb dan tekanan darah yang menurun, nadi yang
cepat dan kelihatan anemia dan tanda- tanda lain dari hipovolemia serta
pernafasan yang sulit berhubungan dengan nyeri abdomen akibat robekan
Rahim yang mengikutsertakan peritoneum visceral robek dan merangsang
ujung saraf sensoris.8,9
Pada palpasi ibu merasa sangat nyeri dan bagian tubuh janin mudah
teraba di bawah dinding abdomen ibu dan kekuatan his yang sudah sangat
menurun seolah dirasakan his telah hilang.1
Pada auskultasi sering terdengar denyut janutng janin, tetapi jika janin
belum meninggal bisa terdeteksi deselerasi patologik (deselerasi variable
yang berat) pada pemantauan CTG. Pada dehisens di bekas seksio sesarea
atau dehisens yang berlanjut menjadi ruptur rasa nyeri dan perdarahan tidak
seberapa.1,2
2.8 Diagnosis
Ruptur uteri iminens mudah dikenal pada ring van bandl yang
semakin tinggi dan segmen bawah rahim yang tipis dan keadaan ibu yang
gelisah takut karena nyeri abdomen atau his yang kuat yang berkelanjutan
disertai tanda-tanda gawat janin. Gambaran klinik ruptur uteri khas sekali.
14
Oleh karena itu pada umumnya tidak sukaar menerapkan diagnosisnya atas
tanda-tanda klinik yang telah diuraikan.10
Pada ruptura uteri komplit pada saat vt jari-jari tangan dapat
melakukan hal-hal sebagai berikut:11
a. Jari-jari tangan dalam bisa meraba permukaan rahim dan dinding
perut yang licin.
b. Dapat meraba pinggir robekkan, biasanya terdapat pada bagian
depan segmen bawah rahim.
c. Dapat memegang usus halus tau omentummelalui robekkan
d. Dinding perut ibu dapat ditekan menonjol keatas oleh ujung jari-
jari tangan dalam sehingga ujungjari-jari tangan luar saling mudah
meraba ujung jari-jari tangan dalam.
2.9 Diagnosis Banding
Klinis Rupture Uteri Solution Plasenta Previa
Plasenta
Terjadinya Lebih sering Sewaktu hamil Sewaktu hamil
inpartu dan inpartu
Cara mulainya Dimulai dengan Tiba-tiba Perlahan-lahan
RUTT
Perdarahan Bergantung pada Non-recurrent Recurrent
pembuluh darah
yang pecah
Warna darah Merah terang Merah Merah terang
kehitaman
Preeklamsi/eklamsi Bisa ada - -
DJJ - - +
15
VT Robekan Ketuban tegang Jaringan
plasenta
2.10 Penatalaksanaan
Dalam menghadapi masalah rupture uteri semboyan prevention is
better than care sangat perlu diperhatikan. Pasien risiko tinggi haruslah
dirujuk agar persalinannya berlangsung di rumah sakit yang mempunyai
fasilitas yang cukup. Bila terjadi rupture uteri tindakan terapi terpilih
hanyalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang
sesuai.1Diperlukan infus cairan kristaloid dan transfusi darah yang banyak,
tindakan antisyok, serta pemberian antibiotic spektrum luas.1
2.11 Prognosis
Prognosis bergantung pada apakah rupture uteri yang terjadi pada
uterus yang masi utuh atau pada bekas secsio sesarea atau suatu dehisens.
Bila terjadi pada bekas seksio sesaria atau pada dehisens perdarahan yang
terjadi minimal sehingga tidak sampai menimbulkan kematian maternal dan
kematian perinatal.1,5 Faktor lain yang mempengaruhi adalah kecepatan
pasien menerima tindakan bantuan yang cepat dan cekatan. Rupture uteri
spontan dalam persalinan pada Rahim yang tadinya masih utuh
mengakibatkan robekan yang luas dengan pinggir luka yang tidak rata dan
bisa meluas kelateral dan mengenai cabang-cabang arteri uterine atau
kedalam ligamentum latum atau meluas keatsa atau vagina disertai
perdarahan yang banyak dengan mortalitas maternal yang tinggi dan
kematian perinatal yang jauh lebih tinggi.1,2
2.12 Komplikasi
Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat
infeksi adalah dua komplikasi yang fatal pada peristiwa rupture uteri. Syok
hipovolemik terjadi bila pasien tidak segera mendapat infus cairan kristaloid
yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu yang cepat digantikan dengan
transfuse darah.1 Darah mempunyai kelebihan selain menggantikan darah
16
yang hilang juga mengandung semua unsur atau faktor pembekuan dank
arena itu bermanfaat demi mencegah dan mengatasikoagulopati delusional
akibat pemberian cairan kristaloid yang umunya banyak diperlukan untuk
mengatasi atau mencegah gangguan keseimbangan elektrolit antar
kompartemencairan dalm tubuh dalam mengahadapi syok hipovolemik.
Infeksi dapat terjadi bila terlambat penanganan dan dilakukan pemeriksaan
VT berulang.Pada keaadaan infeksi dapat diberikan antibiotic spectrum
luas.Pemberian antibiotic spectrum luas ini untuk mengantisipasi keadaan
sepsis. Syok hipovolemik dan sepsis adalah hal yang paling banyak
menyebabkan kematian maternal.1,8
17
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesis
Seorang pasien perempuan usia 34 tahun masuk ke KB IGD RSAM
Bukittinggi pada tanggal 20 September 2017 23.15 WIB dengan rujukan
dari bidan dengan:
Keluar darah yang banyak dari kemaluan (+) sejak 2 jam SMRS
Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+) sejak 1 hari SMRS
Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (+)
Keluar lendir campur darah dari kemaluan (+) sejak 12 jam SMRS
Nyeri diseluruh bagian perut (+)
Tidak haid sejak 9 bulan yang lalu.
HPHT : 19-12-2016, TP : 26- 9 - 2017
Gerak anak tidak dirasakan sejak 2 jam yll
Riwayat hamil muda : mual (+), muntah (-), perdarahan (-)
18
ANC : teratur ke bidan sebanyak 4 kali, USG (-)
Riwayat hamil tua : mual (+), muntah (-), perdarahan (-)
Menarche usia 14 tahun, siklus teratur 28 hari, lamanya 5-7 hari, sebanyak
2-3 kali ganti duk/hari, nyeri haid(-)
19
Abdomen : Status Obstetrikus
Genitalia : Status Obstetrikus
Ekstremitas : Edema -/-, Reflek fisiologis +/+, Reflek patologis -/-
20
3.12. Diagnosa
G4P3A0H2 parturient aterm 38-39 minggu + syok hipovolemik teratasi e.c
susp ruptur uteri + anemia + IUFD
Rencana
Kontrol KU, VS, PPV, tanda akut abdomen
Resusitasi Cairan
Informed Consent
Laparatomi Cito
21
R/ transfusi PRC
Laparatomi cito
3.13 FOLLOW UP
Tgl. 21/9/2017
S/ - Nyeri luka operasi (+)
- Demam (-)
- HB post transfusi : 9,6 g/dL
- Transfusi PRC 1 unit (2)
- DC terpasang (urine: 400cc)
- Drain 100cc, perdarahan tidak aktif
22
O/ KU Kes TD Nadi Nafas T
Sedang CMC 110/70 90x/i 20x/i 36,8
Mata : Konjungtiva anemis (+/+) Skelera ikterik (-/-)
Abdomen :
I : luka operasi tertutup verban
Tidak tampak rembesan darah
Pa : NT (-), NL (-), Defans Muskular (-)
Pe : Thympani
A : BU (+) N
Genitalia :
I: V/U tenang, PPV (-)
A/ P4A0H3 post histerektomi total a/i ruptur uteri + IUFD
P/ Awasi KU, VS, perdarahan
IVFD RL drip Ketorolac 1 amp 20 tpm
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj.Transamin 3x1amp
Inj. Vit K 3x 1amp
Inj Vit C 3x1 amp
Inj. Cefotaxime 2x1gram
R/ transfusi PRC
Tgl. 22/9/2017
S/ - Nyeri luka operasi (+)
- Telah transfusi PRC 1 unit (3)
- Demam (-)
- HB post transfusi : 11,3 g/dL
- Drain 102cc, perdarahan tidak ada
-BAK biasa
O/ KU Kes TD Nadi Nafas T
Sedang CMC 110/70 89x/i 20x/i 37C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Skelera ikterik (-/-)
Abdomen :
23
I : luka operasi tertutup verban
Tidak tampak rembesan darah
Pa : NT (-), NL (-), Defans Muskular (-)
Pe : Thympani
A : BU (+) N
Genitalia :
I: V/U tenang, PPV (-)
A/ P4A0H3 post histerektomi total a/i ruptur uteri IUFD
P/ Awasi KU, VS, perdarahan
IVFD RL 500cc 20 tpm
Inj. Ranitidin 2x1amp
Inj Vit C 3x1 amp
Inj. Cefotaxime 2x1gram
Patral 3 x 500 mg
R/ Aff drain
Tgl. 23/9/2017
S/ - Nyeri luka operasi (+)
- Demam (-)
- BAK dan BAB biasa
O/ KU Kes TD Nadi Nafas T
Sedang CMC 120/80 88x/i 20x/i 36,7
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Skelera ikterik (-/-)
Abdomen :
I : Luka kering, pus (-) darah (-)
Pa : NT (-), NL (-), Defans Muskular (-)
Pe : Thympani
A : BU (+) N
Genitalia :
I: V/U tenang, PPV (-)
A/ P4A0H3 post histerektomi total a/i ruptur uteri + IUFD
P/ Awasi KU, VS,
24
IVFD RL 500cc 20 tpm
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj Vit C 3x1 amp
Inj. Cefotaxime 2x1gram
Patral 3x500mg
Tgl. 24/9/2017
S/ - Nyeri luka operasi (+) berkurang
- Demam (-)
- BAB & BAK biasa
25
BAB IV
Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 34
tahun dengan diagnosa G4P3A0H2 parturient aterm 38-39 minggu + syok
hipovolemik teratasi e.c susp ruptur uteri + anemia + IUFD. Diagnosa ditegakkan
berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik obstetri, serta pemeriksaaan
laboratorium.
Telah dilaporkan satu kasus, wanita usia 34 tahun masuk ke KB IGD
RSAM Bukittinggi pada tanggal 20 September 2017 pukul 23.15 WIB dengan
rujukan dari bidan dengan keluhan utama keluar darah yang banyak dari kemaluan
sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+)
sejak 1 hari SMRS, keluar air-air yang banyak dari kemaluan, keluar lendir
campur darah dari kemaluan sejak 12 jam SMRS. Nyeri dirasakan diseluruh
bagian perut. Gerak anak tidak dirasakan sejak 2 jam yang lalu. HPHT : 19-12-
2016, TP : 26- 9 – 2017 dengan riwayat menstruasi teratur.
Sesuai dengan literatur yang telah dilaporkan diatas, pengertian ruptur uteri
adalah robekkan (diskontinunitas) dinding rahim yang terjadi saat kehamilan dan
persalinan.Ruptur uteri adalah disrupsi dinding uterus, merupakan salah satu
kedaruratan obstetrik yang paling serius. Pada pasien ini didapatkan gambaran
klinis dari robekan dinding rahim dengan keluhan nyeri pada seluruh bagian perut,
keluar darah yang banyak dari kemaluan disertai dengan tanda syok hipovolemik
dan gerak anak tidak dirasakan sejak 2 jam yang lalu.
Pemeriksaan obstetrik didapatkan di abdomen : tampak membuncit sesuai
usia kehamilan aterm, Nyeri Tekan (+), Nyeri Lepas (+), Defans Muskuler (+),
Leopold : sulit dinilai, His tidak ada, DJJ (-). Pada genitalia PPV (+), dengan
pemeriksaan VT Ø sulit dinilai, ketuban (-), tidak teraba bagian-bagian janin.
Dari anamnesa, interpretasi dari pemeriksaan yang telah dilakukan maka
tindakan yang dilakukan pada pasien ini adalah memperbaiki keadaan umum
pasien, mengatasi syok hipovolemik, pemberian antibiotika spektrum luas dan
dilakukan tindakan histerektomi total.
26
27
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian mengenai Ruptur uteri di atas, maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang miometrium. Penyebab ruptura uteri adalah
disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik.
2. Di Indonesia angka kejadian rupture uteri masih tinggi berkisar antara
1:92 sampai 1:428 persalinan.
3. Etiologi rupture uteri yang paling sering terjadi pada rahim yang telah di
seksio sesarea pada persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus
yang demikian dilakukan partus percobaan atau persalinan dirangsang
dengan oksitosin.
4. Gambaran klinik dari rupture uteri yaitu bila telah terjadi ruptur uteri
komplit sudah pasti ada perdarahan yang bisa dipantau pada hb dan
tekanan darah yang menurun, nadi yang cepat dan kelihatan anemia dan
tanda- tanda lain dari hipovolemia serta pernafasan yang sulit
berhubungan dengan nyeri abdomen akibat robekan Rahim yang
mengikutsertakan peritoneum visceral robek dan merangsang ujung
saraf sensoris.
5. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Ruptur uteri
iminens mudah dikenal pada ring van bandl yang semakin tinggi dan
segmen bawah rahim yang tipis dan keadaan ibu yang gelisah takut
karena nyeri abdomen atau his yang kuat yang berkelanjutan disertai
tanda-tanda gawat janin. Gambaran klinik ruptur uteri khas sekali. Oleh
karena itu pada umumnya tidak sukaar menerapkan diagnosisnya atas
tanda-tanda klinik yang telah diuraikan.
6. Diagnosis banding rupture uteri yaitu solution plasenta dan plasenta
previa.
7. Pengobatan bila terjadi rupture uteri tindakan terapi terpilih hanyalah
histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan
28
infus cairan kristaloid dan transfusi darah yang banyak, tindakan
antisyok, serta pemberian antibiotic spektrum luas.
8. Prognosis bergantung pada apakah rupture uteri yang terjadi pada uterus
yang masi utuh atau pada bekas secsio sesarea atau suatu dehisens. Bila
terjadi pada bekas seksio sesaria atau pada dehisens perdarahan yang
terjadi minimal sehingga tidak sampai menimbulkan kematian maternal
dan kematian perinatal.
9. Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat
infeksi adalah dua komplikasi yang fatal pada peristiwa rupture uteri.
Syok hipovolemik terjadi bila pasien tidak segera mendapat infus cairan
kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu yang cepat
digantikan dengan transfuse darah.
29
DAFTAR PUSTAKA
30