Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn. S USIA 64 TAHUN DENGAN CARDIOVASCULAR ACCIDENT

DI IGD Rumah Sakit dr. Soedarsono Pasuruan

Rumah Sakit dr. Soedarsono Pasuruan

DEPARTEMEN EMERGENCY

Oleh:

MOHAMAD SALJU BINTORO

NIM: 170070301111031

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018
LAPORAN PENDAHULUAN

CVA EMBOLI

1. DEFINISI
Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang bisa terjadi
pada siapa saja (Muttaqin, 2008)
Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis dan perilaku. Gejala fisik yang
paling khas adalah paralisis, kelemahan, hilangnya sensasi diwajah, lengan atau
tungkai disalah satu sisi tubuh, kesulitan berbicara, kesulitan menelan dan hilangnya
sebagian penglihatan disatu sisi. Seorang dikatakan terkena stroke jika salah satu atau
kombinasi apapun dari gejala diatas berlangsung selama 24 jam atau lebih (Feigin,
2007)
2. Klasifikasi

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi


(lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 1999).

a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:


1) Stroke iskemik
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 85% disebabkan
oleh sumbatan karena bekuan darah, penyempitan sebuah arteri atau beberapa
arteri yang mengarah ke otak dan karena embolus (kotoran) yang terlepas dari
jantung atau arteri ekstrakranii (arteri yang berada di luar tengkorak) yang
menyebabkan sumbatan di satu atau beberapa arteri intrakranii (arteri yang
ada di dalam tengkorak). Gangguan darah, peradangan, dan infeksi merupakan
penyebab sekitar 5-10 persen terjadinya stroke hemoragi dan menjadi
penyebab tersering pada orang berusia muda (Mansjoer, 2000). Stroke iskemik
dibagi menjadi :
 Transient Ischemic Attack (TIA)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit
sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
 Trombosis serebri
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya
penyumbatan lumenpembuluh darah otak karena trombus yang makin
lama makin menebal, sehingaaliran darah menjadi tidak lancar.
Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemia.Trombosis serebri
adalah obstruksi aliran darah yang terjadi padaproses oklusi satu atau
lebih pembuluh darah local
 Emboli serebri
Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi
ateromatus yang terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan-
gumpalan kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih besar dan
dibawa ke tempat-tempat lain dalam aliran darah. Bila embolus
mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi
tersumbat, aliran darah fragmen distal akan terhenti, mengakibatkan
infark jaringan otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen.
Emboli merupakan 32% dari penyebab stroke non hemoragik.
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak. Emboli
ekstrakranial dapat disebabkan juga oleh :
a) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus
yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian
kanan dan bagian kiri atrium atau ventrikel.
 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis.
 Fibrilasi atrium
 Infarksio kordis akut
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai
 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru
 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun
dari right-sided circulation (emboli paradoksikal).Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis,
katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,
kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3
persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di
antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard
2) Stroke hemoragik
Stroke hemoragi adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak. Hampir 70 persen kasus stroke hemoragi terjadi pada penderita
hipertensi (Ngoerah, 1991). Stroke hemoragi disebabkan oleh perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ke dalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak. Ini adalah
jenis stroke yang paling mematikan. Stroke hemoragik dibagi menjadi :
a) Perdarahan intraserebral
b) Perdarahan subarakhnoid
b. Berdasarkan stadium:
1) Transient Ischemic Attack (TIA) yaitu serangan stroke sementara yang
berlangsung kurang dari 24 jam.
2) Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RNID) yaitu gejala neurologis akan
menghilang antara >24 jam sampai dengan 21 hari.
3) Stroke in evolution yaitu kelainan atau defisit neurologik berlangsung secara
bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.
4) Completed stroke yaitu kelainan neurologis sudah menetap dan tidak
berkembang lagi (Ngoerah, 1991).
c. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah):
1) Tipe karotis
2) Tipe vertebrobasiler
3. Etiologi
a. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak dan leher).
Aterosklerosis serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama, trombosis serebral merupakan penyebab yang umum pada serangan
stroke.
b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti
endokarditis, infeksi, penyakit jantung rematik dan infark miokard serta
infeksi pulmonal adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya
menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabang yang merusak sirkulasi
serebral.
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral (insufisiensi
suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang
menyuplai darah ke otak.
d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi dapat terjadi diluar
durameter (hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter (hemoragi
subdural), diruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam
subtansi otak (hemoragi intraserebral) (Smeltzer, 2002).
4. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikanberdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau
potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well
documented) (Goldstein,2006).

a. Non modifiable risk factors :


 Usia
 Jenis kelamin
 Berat badan lahir rendah
 Ras/etnis
 genetik
b. Modifiable risk factors
1) Well-documented and modifiable risk factors
 Hipertensi
 Paparan asap rokok
 Diabetes
 Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu
 Dislipidemia
 Stenosis arteri karotis
 Sickle cell disease
 Terapi hormonal pasca menopause
 Diet yang buruk
 Inaktivitas fisik
 Obesitas
2) Less well-documented and modifiable risk factors
 Sindroma metabolik
 Penyalahgunaan alkohol
 Penggunaan kontrasepsi oral
 Sleep-disordered breathing
 Nyeri kepala migren
 Hiperhomosisteinemia
 Peningkatan lipoprotein
 Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase
 Hypercoagulability
 Inflamasi
 Infeksi
5. Patofisiologi
6. Manifestasi Klinis
Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak

Waktu (saat “serangan”) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas

Peringatan + 50% TIA -

Nyeri Kepala +/- +++

Kejang - +

Muntah - +

Kesadaran menurun Kadang sedikit +++

Koma/kesadaran menurun +/- +++

Kaku kuduk - ++

Kernig - +

pupil edema - +

Perdarahan Retina - +

Bradikardia hari ke-4 sejak awal

Penyakit lain Tanda adanya aterosklerosis Hampir selalu hypertensi,


di retina, koroner, perifer. aterosklerosis, HHD
Emboli pada ke-lainan katub,
fibrilasi, bising karotis

-
+
Pemeriksaan: +
Kemungkinan pergeseran
Darah pada LP
glandula pineal
X foto Skedel

Oklusi, stenosis Aneurisma. AVM. massa


intra hemisfer/ vaso-
Angiografi
spasme.

Massa intrakranial densitas


Densitas berkurang bertambah.

CT Scan (lesi hypodensi) (lesi hyperdensi)

Perdarahan retina atau


corpus vitreum
Crossing phenomena

Opthalmoscope Silver wire art


Meningkat

Merah
Lumbal pungsi Normal
>1000/mm3
 Tekanan Jernih
 Warna ada shift
< 250/mm3
 Eritrosit
shift midline echo
Arteriografi oklusi

EEG di tengah

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis
Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut
mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini
timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, sedang bekerja, ataupun
sewaktu istirahat.
b. Pemeriksaan fisik
Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan darah
kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita.Jika
kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma glasglow agar pemantauan
selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat kerusakan
neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf – saraf otak dan motorik apakah
fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia. Jika kesadaran menurun dan
nilai skala koma glasglow telah ditentukan, setelah itu lakukan pemeriksaan refleks
– refleks batang otak yaitu :
 Reaksi pupil terhadap cahaya.
 Refleks kornea.
 Refleks okulosefalik.
Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan Cheyne Stoke, hiperventilasi
neurogen, kluster, apneustik dan ataksik.Setelah itu tentukan kelumpuhan yang terjadi
pada saraf – saraf otak dan anggota gerak.Kegawatan kehidupan sangat erat
hubungannya dengan kesadaran menurun, karena makin dalam penurunan kesadaran,
makin kurang baik prognosis neurologis maupun kehidupan.Kemungkinan perdarahan
intra serebral dapat luas sekali jika terjadi perdarahan – perdarahan retina atau
preretina pada pemeriksaan funduskopi.
1) Pemeriksaan radiologi
 CT-scan otak
Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan pemeriksaan ini sangat
penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark otak.
Pada infark otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak
memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari – hari pertama,
biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup besar
dan hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit
diidentifikasi, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk
memastikan proses patologik di batang otak.
 Pemeriksaan foto thoraks.
 Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.
 Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi
proses manajemen dan memperburuk prognosis.
2) Laboratorium.
 Pemeriksaan darah rutin.
 Pemeriksaan kimia darah lengkap.
 Gula darah sewaktu.
 Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif.Gula darah dapat mencapai 250 mg
dalam serum dan kemudian berangsur – angsur kembali turun.
 Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL kolesterol serta
total lipid).
 Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
 Waktu protrombin.
 Kadar fibrinogen.
 Viskositas plasma.
 Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi Homosistein.
2. Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:

 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang


sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
 Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
 Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
 Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
 Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
Pengobatan Konservatif
 Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
 Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
 Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
 Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

 Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka


arteri karotis di leher.
 Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
 Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
 Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
Daftar Pustaka
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta:
EGC

Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.

Hudak, C.M., Gallo, B.M., 1986, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.

Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni, Pendidikan
Keperawatan, Padjajaran, Bandung.

Lumban Tobing, S.M., 1998, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai