Disusun oleh:
Anggita Dewi G99161014
Arum Cahyaning Pekerti G99162081
Pembimbing:
Amru Sungkar, dr.,Sp.B,Sp.BP-RE
A. FRAKTUR MAKSILOFASIAL
Fraktur ialah hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan keras
tubuh. Berdasarkan anatominya wajah atau maksilofasial dibagi menjadi
tiga bagian, ialah sepertiga atas wajah, sepertiga tengah wajah, dan
sepertiga bawah wajah. Bagian yang termasuk sepertiga atas wajah ialah
tulang frontalis, regio supra orbita, rima orbita dan sinus frontalis (Stewart
C et al, 2008). Maksila, zigomatikus, lakrimal, nasal, palatinus, nasal
konka inferior, dan tulang vomer termasuk ke dalam sepertiga tengah
wajah sedangkan mandibula termasuk ke dalam bagian sepertiga bawah
wajah (Parwar BJ dan Meyers AD, 2013). Fraktur maksilofasial ialah
fraktur yang terjadi pada tulang-tulang pembentuk wajah (Stewart C et al,
2008).
Fraktur maksilofasial melibatkan tulang – tulang penyusun wajah
atau tengkorak bagian depan. Fraktur maksilofasial bisa terjadi hanya pada
satu tempat maupun kompleks, akibat benturan dengan kekuatan rendah
atau akibat kekuatan tinggi. Trauma maksilofasial juga mengakibatkan
jejas dan kegawatan dengan variasi yang sangat luas mulai dari memar;
ekskoriasi; berbagai vulnus pada jaringan lunak; sampai fraktur (Parwar
BJ dan Meyers AD, 2013).
Masalah yang ditimbulkan selain aspek fungsi juga perlu
dipikirkan aspek estetik karena dapat meninggalkan kecacatan, sebab dari
cedera yang ditimbulkan akibat fraktur maksilofasial sering menimbulkan
gangguan pada jalan nafas, penciuman, penglihatan, mastikasi, serta otak,
oleh karena itu penanganan fraktur maksilofasial harus dilakukan secara
intensif dan holistik. Bahkan tidak jarang mengakibatkan deformitas berat
sampai mengancam jiwa akibat gangguan saluran nafas bagian atas
(Lynham A et al, 2012).
Tulang-tulang maksilofasial terdiri dari: (Prendergast PM et al,
2012 ; Parwar BJ dan Meyers AD, 2013)
1. Tulang hidung (os nasale)
Merupakan tulang yang mudah patah, kedua tulang hidung
membentuk batang hidung. Ke atas dihubungkan dengan tulang frontal
oleh sutura frontonasalis, ke bawah berartikulasi dengan tulang
maksila, kebelakang melekat dengan perpendikuler dari tulang etmoid.
2. Tulang zigomatikus (os zygomaticus)
Membentuk tonjolan pipi dan sebagian dinding lateral serta dasar
orbita. Tulang zigoma berhubungan antara tulang frontal, sfenoid dan
maksila, kemudian dihubungkan dengan temporal. Di medial bersendi
dengan maksila, di lateral dengan processus zygomaticus ossis
temporalis membentuk arcus zygomaticus, arkus ini yang menentukan
dimensi anteroposterior dari tonjolan pipi.
3. Tulang maksila (os maxilaris)
Kedua tulang maksila (maksila kiri dan kanan) merupakan bagian
utama dari wajah bagian tengah (mid face), membentuk rahang atas,
pars anterior palatum durum, sebagian dinding lateral cavum nasi, dan
sebagian dasar orbita. Bersama palatum merupakan penyangga dari
gigi atas. Mempunyai rongga udara yang paling besar di bagian
maksilofasial, rongga berbentuk piramid yang dilapisi mukosa disebut
sinus maksilaris.
4. Tulang mandibula (os mandibula)
Terdiri dari kondilus, prosesus koronoideus, ramus, angulus dan
korpus yang bergabung menjadi simfisis mandibula. Korpus berbentuk
tapal kuda dan bertemu dengan ramus masing-masing sisi pada
angulus mandibula. Foramen mentale dapat dilihat di bawah gigi
premolar kedua, dari lubang ini keluar arteri, vena dan nervus
alveolaris inferior. Pinggir atas korpus mandibula disebut pars
alveolaris. Pada orang dewasa berisi 16 lubang untuk akar-akar gigi.
Tulang mandibula menonjol dan membentuk kontur wajah, artikulasi
dengan dasar tengkorak melalui kondilus yang bertumpu pada fossa
glenoidalis dan membentuk temporomandibular joint (TMJ).
5. Os lacrimale
Merupakan tulang yang tipis dan tulang terkecil pembentuk wajah.
Os lacrimale berada di lateral dan posterior os nasale. Os nasale berisi
fossa lacrimale dan saccus lacrimale.
6. Os palatinum
Berbentuk huruf L yang membentuk bagian posterior palatum
durum, bagian dasar dan lateral rongga nasal. Bagian posterior palatum
durum dibentuk oleh lamina horizontal os palatinum.
7. Concha nasal inferior
Lebih inferior dari concha nasal medial os ethmoid. Concha nasal
inferior merupakan tulang yang terpisah, dan bukan bagian dari os
ethmoid. Concha nasal inferior merupakan tulang pembentuk bagian
dari dinding lateral inferior rongga hidung.
8. Vomer
Merupakan tulang segitiga didasar rongga hidung yang
berartikulasi dengan lamina perpendicular os ethmoid pada bagian
superior. Pada bagian inferior berartikulasi dengan kedua maxilla dan
os palatinum. Vomer membentuk bagian inferior septum nasal.
Diagnosis fraktur maksilofasial ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Ceallaigh PO et al, 2006).
Pendekatan awal terhadap pasien fraktur maksilofasial sedikit berbeda
dengan cedera yang lain. Perhatian harus segera diarahkan terdapat saluran
pernapasan, adekuatnya ventilasi, dan kontrol perdarahan eksternal.
Sebelum melakukan pemeriksan vital signs, gangguan saluran pernapasan
dan perdarahan yang mengancam jiwa pasien harus ditangani terlebih
dahulu. Setelah itu baru dilakukan pemeriksaan vital signs dan status
neurologis pasien setidaknya mengenai tingkat kesadaran, yaitu orientasi
terhadap waktu dan tempat (Vrinceanu D dan Banica B, 2014).
Penanganan pertama fraktur maksilofasial adalah dengan primary
survey, resusitasi, secondary survey dan akhirnya terapi definitif.
Medikamentosa bertujuan untuk mengurangi morbiditas pada pasien,
dengan pemberian analgetik, antibiotik, ATS, dan antiemetik. Prinsip
penanganan fraktur maksila sama dengan penanganan fraktur yang lain
yaitu reposisi, fiksasi, imobilisasi dan rehabilitasi. Tindakan penanganan
fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur, fiksasi
fragmen fraktur dan imobilisasi sehingga fragmen tulang yang telah
dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan
penyembuhan tulang selesai.
Pada teknik tertutup, fiksasi fraktur dan imobilisasi fraktur dilakukan
dengan jalan menempatkan peralatan fiksasi maksilomandibular misalnya
dengan arch bar atau interdental wiring. Pada prosedur terbuka, bagian
yang fraktur dibuka dengan pembedahan, dan segmen direduksi dan
difiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat (wiring) atau mini
plat dan skrup (mini plate) (Wang J et al, 2012 ; Udeabor SE et al, 2014).
Ceallaigh PO, Ekanaykaee K, Beirne CJ, Patton DW. Diagnosis and management
of common maxillofacial injuries in the emergency department. Part 5:
dentoalveolar injuries. Emerg Med J (2006) 24:429–430.
Chenard KE, Teven CM, He TC, Reid RR. Bone Morphogenetic Proteins in
Craniofacial Surgery: Current Techniques, Clinical Experiences, and the
Future of Personalized Stem Cell Therapy. Hindawi (2012).
Doll BA, Sfeir C, Azari K, Holland S, Hollinger JO. Craniofacial Repair. Humana
Press Inc.
Elsalanty ME, Genecov DG. Bone Grafts in Craniofacial Surgery. Thieme
Medical Publisher, Inc (2009).
Enexei HH, Azlina A, Iggzeer YK. The Role of Protein Deficiency in the Healing
of Mandibular Fractures in Rabbit Model. Academic Sciences (2004).
Friedman CD. Basic Principles of Craniofacial Bone Healing and Repair (2016).
Glanoudis PV, Einhorn TA, Marsh D. Fracture healing: The diamond concept.
Injury, Int. J. Care Injured (2007) 3854: 53-56.
Lynham A, Tuckett J, Warnke P. Maxillofacial Trauma. Australian Family
Physician (2012).
Marsell R, Inhorn TA. The Biology of Fracture Healing. Injury (2011); 42(6):
551–555.
Marx RE. Bone and Graft Healing. Oral Maxillofacial Surg Clin N Am 19 (2007)
455–466.
Mostafa A, Banu LA, Rahman F, Paul S. Craniofacial Anthropometric Profile of
Adult Bangladeshi Buddhist Chakma Females. Hindawi (2013).
Oryan A, Monazzah S, Sadegh AB. Bone Injury and Fracture Healing Biology.
Biomed Environ Sci (2015) 28(1): 57-71.
Padmini C. An overview of Maxillo Facial fractures and current concepts in the
management of mandibular fractures in children. IOSR-JDMS (2015).
Parwar BJ, Meyers AD. Facial Bone Anatomy. Medscape (2013).
Prendergast PM. Anatomy of the Face and Neck. Springer-Verlag Berlin
Heidelberg (2012).
Rozen S. Facial Fractures. SRPS (2015).
Sharabi SE, Koshy JC, Thornton JF, Hollier LH. Facial Fractures. CME (2011).
Sisha T. Parameters for defining efficacy in fracture healing. Clinical Cases in
Mineral and Bone Metabolism 2010; 7(1): 15-16.
Somaiya R, Kaur G. Future of Bone Repair. Bone and Tissue Regeneration
Insights (2015):6 1–7.
Stewart C, Fiechtl JF, Wolf SJ. Maxillofacial Trauma: Challenges in ED
Diagnosis and Management. Emergency Medicine (2008).
Udeabor SE, Akinbami BO, Yarhere KS, Obiechina AE. Maxillofacial Fractures:
Etiology, Pattern of Presentation, and Treatment in University of Port
Harcourt Teaching Hospital, Port Harcourt, Nigeria. Jurnal of Dental Surgery
(2014).
Vrinceanu D, Banica B. Principles of Surgical Treatment in the Midface Trauma -
Theory and Practice. Medica (2014); 9(4): 361-366.
Weigelt JA, Flyan E. Physical Examination and Arteriography in Patients With
Penetrating Zone H Neck Wounds. Arch Surg (1994).
Winn BJ, Whitman M. Stem Cells in Oculofacial Plastic Surgery. Springer
Science+Business Media New York (2013).
Wang J, Hu C, Zhang G, Qiu S, Cai J, Wu X, Xiang Z, Tan Y. One Stage of
Repair and Reconstruction of Craniomaxillofacial Bone Defects. Modern
Plastic Surgery (2013) 3: 3-8.