Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang miometrium. Penyebab ruptura uteri adalah
disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik.1
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang teradi pada
kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan
gangguan pembekuan darah. Penyebab kematian janin dalam rahim paling
tinggi yang berasal dari faktor ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur
uteri dan diabetes mellitus.4
Ruptur uteri di Negara berkembang masih jauh lebih tinggi jika
dibandingkan dengan Negara maju. Angka kejadian rupture uteri di Negara
maju dilaporkan juga semakin menurun.1
Data metaanalisis dari 25 penelitian yang di publikasikan dalam
literature medis dari tahun 1976-2012 Mencatat kejadian keseluruhan ruptur
uterus pada saat kehamilan yaitu 1 per 1.416 kehamilan (0,07%).3
Penelitian deskriptif tentang profil kematian janin dalam Rahim di
Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung periode 2000-2002
mendapatkan 168 kasus kematian janin dalam Rahim dari 2.974 persalinan.
Selain itu di evaluasi di RSHS dan 3 Rumah Sakit lain pada periode 1999-
2003 menunjukkan insiden kasus rupture uteri di RSHS 0,09% (1 : 1074)
dan di rumah sakit lain sedikit lebih tinggi yaitu 0,1% (1 : 996). Maka dari
itu dapat disimpulkan, kasus rupture uteri memberi dampak yang negative
baik pada kematian ibu dan bayi.1
Tanda dan gejala klinis dari ruptur uteri biasanya tidak spesifik,
dimana untuk menegakkan diagnosisnya perlu pemeriksaan lebih lanjut dan
biasanya pada ruptur uteri ini tatalaksana yang dilakukan terlambat.
1.2. Batasan Penulisan
Batasan penulisan pada makalah ini adalah mengenai definisi,
epidemiologi, etiologi dan pathogenesis, gambaran klinis, pemeriksaan dan

1
diagnosis, diagnosis banding, tata laksana, prognosis, dan komplikasi dari
kasus Ruptur uteri.

1.3. Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan
penulis dan pembaca mengenai anatomi uterus, definisi, epidemiologi,
etiologi dan pathogenesis, gambaran klinis, pemeriksaan dan diagnosis,
diagnosis banding, tata laksana, prognosis, dan komplikasi dari Ruptur
Uteri.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Uterus

Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit
gepeng kearah muka belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai
rongga. Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah
7 – 7,5 cm, lebar di atas 5, 25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding uterus adalah
1,25 cm. Bentuk dan ukuran uterus sangat berbeda-beda, tergantung pada usia
dan pernah melahirkan anak atau belumnya. Terletak di rongga pelvis antara
kandung kemih dan rectum. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah
anteversiofleksio ( serviks ke depan dan membentuk sudut dengan serviks
uteri ). Dinding depan, belakang dan atas tertutup peritoneum, sedangkan
bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih. Ukuran uterus
tergantung dari usia wanita dan paritas. Ukuran anak-anak 2-3 cm, nullipara 6-
8 cm, multipara 8-9 cm.5,6

1. Bagian-bagian uterus terdiri atas :5,6


a. Fundus uteri, adalah bagain uterus proksimal di atas muara tuba uterina
yang mirip dengan kubah , di bagian ini tuba Falloppii masuk ke uterus.
Fundus uteri ini biasanya diperlukan untuk mengetahui usia/ lamanya
kehamilan.
b. Korpus uteri, adalah bagian uterus yang utama dan terbesar. Korpus uteri
menyempit di bagian inferior dekat ostium internum dan berlanjut sebagai
serviks. Pada kehamilan, bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai
tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut
kavum uteri ( rongga rahim ).
c. Serviks uteri, serviks menonjol ke dalam vagina melalui dinding
anteriornya,dan bermuara ke dalamnya berupa ostium eksternum. Serviks
uteri terdiri dari : Pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio dan
Pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada di atas
vagina

3
Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikal berbentuk
sebagai saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. saluran ini dilapisi oleh
kelenjar-kelenjar serviks, berbentuk sel-sel torak bersilia dan berfungsi
sebagai reseptakulum reminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut
ostium uteri internum dan pintu di vagina disebut ostium uteri
eksternum.5,6,7

Secara histologis, dinding uterus terdiri atas :5,6

1. Endometrium ( selaput lendir ) di korpus uteri

Endometrium terdiri atas epitel pubik, kelenjar-kelenjar dan


jaringan dengan banyak pembuluh darah.Endometrium terdiri atas epitel
selapis silindris, banyak kelenjar tubuler bersekresi lendir.Dua pertiga
bagian atas kanal servikal dilapisi selaput lendir dan sepertiga bawah
dilapisi epitel berlapis gepeng, menyatu dengan epitel
vagina.Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti
penting dalam siklus haid.Endometrium merupakan bagian dalam dari
korpus uteri yang membatasi cavum uteri.Pada endometrium terdapat
lubang-lubang kecil yang merupakan muara-muara dari saluran-saluran

4
kelenjar uterus yang dapat menghasilkan secret alkalis yang membasahi
cavum uteri.Epitel endometrium berbentuk seperti silindris.

2. Myometrium / Otot-otot polos

Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler dan di


sebelah luar berbentuk longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapat
lapisan otot oblik, berbentuk anyaman, lapisan ini paling kuat dan
menjepit pembuluh-pembuluh darah yang berada di sana. Myometrium
merupakan bagian yang paling tebal.Terdiri dari otot polos yang disusun
sedemikian rupa hingga dapat mendorong isinya keluar saat persalinan.Di
antara serabut-serabut otot terdapat pembuluh-pembuluh darah, pembuluh
lympa dan urat saraf. Otot uterus terdiri dari 3 bagain :

o Lapisan luar, yaitu lapisan seperti kap melengkung melalui fundus


menuju kea rah ligamenta
o Lapisan dalam, merupakan serabut-serabut otot yang berfungsi
sebagai sfingter dan terletak pada ostium internum tubae dan
orificium uteri internum
o Lapisan tengah, terletak antara ke dua lapisan di atas, merupakan
anyaman serabut otot yang tebal ditembus oleh pembuluh-
pembuluh darah. Jadi, dinding uterus terutama dibentuk oleh
lapisan tengah ini.

3. Perimetrium

Yakni lapisan serosa terdiri atas peritoneum viserale yang meliputi


dinding uterus bagian luar.Ke anterior peritoneum menutupi fundus dan
korpus, kemudian membalik ke atas permukaan kandung kemih.Lipatan
peritoneum ini membentuk kantung vesikouterina.Keposterior, peritoneum
menutupi fundus, korpus dan serviks, kemudian melipat pada rektum dan
membentuk kantung rekto-uterina.Ke lateral, hanya fundus yang ditutupi
karena peritoneum membentuk lipatan ganda dengan tuba uterina pada

5
batas atas yang bebas.Lipatan ganda ini adalah ligamentum latum yang
melekatkan uterus pada sisi pelvis.

Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah:6,7

1. Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum ( Mackenrodt ) yakni


ligamentum yang trepenting, mencegah supaya uterus tidak turun,
terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari serviks dan puncak
vagina kea rah lateral dinding pelvis.
2. Ligamentum sakrouterinum sinistra et dekstra, yakni ligamentum yang
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks
bagian belakang, kiri dan kanan, kea rah os sacrum kiri dan kanan.
3. Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang
menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri

6
kiri dan kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan
kadang-kadang terasa sakit di daerah inguinal pada waktu berdiri cepat
karena uterus berkontraksi kuat dan ligamentum rotundum menjadi
kencang serta mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada
persalinan ia pun terba kencang dan terasa sakit bila dipegang.
4. Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang
meliputi tuba, berjalan dari uterus kea rah sisi, tidak banyak
mengandung jaringan ikat. Sebenarnya ligamentum ini adalah bagian
dari peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba dan
berbentuk sebagai lipatan. Di bagian dorsal, ligamentum ini ditemukan
indung telur ( ovarium sinistrum et dekstrum ). Untuk memfiksasi
uterus, ligamentum latum ini tidak banyak artinya.
5. Ligamentum infundibulo-pelvikum, yakni ligamentum yang menahan
tuba Falloppii berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di
dalamnya ditemukan urat-urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan
vena ovarica.
2.2 Definisi Ruptur Uteri
Ruptur uteri adalah robekkan (diskontinunitas) dinding rahim yang
terjadi saat kehamilan dan persalinan.5
Ruptur uteri adalah disrupsi dinding uterus, merupakan salah satu
kedaruratan obstetrik yang paling serius. Angka mortalitas maternal berkisar
dari 3-15%, mortalitas janin mendekati 50%.8
Ruptura uteri digolongkan menjadi ruptura uteri lengkap dan ruptura
uteri tidak lengkap, tergantung apakah laserasi tersebut berhubungan dengan
kavum peritonei (lengkap) atau dipisahkan dari kavum tersebut oleh
peritoneum viseralis uterus atau oleh ligamentum kardinale (tidak lengkap).
Ruptura uteri yang tidak lengkap bisa berubah menjadi lengkap.8
2.3 Epidemiologi
Ruptur uteri di Negara berkembang masih jauh lebih tinggi jika
dibandingkan dengan Negara maju.4 Angka kejadian rupture uteri dinegara
maju juga dilaporkan semakin menurun. Sebagai contoh dari salah satu
penelitian di Negara maju dilaporkan kejadian rupture uteri dari 1 dalam

7
1.280 persalinan (1931-1950) menjadi 1 dalam 2.250 persalinan (1973-
1983).5 Dalam tahun 1996 kejadiannya menjadi 1 dalam 15.000 persalinan.
Dalam masa yang hampir bersamaan angka tersebut untuk berbagai tempat
di Indonesia dilaporkan berkisar 1 dalam 294 persalinan sampai 1 dalam 93
persalinan.4,5
Menurut penelitian lain di Indonesia angka kejadian rupture uteri
masih tinggi berkisar antara 1:92 sampai 1:428 persalinan. Angka-angka
tersebut masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan Negara-negara maju
yaitu 1:1250 sampai 1:2000 persalinan.2,4 Angka kematian ibu akibat
rupture uteri juga masih sangat tinggi yaitu berkisar antara 17,9% sampai
62,6% sedangkan angka kematian anak pada rupture uteri berkisar antara
89,1% sampai 100%.
2.4 Etiologi
Ruptur uteri bisa disebabkan oleh anomaly atau kerusakan yang telah
ada sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada
rahim yang masih utuh.Paling sering terjadi pada rahim yang telah di seksio
sesarea pada persalinan sebelumnya.Lebih lagi jika pada uterus yang
demikian dilakukan partus percobaan atau persalinan dirangsang dengan
oksitosin.1,6
Pasien yang berisiko tinggi antara lain
1. Persalinan yang mengalami distosia
2. Grandemultipara
3. Penggunaan oksitosin atau prostaglandin untuk mempercepat
persalinan
4. Pasien dengan riwayat seksio sesarea
5. Pernah Histerorafia
6. Pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien bekas seksio
sesarea.

2.5 Klasifikasi
1. Klasifikasi ruptur uteri menurut sebabnya adalah sebagai berikut.8,9
a. Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil :

8
- Pebedahan atau myometrium : seksio sesarea, histerorafia,
miomektomi yang sampai menembus seluruh ketebalan otot uterus,
reseksi pada kornu uterus, metroplasti.
- Trauma uterus koinsindental : instrumentasi sendok kuret atau
sonde pada penanganan abortus, trauma tumpul atau tajam, rupture
tanpa gejala pada kehamilan sebelumnya ( silent rupture in previous
pregnancy).
- Kelainan bawaan : kehamilan dalam bagian rahim yang tidak
berkembang.
b. Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan.
- Sebelum kelahiran anak : his spontan yang kuat dan terus menerus,
pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk merangsang
persalinan, instilasi cairan kedalam kantong gestasi atau ruang
amnion seperti larutan garam fisiologik atau prostaglandin, perforasi
dengan kateter pengukur tekanan intrauterine, trauma luar tumpul
atau tajam, versi luar, pembesaran rahim yang berlebihan misalnya
hidramnion dan kehamilan ganda.
- Dalam periode intrapartum : versi-ekstraksi, ekstraksi cunam yang
sukar, ekstraksi bokong, anomali janin yang menyebabkan distensi
berlebihan pada segmen bawah rahim, tekanan kuat pada uterus
dalam persalinan, kesulitan dalam melakukan manual plasenta.
- Cacat rahim yang didapat : plasenta inkreta dan perkreta.
2. Klasifikasi menurut keadaan robek
a. Rupture uteri inkomplit (subperitoneal)
Rupture uteri yang hanya dinding uterus yang robek sedangkan
lapisan serosa (peritoneum) tetap utuh.
b. Rupture uteri komplit (transperitoneal)
Rupture uteri yang selain dinding uterusnya robek, lapisan
serosa (peritoneum) juga robek sehingga dapat berada di rongga
perut.
3. Klasifikasi kapan terjadinya
a. Rupture uteri pada waktu kehamilan (rupture uteri gravidarum)

9
Rupture uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah yang
dapat disebabkan oleh :
 Bekas seksio sesaria
 Bekas enukleasi mioma uteri
 Bekas kuretase/plasenta manual
 Sepsis postpartum
 Hypoplasia uteri
b. Rupture uteri pada waktu persalinan (rupture uteri intapartum)
Rupture uteri pada dinding uterus baik, tapi bagian terbawah
janin tidak maju/turun yang dapat disebabkan oleh :
 Versi ekstraksi
 Ekstraksi forcep
 Ekstraksi bahu

 Manual plasenta
4. Menurut etiologinya
a. Rupture uteri spontan (non violent)
Ruptur uteri spontan pada uterus normal dapat terjadi karena
beberapa penyebab yang menyebabkan persalinan tidak
maju.Persalinan yang tidak maju ini dapat terjadi karena adanya
rintangan misalnya panggul sempit, hidrosefalus, makrosomia,
janin dalam letak lintang, persentasi bokong hamil ganda dan
tumor jalan lahir.
b. Rupture uteri traumatika (violent)
Faktor trauma pada uterus meliuti kecelakaan dan tindakan.
Kecelakaan sebagai faktor trauma pada uterus berarti tidak
berhubungan dengan proses persalinan dan kehamilan, misalnya
pada tarauma abdomen. Tindakan berarti berhubungan dengan
proses kehamilan dan persalinan misalnya versi ekstraksi,
ekstraksi forcep, alat-alat embriotomi, manual plasenta dan
ekspresi/dorongan.
c. Rupture uteri jaringan parut

10
Rupture uteri yang terjadi karena adanya locus minoris pada
dinding uterus sebagai akiba adanya jaringan parut bekas
operasi pada uterus. Sebelumnya, enukleasi mioma atau
miomektomi, histerektomi, histerotomi, histeroftropi dan lain-
lain. Seksio sesaria klasik empat kali lebih sering menimbulkan
rupture uteri daripada parut bekas seksio sesaria profunda. Hal
ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang
lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik,
sehingga parut lebih kuat.
2.6 Patofisiologi
Pada saat kehamilan menuju persalinan terjadi HIS kemudian korpus
uteri berkontraksi dan mengalami retraksi.Dengan demikian dinding korpus
uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri
terdorong kebawah kedalam segmen bawah rahim.Segmen bawah rahim
menjadi lebih lebar dan karenanya dindingnya menjadi lebih tipis karena
tertarik keatas oleh kontraksi segmen atas rahim yang kuat, berulang dan
sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen semakin
bertambah tinggi.Apabila bagian bawah janin dapat terdorong turun tanpa
halangan dan jika kapasitas segmen bawah rahim pernah terpakai untuk
ditempati oleh tubuh janin, maka pada gilirannya bagian terbawah janin
terdorong masuk kedalam jalan lahir melalui pintu atas panggul kedalam
vagina melalui pembukaan.Sebaliknya, apabila bagian bawah janin tidak
dapat turun oleh karena sesuatu yang menahannya (misalnya panggul sempit
atau kepala janin besar) maka volume korpus yang mengecil pada waktu ada
his harus diimbangi oleh perluasan segmen bawah rahim keatas.dengan
demikian, lingkaran retraksi fisiologik menjadi patologik. Lingkaran
patologik ini disebut lingkaran Bandl.1,7
Lingkaran bandl ini dianggap fisiologi bila terdapat pada 2 sampai 3
jari diatas simpisis, bila meninggi, kita harus waspada terhadap
kemungkinan adanya rupture uteri mengancam (RUM). Rupture uteri
terutama disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari uterus.
Sedangkan uterus yang sudah cacat, mudah dimengerti, karena adanya lokus

11
minoris resisten.Pada waktu inpartu, korpus uteri mengadakan kontraksi
sedang SBR tetap pasif dan servik menjadi lunak (efacement dan
pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi),
sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat) maka
SBR yang pasif ini akan tertarik keatas, menjadi bertambah regang dan tipis.
Lingkaran bandl ikut meninggi, sehingga sewaktu-waktu terjadi robekan
pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya rupture uteri jangan dilupakan peranan
dari anchoring apparrtus untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda,
ligamentum sacro uterina dan jaringan parametra.1,6,7

12
13
2.7 Gambaran klinik
Bila telah terjadi rupture uteri komplit sudah pasti ada perdarahan
yang bisa dipantau pada hb dan tekanan darah yang menurun, nadi yang
cepat dan kelihatan anemia dan tanda- tanda lain dari hipovolemia serta
pernafasan yang sulit berhubungan dengan nyeri abdomen akibat robekan
Rahim yang mengikutsertakan peritoneum visceral robek dan merangsang
ujung saraf sensoris.8,9
Pada palpasi ibu merasa sangat nyeri dan bagian tubuh janin mudah
teraba di bawah dinding abdomen ibu dan kekuatan his yang sudah sangat
menurun seolah dirasakan his telah hilang.1
Pada auskultasi sering terdengar denyut janutng janin, tetapi jika janin
belum meninggal bisa terdeteksi deselerasi patologik (deselerasi variable
yang berat) pada pemantauan CTG. Pada dehisens di bekas seksio sesarea
atau dehisens yang berlanjut menjadi ruptur rasa nyeri dan perdarahan tidak
seberapa.1,2
2.8 Diagnosis
Ruptur uteri iminens mudah dikenal pada ring van bandl yang
semakin tinggi dan segmen bawah rahim yang tipis dan keadaan ibu yang
gelisah takut karena nyeri abdomen atau his yang kuat yang berkelanjutan
disertai tanda-tanda gawat janin. Gambaran klinik ruptur uteri khas sekali.

14
Oleh karena itu pada umumnya tidak sukaar menerapkan diagnosisnya atas
tanda-tanda klinik yang telah diuraikan.10
Pada ruptura uteri komplit pada saat vt jari-jari tangan dapat
melakukan hal-hal sebagai berikut:11
a. Jari-jari tangan dalam bisa meraba permukaan rahim dan dinding
perut yang licin.
b. Dapat meraba pinggir robekkan, biasanya terdapat pada bagian
depan segmen bawah rahim.
c. Dapat memegang usus halus tau omentummelalui robekkan
d. Dinding perut ibu dapat ditekan menonjol keatas oleh ujung jari-
jari tangan dalam sehingga ujungjari-jari tangan luar saling mudah
meraba ujung jari-jari tangan dalam.
2.9 Diagnosis Banding
Klinis Rupture Uteri Solution Plasenta Previa
Plasenta
Terjadinya Lebih sering Sewaktu hamil Sewaktu hamil
inpartu dan inpartu
Cara mulainya Dimulai dengan Tiba-tiba Perlahan-lahan
RUTT
Perdarahan Bergantung pada Non-recurrent Recurrent
pembuluh darah
yang pecah
Warna darah Merah terang Merah Merah terang
kehitaman
Preeklamsi/eklamsi Bisa ada - -

Nyeri perut + di SBR - -

Palpasi Defans muscular Uteri in-bois Biasa dan


floating

His Hilang Kuat Biasa

DJJ - - +

15
VT Robekan Ketuban tegang Jaringan
plasenta

Plasenta Merah terang Merah Merah terang


kehitaman

2.10 Penatalaksanaan
Dalam menghadapi masalah rupture uteri semboyan prevention is
better than care sangat perlu diperhatikan. Pasien risiko tinggi haruslah
dirujuk agar persalinannya berlangsung di rumah sakit yang mempunyai
fasilitas yang cukup. Bila terjadi rupture uteri tindakan terapi terpilih
hanyalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang
sesuai.1Diperlukan infus cairan kristaloid dan transfusi darah yang banyak,
tindakan antisyok, serta pemberian antibiotic spektrum luas.1
2.11 Prognosis
Prognosis bergantung pada apakah rupture uteri yang terjadi pada
uterus yang masi utuh atau pada bekas secsio sesarea atau suatu dehisens.
Bila terjadi pada bekas seksio sesaria atau pada dehisens perdarahan yang
terjadi minimal sehingga tidak sampai menimbulkan kematian maternal dan
kematian perinatal.1,5 Faktor lain yang mempengaruhi adalah kecepatan
pasien menerima tindakan bantuan yang cepat dan cekatan. Rupture uteri
spontan dalam persalinan pada Rahim yang tadinya masih utuh
mengakibatkan robekan yang luas dengan pinggir luka yang tidak rata dan
bisa meluas kelateral dan mengenai cabang-cabang arteri uterine atau
kedalam ligamentum latum atau meluas keatsa atau vagina disertai
perdarahan yang banyak dengan mortalitas maternal yang tinggi dan
kematian perinatal yang jauh lebih tinggi.1,2
2.12 Komplikasi
Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat
infeksi adalah dua komplikasi yang fatal pada peristiwa rupture uteri. Syok
hipovolemik terjadi bila pasien tidak segera mendapat infus cairan kristaloid
yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu yang cepat digantikan dengan
transfuse darah.1 Darah mempunyai kelebihan selain menggantikan darah

16
yang hilang juga mengandung semua unsur atau faktor pembekuan dank
arena itu bermanfaat demi mencegah dan mengatasikoagulopati delusional
akibat pemberian cairan kristaloid yang umunya banyak diperlukan untuk
mengatasi atau mencegah gangguan keseimbangan elektrolit antar
kompartemencairan dalm tubuh dalam mengahadapi syok hipovolemik.
Infeksi dapat terjadi bila terlambat penanganan dan dilakukan pemeriksaan
VT berulang.Pada keaadaan infeksi dapat diberikan antibiotic spectrum
luas.Pemberian antibiotic spectrum luas ini untuk mengantisipasi keadaan
sepsis. Syok hipovolemik dan sepsis adalah hal yang paling banyak
menyebabkan kematian maternal.1,8

17
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. RZ
Umur : 34 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Obay Ladang Laweh, Banuhampu Agam
Status : Menikah
MR : 481627

3.2. Anamnesis
Seorang pasien perempuan usia 34 tahun masuk ke KB IGD RSAM
Bukittinggi pada tanggal 20 September 2017 23.15 WIB dengan rujukan
dari bidan dengan:

3.3. Keluhan Utama


 Keluar darah yang banyak dari kemaluan sejak 2 jam sebelum masuk
rumah sakit.

3.4. Riwayat Penyakit Sekarang

 Keluar darah yang banyak dari kemaluan (+) sejak 2 jam SMRS
 Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+) sejak 1 hari SMRS
 Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (+)
 Keluar lendir campur darah dari kemaluan (+) sejak 12 jam SMRS
 Nyeri diseluruh bagian perut (+)
 Tidak haid sejak 9 bulan yang lalu.
 HPHT : 19-12-2016, TP : 26- 9 - 2017
 Gerak anak tidak dirasakan sejak 2 jam yll
 Riwayat hamil muda : mual (+), muntah (-), perdarahan (-)

18
 ANC : teratur ke bidan sebanyak 4 kali, USG (-)
 Riwayat hamil tua : mual (+), muntah (-), perdarahan (-)
 Menarche usia 14 tahun, siklus teratur 28 hari, lamanya 5-7 hari, sebanyak
2-3 kali ganti duk/hari, nyeri haid(-)

3.5. Riwayat perkawinan : 1x


3.6. Riwayat hamil / abortus / persalinan: 2/0/1
1. 2007. Perempuan. Kehamilan Aterm. Spontan di bidan. 2800 gr. Hidup
2. 2008. Perempuan. Kehamilan Preterm. Spontan di bidan. 1500 gr.
Meninggal
3. 2012. Perempuan. Kehamilan Aterm. Spontan di bidan. 2600 gr. Hidup
4. Sekarang

3.7. Riwayat Penyakit Dahulu


 Tidak ada riwayat kuretase, riwayat operasi histerorafi, miomektomi.
 Tidak ada riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan hipertensi.

3.8. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit menular,
keturunan dan kejiwaan.

3.9. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Buruk
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 102x/menit
Pernafasan : 22x/menit
Suhu : 36,50C
Mata : Konjungtiva anemis (+/+)
Sklera tidak ikterik
Thorak : Jantung dalam batas normal
Paru dalam batas normal

19
Abdomen : Status Obstetrikus
Genitalia : Status Obstetrikus
Ekstremitas : Edema -/-, Reflek fisiologis +/+, Reflek patologis -/-

3.10. Status Obstretikus


Abdomen :
Inspeksi : Tampak membuncit sesuai usia kehamilan aterm
Linea mediana hiperpigmentasi (+), striae gravidarum (+)
Sikatrik (-)
Palpasi : Nyeri Tekan (+)
Nyeri Lepas (+)
Difus (+)
Defans Muskuler (+)
Leopold : sulit dinilai
TFU : sulit dinilai
His :-
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bising usus (+) Normal,
DJJ : -
Genitalia :
I : V/U tenang, PPV (+)
VT : Ø sulit dinilai
Ketuban (-)
Tidak teraba bagian-bagian janin

3.11. Pemeriksaan Penunjang


 USG
 Laboratorium
Hb : 9,3 g/dL
Ht : 28,6 %
Leukosit : 22.610 /uL
Trombosit : 301.000 /uL

20
3.12. Diagnosa
 G4P3A0H2 parturient aterm 38-39 minggu + syok hipovolemik teratasi e.c
susp ruptur uteri + anemia + IUFD

Rencana
 Kontrol KU, VS, PPV, tanda akut abdomen
 Resusitasi Cairan
 Informed Consent
 Laparatomi Cito

Jam 23.30 WIB


S/ - nyeri seluruh bagian perut (+)
- keluar darah yg banyak dari kemaluan (+)
- pusing (+)
- mual (+)
- DC terpasang

O/ KU Kes TD Nadi Nafas T


sedang CM 100/70 102x/i 22x/i 36,8C
Mata : Konjungtiva anemis (+/+) Skelera ikterik (-/-)
Abdomen :
I : tampak lingkaran BANDL
Pa : NT (+) difus, Defans Muskular (+), HIS (-)
Pe : Pekak
A : DJJ (-)
Genitalia :
I: V/U tenang, PPV (+)
A/ G4P3A0H2 parturient aterm 38-39 minggu + syok hipovolemik teratasi e.c susp
ruptur uteri + anemia + IUFD
P/ Awasi KU, VS, PPV, tanda akut abdomen
IVFD 2 line, (Gelofusin 500cc 28tpm, RL 500cc 28tpm)
Inj. Cefotaxime 2gram

21
R/ transfusi PRC
Laparatomi cito

Jam 01.30 WIB


S/ Telah selesai dilakukan histerektomi total a/i ruptur uteri + IUFD
- telah transfusi PRC 1 unit (1)
- Drain terpasang
- Kateter menetap 24 jam
O/ Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg.
Nadi : 92 x/menit.
Nafas : 21 x/menit.
Temperatur : 37,10C
A/ P4A0H3 post histerektomi total a/i ruptur uteri +IUFD
P/ Awasi KU, VS, perdarahan
IVFD RL +drip tramadol 100mg (6 jam/kolf)
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj.Transamin 3x1amp
Inj. Vit K 3x 1amp
Inj Vit C 3x1 amp
Inj. Cefotaxime 2x1gram
R/transfusi PRC 3 unit (cek Hb post transfusi)

3.13 FOLLOW UP
Tgl. 21/9/2017
S/ - Nyeri luka operasi (+)
- Demam (-)
- HB post transfusi : 9,6 g/dL
- Transfusi PRC 1 unit (2)
- DC terpasang (urine: 400cc)
- Drain 100cc, perdarahan tidak aktif

22
O/ KU Kes TD Nadi Nafas T
Sedang CMC 110/70 90x/i 20x/i 36,8
Mata : Konjungtiva anemis (+/+) Skelera ikterik (-/-)
Abdomen :
I : luka operasi tertutup verban
Tidak tampak rembesan darah
Pa : NT (-), NL (-), Defans Muskular (-)
Pe : Thympani
A : BU (+) N
Genitalia :
I: V/U tenang, PPV (-)
A/ P4A0H3 post histerektomi total a/i ruptur uteri + IUFD
P/ Awasi KU, VS, perdarahan
IVFD RL drip Ketorolac 1 amp 20 tpm
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj.Transamin 3x1amp
Inj. Vit K 3x 1amp
Inj Vit C 3x1 amp
Inj. Cefotaxime 2x1gram
R/ transfusi PRC

Tgl. 22/9/2017
S/ - Nyeri luka operasi (+)
- Telah transfusi PRC 1 unit (3)
- Demam (-)
- HB post transfusi : 11,3 g/dL
- Drain 102cc, perdarahan tidak ada
-BAK biasa
O/ KU Kes TD Nadi Nafas T
Sedang CMC 110/70 89x/i 20x/i 37C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Skelera ikterik (-/-)
Abdomen :

23
I : luka operasi tertutup verban
Tidak tampak rembesan darah
Pa : NT (-), NL (-), Defans Muskular (-)
Pe : Thympani
A : BU (+) N
Genitalia :
I: V/U tenang, PPV (-)
A/ P4A0H3 post histerektomi total a/i ruptur uteri IUFD
P/ Awasi KU, VS, perdarahan
IVFD RL 500cc 20 tpm
Inj. Ranitidin 2x1amp
Inj Vit C 3x1 amp
Inj. Cefotaxime 2x1gram
Patral 3 x 500 mg
R/ Aff drain

Tgl. 23/9/2017
S/ - Nyeri luka operasi (+)
- Demam (-)
- BAK dan BAB biasa
O/ KU Kes TD Nadi Nafas T
Sedang CMC 120/80 88x/i 20x/i 36,7
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Skelera ikterik (-/-)
Abdomen :
I : Luka kering, pus (-) darah (-)
Pa : NT (-), NL (-), Defans Muskular (-)
Pe : Thympani
A : BU (+) N
Genitalia :
I: V/U tenang, PPV (-)
A/ P4A0H3 post histerektomi total a/i ruptur uteri + IUFD
P/ Awasi KU, VS,

24
IVFD RL 500cc 20 tpm
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj Vit C 3x1 amp
Inj. Cefotaxime 2x1gram
Patral 3x500mg

Tgl. 24/9/2017
S/ - Nyeri luka operasi (+) berkurang
- Demam (-)
- BAB & BAK biasa

O/ KU Kes TD Nadi Nafas T


Sedang CMC 120/80 78x/i 20x/i 36,8
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Skelera ikterik (-/-)
Abdomen :
I : luka kering, pus (-) darah (-)
Pa : NT (-), NL (-), Defans Muskular (-)
Pe : Thympani
A : BU (+) N
Genitalia :
I: V/U tenang, PPV (-)
A/ P4A0H3 post histerektomi total a/i ruptur uteri + IUFD
P/ Pasien boleh pulang
Dengan obat oral :
Cefixim 2x 200mg (5hari)
Kontrol ke poli kebidanan tgl 28-9-2017

25
BAB IV

DISKUSI DAN PEMBAHASAN KASUS

Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 34
tahun dengan diagnosa G4P3A0H2 parturient aterm 38-39 minggu + syok
hipovolemik teratasi e.c susp ruptur uteri + anemia + IUFD. Diagnosa ditegakkan
berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik obstetri, serta pemeriksaaan
laboratorium.
Telah dilaporkan satu kasus, wanita usia 34 tahun masuk ke KB IGD
RSAM Bukittinggi pada tanggal 20 September 2017 pukul 23.15 WIB dengan
rujukan dari bidan dengan keluhan utama keluar darah yang banyak dari kemaluan
sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+)
sejak 1 hari SMRS, keluar air-air yang banyak dari kemaluan, keluar lendir
campur darah dari kemaluan sejak 12 jam SMRS. Nyeri dirasakan diseluruh
bagian perut. Gerak anak tidak dirasakan sejak 2 jam yang lalu. HPHT : 19-12-
2016, TP : 26- 9 – 2017 dengan riwayat menstruasi teratur.
Sesuai dengan literatur yang telah dilaporkan diatas, pengertian ruptur uteri
adalah robekkan (diskontinunitas) dinding rahim yang terjadi saat kehamilan dan
persalinan.Ruptur uteri adalah disrupsi dinding uterus, merupakan salah satu
kedaruratan obstetrik yang paling serius. Pada pasien ini didapatkan gambaran
klinis dari robekan dinding rahim dengan keluhan nyeri pada seluruh bagian perut,
keluar darah yang banyak dari kemaluan disertai dengan tanda syok hipovolemik
dan gerak anak tidak dirasakan sejak 2 jam yang lalu.
Pemeriksaan obstetrik didapatkan di abdomen : tampak membuncit sesuai
usia kehamilan aterm, Nyeri Tekan (+), Nyeri Lepas (+), Defans Muskuler (+),
Leopold : sulit dinilai, His tidak ada, DJJ (-). Pada genitalia PPV (+), dengan
pemeriksaan VT Ø sulit dinilai, ketuban (-), tidak teraba bagian-bagian janin.
Dari anamnesa, interpretasi dari pemeriksaan yang telah dilakukan maka
tindakan yang dilakukan pada pasien ini adalah memperbaiki keadaan umum
pasien, mengatasi syok hipovolemik, pemberian antibiotika spektrum luas dan
dilakukan tindakan histerektomi total.

26
27
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian mengenai Ruptur uteri di atas, maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang miometrium. Penyebab ruptura uteri adalah
disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik.
2. Di Indonesia angka kejadian rupture uteri masih tinggi berkisar antara
1:92 sampai 1:428 persalinan.
3. Etiologi rupture uteri yang paling sering terjadi pada rahim yang telah di
seksio sesarea pada persalinan sebelumnya. Lebih lagi jika pada uterus
yang demikian dilakukan partus percobaan atau persalinan dirangsang
dengan oksitosin.
4. Gambaran klinik dari rupture uteri yaitu bila telah terjadi ruptur uteri
komplit sudah pasti ada perdarahan yang bisa dipantau pada hb dan
tekanan darah yang menurun, nadi yang cepat dan kelihatan anemia dan
tanda- tanda lain dari hipovolemia serta pernafasan yang sulit
berhubungan dengan nyeri abdomen akibat robekan Rahim yang
mengikutsertakan peritoneum visceral robek dan merangsang ujung
saraf sensoris.
5. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Ruptur uteri
iminens mudah dikenal pada ring van bandl yang semakin tinggi dan
segmen bawah rahim yang tipis dan keadaan ibu yang gelisah takut
karena nyeri abdomen atau his yang kuat yang berkelanjutan disertai
tanda-tanda gawat janin. Gambaran klinik ruptur uteri khas sekali. Oleh
karena itu pada umumnya tidak sukaar menerapkan diagnosisnya atas
tanda-tanda klinik yang telah diuraikan.
6. Diagnosis banding rupture uteri yaitu solution plasenta dan plasenta
previa.
7. Pengobatan bila terjadi rupture uteri tindakan terapi terpilih hanyalah
histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan

28
infus cairan kristaloid dan transfusi darah yang banyak, tindakan
antisyok, serta pemberian antibiotic spektrum luas.
8. Prognosis bergantung pada apakah rupture uteri yang terjadi pada uterus
yang masi utuh atau pada bekas secsio sesarea atau suatu dehisens. Bila
terjadi pada bekas seksio sesaria atau pada dehisens perdarahan yang
terjadi minimal sehingga tidak sampai menimbulkan kematian maternal
dan kematian perinatal.
9. Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat
infeksi adalah dua komplikasi yang fatal pada peristiwa rupture uteri.
Syok hipovolemik terjadi bila pasien tidak segera mendapat infus cairan
kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu yang cepat
digantikan dengan transfuse darah.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Albar E. Ruptura uteri, Dalam :Prawirohardjo S, Winkjosastro H, Saifuddin


AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu bedah kebidanan. Edisi ke-1. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo; 2007.
2. Soedigdomarto MH, Prabowo RP, Ruptura uteri. Dalam: Prawirohardjo S,
Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu kebidanan. Edisi
ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo; 2005.
3. Dane B, Dane C. maternal death after uterine rupture in a unscarred uterus: a
case report. j Emerg Med. 2009; 37(4):393-5.
4. Syamsudin K. Ruptura uteri, Dalam: Pangebean W, Syamsuri K, editor.
Bunga rampai obstetric. Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya; 2004 .
5. Martohoesodo S, Marsianto. Perlukaan dan peristiwa lain dalam persalinan.
Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu
kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2002.
6. Wei SW, Chen CP. Uterin rupture due traumatic assited fundal pressure.
Taiwanesse J Obstet Gynecol. 2006; 45(2):170-2.
7. Husodo L. Pembedahan dengan laparotomy. Dalam : Prawirohardjo S,
Winknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu kebidann. Edisi
ke-5. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohrdjo; 2010.
8. Ripley DL. Uterine emergencies: atony, inversion, and rupture. Obstet
Gynecol Clin North Am. 1999;26(3):419-34.
9. Keren O, Eyal S, Amalia L, Miriam K, Moshe M. Uterine rupture: differences
between a scarred and unscarred uterus. Am J Obstet Gynecol.
2004;191(2):425-9.
10. Meraj N, Siddiqui M, Ranasinghe JS. Spontaneous rupture of uterus. J
Clinical Anest. 2002; 14(5):368-70.
11. Sweeten KM, Graves WK, Athanassiou A. Spontaneous rupture of the
unscarred uterus. Am J Obstet Gynecol. 1995;172(6):1851-6.

30

Anda mungkin juga menyukai