Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Lansia


1.1.1 Definisi Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari
proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap
individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik
maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan
yang pernah dimilikinya.
Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuan normal, seperti
rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya
ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman
bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan
kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan
orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi
yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000).
1.1.2 Batasan Lansia
Ada beberapa pendapat mengenai batasan umur lanjut usia yaitu:
1.1.2.1 Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
Lanjut usia meliputi : usia pertengahan yakni kelompok usia 46 sampai 59
tahun. Lanjut usia (Elderly) yakni antara usia 60-74 tahun. Usia lanjut tua (Old)
yaitu antara 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (Very Old) yaitu usia diatas 90
tahun.
1.1.2.2 Menurut Undang-undang nomor 13 tahun 1998
Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.
1.1.2.3 Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro
Pengelompokkan lanjut usia sebagai berikut:
1. Usia dewasa muda (Elderly adulthood): 18 atau 20-25 tahun.
2. Usia dewasa penuh (Middle year) atau maturitas : 25-60 atau 65 tahun.
3. Lanjut usia (Geriatric Age) lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk
umur 75-80 tahun (Old) dan lebih dari 80 tahun (Very Old).

1
2

1.1.3 Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut Nugroho (2000)
yaitu:
1. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia diakibatkan oleh
terjadinya proses degeneratif yang meliputi :
1) Sel terjadi perubahan menjadi lebih sedikit jumlahnya dan lebih besar
ukurannya, serta berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya
intraseluler.
2) Sistem persyarafan terjadi perubahan berat otak 10-20, lambat dalam
respon dan waktu untuk bereaksi dan mengecilnya syaraf panca indera
yang menyebabkan berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
menurunnya sensasi perasa dan penciuman sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan misalnya glukoma dan
sebagainya.
3) Sistem pendengaran terjadi perubahan hilangnya daya pendengaran
pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada
yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia di atas umur 65 tahun dan pendengaran bertambah
menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.
Hilangnya kemampuan pendengaran meningkat sesuai dengan proses
penuaan dan hal yang seringkali merupakan keadaan potensial yang
dapat disembuhkan dan berkaitan dengan efek-efek kolateral seperti
komunikasi yang buruk dengan pemberi perawatan, isolasi, paranoia
dan penyimpangan fungsional.
4) Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon terhadap sinar,
kornea lebih terbentuk spesies, lensa lebih suram sehingga menjadi
katarak yang menyebabkan gangguan penglihatan, hilangnya daya
akomodasi, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya
gelap, menurunnya lapang pandang sehingga luas pandangnya
berkurang luas.
3

5) Sistem kardiovaskuler terjadi perubahan elastisitas dinding aorta


menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan
jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur
20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume
kehilangan elastisitas pembuluh darah karena kurangnya efektivitas
pembuluh darah feriver untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur
ke duduk, duduk keberdiri bisa mengakibatkan tekanan darah menurun
menjadi mmHg yang mengakibatkan pusing mendadak, tekanan darah
meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resitensi dari pembuluh
darah perifer.
2. Perubahan mental
Meliputi perubahan dalam memori secara umum. Gejala-gejala memori
cocok dengan keadaan yang disebut pikun tua, akhir-akhir ini lebih
cenderung disebut kerusakan memori berkenaan dengan usia atau
penurunan kognitif berkenaan dengan proses menua. Pelupa merupakan
keluhan yang sering dikemukakan oleh manula, keluhan ini di anggap
lumrah dan biasa oleh lansia, keluhan ini didasari oleh fakta dari peneliti
cross sectional dan logitudional didapat bahwa kebanyakan, namun tidak
semua lansia mengalami gangguan memori, terutama setelah usia 70
tahun, serta perubahan IQ (intelegentia quotient) tidak berubah dengan
informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan,
persepsi dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan daya
membayangkan karena tekanan-tekanan dari factor waktu.
3. Perubahan-perubahan psikososial
Meliputi pensiun, nilai seseoarang sering di ukur oleh produktivitasnya
dan identitas di kaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seorang
pension (purna tugas) ia akan mengalami kehilangan financial, status,
teman dan pekerjaan. Merasakan sadar akan kematian, semakin lanjut usia
biasanya mereka menjadi semakin kurang tertarik terhadap kehidupan
akhirat dan lebih mementingkan kematian itu sendiri serta kematian
dirinya, kondisi seperti ini benar khususnya bagi orang yang kondisi fisik
dan mentalnya semakin memburuk, pada waktu kesehatannya memburuk
4

mereka cenderung untuk berkonsentrasi pada masalah kematian dan mulai


dipengaruhi oleh perasaan seperti itu, hal ini secara langsung bertentangan
dengan pendapat orang lebih muda, dimana kematian mereka tampaknya
masih jauh dank arena itu mereka kurang memikirkan kematian.
4. Perubahan psikologis
Masalah psikologis yang dialami oleh lansia ini pertama kali mengenai
sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara
lain penurunan badaniah atau dalam kebingungan untuk memikirkannya.
Dalam hal ini di kenal apa yang di sebut disengagement theory, yang
berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu sama
lain. Pemisahan diri hanya dilakukan baru dilaksanakan hanya pada masa-
masa akhir kehidupan lansia saja. Pada lansia yang realistik dapat
menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Karena telah lanjut usia
mereka sering dianggap terlalu lamban, dengan gaya reaksi yang lamban
dan kesiapan dan kecepatan bertindak dan berfikir yang menurun. Daya
ingat mereka memang banyak yang menurun dari lupa sampai pikun dan
demensia, biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-peristiwa yang
telah lama terjadi, malahan lupa mengenal hal-hal yang baru terjadi.
5

1.2 Konsep Dasar Stroke


1.2.1 Definisi Stroke
Stroke/ CVD (Cerebro Vaskuler Disease) merupakan gangguan suplai
oksigen ke sel-sel syaraf yang dapat disebabkan oleh pecahnya atau lebih
pembuluh darah yang memperdarai otak dengan tiba-tiba. (Brunner dan Sudart,
2002).
Stroke merupakan cedera otak yang berkaitan obstruksi aliran darah otak.
Stroke dapat menjadi akibat pembentukan trombus ke otak/di suatu arteri
serebrum, akibat embolus yang mengalir ke otak dari tempat lain ke tubuh atau
akibat perdarahan otak. (Corwin, 2001).
Sroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus di
tangani secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. (Muttaqin, 2008)
1.2.2 Etiologi
1.2.2.1 Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda
dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
1. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
6

2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi


thrombosis.Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus).
3) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
dan terjadi perdarahan.
2. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.
3. Arteritis( radang pada arteri)
1.2.2.2 Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menimbulkan emboli:
1. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD)
2. Miokard infark
3. Fibrilasi: Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
1.2.2.3 Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi:
1. Aneurisma Berry biasanya defek kongenital.
7

2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.


3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh
darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan
dan degenerasi pembuluh darah.
1.2.2.4 Hipoksia Umum
1. Hipertensi yang parah
2. Cardiac Pulmonary Arrest
3. Cardiac output turun akibat aritmia
1.2.2.5 Hipoksia setempat
1. Spasme arteri serebral yang disertai perdarahan subarachnoid.
2. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

1.2.3 Faktor Resiko


1.2.3.1 Faktor-Faktor Resiko Stroke
Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Akibat adanya kerusakan pada arteri yaitu usia hipertensi dan DM.
2. Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.
3. Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis
penyakit jantung lainnya.
4. Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri
dan penurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan
anti koagulan
5. Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan pembuluh darah
arteri sebelumnya: penyakit jantung angina, TIA, suplai darah
menurun pada ektremitas.
6. Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap
berperan dalam meningkatkan prevalensi stroke ternyata tidak ditemukan
pada penelitian tersebut diantaranya adalah:
1) Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti
kaitan antara keduanya itu.
8

2) Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko


terjadinya stroke. Namun dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang
menyatakan hal tersebut berkaitan secara langsung. Walaupun memang
latihan yang terlalu berat dapat menimbulkan MCI.
3) Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang
sama terkena serangan stroke tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak
dari pada wanita.
4) Obesitas, dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar,
namun tidak ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini.
5) Riwayat keluarga.

1.2.3.2 Faktor Risiko Stroke Yang Sering Teridentifikasi


Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi yaitu:
1. Hipertensi
Dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat
menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus
sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.
2. Aneurisma pembuluh darah serebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu
tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan
dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
3. Kelainan jantung/ penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan
endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output
dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses
embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
4. Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu
terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran
darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga
berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah
serebral.
9

5. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk
pembuluh darah otak.
6. Polocitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi
lambat sehingga perfusi otak menurun.
7. Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan
terbentuknya embolus dari lemak.
8. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol
sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah
satunya pembuluh drah otak.
9. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga terjadi aterosklerosis.
10. Kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk
kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya
pembuluh darah otak (Sumber : Brunner and Suddarth).

1.2.4 Klasifikasi Stroke


Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat
diklasifikasikan menjadi:
1.2.4.1 Stroke Diklasifikasikan Menurut Patologi Dan Gejala Klinik
1. Stroke hemoragik
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid
yang disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada
saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat.
Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah
akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
10

2. Stroke Non hemoragik


Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah
otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur.
Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses
edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Stroke non hemoragik
dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya yaitu:
1) TIA’S (Trans Ischemic Attack) yaitu gangguan neurologist sesaat,
beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2) Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict) gangguan neurologist
setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu
dan maksimal 3 minggu.
3) Stroke in Evolution yaitu stroke yang terjadi masih terus berkembang
dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk.
Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.
4) Complete Stroke yaitu gangguan neurologist yang timbul bersifat
menetap atau permanent.(Sumber: Mahar Mardjono dan Priguna
Sidharta).

1.2.5 Patofisiologi
Aliran darah di setiap otak terhambat karena trombus atau embolus, maka
terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otot, kekurangan oksigen pada awalnya
mungkin akibat iskemia imun (karena henti jantung atau hipotensi) hipoxia karena
proses kesukaran bernafas suatu sumbatan pada arteri koroner dapat
mengakibatkan suatu area infark (kematian jaringan), (Sumber: Hudak dan Gallo).
Perdarahan intraksional biasanya disebabkan oleh ruptura arteri cerebri
ekstravasasi darah terjadi di daerah otak atau subarachnoid, sehingga jaringan
yang terletak di dekatnya akan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan
otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar pendarahan,
spasme ini dapat menyebaar ke seluruh hemisfer otak, bekuan darah yang semua
lunak akhirnya akan larut dan mengecil, otak yang terletak di sekitar tempat
bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Infark regional kortikal, sub
11

kortikal ataupun infark regional di batang otak terjadi karena daerah perdarahan
suatu arteri tidak/ kurang mendapat aliran darah. Aliran/ suplai darah tidak
disampaikan ke daerah tersebut oleh karena arteri yang bersangkutan tersumbat
atau pecah. Sebagai akibat keadaan tersebut bias terjadinya anoksia atau hypoksia.
Bila aliran darah ke otak berkurang sampai 24-30 ml/100 gr jaringan akan terjadi
ischemia untuk jangka waktu yang lama dan bila otak hanya mendapat suplai
darah kurang dari 16 ml/100 gr jaringan otak, maka akan terjadi infark jaringan
otak yang permanen.
12

Web Of Caution (WOC)


STROKE
Faktor faktor resiko stroke

Ateroskleroses Hipergulasi, artesis Katup jantung rusak, miokard, infark, fibrilasi, Aneuresma, Malformasi, ariovenous
endokarditis

Trombosis serebral Penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan Pendarahan intraserebral
darah, lemak, dan udara

Penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan


darah, lemak, dan udara

Pembuluh darah oklusi Emboli serebral Perembesan darah ke


dalam parenkim otak

Strok
(cerebrovascular accident) Penekanan jaringan otak
Iskemik jaringaan otak

Defisit Neorologis
Infark otak, edema
Edema dan kongesti dan herniasi otak
jaringan sekitar

Kehilangan kontrol Resiko peningkatan Disfungsi bahasa


Infark serebral dan komunikasi
volunter TIK

Hemiasi falks serebri


Penurunan Perfusi Hemiplegia dan dan ke foramen Disatria disfasia/afasia,
Jaringan serebral hemiparesis magnum apraksia

Kompresi batang otak


Kerusakan Kerusakan
mobilitas fisik komunikasi verbal

Depresi saraf Kemampuan batuk Disfungasi kandung


Koma kardiovaskular dan menurun, kurang kemih dan saluran
pernapasan mobilitas fisik, dan pencernaan
produksi sekret

Intake nutrisi tidak Kelemahan Kegagalan


adekuat fisik umum kardiovaskular dan
pernapasan Resiko bersihan Gangguan eliminasi
jalan napas tidak uri dan alvi
efektif
Perubahan Ketidak mampuan
pemenuhan perawatan diri kematian
nutrisi (ADL)

Penurunan tingkat
kesadaran Penekanan jaringan Resiko tinggi kerusakan integritas
setempat kulit

Mutaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Persarafan.
13

1.2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis stroke tergantung pada bagian atau sisi mana yang
terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral. Gejala
klinis pada stroke hemorragik berupa (Dewanto G, 2009)/
1. Defisit neurologis mendadak didahului gejala prodromal yang terjadi pada
saat istirahat atau bangun pagi.
2. Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran.
3. Terjadi terutama pada usia >50 tahun.
4. Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya.
5. Gejala klinis pada stroke iskemik (akut) berupa:
1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak.
2) Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik).
3) Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi,
stupor, dan koma).
4) Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara)
5) Disartria (bicara pelo atau cadel).
6) Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran).
7) Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).

1.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita stroke antara lain (Watonah,
2008):
1. Gangguan otak yang berat
2. Hipertensi/ hipotensi
3. Kejang
4. Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
5. Kontraktur
6. Tonus otot abnormal
7. Trombosis vena
8. Malnutrisi
14

9. Inkontinensia urin, bowel


10. Kematian
1.2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien stroke sebagai berikut:
1. Computerized Tomografi Scaning (CT Scan)
CT scan berfungsi mengetahui area infark, edema hematoma, struktur dan
sistem ventrikel otak.
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI berfungsi untuk menunjukan daerah yang mengalami infark,
hemoragik, malformasi arteriovena.
3. Elektro Encephalografi (EEG)
EEG berfungsi untuk mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
4. Angiografi Serebral
Angiografi serebralberfungsi untuk membantu menentukan penyebab
stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, adanya titik
oklusi atau ruptur.
1.2.9 Penatalaksaan
Penatalasanaan keperawatan pada penderita stroke adalah:
1. Pertahankan nutrisi yang adekuat
2. Program managemen bladder dan bowel
3. Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi/ Range Of
Motion (ROM).
4. Pertahankan integritas kulit
5. Pertahankan komunikasi yang efektif
6. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
15

1.3 Manajemen Keperawatan


1.3.1 Pengkajian
Keadaan umum: pasien stroke mengalami penurunan kesadaran, kadang
mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan
pada tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi.
1. B1 (Breathing): batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan
otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
2. B2 (Blood): renjatan (syock hipovolemik) yang sering terjadi pada pasien
stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi
massif (tekanan darah >200 mmHg).
3. B3 (Brain): defisit neurologis (tergantung pada lokasi lesi/pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori).
4. B4 (Bladder): inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
5. B5 (Bowel): kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut. Pola defekasi biasnya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
6. B6 (Bone): kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Disfungsi
motorik yang paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh. Pada kulit, jika pasien kurang oksigen, kulit akan pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi,
serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

1.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan adalah sebuah label singkat, mengambaarkan
kondidi pasien yang diobservasi di lapangan. Kondisi ini dapat berupa masalah-
masalah aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan dengan
stroke hemoragik yaitu sebagai berikut:
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial (TIK)
16

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.


3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot/koordinasi.
5. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
6. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi
sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder,
perubahan tingkat kesadaran.
7. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, asupan
cairan yang tidak adekuat.

1.3.3 Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah pendeskripsian utuh perilaku spesifik yang
di harapkan dari pasien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.Sesuai
dengan diagnosa keperawatan yang diangkat dalam kasus Stroke Hemoragik
maka intervensi keperawatan meliputi:
1. Diagnosa 1: Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
 Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada pasien.
 Kriteria Hasil: Pasien tidak gelisah, pasien tampak nyaman, nilai GCS: 4,
5, 6.
 Intervensi dan Rasional
1) Kaji faktor penyebab dari situasi/ keadaan individu/ penyebab koma/
penurunan perfusi jaringan dan penyebab peningkatan TIK.
Rasional: Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi
2) Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam
Rasional: Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara
dengan baik.
3) Evaluasi pupil
Rasional: Reaksi pupil dan pergerakan kembali bola mata merupakan
tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak.
4) Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
17

Rasional: Panas merupakan reflek dari hipotalamus dan peningkatan


kebutuhan oksigen akan menunjang peningkatan TIK.
5) Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase
punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan
suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
Rasional: Memberikan suasana yang tegang dapat mengurangi respons
psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang
rendah.
6) Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
Rasional: Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan
TIK atau memberikan reflek nyeri di mana pasien tidak mampu
mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat
meningkatkan TIK.
7) Observasi tingkat kesadaran GCS.
Rasional: Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan
berguna menentukan lokasi perkembangan penyakit.

2. Diagnosa 2: Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.


 Tujuan: Dalam waktu 2x 24 jam pasien mampu melaksanakan aktivitas fisik
sesuai dengan kemampuannya.
 Kriteria Hasil: Meningkatnya kekuatan
 Intervensi dan Rasional
1) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
Kaji secara teratur fungsi motorik.
Rasional: Mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam melakukan
aktivitas
2) Ubah posisi pasien tiap 2 jam.
Rasional: Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi
darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
3) Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerakan aktif pada ekstremitas
yang tidak sakit.
18

Rasional: Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot, serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
4) Lakukan gerakan pasif pada ekstremitas yang sakit.
Rasional: Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak
dilatih untuk digerakan.
5) Bantu pasien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
Rasional: Untuk memelihara fleksibilitas sesuai kemampuan.
6) Bantu pasien dalam memenuhi ADL seperti bantu pasien mandi, mengganti
pakaian, menyisir rambut, mengganti pengalas tempat tidur.
Rasional: Memandikan pasien merupakan salah satu cara memperkecil
infeksi nasokomial. Agar terlihat rapi.Menyisir rambut merupakan bentuk
fisioterapi.Merupakan salah satu kebutuhan fisiologis manusia.
7) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik pasien.
Rasional: Peningkatan kemampuan dalam mobilitasi ekstremitas dapat
ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi.
3. Diagnosa 3: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
 Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
 Kriteria Hasil: Turgor baik, Asupan dapat masuk sesuai kebutuhan,
Terdapat kemampuan menelan.
 Intervensi dan Rasional
1) Observasi tekstur, turgor kulit.
Rasional: Mengetahui status nutrisi pasien.
2) Lakukan oral hygiene
Rasional: Kebersihan mulut merangsang nafsu makan
3) Observasi intake dan output nutrisi.
Rasional: Mengetahui keseimbangan nutrisi pasien.
4) Tentukan kemampuan pasien dalam mengunyah, menelan, dan refleks
batuk.
Rasional: Untuk menetapkan jenis makana yang akan diberikan pada
pasien.
5) Berikan makanan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
19

Rasional: Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa


adanya distraksi/gangguan dari luar.
6) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau
makanan melalui selang.
Rasional: Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan
juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukan segala sesuatu
melalui mulut.
4. Diagnosa 4: Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan control
otot/koordinasi.
 Tujuan: dalam waktu 2x24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam
perawatan diri
 Kriteria Hasil: pasien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk
kebutuhan merawat diri, pasien mampu melakukan aktivitas perawatan diri
sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasi personal/masyarakat
yang dapat membantu.
 Intervensi dan Rasional
1) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan
ADL.
Rasional: Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan
kebutuhan individual.
2) Hindari apa yang tidak dapat dilakukan pasiendan bantu bila perlu.
Rasional: Pasien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan
untuk mencegah frustasi dan harga diri klien
3) Menyadarkan tingkah laku/ sugesti tindakan pada perlindungan
kelemahan. Rasional: Pertahankan dukungan pola pikir izinkan pasien
melakukan tugas, beri umpan balik, positif untuk usahanya. Pasien
memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten
dalam menangani pasien.sekaligus meningkatkan harga diri,
memandirikan pasien, dan menganjurkan pasien untuk terus mencoba.
4) Rencanakan tindakan untuk defisit penglihatan seperti tempatkan makanan
dan peralatan dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding.
20

Rasional: Pasien akan mampu melihat dan memakan makanan, akan


mampu melihat keluar masuknya orang ke ruangan.
5) Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan dari jalan.
Rasional: Menjaga keamanan pasien bergerak di sekitar tempat tidur dan
menurunkan risiko tertimpa perabotan.
6) Beri kesempatan untuk menolong diri seperti menggunakan kombinasi
pisau garpu, sikat dengan pegangan panjang, ekstensi untuk berpijak pada
lantai atau ke toilet, kursi untuk mandi.
Rasional: Mengurangi ketergantungan.
7) Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK. Kemampuan menggunakan
urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi bila kondisi memungkinkan.
Rasional: Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat
menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah
neurogenik.
8) Identifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas.
Rasional: Meningkatkan latihan dan membantu mencegah konstipasi.
9) Kolaborasi Pemberian supositoria dan pelumas feses/ pencahar.
Rasional: Pertolongan utama terhadap fungsi usus atau defekasi
10) Konsul ke dokter terapi okupasi.
Rasional: Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan
khusus
5. Diagnosa 5: Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
yang lama.
 Tujuan: dalam waktu 2x24 jam pasien mampu mempertahankan keutuhan
kulit
 Kriteria Hasil: Pasien mampu berpartisispasi terhadap pencegahan luka,
mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda
kemerahan atau luka.
 Intervensi dan Rasional
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi
jika mungkin.
Rasional: Meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
21

2) Ubah posisi tiap 2 jam.


Rasional: Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah
yang menonjol.
Rasional: Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisi.
Rasional: Menghindari kerusakan kapiler.
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
Rasional: Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
6) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas
terhadap kulit.
Rasional: Mempertahankan kulit
6. Diagnosa 6:Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik
sekunder, perubahan tingkat kesadaran.
 Tujuan: dalam waktu 2x24 jam pasien mampu meningkatkan dan
mempertahankan keefektifan jalan napas agar tetap bersih dan mencegah
aspirasi.
 Kriteria Hasil: bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar,
menunjukan batuk yang efektif.
 Intervensi dan Rasional
1) Kaji keadaan jalan napas
Rasional: obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret,
sisa cairan mukus, perdarahan, bronkospasme, dan/atau posisi dari
trakeostomi yang berubah.
2) Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas pada kedua paru.
Rasional: Pergerakan dada yang simetris dengan suara napas yang keluar
dari paru-paru menandakan jalan napas bagian bawah tersumbat dapat
terjadi pada pneumonia/atelaktasis akan menimbulkan perubahan suara
napas seperti ronkhi atau mengi.
22

3) Berikan minuman hangat jika keadaan memungkinkan.


Rasional: Membantu pengenceran sekret, mempermudah pengeluaran
sekret.
4) Atur/ ubah posisi secara teratur (tiap 2 jam)
Rasional: Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru-paru,
mengurangi risiko atelaktasis.
5) Jelaskan kepada pasien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa
terdapat penumpukan sekret di saluran pernapasan.
Rasional: Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
6) Ajarkan pasien metode yang tepat untuk mengontrol batuk.
Rasional: Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
7) Latihan napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
Rasional: Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
8) Lakukan pernapasan diafragma
Rasional: Pernapasan diafragma menurunkan frekuensi napas dan
meningkatkan ventilasi alveolar.
9) Tahan napas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan
sebanyak mungkin melalui mulut.
Rasional: Meningkatkan volume udara dalam paru-paru mempermudah
pengeluaran sekresi sekret.
10) Lakukan napas kedua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2
batuk pendek dan kuat.
Rasional: Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk
pasien.
11) Auskultasi paru sebelum dan sesudah pasien batuk.
Rasional: Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus, yang mengarah pada atelaktasis.
12) Ajarkan pasien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi:
mempertahankan hidrasi yang adekuat: meningkatkan masukan cairan
1000-1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
23

Rasional: Upaya untuk menghindari pengentalan dari sekret pada saluran


napas bagian atas.
13) Kolaborasi: pemberian obat-obat bronkodilator sesuai indikasi.
Rasional: Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena relaksasi otot/
bronkospasme.
7. Diagnosa 7:Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan
imobilisasi, asupan cairan yang tidak adekuat.
 Tujuan: dalam waktu 2x24 jam pemenuhan eliminasi alvi terpenuhi.
 Kriteria Hasil:pasien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa
menggunakan obat, konsistensi feses lembek berbentuk, bising usus normal.
 Intervensi dan Rasional
1) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.
Rasional: Pasien dan keluarga dapat mengerti tentang penyebab
konstipasi.
2) Auskultasi bising usus
Rasional: Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik.
3) Anjurkan pada pasien untuk makan-makanan yang mengandung serat.
Rasioanal: Diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik
dan eliminasi regular.
4) Bila pasien mampu minum, berikan asupan cairan yang cukup (2 liter/hari)
jika tidak ada kontraindikasi.
Rasional: Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan
konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi regular.
5) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan pasien.
Rasional: Aktivitas fisik regular membantu eliminasi dengan memperbaiki
tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik.
6) Kolaborasi: dengan tim medis dalam pemberian pelunak feses (laksatif,
enema, supositoria).
1.3.4 Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat
24

perawat menggunakan kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan


keperawatan terhadap pasien dengan Stroke hemoragik.Perawat harus mengetahui
berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada pasien,
teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang
hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.

1.3.5 Evaluasi
Evaluasi di maksudkan untuk pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan
yang telah di lakukan pasien. Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses
keparawatan dan berasal dari hasil yang ditetapkan dalam rencana keperawatan.
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan implementasi keperawatan
meliputi:
1. Pasien tidak terjadi peningkatan TIK.
1) Pasien tidak gelisah,
2) pasien tampak nyaman,
3) nilai GCS normal dengan total nilai 15 yaitu kesadaran penuh
4) TTV dalam batas normal.
2. Pasien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Meningkatnya kekuatan
3. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
1) Turgor baik,
2) Asupan dapat masuk sesuai kebutuhan
3) Terdapat kemampuan menelan..
4. Memperlihatkan tidak adanya defisit perawatan diri.
1) Menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri.
2) Pasien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan.
5. Mendemonstrasikan integritas kulit adekuat
1) Pasien mampu berpartisispasi terhadap pencegahan luka
2) Pasien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka.
3) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
25

6. Pasien mampu meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan napas


agar tetap bersih dan mencegah aspirasi.
1) Bunyi napas terdengar bersih,
2) Ronkhi tidak terdengar,
3) Menunjukan batuk yang efektif.
7. Pemenuhan eliminasi alvi terpenuhi
1) Pasien dapat defekasi secara spontan dan lancer tanpa menggunakan obat,
2) Konsistensi feses lembek berbentuk
3) Bising usus normal.
26

DAFTAR PUSTAKA

Baticaca, Fransisca (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Judith, Wilkinson (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Mutaqin, Arif (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto
Mutaqin, Arif (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Tarwoto, dkk (2007). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Rekam Medik BLUD RS dr. Doris Sylvanus. Jumlah kasus Stroke Hemoragik
tahun 2012. Diambil pada tanggal 4 Feruari 2013
http://nursingbegin.com/askep-stroke-hemorrhagicdi unduh pada tanggal 5
Februari 2013 pukul 15.45 WIB
Nilaaprininaim.wordpress.com/2011/06/20/stroke-hemoragik di unduh pada
tanggal 15 Februari 2013 pukul 18.00 WIB
27

BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
Tanggal Pengkajian 22- 23 Januari 2015
3.1 DATA BIOGRAFI
Nama : Ny. T
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat & Tanggal Lahir : Jogjakarta 20 Juli 1949 ( 66 Tahun) Golda B
Pendidikan : SLTA
Agama : Kristen
Status Perkawinan : Tidak Kawin
TB/BB : - cm /- Kg
Penampilan : Klien tampak rapi, menggunakan baju daster,
bersih, rambut beruban.
Alamat :Wisma Kartini Atas Panti Asuhan Bakti Luhur
Surabaya
Orang Dekat Yang Dihubungi : Ny. A
Hubungan dengan Lansia : Ade Kandung
Alamat : Surabaya

3.2 Riwayat Keluarga


Untuk susunan keluarga klien tidak mengingatnya.
Hubungan
No Nama L/P Pendidikan Pekerjaan Keterangan
Keluarga
1
2
3

Genogram
Ny. T adalah ke pertama dari dua bersaudara. Kedua orang tua Ny. T telah
meninggal dunia. Saudara kandung Ny. T hanya satu saja, Ny. T tidak ada
menikah dan tidak ada anaknya.
28

Tipe/ Bentuk Keluarga :


3.3 Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini klien tidak ada pekerjaan, pekerjaan sebelumnya di Pabrik
(Klien mengatakan waktu masih usia muda), sumber pendapatan dan
kecukupan gaji bulanan dianggap cukup untuk kebutuhannya sendiri.
3.4 Riwayat Lingkungan Hidup (Denah)
Tipe tempat tinggal yang ditempatinya sekarang permanen, jumlah kamar ada
4 ruangan, jumlah tongkat di kamar tidak ada, kondisi tempat tinggal bersih,
pencahayaan baik, ventilasi baik, tidak pengap, tidak lembab, jumlah orang
yang tinggal perempuan 9 orang, derajat privasi baik, tetangga terdekat yaitu
penghuni panti lainnya.
3.5 Riwayat Rekreasi
Klien mengatakan sebelum jatuh sakit dulu hobbynya bersih-bersih rumah,
merajut dan memasak tetapi sekarang sumuanya tidak dapat dilakukan lagi.
Keanggotaan organisasi tidak mampu mengikuti senam yang diadakan di Panti
setiap pagi. Liburan perjalanan setiap liburan, Ny. T tidak pernah jalan-jalan
keluar panti hanya dijenguk oleh adenya saja.
3.6 Sistem Pendukung
System pendukung kesehatan tim medis datang setiap 2 minggu sekali untuk
memeriksa kesehatan para Lansia yang ada dipanti, Jarak dari Panti Asuhan
sekiatar 3 km, Rumah Sakit sekitar 1 km. Pelayanan Kesehatan di Rumah Tim
medis datang setiap 2 minggu sekali untuk memeriksa kesehatan para Lansia
yang ada dipanti. Makanan yang di hantarkan/ dibuatkan oleh ibu masak di
Wisma yaitu nasi, lauk, sayuran dll.
3.7 Diskripsi Kekhususan
Kebiaasaan ritual yaitu Berdoa bersama di panti yang lainnya tidak ada.
3.8 Status kesehatan
Status kesehatan umum selama setahun yang lalu :
Klien mengatakan tidak ingat kapan dia mengalami stroke dan klien tidak
mengetahui perkembangan kesehatannya.
Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu:
29

Klien mengatakan tidak ingat kapan dia mengalami stroke dan klien tidak
mengetahui perkembangan kesehatannya.
Keluhan utama
Ny. T mengeluh tangan kana dan kedua kaki kirinya sulit untuk digerakan.
Status Imunisasi: (catat tanggal terbaru)
Tetanus, difteri: tidak ada, Influenza: tidak ada, Pneumothoraks: tidak ada
Alergi: ( catat agen dan reaksi spesifik)
1. Obat-obatan: tidak ada alergi
2. Makanan: tidak ada
3. Faktor lingkungan: tidak ada
Penyakit yang diderita:
Stroke
3.9 Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari (ADL)
Indeks Katz Ny. T adalah F (kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-
hari, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, bepindah dan satu fungsi
tambahan), berpindah, kekamar kecil, berpakaian dan mandi tetapi Ny. T
menggunakan kursi roda dan dibantu ketika memasang pampers, mandi dan
mencuci rambut oleh perawat).
Keadaan Umum:
Keadaan Umum baik, kesadaran compos mentis, pupil isokor, Ny. T tidak
mampu berdiri dan menggerakan kaki kiri dan kanan serta tangan sebelah
kanannya.
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
GCS : Eye : 4, Verbal : 5, Motorik : 6.
Tanda-Tanda Vital : Nadi 78 x/mnt, RR : 20 x/menit, TD : 110/60
mmHg.
Sistem Tekanan darah klien 110/60 mmHg, tidak ada iktus
Kardiovaskuler kordis, akral : hangat, merah, CRT: konjungtiva anemis
Sistem Pernafasan RR : 20 x/menit, bunyi nafas vesikuler, tidak ada bunyi
nafas tambahan.
Sistem Integumen Kulit tampak keriput , warna kulit sawo matang, turgor
kembali kurang dari 2 detik.
Sistem Perkemihan BAK 3x sehari, warna kuning jernih, tidak ada nyeri
saat berkemih.
30

Sistem Ny. T mengalami kelumpuhan pada kedua kaki dan


Muskuluskeletal tangan sebelah kanan dengan kekuatan otot
1 4
1 1
Sistem Endokrin ada masalah
Sistem Ada riwayat gastritis, tidak ada mual atau muntah.
Gastrointestinal
Sistem reproduksi Menopause sejak usia 66 tahun.
Sistem Persyarafan Terjadi penyumbatan pada otak bagian kiri karena yang
terkena kelumpuhan adalah sebelah kanan Ny. T fugsi
motorik pasien tidak mampu menggerakan kaki kanan
dan tangan sebelah kanannya, ketika di cubit klien tidak
merespon dan merasakan nyeri.
Sistem Penglihatan Mata klien dapat melihat dengan baik
Sistem Fungsi pendengaran pasien tidak ada masalah karena
Pendengaran pasien masih bisa mendengar dengan jelas.
Sistem Pengecapan Fungsi pengecapan tidak ada masalah karena pasien
mampu merasakan rasa manis, asam, asin.
Sistem Penciuman Fungsi penciuman tidak ada masalah karena Ny.L
mampu mencium bau-bauan.

3.10 Status Kognitif/Afektif/Sosial


Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ) Ny. T yaitu: fungsi
intelektual masih utuh. Mini Mental State Exam (MMSE): 26, Inventaris
Depresi Beck : 0 (Depresi tidak ada/Minimal), APGAR keluarga : 9.
3.11 Data penunjang
Tidak ada data penunjang
31

INDEKS KATZ
Indeks Kemandirian Pada Aktivitas kehidupan Sehari-hari

Nama klien : Ny. T Tanggal :22 Januari 2015


Jenis kelamin : Perempuan TB/BB : -/-
Agama : Kristen Gol darah: B
Pendidikan : SMA
Alamat : Wisma Kartini Panti Asuhan Bakti Luhur Surabaya
Nama pewawancara : Setrie
Skore Kriteria
A Kemandirian dlam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil,
berpakaian dan mandi.
B Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari
fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, dan
satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam smeua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam smeua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian, kekamar kecil dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam smeua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, berpakaian, kekamar kecil, berpindah dan satu fungsi
tambahan
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut
Lain- Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat di
lain klasifikasikan sebagai C.D.E Atau F
32

SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONNAIRE (SPMSQ)


Penilaian ini untuk mengetahui fungsi intelektual lansia

Nama klien : Ny. T Tanggal :22 Januari 2015


Jenis kelamin : Perempuan TB/BB : -/-
Agama : Kristen Gol darah: B
Pendidikan : SMA
Alamat : Wisma Kartini Panti Asuhan Bakti Luhur Surabaya
Nama pewawancara : Setrie
SKORE NO PERTANYAAN JAWABAN
+ -
1 Tanggal berapa hari ini? Hari tgl saya nggk

ingat mba.
 2 Hari apa sekarang ini? Nggk Ingat Mbak
 3 Apa nama tempat ini? Panti Bakti Luhur
 4 Berapa nomor telepon anda? Tidak ada no tlpn
 5 Berapa umur anda? 66 tahun
 6 Kapan anda lahir? 1948
 7 Siapa presiden Indonesia sekarang? Jokowi
 8 Siapa presiden sebelumnya? Habibi
 9 Siapa nama kecil ibu anda? Tidak ada
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap
  penggurangan 3 dari setiap angka -
baru, semua secara menurun?
Jumlah kesalahan total : 4 Kerusakan

intelektual ringan

Keterangan:
Kesalahan 0-2 fungsi intelektual utuh
Kesalahan 3-4 kerusakan intelektual ringan
Kesalahan 5-7 kerusakan intelektual sedang
Kesalahan 8-10 kerusakan intelektual berat
33

MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)


Menguji Aspek – Kognitif Dari Fungsi Mental
NILAI
Maksimu KLIEN PERTANYAAN
m
ORIENTASI
5 5 (Tahun, musim, Tgl, Hari, Bulan, apa
sekarang? Dimana kita : (Negara, bagian,
5 5
Wilayah, Kota).
REGISTRASI
3 3 Nama 3 objek (1 detik untuk mengatakan
masing-masing) tanyakan klien ke 3 obyek
setelah anda telah mengatakan. Beri 1 point
untuk tiap jawaban yang benar, kemudian
ulangi sampai ia mempelajari ke 3 nya
jumlahkan percobaab dan catat.
PERHATIAN & KALKULASI
5 5 Seri 7’s (1 point tiap benar, berhenti setelah 5
jawaban, berganti eja kata belakang) (7 kata
dipilih eja dari belakang).
MENGINGAT
3 3 Minta untuk mengulangi ke 3 obyek diatas,
beri 1 point untuk kebenaran.
BAHASA
9 9 Nama pensil & melihat (2 point)
Mengulang hal berikut tak ada jika (dan atau
tetapi) 1 point.
30 Nilai total 30

KETERANGAN:
Mengkaji tingkat kesadaran klien sepanjang kontinum: Compos mentis.
34

Nilai maksimum 30 (nilai 21/ kurang indikasi ada kerusakan kognitif perlu
tindak lanjut)
Nilai maksimum 30 (nilai 21/ kurang indikasi ada kerusakan kognitif)
35

INVENTARIS DEPRESI BECK


(PENILAIAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DARI BECK DAN DECLE, 1972)
Nama klien : Ny. T Tanggal :22 Januari 2015
Jenis kelamin : Perempuan TB/BB : -/-
Agama : Kristen Gol darah: B
Pendidikan : SMA
Alamat : Wisma Kartini Panti Asuhan Bakti Luhur Surabaya
Nama pewawancara : Setrie
URAIAN
A KESEDIHAN
3 Saya sangat sedih/tidak bahagia, dimana saya tidak dapat menghadapinya
2 Saya galau/sedih sepanjang waktu dan tidak dapat keluar darinya
1 Saya merasa sedih/galau
0 Saya tidak merasa sedih

B PESIMISME
3 Merasa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat membaik
2 Merasa tidak punya apa-apa dan memandang ke masa depan
1 Merasa kecil hati tentang masa depan
0 Tidak begitu pesimis/kecil hati tentang masa depan

C RASA KEGAGALAN
3 Merasa benar-benar gagal sebagai orang tua (suami/ istri)
2 Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yang dapat saya lihat kegagalan
1 Merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya
0 Tidak merasa gagal

D KETIDAKPUASAN
3 Tidak puas dengan segalanya
2 Tidak lagi mendapat kepuasan dari apapun
1 Tidak menyukai cara yang saya gunakan
36

0 Tidak merasa tidak puas

E RASA BERSALAH
3 Merasa seolah sangat buruk/tidak berharga
2 Merasa sangat bersalah
1 Merasa buruk/tidak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik
0 Tidak merasa benar-benar bersalah

F TIDAK MENYUKAI DIRI SENDIRI


3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri

G MEMBAHAYAKAN DIRI SENDIRI


3 Saya akan bunuh diri jika saya punya kesempatan
2 Saya punya rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak punya pikiran tentang membahayakan diri sendiri

H MENARIK DIRI DARI SOSIAL


3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak peduli
pada mereka semuanya
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan mempunyai
sedikit perasaan pada mereka
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain

I KERAGU-RAGUAN
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
37

1 Saya berusaha mengambil keputusan


0 Saya membuat keputusan yang baik

J PERUBAHAN GAMBARAN DIRI


3 Merasa bahwa saya jelek/tampak menjijikan
2 Merasa bahwa ada perubahan yang permanen dalam penampilan
1 Saya khawatir saya tampak tua/tidak menarik dan ini membuat saya tidak
menarik
0 Tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk daripada sebelumnya

K KESULITAN KERJA
3 Tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk melakukan sesuatu
1 Memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan sesuatu
0 Saya dapat bekerja sebaik-baiknya

L KELETIHAN
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya
0 Saya tidak merasa lebih lelah biasanya

M ANOREKSIA
3 Saya tidak lagi punya nafsu makan sama sekali
2 Nafsu makan saya sangat buruk sekarang
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari biasanya
Keterangan:
0-4 defresi tidak ada/ minimal
5-7 defresi ringan
8-15 defresi sedang
16+ defresi berat
38

APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA


Alat skrining singkat yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi social lansia
Nama klien : Ny. T Tanggal :22 Januari 2015
Jenis kelamin : Perempuan TB/BB : -/-
Agama : Kristen Gol darah: B
Pendidikan : SMA
Alamat : Wisma Kartini Panti Asuhan Bakti Luhur Surabaya
Nama pewawancara : Setrie
No Uraian Fungsi Skore
1 Saya puas bahwa saya dapat kembali ADAPTATIAON 2
pada keluarga (teman-teman) saya
untuk membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2 Saya puas dengan cara keluarga (teman- PARTNESHIP 2
teman) saya mebicarakan sesuatu
dengan saya dan mengungkapkan
masalah dengan saya
3 Saya puas dengan cara kelaurga (teman- GROWTH 2
teman) saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
aktivitas/ arah baru
4 Saya puas dengan cara keluarga (teman- AFFECTION 2
teman) saya mengekspresikan afek dan
berespons terhadap emosi-emosi saya
seperti marah, sedih/ mencintai.
5 Saya puas dengan cara teman-teman RESOLVE 1
saya dan saya menyediakan waktu
bersama-sama.
Penilaian: TOTAL 9
Pertanyaan-pertanyaan yang di jawab:
 Selalu: skore 2
 Kadang-kadang: skore 1
 Hampir tidak pernah: skore 0
39

ANALISA DATA
Obyektif dan Data Subyektif
No (Etiologi) (Problem)
(sign/symptom)
1 DS : Kelemahan otot Gangguan
- Ny. A mengatakan, “kaki dan mobilitas
tangan saya yang kiri sulit untuk fisik
digerakan”.
DO :

-Hemiparase ekstremitas kiri


-Skala kekuatan otot
1 4
1 1

- TTV : Nadi 78 x/mnt, RR : 20x/menit,


TD : 110/60 mmHg.
- Ny. T menggunakan kursi roda
- ADL dibantu

PRIORITAS MASALAH
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan kelemahan otot.
40

RENCANA TINDAKAN

1 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji secara teratur fungsi 1. Deteksi dini untuk
fisik berhubungan keperawatan selama 1 x 7 motorik dengan cara memprioritaskan intervensi
dengan kelemahan otot hari klien dapat mengukur skala kekuatan 2. Menurunkan risiko terjadinya
melaksanakan aktivitas atau otot iskemia jaringan akibat sirkulasi
peningkatan kekuatan otot 2. Ubah posisi pasien tiap 2 jam darah yang jelek pada daerah
dengan kriteria hasil : dengan cara miring kanan yang tertekan.
1. Klien dapat ikut serta dan miring kiri
dalam program pelatihan 3. Ajarkan pasien untuk
2. Tidak terjadi kontraktur melakukan latihan gerakan 3. Gerakan aktif memberikan
sendi aktif pada ekstremitas yang massa, tonus dan kekuatan otot,
3. Bertambahnya kekuatan tidak sakit.Dengan cara serta memperbaiki fungsi
otot. Bantu pasien melakukan jantung dan pernapasan
4. Klien menunjukkan latihan ROM, perawatan diri
tindakan untuk sesuai toleransi.
meningkatkan mobilitas, 4. Bantu pasien dalam
mempertahankan memenuhi ADL seperti bantu
koordinasi mobilitas pasien mandi, mengganti
4. Memandikan pasien merupakan
41

sesuai tingkat optimal. pakaian, menyisir rambut, salah satu cara memperkecil
membantu klien ke kamar infeksi nasokomial. Agar terlihat
kecil untuk BAK dan rapi.Menyisir rambut merupakan
BAB,mengganti pengalas bentuk fisioterapi.Merupakan
tempat tidur. salah satu kebutuhan fisiologis
5. Kolaborasi dengan ahli manusia
fisioterapi untuk latihan fisik 5. Peningkatan kemampuan dalam
pasien mobilitasi ekstremitas dapat
ditingkatkan dengan latihan fisik
dari tim fisioterapi
42

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATA


43

Anda mungkin juga menyukai