Anda di halaman 1dari 5

ANATOMI / KOMPONEN ILMU

Anatomi/Komponen Ilmu

Ilmu adalah pengetahuan-pengetahuan yang telah memiliki tolak ukur tersendiri. Hasnah

(2011:65) mengemukan bahwa Ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri,

tanda, syarat tertentu, yaitu sestematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur,

terbuka, dan kumulatif

Secara terminologi, ilmu mempunyai ciri-ciri utama (Kartanegara:2003), Yaitu:

a. Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, empiris, sistematis dapat diukur dan

dibuktika. Berbeda dengan iman, yaitu pengetahuan yang didasarkan atas keyakinan kepada

yang gaib dan penghayatan serta pengalaman pribadi

b. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengertikan kepingan pengetahuan satu

putusan sendiri, bebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mencakub ke objek

(atau dalam objek) yang sama dan saling berkaitan secara logis.

c. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran

perseorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalam dirinya sendiri, hipotesis-hipotesis dan teori-

teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.

d. Di pihak lain, yang seringkali berkaitan dengan konsep ilmu (pengetahuan ilmiah) adalah ide

bahwa metode-metode yamg berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka

kepada semua pencarian ilmu.

e. Ciri hakiki lainya dari ilmu adalah metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak

dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide

yang terpisah-pisah.

f. Kesatuan setiap ilmu bersumber dalam kesatuan objeknya.


Ilmu baru bisa dianggap jika memiliki komponen atau bagian-bagian di dalamnya. Maka

komponen atau bagian-bagiannya tersebutlah yang menjadi syarat utama untuk mengakui

bahwa hal tersebut baru bisa dikatakan ilmu.

Menurut Bahm, ilmu pengetahuan setidaknya melibatkan enam komponen penting: 1)

masalah (problems); 2) sikap (attitude); 3) metode (method); 4) aktivitas (activity); 5)

kesimpulan (conclusion); 6) pengaruh (effects).

a. Masalah (Problems)

Menurut Bahm, suatu masalah bisa dianggap ilmiah, sedikitnya memiliki tiga ciri:

1) terkait dengan komunikasi; 2) sikap ilmiah dan 3) metode ilmiah. Tidak ada masalah yang

disebut ilmiah kecuali masalah tersebut bisa dikomunikasikan kepada orang lain. Jika belum

atau tidak dapat dikomunikasikan kepada orang lain atau masyarakat maka belum dianggap

ilmiah. Tidak ada masalah yang pantas disebut ilmiah kecuali masalah tersebut bisa

dihadapkan pada sikap ilmiah. Demikian pula tidak ada masalah yang pantas disebut ilmiah

kecuali harus terkait dengan metode ilmiah.

b. Sikap (attitude)

Sikap ilmiah (scientific attitude) menurut Bahm setidaknya harus memiliki enam ciri

pokok, yaitu: 1) keingintahuan (curiosity); 2) spikulasi (speculativeness); 3) kemauan untuk

berlaku objektif (willingness to be objective); 4) terbuka (open-maindedness); 5) kemauan

untuk menangguhkan penilaian (willingness to suspend judgment) dan 6) bersifat sementara

(tentativity).

a. Keingintahuan (curiosity). Keingintahuan harus dimiliki oleh seorang ilmuwan, seperti

keinginan untuk menyelidiki, investigasi, eksplorasi, dan eksperimentasi.


b. Spikulasi (spiculativeness). Hal ini penting dalam rangka menguji hipotesis. Spikulasi juga

merupakan ciri penting dalam sikap ilmiah.

c. Kesadaran untuk berlaku objektif (willingness to be objective). Sikap ini penting, sebab

objektivitas merupakan ciri ilmiah. Sikap demikian harus dimiliki oleh seorang ilmuwan.

Menurut Bahm sikap objektif harus memenuhi syarat-sayarat sebagai berikut:

a) Memiliki sifat rasa ingin tahu terhadap apa yang diselidiki untuk memperoleh pemahaman

sebaik mungkin;

b) Melangkah dengan berdasarkan pada pengalaman dan alasan, artinya, pengalaman dan alasan

saling mendukung, karena alasan yang logis dituntut oleh pengalaman;

c) Dapat menerima data sebagaimana adanya (tidak ditambah dan dikurangi). Hal ini terkait

dengan sikap objkektif seorang ilmuwan;

d) Bisa menerima perubahan (fleksibel, terbuka), artinya jika objeknya berubah, maka seorang

ilmuwan mau menerima perubahan tersebut;

e) Berani menanggung resiko kekeliruan. Oleh sebab itu trial and error merupakan karakteristik

dari seorang ilmuwan.

f) Tidak mengenal putus asa, artinya gigih dalam mencari objek atau masalah, hingga mencapai

pemahaman secara maksimal.

d. Terbuka (open mindedness), artinya selalu bersedia menerima kritik dan saran ilmuwan lain

secara lapang dada.

e. Menangguhkan keputusan/penilaian (willingness to suspend judgment), artinya bersedia

menangguhkan keputusan sampai semua bukti penting terkumpul.

f. Bersifat sementara, artinya harus menerima bahwa kesimpulan ilmiah bersifat sementara.

c. Metode (Method)
Menurut Bahm, bahwa esensi dari sebuah pengetahuan adalah metode. Setiap

pengetahuan memiliki metodenya sendiri sesuai dengan permasalahannya. Meski diantara para

ilmuwan terjadi perbedaan tentang metode ilmiah, tetapi mereka sepakat bahwa masalah tanpa

observasi tidak akan menjadi ilmiah, sebaliknya observasi tanpa masalah juga tidak akan

menjadi ilmiah. Menurutnya, bahwa ilmu pengetahuan adalah aktivitas menyelesaikan masalah

dan melihat metode ilmiah sebagai sesuatu yang memiliki karakteristik yang esensial bagi

penyelesaian masalah. Ada lima langkah esensial dan ideal –menurut Bahm– dalam

menerapkan metode ilmiah yang harus dipahami oleh seorang peneliti (ilmuwan), yaitu 1)

memahami masalah; 2) menguji masalah; 3) menyiapkan solusi; 4) menguji hipotesis dan 5)

memecahkan masalah.

d. Aktivitas (Activity)

Aktivitas dimaksud adalah penelitian ilmiah, yang memiliki dua aspek: individual

dan sosial. Aktivitas penelitian ilmiah meliputi: 1) observasi; 2) membuat hiopotesis, 3)

menguji observasi dan hipotesis dengan cermat dan terkontrol.

e. Kesimpulan (Conclusion)

Kesimpulan merupakan penilaian akhir dari suatu sikap, metode dan

aktivitas. Kesimpulan ilmiah tidak pasti, tetapi bersifat sementara dan tidak dogmatis.

Bahkan jika kesimpulan dianggap dogmatis, maka akan mengurangi sifat dasar dari ilmu

pengetahuan tersebut. Pada dasarnya ilmu pengetahuan itu bersifat tidak stabil, setiap generasi

berhak untuk menginterpretasikan kembali tradisi ilmu pengetahuan itu.

f. Pengaruh (Effects)

Ilmu pengetahuan memiliki dua pengaruh, yaitu: 1) pengaruh terhadap teknologi

dan industri; 2) pengaruh pada peradaban manusia. Industrialisasi yang berkembang dengan

pesat merupakan produk dari ilmu pengetahuan yang mempunyai dampak besar terhadap

perkembangan ilmu, sehingga nampak seperti yang terjadi dalam perubahan sifat ilmu itu
sendiri. Proses industrialisasi tidak akan dapat diputarulang yang akhirnya ilmu pengetahuan

itu sendiri mengalami proses terindustrialisasi. Ilmu pengetahuan yang terindustrialisasi ini

menjadi bagian utama dari penggerak ilmu pengetahuan dan menjadi sebuah sumber bidang

penelitian yang memiliki prestise tinggi.

Ilmu pengetahuan (dengan produk teknologinya), juga memiliki dampak negatif,

misalnya dipergunakannya senjata nuklir sebagai alat pemusnah massal di Hiroshima pada

perang Dunia II (termasuk pengeboman Iraq oleh Amerika dan Sekutunya sekarang ini).

Berbagai reaksi timbul dari dampak negatif ini. Maka lahirlah perkumpulan-perkumpulan

ilmuwan yang peduli terhadap masalah dampak negatif teknologi, seperti Federasi ilmuwan

Atom, Badan Penelitian Teknologi US, Masyarakat Internasional untuk Penelitian Teknologi,

Kongres Internasional.

Menurut Bahm, bahwa seseorang yang memiliki perhatian pada permasalahan

ilmiah bisa disebut sebagai ilmuwan, kerena sikap ilmiah merupakan bagian dari seorang

ilmuwan. Seseorang yang berhasil mengungkap permasalahan dengan menggunakan

metode tertentu –meski tidak paham banyak mengenai sifat ilmu— bisa disebut sebagai

ilmuwan. Demikian pula seseorang yang mengamati kesimpulan dari seorang ilmuwan dan

memiliki concern dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan juga bisa dikatakan telah

memiliki aspek ilmiah dalam dirinya.

Anda mungkin juga menyukai