Anda di halaman 1dari 3

Komorbid psikiatri, dihitung berdasar evaluasi dari psikiatri, yang berbeda antara dua subgrup

dan pasien dengan FM menunjukkan frekuensi yang lebih tinggi dari gangguan psikiatri dengan
yang mengenai pasien dengan FM+SP (72% FM vs. 49% FM+SP, p<0.01). Secara khusus,
frekuensi depresi adalahI 65.5% pada pasien dengan FM patients vs. 35% pada pasien dengan
FM+SP (p<0.01) dan gangguan panik 47.2% paa pasien dengan FM vs. 39% pada pasien dengan
FM+SP.

Diskusi
Tidak ada data yang relevan pada literatur yang menganalisa karakteristik pasien dengan
spasmofilia. Pada penelitian kami terdapat beberapa perbedaan yang signifikan yang muncul
diantara kelompok pasien yang terkena fibromialgia dan kelompok pasien dengan fibromialgia
positif dan spasmofilia.
Laki-laki sedikit lebih menunjukkan fibromialgia positif dengan spasmofilia (FM+SP) dibanding
pasien dengan fibromialgia negatif dengan spasmofilia (FM).
Tidak ada perbedaan berdasar kualitas hidup, kelelahan, nyeri dan tanda evaluasi lainnya,
sementara itu kami menemukan rata-rata nilai TP yang rendah pada pasien FM+SP patients.
Sindrom kaki kurang istirahat dan takikakardia lebih sering pada pasien FM+SP, sementara
alergi lebih jarang. Sejauh sindrome kaki kurang istirahat, terdapat hasil yang kontroversial pada
literatur yang terkait dengan peran Mg: Popoviciu et al. (20) yang mengindikasi bahwa serum
Mg rendah pada sindrom kaki kurang istirahat indicated that (restless leg syndrome) (RLS), dan
Hornyak (21) dan Bartel (22) menemukan bahwa Mg intravena pada kelhamilan merupakan
terapi untuk RLS. Kontras, Walters (23) tidak mengonfirmasu hasil ini, tidak ditemukan
perbedaan secara statistik antara pasien dengan RLS dan kontrol pada Mg di serum maupun
cairan cerebrospinal.
Kami menemukan nilai yang tinggi pada IL2 dan IL10 pada kedua kelompok pasien. Secara
khusus, 65% pada pasien FM-dan 59% pada pasien FM+SP yang menunjukkan peningkatan
kadar IL2, 30% pasien FM dan 41% pada pasien FM+SP yang menunjukkan peningkatan kadar
IL10.
Ketidaksamaan hasil ditemukan pada literatur (24, 25), penelitian kamu tidak menunjukkan
peningkatan pada IL-8 pada pasien dengan FM+SP maupun FM, tapi kami mengonfirmasi
kehadiran dari kadar IL-10 yang tinggi pada kedua kelompok (25, 26). Secara khusus, kadar IL-
10 plasma pada pasien FM+SP menghasilkan lebih tinggi dibanding pada pasien FM, meskipun
tidak mencapai statistik yang signifikan. Selain itu, kadar TNF- α plasma lebih tinggi pada
pasien FM+SP.
Kemungkinan dari aktivasi dan regulasi dari pola sitokin mungkin terlibat dalam pembentukan
nyeri dan hiperalgesia yang sering kali tercetus (27, 28) juga berdasar perkembangan dari konsep
“perilaku sakit” (29). Secara khusus, hal ini juga menunjukkan bahwa sitokin dapat berperan
dalam hubungan antara sistem imun dan sistem saraf pada FM (25, 30), yang memberikan fakta
bahwa pasien FM memiliki gejala yang hampir sama dengan perilaku sakit. Hal ini menunjukkan
hasil pada penelitian ini bahwa peran sitokin mungkin dapat menjadi hipotesis untuk
pembentukan gejala spasmofilia.
Kami mengamati kadar magnesium (Mg) intraseluler yang rendah pada pasien dengan
spasmofilia, meskipun pada rentang normal, dan hal ini konsisten pada patogenesis spasmofilia.
Mg, prevalensi kation intraseluler terbanyak ke dua pada tubuh, memilik peranan penting pada
aktivitas enzim, stabilitas membran, dan transport ion (31, 32). Defisit Mg mungkin disebabkan
karena mekanisme gastrointestinal dan ginjal yang tidak efisien untuk konservasi Mg (20).
Selain itu ada kondisi morbid yang diketahui dapat menyebabkan kehilangan Mg dalam tubuh
(diabetes, alkoholisme, malabsorpsi) dan obat-obatan (diuretik, siklosporin, aminoglikosida,
cisplatin, amfoterisin B) yang memperparah masalah (34).
Mg telah terbukti menghambat reseptor Nmethyl-D-aspartat (NMDA) (35), aktivasi yang
menginduksi pelepasan neurotransmiter, seperti substansi P. Penurunan Mg ekstraseluler
menurunkan tingkat ambang asam amino rangsang (yaitu glutamat) diperlukan untuk
mengaktifkan reseptor ini. Respon neurogenik ini diikuti oleh pelepasan sitokin proinflamasi
(TNF-α, IL-1β, IL-6) oleh limfosit T selama minggu pertama penipisan diet (36). Bahkan
pengeluaran reseptor TNF-α pada tikus mengurangi efek merugikan defisiensi Mg pada tulang
(37).
Katekolamin eksogen dan endogen secara eksperimental menunjukkan hasil adanya sedikit
penurunan (sekitar 0,2 mEq / L) dalam konsentrasi serum Mg, dan peningkatan sekresi
katekolamin bisa menjadi penyebab hipomagnesemia pada penyakit akut dan stres (38, 39).
Dalam konteks ini, akan menarik untuk mengetahui kadar cathecolamine pada pasien
spasmofilik.
Tingkat GH secara signifikan lebih tinggi pada pasien FM + SP sehubungan dengan pasien FM,
bahkan jika dalam kisaran normal. Pasien memiliki tingkat GH <1 ng / ml dengan persentase
berikut: FM + SP 38%, FM 54%. Diketahui bahwa pasien dengan fibromyalgia memiliki pola
tidur abnormal yang melibatkan tahap 3 dan 4 dari tidur non-REM (40). Karena hormon
pertumbuhan disekresi terutama selama tahap 3 dan 4 dari tidur non-REM, hal itu dihipotesiskan
bahwa fibromyalgia mungkin berhubungan dengan gangguan sekresi hormon pertumbuhan (41).
Faktanya, sekitar sepertiga pasien dengan fibromyalgia memiliki kadar IGF-1 yang rendah (42).
Selain itu, hormon pertumbuhan penting dalam mempertahankan homeostasis otot (43),
berdasarkan teori tingkat suboptimal mungkin menjadi faktor dalam resolusi gangguan dari otot
microtrauma di fibromyalgia (44). Kami mengamati bahwa kedua kelompok pasien dengan FM
+ SP dan FM disebut tidur tidak nyenyak tanpa perbedaan kejadian. Kami tidak dapat
menjelaskan arti tingkat GH yang lebih tinggi pada pasien dengan spasmophilia, kami hanya
dapat menghipotesiskan peran GH pada spasmohilia yang harus diteliti lebih lanjut.
Insidensi tiroiditis autoimun pada kedua kelompok yang diteliti adalah serupa dan sesuai dengan
literatur (45,46). Temuan ini mengarahkan kita untuk menganggap bahwa pada pasien FM + SP,
seperti pada pasien FM, mungkin memiliki peran dalam memperburuk gejala khas. Komorbiditas
psikiatri pada pasien FM hasil yang sama dengan literatur (47, 48). Perbedaan menarik muncul
dari perbandingan antara kedua kelompok: pasien FM memiliki insiden gangguan kejiwaan yang
lebih tinggi, khususnya gangguan depresi sehubungan dengan pasien spasmofilik. Pada pasien
FM + SP yang diteliti, gangguan panik secara tidak terduga tidak mewakili, karena gangguan
panik dan tetani laten muncul secara bersamaan (49).

Anda mungkin juga menyukai