LAPORAN KASUS
1.1 Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Tn.MA
Umur : 27 tahun
No RM : 801405
Pekerjaan : wiraswasta
Seorang pasien laki-laki usia 27 tahun datang ke poliklinik bedah RSUD Arosuka
pada tanggal 07 november 2017 dengan:
Keluhan utama
o Nyeri perut kanan bawah yang di rasakan sejak± 1 bulan yang lalu. Nyeri
dirasakan hilang timbul sejak 1 bulan ini. Awalnya nyeri dirasakan sekitar ulu hati
dan disekitar pusar, lalu nyeri berpindah ke perut bagian kanan bawah.
o Demam hilang timbul, tidak mengigil, dirasakan 1 bulan ini.
o Nafsu makan menurun sejak 1 minggu yang lalu
o Mual (+) sejak 2 hari yang lalu, muntah tidak ada
o Penurunan berat badan drastis tidak ada
o BAB (+) biasa
o BAK (+) biasa
o Riwayat penyakit penyakit seperti sebelumnya (-), riw, alergi obat (-)
o Riwayat Hipertensi (-), DM (-), asma (-) dan asam urat (-)
Pemeriksaan Fisik :
Nadi : 90 x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,7° C
Thorak
Paru-paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Jantung :
Abdomen
Inspeksi : perut tidak membuncit, distensi (-), darm contour (-), darm
steifung(-)
Palpasi : supel,hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+) di kuadran
kanan bawah, nyeri lepas (-), defans muskular (-),
Perkusi : Timpani
Laboratoriun :
Hb : 14,7 g/dl
Hematokrit : 43 %
Leukosit : 10.100/ mm3
Trombosit : 196.000 /mm3
Ureum : 40 mg/dl
Creatinin : 0,8 mg/dl
GDR : 104mg%
Diagnosa kerja
Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
Laporan pembedahan
Dilakukan pembedahan oleh dr.Hendra Sp.B pada tgl 08 november 2017
pukul 10.00 wib di ruang OK RSUD Arosuka.
Tindakan operasi:
1. Pasien terlentang dengan anestesi spinal
2. Dilakukan tindakan asepsis dan antiseptik pada lapang operasi.
3. Dilakukan insisi Mc Burney lapis demi lapis secara tajam
4. Dilakukan eksplorasi tampak daerah operasi : ditemukan appendik
letak retrocaecal, panjang 13 cm, diameter 1 cm.
5. Dilakukan appendectomy.
6. Dilakukan perawatan luka operasi
7. Luka operasi di lakukan penjahitan lapis demi lapis
8. Operasi selesai
9. Diagnosis pasca pembedahan : appendisitis kronik
Prognosis
1. Subjektif
Seorang pasien laki-laki usia 27 tahun datang ke poliklinik RSUD Arosuka
pada tanggal 07 november 2017 dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul sejak 1 bulan ini.
Awal nya nyeri dirasakan disekitar ulu hati dan sekitar pusar lalu nyeri berpindah
ke perut bagian kanan bawah. Nafsu makan menurun sejak 1 minggu yang lalu.
Mual (+) sejak 2 hari yang lalu, muntah tidak ada. Penurunan berat badan ada.
Demam tidak ada. BAB (+) biasa tidak ada keluhan. BAK (+) biasa, nyeri saat
berkemih tidak ada. Dari gejala di atas pasien didiagnosis suspect apendisitis
kronis.
2. Objektif
4. Plan
Diagnosis : suspect apendisitis kronik
Diagnosa banding : Infeksi saluran kemih, gastroenteritis
Sikap : Rawat bedah
Rencana : appendectomy
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Embriologi appendiks berasal dari mid gut. appendiks pertama muncul pada
minggu ke-8 kehamilan sebagai outpouching dari sekum dan secara bertahap berputar
ke lokasi yang lebih medial sebagai berputaran usus dan sekum, appendiks menjadi
tetap di kuadran kanan bawah. Appendiks berbentuk seperti tabung, panjang 3 – 15
cm, diameter 0,5-1 cm dan berpangkal di sekum, pangkal lumen sempit, distal lebar.
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,
muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Lapisan
submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan
saraf, pembuluh darah dan lymphe, antara mukosa dan submukosa terdapat
lymphonodes. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar
umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis yang merupakan arteri
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangrene.
2.2 FISIOLOGI
Selama bertahun-tahun, appendiks dipandang sebagai organ sisa tanpa fungsi
yang tidak diketahui. Sekarang telah diakui bahwa appendiks merupakan organ
imunologi yang secara aktif berpartisipasi dalam sekresi imunoglobulin, terutama
imunoglobulin A. Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar
yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Jaringan limfoid pertama muncul pada
appendiks sekitar 2 minggu setelah kelahiran. Jumlah kenaikan jaringan limfoid
seluruhnya pada usia pubertas, dan tetap stabil untuk dekade berikutnya, kemudian
mulai menurun dengan bertambahnya usia. Setelah usia 60 tahun, hampir tidak ada
jaringan limfoid masih dalam usus buntu, dan penghapusan lengkap dari lumen
appendiks.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Acute appendisitis adalah salah satu penyakit bedah terbanyak. Insiden paling
sering terjadi pada usia dekade kedua dan ketiga. Insiden puncaknya pada awal
dewasa (pubertas) dan insiden juga banyak terjadi pada orangtua. Frekuensi angka
kejadian tertinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Rasio wanita :
laki-laki sekitar 2:1 bertahap bergeser setelah usia 25 tahun menuju rasio 1:1.
Appendektomi adalah prosedur bedah yang paling sering dilakukan. Risiko Lifetime
appendektomi adalah antara 7% dan 12%.
2.4 ETIOLOGI
-Obstruksi
Penyebab obtruksi lumen adalah lymphoid hyperplasia, facalith, foreign objects,
stricture (neoplasma), dan parasit.
-Infeksi Bakteri
Common Organisms Seen in Patients with Acute Appendicitis
2.5 PATOGENESIS
Appendiks obstruksi
Obstruksi appendiks merupakan kejadian awal yang paling sering pada
appendisitis. Hiperplasia dari folikel limfoid submukosa sekitar 60% penyebab
obstruksi (paling sering pada remaja). Pada orang dewasa yang lebih tua dan
anak-anak, fecalith adalah penyebab paling sering (35%).
Tekanan Intraluminal
Meningkatnya tekanan intraluminal akibat obstruksi lumen appendiks
menyebabkan sekresi mukosa meningkat, pertumbuhan bakteri yang berlebihan,
dinding appendiks menipis karna terjadi distensi dan terjadi obstruksi limfatik dan
vena.
Symptoms
Nyeri abdomen diffus di epigastrium atas atau regio umbilicalis kemudian
terlokalisasi di kuadran kanan bawah (RLQ)
Mual Muntah
Anoreksia
Konstipasi atau diare
Signs
Direct rebound tenderness (Mc.Burney’s point)
Rovsing’s sign
Nyeri di kuadran kanan bawah ketika tekanan palpatory diberikan pada kuadran
kiri bawah dan juga menunjukkan tempat iritasi peritoneal.
Iliopsoas sign
Iliopsoas sign positif apabila pelvis nyeri ketika paha kanan di ekstensikan.
Obturator sign
Obturator sign positif jika hipogastrikus nyeri pada peregangan m. obturatorius
internus dan ini menunjukkan iritasi di panggul. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
gerakan rotasi internal pasif dari paha kanan tertekuk dengan posisi pasien
terlentang.
Dunphy sign
Dunphy sign positif jika nyeri abdomen bertambah ketika pasien batuk.
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang
dilakukan pada pasien. Pada anamnesis dicari gambaran klinis yang mengarah ke
apendisitis, berupa nyeri perut kanan bawah yang bermula dari epigastrium maupun
preumbilikal, mual, muntah, anoreksia dan deman.
Pada pemeriksaan fisik dapat dicari tanda rangsangan peritoneum lokal di titik
McBurney berupa nyeri tekan, nyeri lepas dan defans muskular. Nyeri rangsangan
peritoneum tidak langsung berupa rovsing sign, blumberg sign dan tanda lainnya
seperti obturator sign dan psoas sign.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan. Nyeri
tekan pada titik Mc Burney. Bisa disertai nyeri lepas. Defans muskular menunjukan
adanya rangsangan peritoneum parietal. Pada penekanan perut kanan bawah yang
disertai nyeri disebut rovsing sign. Tanda lainnya nyeri pada fleksi dan endorotasi
sendi panggul yang dikenal dengan obturator dan psoas sign pada hiperekstensi.
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik
pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforasi. Pemeriksaan colok dubur
bisa menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat di capai dengan jari telunjuk.
Manifestations Value
Symptoms Migration of pain 1
Anorexia 1
Nausea and/or vomiting 1
Signs Right lower quadrant tenderness 2
Rebound 1
Elevated temperature 1
Laboratory values Leukocytosis 2
Left shift in leukocyte count 1
Total points 10
Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat langsung
diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu
dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.
Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini
sebaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen ataupun
CT scan.
Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak
perlu untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan catatan
tetap dilakukan follow up pada pasien ini.
Urologic diseases
Pielonefritis menyebabkan demam tinggi, kaku, nyeri costovertebral, dan
tenderness. Diagnosa dikonfirmasi oleh urinalisis dengan cultur.
Kolik saluran kemih. Passage batu ginjal menyebabkan nyeri panggul
menjalar ke selangkangan tapi tenderness lokal sedikit. Hematuria
menunjukkan diagnosis yang
dikonfirmasi oleh pyelography intravena atau CT noncontrast. foto polos sering
menunjukkan batu ginjal.
Gynecologic diseases
Pelvic inflammatory disease dapat hadir dengan gejala dan tanda-tanda tidak
bisa dibedakan dari appendisitis akut, tetapi sering dapat dibedakan berdasarkan
beberapa faktor. Tenderness gerak serviks dan keputihan seperti susu
memperkuat diagnosis PID. Pada pasien dengan PID, rasa sakit biasanya
bilateral, dengan intens menjaga pada pemeriksaan perut dan panggul. USG
transvaginal dapat digunakan untuk memvisualisasikan ovarium dan untuk
mengidentifikasi abses Tubo-ovarium.
Kehamilan ektopik. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien
wanita usia subur dengan keluhan perut. Kista ovarium terbaik terdeteksi oleh
USG transvaginal atau transabdominal.
Torsi ovarium. Peradangan mengelilingi ovarium iskemik sering dapat teraba
pada pemeriksaan panggul bimanual. Pasien-pasien ini dapat mengalami
demam, leukositosis, dan nyeri RLQ konsisten dengan appendisitis. Sebuah
viskus twisted, bagaimanapun, berbeda karena memproduksi tiba-tiba, rasa
sakit akut dengan emesis sering dan berlanjut simultan. torsi ovarium dapat
dibuktikan dengan Doppler USG.
Evaluasi Radiologi
Diagnosis appendisitis biasanya dapat dibuat tanpa evaluasi radiologis pada kasus
yang kompleks.
X-ray jarang membantu dalam mendiagnosis appendisitis. Pada sebuah studi
menunjukkan bahwa appendicolith atas hanya 1,14% dari sinar-x dilakukan pada
pasien dengan pembedahan terbukti appendisitis. Temuan lain radiologis yang
sugestif termasuk sekum menggelembung dengan tingkat kecil-usus yang
berdekatan udara-cairan, kehilangan bayangan psoas kanan, scoliosis ke kanan,
dan gas dalam lumen apendiks. Sebuah apendiks perforasi jarang menyebabkan
pneumoperitoneum.
USG sangat berguna pada wanita usia subur dan pada anak-anak karena penyebab
lain dari keluhan perut dapat didemonstrasikan. Temuan terkait dengan
appendisitis akut termasuk appendiks diameter lebih besar dari 6 mm, kurangnya
kompresibilitas luminal, dan kehadiran sebuah appendicolith. Appendiks
diperbesar dilihat pada USG memiliki sensitivitas 86% dan spesifisitas 81%.
appendiks berlubang lebih sulit untuk didiagnosis dan ditandai oleh hilangnya
submucosa echogenic dan kehadiran koleksi cairan loculated periappendiceal atau
panggul. Pada wanita, patologi ovarium mungkin diidentifikasi atau dikecualikan.
Kualitas dan ketepatan sangat bergantung pada operator.
CT scan, awalnya direkomendasikan hanya dalam kasus-kasus klinis yang
kompleks atau diagnosa tidak pasti, merupakan tes yang paling umum digunakan
dalam diagnostik radiografi. Hal CT scan lebih unggul dalam mendiagnosis
appendisitis dengan sensitivitas 94% dan spesifisitas 95%. Pada CT scan dapat
ditemukan distensi, appendiks berdinding tebal dengan lapisan inflamasi sekitar
lemak, phlegmon pericecal atau abses, appendicolith, atau udara RLQ bebas intra-
abdomen yang merupakan sinyal perforasi. CT scan sangat berguna dalam
membedakan antara abses periappendiceal dan phlegmon.
MRI merupakan alternatif ketika satu kebutuhan pencitraan cross-sectional untuk
menghindari radiasi pengion. Hal ini terutama berguna pada pasien hamil yang
apendiks tidak divisualisasikan.
Imaging
Abdominal X Ray (AXR) terlihat Appendicolith/fecalith
CT scan abdominal
(+) Bila ditemukan dilatasi appendix > 6 mm, penebalan appendix
(+) palsu jika terlihat inflamasi periappendix, dilatasi tuba fallopi, insipissated
stool, overlying fat
(-) palsu jika inflamasi terbatas diatas appendix, retrocecal ceacum, appendix
besar, perforasi (appendix compressible).
Diagnostik Laparoskopi
Laparoskopi diagnostik sangat berguna untuk mengevaluasi wanita berovulasi
dengan tegas untuk pemeriksaan appendisitis. Pada subkelompok ini, sepertiga
perempuan terbukti memiliki patologi ginekologi primer. appendiks ini juga bisa
dihapus melalui pendekatan laparoskopi. Oleh karena itu, beberapa ahli bedah
menganjurkan pendekatan laparoskopi awal pada semua wanita berovulasi yang
diduga appendisitis.
3.0 PENATALAKSANAAN
Preoperative
Isotonik pengganti cairan intravena harus dimulai untuk mencapai output
kemih cepat dan untuk memperbaiki kelainan elektrolit. Suction nasogastrik sangat
membantu, terutama pada pasien dengan peritonitis. Suhu yang tinggi
ditatalaksana dengan acetaminophen dan selimut pendingin. Anestesi tidak boleh
diinduksi pada pasien dengan suhu yang lebih tinggi dari 39°C
.
Antibiotik
Antibiotik profilaksis umumnya efektif dalam pencegahan komplikasi infeksi
pascabedah (luka infeksi, abses intra-abdomen). Preoperative inisiasi lebih disukai,
meskipun beberapa menyarankan bahwa hal itu dapat ditunda. Untuk appendisitis
akut, cakupan biasanya terdiri dari sefalosporin generasi kedua. Pada pasien
dengan appendisitis nonperforated akut, dosis tunggal antibiotik cukup. Terapi
Antibiotik dalam apendisitis perforasi atau gangren harus dilanjutkan selama 3
sampai 5 hari
.
Appendectomy
Dengan beberapa pengecualian, pengobatan appendisitis adalah
appendektomy. Pasien dengan peritonitis difus atau diagnosis dipertanyakan harus
dieksplorasi melalui insisi garis tengah. Mortalitas setelah appendektomi tinggi
pada pasien usia lanjut. Pada kebanyakan pasien, irisan melintang memberikan
penampilan terbaik kosmetik dan memungkinkan kemudahan perpanjangan secara
medial untuk eksposur yang lebih besar. Lapisan otot transversus abdominis dan
lapisan otot obliqus abdominis eksternal dan internal dapat dibagi dalam arah
seratnya. Setelah masuk ke rongga peritoneal, didapatkan cairan purulent untuk
gram stain dan cultur. Setelah sekum diidentifikasi, taenia anterior dapat diikuti ke
dasar appendiks. appendiks dengan lembut dilepaskan dari luka dan sekitarnya
dengan hati-hati pada setiap perlekatan yang mengganggu. Jika appendiks normal
pada inspeksi (5% sampai 20% dari eksplorasi), tersebut akan dihapus dan
diagnosis alternatif yang sesuai akan dipikirkan. Sekum, kolon sigmoid, dan ileum
secara hati-hati diperiksa untuk perubahan indikasi divertikular (termasuk
divertikulum Meckel), infeksi, iskemik, atau penyakit inflamasi usus (misalnya,
penyakit Crohn). Bukti limfadenopati mesenterika dicari. Pada wanita, ovarium
dan saluran tuba diperiksa untuk bukti PID, pecah kista folikel, kehamilan ektopik,
atau patologi lainnya. cairan peritoneal empedu menunjukkan ulkus peptikum atau
perforasi kandung empedu.
Laparoskopi Appendektomi
Laparoskopi appendektomi merupakan alternatif untuk pendekatan terbuka.
Hal ini paling berguna ketika diagnosis tidak pasti atau bila ukuran pasien akan
memerlukan sayatan besar. Walaupun studi terbaru menunjukkan bahwa panjang
pasca operasi mungkin tinggal sedikit singkat sebagian besar pasien yang
menjalani appendektomi rutin dapat dengan aman keluar dari rumah sakit pada
hari pertama pasca operasi. Terlepas dari pilihan pendekatan, perhatian harus
dilakukan untuk memastikan ligasi aman ujung appendiks.