Anda di halaman 1dari 14

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proyek IPPM (Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular) yang mempunyai tiga komponen atau
strategi yaitu Intensifikasi Program P2M, Peningkatan Kemampuan Manajemen dan Pengembangan
Kemitraan diharapkan menciptakan Perubahan Perilaku Manajemen dengan mana dilakukan
Pemanfaatan Informasi Surveilens dan selanjutnya dapat dilakukan Audit Manajemen Kasus dan
Kesehatan Masyarakat sehingga dilaksanakan Tindakan Koreksi. Dalam rangka perpanjangan
Proyek IPPM, dilaksanakan Manajemen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Terpadu Berbasis Wilayah di Tingkat Kabupaten/Kota, dimana Surveilens dan
Manajemen tidak hanya ditujukan kepada Penyakit tetapi lebih dari itu ditujukan kepada Sumber
Penyakit, Faktor Risiko Lingkungan, Faktor Risiko Perilaku Penduduk dan Kejadian Penyakit.
Masing-masing dari seluruh atau 21 kabupaten di 7 propinsi yang termasuk dalam Proyek IPPM
disebut Kabupaten Model, yang menerapkan Manajemen PPM & PL Terpadu. Indikator
Keberhasilan Kabupaten Model (Proyek ICDC, April 2003) adalah sebagai berikut:
- dalam Surveilens, ada kajian terpadu tentang penyakit dan faktor risiko oleh TEK (Tim
Epidemiologi Kabupaten
- dalam Peningkatan Manajemen ada perencanaan kesehatan berdasarkan hasil kajian
- dalam Intensifikasi Program Pemberantasan Penyakit Menular, ada peningkatan penemuan dan
pengobatan tbc, pnemonia balita, malaria, peningkatan cakupan imunisasi campak dan TT ibu
hamil, didukung dengan Audit Manajemen Kasus dan Kesehatan Masyarakat ke Puskesmas
- dalam Penanganan Faktor Risiko, ada Klinik Sanitasi Puskesmas dan Perbaikan Faktor Risiko
Lingkungan dan Faktor Risiko Perilaku oleh Puskesmas
- dalam Kemitraan, kerja sama dengan berbagai mitra, yang dilaksanakan efektif

Konsultan Surveilens Nasional (KSN) yang bekerja untuk Proyek IPPM dari bulan Februari 2003
sampai dengan bulan Januari 2002 diharapkan menghasilkan 4 output yaitu 1) Pemberdayaan Tim
Epidemiologi, 2) Penguatan Surveilens, 3) Menyiapkan data epidemiologi morbiditas dan
mortalitas, dan 4) menyiapkan sokongan epidemiologi untuk perencanaan. Untuk mencapai output
1) dan output 2), KSN harus bekerja sama dengan para konsultan lain dan program yang
bersangkutan. Untuk mencapai output 3) dan 4), KSN mengumpulkan data dan/atau informasi
epidemiologi yang bersangkutan dari beberapa kabupaten tertentu yang termasuk dalam Proyek
IPPM; lalu data/informasi tersebut diolah, dianalisis dan diinterpretasi sehingga dihasilkan Informasi
dan Bukti yang dapat digunakan dalam Siklus Manajemen termasuk Pemantauan, Penilaian dan
Perencanaan. Hasil kegiatan ini disusun dalam satu bentuk Laporan, yang diharapkan dapat berguna
bagi para pejabat yang melaksanakan tugas yang berkaitan dengan Tim Epidemiologi di tingkat
kabupaten (TEK), propinsi (TEP), pusat (TEN). Dalam Laporan ini diusahakan supaya dapat
diperlihatkan bagaimana Surveilens dapat menghasilkan Informasi yang dimodifikasi menjadi Bukti
untuk perbaikan Manajemen.

Surveilens Dan Manajemen Berdasar Bukti Dalam Pemberantasan Tbc Di Pusat, Propinsi Dan Kabupaten di Indonesia 1
B. Surveilens dan Manajemen Berdasar Bukti

Surveilens adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara
siatematis dan terus menerus untuk menghasilkan informasi yang dapat dijadikan bukti, lalu
digunakan untuk manajemen pelayanan atau program-program kesehatan termasuk program
pemberantasan tuberkulosa. Dengan definisi ini dapat dianggap bahwa manajemen program
pemberantasan tuberkulosa akan berhasil secara maksimal antara lain apabila sistem surveilens
tuberkulosa direncanakan dan dilaksanakan secara rasional.

Sistem terdiri atas beberapa komponen yang pada wujudnya mencapai tujuan bersama.
Sistem surveilens yang baik adalah sistem yang mempunyai tujuan yang jelas, pengolahan dan
analisis data disesuaikan dengan pencapaian tujuan dan hasilya dapat digunakan untuk pelayanan,
pengumpulan data mudah dilakukan dengan partisipasi semua pihak yang bersangkutan sehingga
didapatkan data yang representatif dan sensitif dari sistem dapat ditingkatkan (Teutsch et al, 1994).
Di samping itu kualitas dan akurasi data dapat ditingkatkan dan dipelihara. Kualitas data dapat
dinilai dengan mengetahui relevansi, validitas, kelengkapan dan ketepatan waktu data itu, sedangkan
akurasi data dapat dinilai dengan mengetahui validitas dan reliabilitas data itu (Lapau, 2002).

Apabila sistem surveilens dapat ditingkatkan, maka informasi (Claquin, 1993) yang dihasilkan
menjadi berkualitas dan akurat yang dapat digunakan untuk

- kewaspadaan dini
- memantau kecenderungan penyakit
- memantau faktor risiko yang terkait dengan kasus penyakit
- memantau program pemberantasan, dan
- menentukan prioritas yang diperlukan untuk mengatasi masalah

Manajemen adalah kemampuan menggunakan sumberdaya untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan


dalam rangka mencapai tujuan sistem. Dalam pendekatan sistem, sumberdaya disebut Input,
kegiatan disebut Proses, hasil kegiatan disebut Outcome yang terdiri atas Output, Efek dan Dampak
(Reynold, 1993). Output adalah hasil kegiatan sistem yang dapat diketahui dalam sistem
pelayanan/program sendiri, sedangkan Efek dan Dampak akan dapat diketahui bila dilakukan studi
dalam masyarakat. Efek adalah gambaran tingkah laku kesehatan dalam masyarakat, sedangkan
dampak adalah masalah kesehatan yang secara umum diukur dengan indikator seperti angka
insidensi, angka prevalensi, angka mortalitas, case fatality rate, dll. Dalam setiap program
kesehatan, para ahli yang bersangkutan telah menetapkan indikator-indikator masing-masing dalam
Input, Proses, Output, Efek dan Dampak.
Hasil analisis Data adalah Informasi, sedangkan interpretasi Informasi menghasilkan Bukti.
Analisis data untuk masing-masing indikator yang ada dalam Dampak, Efek, Output, Proses dan
Input dapat menghasilkan informasi masalah tertentu yang menggambarkan kesenjangan dari apa
yang diharapkan dan apa yang terjadi.

Informasi dapat diinterpretasi menjadi Bukti yang digunakan untuk manajemen dapat dilakukan
dengan tahapan kegiatan (Koot, 2001) sebagai berikut:

Surveilens Dan Manajemen Berdasar Bukti Dalam Pemberantasan Tbc Di Pusat, Propinsi Dan Kabupaten di Indonesia 2
Pertama adalah relevansi, dikaitkan dengan apakah interpretasi dapat dicapainya tujuan program
untuk memecahkan masalah; dalam hal ini hasil analisis dalam masalah penyakit (Dampak) yang
dipelajari dan masalah-masalah lain dalam pelayanan kesehatan (Efek, Output, Proses dan Input)
dihubungkan satu sama lain dengan pencapaian tujuan; dan juga apakah ada kaitan faktor risiko
(Lingkungan dan Penduduk) tertentu dengan kejadian penyakit yang merupakan indikator Dampak.
Kedua adalah koherensi yaitu kaitan dan konsistensi logis dari hubungan antara masalah penyakit
dengan faktor risiko dan dengan masalah-masalah pada Efek, Output, Proses dan Input dari waktu
ke waktu dan dari tempat ke tempat lain.
Ketiga adalah apakah informasi dikaji dalam konteks populasi dan geografi.
Keempat adalah bahwa informasi secara sistematis dapat digunakan dalam siklus sistem manajemen
yaitu perencanaan, pemantauan dan penilaian.
Yang menjadi pertanyaan adalah 1) Apakah surveilens tuberkulosa dengan pengertian seperti
tersebut diatas telah dilaksanakan di beberapa kabupaten yang didanai oleh Proyek IPPM
(Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular; dan 2) Apakah informasi yang dihasilkan oleh
surveilens tuberkulosa dan metode lain sudah dimodifikasi menjadi bukti yang dapat
digunakan untuk perbaikan manajemen pemberantasan tuberkulosa di kabupaten itu.

C. Tujuan Umum

1. Menilai pelaksanaan surveilens tuberkulosa untuk menghasilkan informasi yang


berkaitan dengan pemberantasan tuberculosa di beberapa kabupaten yang didanai oleh
Proyek IPPM.
2. Memodifikasi informasi tersebut menjadi bukti yang dapat digunakan untuk Perbaikan
manajemen pemberantasan tuberculosa di beberapa kabupaten itu

D. Konsep Pemberantasan Tuberkulosa

Tujuan Penanggulangan Tuberkulosa yang terpenting adalah memutuskan rantai penularan sehingga
morbiditas tuberkulosa menurun sampai tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat
(Gerdunas TB Pusat, 2000) sehingga produksi masyarakat meningkat lalu pendapatan asli daerah
meningkat (Gambar I.1). Surveilens tuberkulosa diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan
akurasi informasi, yang dapat digunakan untuk manajemen penanggulangan yaitu pengobatan,
pencegahan dan promosi penanggulangan (Gambar I.1).

Surveilens Dan Manajemen Berdasar Bukti Dalam Pemberantasan Tbc Di Pusat, Propinsi Dan Kabupaten di Indonesia 3
Gambar I.1.

1. Surveilens tuberkulosa
Apabila surveilens tuberkulosa dapat ditingkatkan maka kualitas dan akurasi data dapat
ditingkatkan sehingga didapatkan hasil analisis situasi yang tepat (Gambar I.2). Kualitas dan
akurasi data tergantung pada tujuan sistem surveilens yang ditetapkan, pengumpulan data yang
relevan dengan tujuan sistem surveilens, diagnosis tuberkulosis, kelengkapan data, partisipasi
fasilitas kesehatan, ketepatan waktu data, akses masyarakat ke pelayanan kesehatan dan konsistensi
hasil analisis data. Kemampuan merumuskan tujuan sistem dan pengumpulan data yang relevan
masing-masing tergantung pada pengetahuan dan keterampilan petugas yang bersangkutan.
Ketepatan diagnosis tuberkulosis tergantung pada kualitas pemeriksaan laboratorium, yang
tergantung pula pada kualitas pemeriksaan klinis, kualitas mikroskop, pembuatan spesimen,
penyimpanan spesimen dan kinerja mikroskopis. Yang terakhir ini tergantung pada keterampilan,
beban kerja lain dan insentif dari mikroskopis yang bersangkutan.

Surveilens Dan Manajemen Berdasar Bukti Dalam Pemberantasan Tbc Di Pusat, Propinsi Dan Kabupaten di Indonesia 4
Partisipasi pelayanan kesehatan dalam surveilens tergantung pada advokasi, kordinasi dan sosialisasi
dari surveilens itu.

Akses pelayanan dari masyarakat tergantung pada geografi (jarak, transport), pencarian
pengobatan, mutu pelayanan, sosial-ekonomi masyarakat dan persepsi masyarakat terhadap
pelayanan itu. Konsistensi hasil analisis atau ketepatan pengolahan dan analisis data tergantung pada
kemampuan dan latihan, insentif, keterampilan; pada umumnya cara manual tidak meyakinkan.

Gambar I.2.

2. Pengobatan TB Paru
Pengobatan TB Paru dapat menurunkan penularan TB Paru sehingga menurunkan morbiditas TB
Paru (Gambar I.3). Masalah pengobatan TB Paru terdiri atas pengobatan terlambat, pengobatan
tidak teratur, dan pengobatan terputus.
Pengobatan terlambat tergantung pada kelancaran distribusi obat, kecukupan obat, pengetahuan
petugas tentang obat, kepatuhan pada protap pengobatan dan kemudahan transport Keteraturan
pengobatan tergantung pada pengetahuan penderita, keaktifan PMO, distribusi obat dan kesulitan
transportasi. Terputusnya pengobatan tergantung pada pengetahuan penderita, pindah alamat,
keaktifan PMO dan kesulitan transportasi.

Surveilens Dan Manajemen Berdasar Bukti Dalam Pemberantasan Tbc Di Pusat, Propinsi Dan Kabupaten di Indonesia 5
Gambar I.3.

3. Pencegahan TB Paru
Pencegghan TB Paru menurunkan penularan nya sehingga morbiditas TB menurun. Pencegahan TB
Paru terdiri atas vaksinasi BCG, pengendalian lingkungan/perilaku dan peningkatan daya tahan
tubuh (Gambar I.4). Dari beberapa hasil penelitian vaksinasi BCG tidak terlalu mengyakinkan
keberhasilannya untuk mencegah kejadian TB Paru. Pengendalian lingkungan perilaku mencakup
pengendalian perilaku, lingkungan umum dan lingkungan perumahan (Direktorat Penyehatan
Lingkungan, 2003)
Pengendalian perilaku berkaitan dengan kebiasaan tidur bersama dengan penderita TB, kebiasaan
menjemur kasur, kebiasaan membuang ludah, kebiasaan membuka jendela dan kebiasaan
membersihkan lantai. Pengendalian lingkungan umum ditujukan pada polusi industeri dan polusi
jalanan. Pengendalian lingkungan perumahan dengan mengusahakan ventilasi rumah, pencahayaan
ruangan, pengurangan kepadatan hunian dan pembersihan lantai rumah

Daya tahan tubuh tergantung pada umur dan status gizi dari yang bersangkutan Perbaikan status gizi
tergantung pada pendidikan, pengetahuan dan status sosial-ekonomi dari yang bersangkutan.

Surveilens Dan Manajemen Berdasar Bukti Dalam Pemberantasan Tbc Di Pusat, Propinsi Dan Kabupaten di Indonesia 6
Gambar I. 4.

4. Pelayanan promosi pemberantasan TB Paru


Pelayanan promosi TB Paru terdiri atas perilaku perlindungan individu dan komunikasi lintas
sektor/program, yang dapat mengurangi penularan TB Paru sehingga morbiditas TB Paru menurun
(Gambar I.5). Perilaku perlindungan individu terdiri atas pembersihan lantai rumah, menjaga
adanya ventilasi, membersihkan tempat dan alat tidur dan perlindungan terhadap kontak TB Paru.
Yang terakhir ini dilakukan dengan bagaimana cara berhubungan yang sehat dengan penderita dan
menggunakan obat khemoprofilaxis.
Lintas sektor/program tak berhasil karena kurang kordinasi dan advokasi. Kegagalan kordinasi
karena ego sektoral dan ego program. Strategi advokasi kurang berhasil karena petugas kurang
profesional dalam pemasaran sosial, kelemahan juklak advokasi, dan advokasi seharusnya atas dasar
data.

Surveilens Dan Manajemen Berdasar Bukti Dalam Pemberantasan Tbc Di Pusat, Propinsi Dan Kabupaten di Indonesia 7
Gambar I.5.

Setelah memperhatikan kerangka konsep (Gamar 1 – 5) tersebut diatas, maka timbul pertanyaan
sebagai berikut: 1) Apa masalah yang muncul dalam sistem surveilens dan faktor-faktor apa yang
mungkin berkaitan; 2) Bagaimana keberhasilan pengobatan dan masalah apa yang muncul dalam
pengobatan ISPA/Pnemonia; 3) Bagaimana kaitan antara faktor risiko lingkungan dan faktor risiko
penduduk dengan kejadian ISPA/Pnemonia dalam rangka pencegahannya; dan 4) Bagaimana
pelaksanaan promosi pemberantasan ISPA/Pnemonia dan hubungannya dengan faktor berkaitan.

E. Indikator Surveilens dan Manajemen Pemberantasan TB

Dari Kerangka Konsep (Gambar 1 – 5) tersebut diatas, terdapat faktor-faktor yang sudah dapat
dikembangkan indikatornya menurut Komponen Kegiatan Pemberantasan (Surveilens, Pengobatan,
Pencegahan dan Promosi) dalam ruang lingkup pendekatan sistem yaitu Dampak, Efek, Output,
Proses dan Input seperti terlihat pada Tabel I.1 di bawah ini

Surveilens Dan Manajemen Berdasar Bukti Dalam Pemberantasan Tbc Di Pusat, Propinsi Dan Kabupaten di Indonesia 8
Tabel I.1.
Indikator Penilaian Pelaksanaan Program Ispa / Pnemonia

Surveilens Dan Manajemen Berdasar Bukti Dalam Pemberantasan Tbc Di Pusat, Propinsi Dan Kabupaten di Indonesia 9
Surveilens Dan Manajemen Berdasar Bukti Dalam Pemberantasan Tbc Di Pusat, Propinsi Dan Kabupaten di Indonesia 10
BAB II.
RANCANGAN STUDI

A. Tujuan Umum

Dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari seksi-seksi sebelumnya, maka dapat dirumuskan
Tujuan Umum secagai berikut:
1. Untuk mengetahui masalah sistem surveilens TB-Paru sebelumnya di kabupaten yang
bersangkutan
2. Untuk mengetahui informasi yang merupakan hasil dari surveilens TB-Paru
3. Untuk mengetahui hasil dan masalah dalam pengobatan TB-Paru
4. Untuk mengetahui masalah dari promosi pemberantasan TB-Paru
5. Untuk mendapatkan bukti yang berguna untuk perbaikan manajemen pemberantasan TB-
Paru

B. Tujuan Khusus

Dalam rangka mencapai Tujuan Umum seperti tersebut diatas, maka dikembangkan Tujuan Khusus
sebagai berikut:
1a. Mengetahui kelemahan dalam sistem surveilens TB-Paru
1b. Mengetahui kualitas dan akurasi data TB-Paru
2a. Mengetahui adanya informasi pola musim TB-Paru
2b. Mengetahui kecenderungan penyakit TB-Paru
2c. Mengetahui hubungan faktor risiko dengan kejadian TB-Paru dalam rangka pencegahan TB-Paru
3a. Mengetahui masalah pengobatan TB-Paru
3b. Mengetahui masalah pengobatan tidak teratur
3c. Mengethaui masalah penyebab pengobatan terputus (DO)
4a. Mengetahui masalah dalam lintas program/sektor dan faktor terkait
4b. Mengetahui masalah dalam usaha perilaku perlindungan individu dan faktor terkait
5a.Menentukan masalah dalam masing-masing Dampak, Efek, Output, Proses dan Input dari
masing-masing komponen pemberantasan
5b. Mengetahui kaitan informasi yang terdapat dalam Dampak, Efek, Output, Proses dan Input
dalam rangka menginterpretasi Informasi menjadi Bukti dalam masing-masing komponen
pemberantasan
5c.Merumuskan intervensi yang diperlukan dalam rangka Surveilens, Pencegahan dan Pengobatan
dan Promosi Pemberantasan TB-Paru
5d.Menentukan prioritas intervensi yang diperlukan masing-masing dalam Surveilens, Pencegahan,
Penobatan dan Promosi Pemberantasan TB-Paru

Surveilens Dan Manajemen Berdasar Bukti Dalam Pemberantasan Tbc Di Pusat, Propinsi Dan Kabupaten di Indonesia 11
C. Metode

Untuk pencapaian tujuan khusus 1a yaitu untuk mengetahui kelemahan dalam sistem surveilens,
perhatikan kerangka konsep yang menyangkut surveilens (Gambar V.2); dengan demikian
ditanyakan dan/atau diobservasi hal-hal sevagai berikut:
1) Apakah ada tujuan sistem surveilens TB-Paru di kabupaten itu
2) Apakah pengolahan dan analisis data relevan dengan tujuan itu
3) Bagaimana penilaian terhadap kebenaran diagnosis tuberculosa
Indikator Output: - Kualiatas diagnosis dari penilaian berkala : Error Rate
Indikator Proses: - % Puskesmas dengan kualitas diagnosis puskesmas yang baik
Indikator Input : - % tenaga di seluruh puskesmas yang mendiagnosis
TB-Paru dengan baik
4) Bagaimana Kelengkapan data di tingkat kabupaten
Indikator Proses : % kelengkapan data per bulan, per tahun
5) Bagaimana ketepatan waktu data sampai di tingkat kabupaten
Indikator Proses : - % puskesmas yang tepat waktu melaporkan data ke kabupaten
6) Bagaimana partisipasi fasilitas kesehatan dalam pengumpulan data
Indikator Proses: % fasilitas yang mengirimkan data ke kabupaten
7) Apa ada informasi dari GIS atau metode lain yang mengukur akses pelayanan yang
berkaitan dengan faktor-faktor (lihat Gambar V.2)
8) Lakukan penilaian terhadap konsistensi data dari satu tabel ke tabel lain, lalu ditanyakan
faktor yang berkaitan
Untuk pencapaian tujuan khusus 1b yaitu untuk mengetahui kualitas dan akurasi data, maka dibuat
kesimpulan atas dasar informasi dari pencapaian tujuan 1a
- Kualitas terdiri atas: - relevansi, lihat jawaban dari pertanyaan nomor 2)
- validitas, lihat pertanyaan dari jawaban nomor 3)
- kelengkapan data, lihat jawaban dari pertanyaan nomor 4)
- ketepatan waktu data, lihat jawaban dari pertanyaan no. 5)
- Akurasi terdiri atas: - relevansi, lihat jawaban pertanyaan nomor 2)
- validitas, lihat jawaban pertanyaan nomor 3), 4) dan 5)
- reliabilitas, lihat jawaban dari pertanyaan nomor 8)
Untuk pencapaian tujuan khusus 2a yaitu untuk mengetahui pola musim, dapat diketahui dengan
apakah hasil analisis data oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau penulis memberikan petunjuk
adanya pola musiman penyakit.
Untukpencapaian tujuan khusus 2b yaitu mengetahui kecenderungan penyakit TB dilakukan oleh
penulis atau petugas yang menggunakan metode analisis least square menurut waktu, tempat
(geografis), dan orang (umur, jenis kelamin)
Untuk menjawab tujuan khusus 2c yaitu untuk mengetahui hubungan faktor risiko dengan kejadian
penyakit TB-Paru dalam rangka pencegahan TB-Paru, maka diperhatikan Gambar 4, lalu dilakukan
analisis bivariat dan/atau studi kasus kontrol oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau penulis.

Surveilens Dan Manajemen Berdasar Bukti Dalam Pemberantasan Tbc Di Pusat, Propinsi Dan Kabupaten di Indonesia 12
Indikator Efek: - proporsi faktor risiko perilaku yang berhubungan dengan TB-Paru
Untuk mencapai tujuan khusus 3a, yaitu untuk mengetahui masalah pengobatan tuberculosis maka
dilakukan analisis indikator sebagai berikut :
Indikator Out put : - % konversi
- % kesembuhan
- Lebar perbedaan antara angka kesembuhan dengan % angka Sukses
Indikator Proses : - % Pngobatan kasus yang dievaluasi pada fase intensif
- % Pengobatan kasus yang dievaluasi pada fase lanjut
Untuk mencapai tujuan khusus 3b, yaitu untuk mengetahui pengobatan tidak teratur dilakukan
analisis Indikator Proses yaitu kriteria pengobatan tidak teratur. Kemudian dicoba secara kualitatif
untuk mengetahui sebab ketidak teraturan (lihat gambar I.3)
Sedangkan untuk mengetahui masalah pengobatan terputus ambil referensi seperti pada Gambar I.3.
Untuk pencapaian tujuan khusus 4 a yaitu menentukan masalah lintas program/sektor dan faktor
terkait lihat Gambar 5. Dalam hal ini secara kualitatif dinilai sampai di mana Dinas Kesehatan
Kabupaten berkordinasi dengan program dan sektor yang bersangkutan; bila ditemukan kurang
kordinasi diidentifikasi apa faktor penyebabnya.
Di samping itu dinilai pula sampai di mana dan bagaimana Dinas Kesehatan Kabupaten
melaksanakan Advokasi ke DPRD, Bupati/BAPPEDA, dan sektor-sektor lain yang terkait; bila
ditemukan kelemahan kordinasi, faktor apa penyebabnya.
Untuk menjawab tujuan khusus 4b yaitu menentukan masalah dalam perilaku perlindungan individu
terhadap faktor-faktor tertentu, maka perhatikan Gambar 5. Dalam hal ini dinilai sampai di mana
perilaku penduduk sehubungan dengan faktor-faktor tersebut.
Indikator Efek: - tingkah laku pencarian pengobatan
- persentase faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian TB-Paru
Untuk mencapai tujuan khusus 5a, yaitu untuk menentukan masalah dalam Dampak, Efek, Output,
Proses dan Input, maka dikembangkan Tabel 2 yang terdiri atas beberapa kolom yaitu kolom-kolom
Dampak, Efek, Output, Proses dan Input. Lalu masing-masing masalah diidentifikasi dan diletakan
dalam masing-masing kolom yang bersangkutan.
Untuk menjawab tujuan khusus 5b, yaitu untuk mengetahui apakah ada kaitan antara masalah-
masalah yang ada di Dampak, Efek, Output, Proses dan Input, maka Informasi masalah yang ada
pada masing-masing kolom dijajarkan sedemikian rupa sehingga kaitan masing-masing masalah dari
satu kolom ke kolom yang lain dapat mudah diterangkan oleh pembicara dan mudah dimengerti oleh
pembaca. Kemudian penulis mencoba untuk menginterpretasi kaitan itu dalam bentuk 1) relevansi,
2) koherensi, 3) dikaitkan dengan populasi dan tempat, dan 4) apakah dapat dimasukkan dalam
siklus manajemen.

Untuk menjawab tujuan khusus 5c, yaitu untuk merumuskan intervensi terhadap masalah yang
muncul, maka perumusan intervensi diarahkan terhadap masalah yang muncul, maka perumusan
intervensi diarahkan pada perbaikan perbaikan terhadap masalah-masalah yang teridentifikasi dalam
kolom Proses dan kolom Input. Intervensi dapat dalam bentuk 1) memperbaiki pelaksanaan
program, apabila penyebab masalah yang bersangkutan diketahui; 2) melakukan studi mungkin
dalam komponen surveilens, penelitian, dll untuk mendapatkan informasi baru dalam rangka
perumusan intervensi untuk perbaikan program.

Surveilens Dan Manajemen Berdasar Bukti Dalam Pemberantasan Tbc Di Pusat, Propinsi Dan Kabupaten di Indonesia 13
Untuk mencapai tujuan khusus 5d, yaitu untuk menentukan prioritas intervensi, maka dilakukan
pembuatan tabel dengan daftar intervensi dilajur dari atas ke bawah, dan unsur penilaian
memanjang pada baris dari kiri ke kanan. Jumlah dan jenis unsur penilaian tergantung pada
kebutuhan, misalnya 1) jumlah orang yang menjadi target dari intervensi; 2)dukungan masyarakat;
3) frekuensi penderita baru, jika kegiatan tidak dilaksanakan; 4) ketersediaan petugas yang mampu
mengerjakan.

Untuk masing-masing penilaian dilakukan 2 hal sebagai berikut:


1) masing-masing penilaian dikategorikan secara kuantitatif menjadi 2 kategori penilaian: nilai
1 adalah nilai yang menyatakan kurang, sedangkan nilai 2 adalah nilai yang menyatakan
lebih
2) masing-masing unsur penilaian diberikan bobot artinya diantara unsur penilaian yang mana
bernilai lebih atau kurang dari pada yang lain, dan hal ini dinyatakan dalam angka

Surveilens Dan Manajemen Berdasar Bukti Dalam Pemberantasan Tbc Di Pusat, Propinsi Dan Kabupaten di Indonesia 14

Anda mungkin juga menyukai