Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE


(CKD)

A. Pengertian
Chronic kidney diease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau
tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010)
Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan
makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu
kronik dan akut (Nurarif & Kusuma, 2013).
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan
fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2011).

B. Etiologi
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah
tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney
Foundation, 2015).
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju
filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration
rate (GFR).
Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013 :
a. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat
menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi
yang paling sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang
besar, dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah.
Hiperplasia fibromuskular pada satu atau lebih arteri besar yang
juga menimbulkan sumbtan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu
suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di
obati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastisitas
system, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran
darah dan akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan imunologis : Seperti glomerulonefritis
c. Infeksi : dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama
E.Coli yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius
bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang
lebih sering secara ascenden dari traktus urinarius bagi. Bawah
lewat ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan
irreversibel ginjal yang disebut pielonefritis.
d. Gangguan metabolik : Seperti DM yang menyebabkan mobilisasi
lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan
di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi
nefropati amiloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat
proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius
merusak membrane glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesic
atau logam berat.
f. Obstruksi traktus urinarius: oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan
konstriksi uretra.
g. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik = kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi
cairan di dalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jar.ginjal
yang bersifat kongenital ( hipoplasia renalis) serta adanya
asidosis.
C. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti
gangguan metabolic (DM), Infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus
Urinarius, Gangguan Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer
(nefrotoksin) dan Gangguan kongenital yang menyebabkan GFR menurun.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus ) diduga utuh sedangkan yang lain rusak ( hipotesa
nefron utuh ). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron –nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar dari pada yang bisa direabsorpsi
berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15ml/menit atau lebih
rendah itu. (Barbara C Long, 2011)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein ( yang
normalnya dieksresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare,
2011).
D. Pathway
E. Komplikasi
Menurut (Smeltzer dan Bare, 2011), komplikasi potensial gagal
ginjal kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan,
mencakup :
a. Hiperkalemia
Akibat penurunan eksresi,asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
b. Pericarditis
Efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi system
rennin, angiotensin, aldosterone
d. Anemia
Akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, peradangan gastro intestinal
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat
F. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik menurut Nahas &Levin (2010) adalah sebagai berikut:


a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiak dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan
irama jantung dan edema.
Kondisi bengkak bisa terjadi pada bagian pergelangan kaki, tangan,
wajah, dan betis. Kondisi ini disebabkan ketika tubuh tidak bisa
mengeluarkan semua cairan yang menumpuk dalam tubuh, genjala ini
juga sering disertai dengan beberapa tanda seperti rambut yang rontok
terus menerus, berat badan yang turun meskipun terlihat lebih gemuk.
b. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak,
suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakan), burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar,
terutama ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi
otot – otot ekstremitas).
e. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan
akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan
rapuh.
f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan
metabolik lemak dan vitamin D. g. Gangguan cairan elektrolit dan
keseimbangan asam dan basa biasanya retensi garam dan air tetapi
dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis,
hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
g. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang
berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam
suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis
dan trombositopeni.

G. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Suyono (2011), untuk menentukan diagnosa pada CKD


dapat dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem
dan membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk
mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :

a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis)
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di
vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis
dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan:
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung
(vaskularisasi ke jantung)
Tujuannya yaitu untuk menggantikan fungsi ginjal dalam
tubuh
fungsi eksresi yaitu membuang sisa-sisa metabolisme
dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme
yang lain.
c) Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginjal
I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan proses pendekatan sistematis untuk
mengumpulkan data dan menganalisa sehingga dapat diketahui
masalah dan kebutuhan perawatan pada seorang klien”. (Hidayat, A.
Azis., 2001:12). Pengkajian dapat memudahkan untuk menentukan
perencanaan perawatan pada klien dengan tepat, cepat, dan akurat.
Adapun langkah-langkah pengkajian adalah sebagai berikut :
a. Pengumpulan Data
1) Data Biografi
Nama, Jenis kelamin, umur, alamat, pendidikan dan pekerjaan
klien dan penanggung jawab klien.
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi riwayat perjalanan penyakit sekarang dari mulai
timbul gejala yang mengakibatkan klien masuk rumah sakit,
tindakan yang dilakukan pada keluhan tersebut sampai klien
datang ke rumah sakit serta pengobatan yang telah
dilakukan. Pada klien dengan gangguan sistem
perkemihan : gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis pada
awalnya mengeluh adanya perubahan pada pola berkemih
seperti kelemahan atau penghentian urine, kesulitan untuk
memulai dan mengakhiri proses berkemih, sering berkemih
terutama malam hari, nyeri terbakar saat berkemih, darah
dalam urine, tidak mampu berkemih, dan disertai dengan
keluhan bengkak-bengkak/edema pada ekstremitas, dan
perut kembung. (Gale, Danielle, 2011:153)
b) Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit
Keluhan Utama saat pengkajian menggambarkan keluhan
yang dirasakan oleh klien pada saat dikaji yang
dikembangkan dengan metode PQRST. Pada klien dengan
gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c
neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri pada
umumnya mengeluh nyeri pada daerah yang diinsisi jika
dilakukan nefrostomi, neprolitotomi atau nefrectomi, nyeri
tersebut dirasakan bertambah apabila drain atau luka
tertekan. Terdapat pula keluhan merasa mual akibat dari
peningkatan status uremi klien, mual dirasakan klien secara
terus menerus, bertambah jika klien makan ataupun minum,
dan berkurang jika klien dalam keadaan istirahat.
c) Riwayat Kesehatan dahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki
hubungan atau memperberat keadaan penyakit yang sedang
diderita klien pada saat ini termasuk faktor predisposisi
penyakit dan kebiasaan-kebiasaan klien. Pada klien dengan
gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronis e.c
neprolithiasis perlu ditanyakan riwayat penyakit ginjal
sebelumnya seperti infeksi dan obstruksi saluran kemih,
BAK keluar batu, riwayat penggunaan obat-obatan
nefrotoksik, dan riwayat diet pada klien. Menurut Purnomo,
Basuki.B., (2003 : 57), bahwa angka kejadian neprolithiasis
dipengaruhi oleh faktor diet banyak purin, oksalat dan
kalsium serta asupan air yang kurang dan tingginya kadar
mineral kalsium pada air yang dikonsumsi.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga yang dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit gagal ginjal kronik dan
neprolithiasis seperti hipertensi, adanya riwayat
neprolithiasis, dan diabetes mellitus.
3) Pola Aktivitas Sehari-hari
Kemungkinan klien akan mengalami gangguan dalam
pemenuhan aktivitas sehari-hari secara mandiri, seperti :
a) Nutrisi
Ditemukan penurunan nafsu makan berhubungan dengan
perasaan mual dan stomatitis, asupan nutrisi yang kurang,
ketidaksesuaian dengan diet yang dibutuhkan oleh klien
tergantung dari pengetahuan dan kedisiplinan klien.
b) Eliminasi
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan e.c
neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri memiliki
keterbatasan aktivitas dimana menyebabkan menurunnya
peristaltik usus sehingga timbul konstipasi, disertai dengan
adanya perubahan pola berkemih bila terpasang drainase
nefrostomi.
c) Istirahat Tidur
Klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal
kronik e.c neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri
cenderung mengalami ganguan istirahat tidur sehubungan
dengan adanya kecemasan terhadap penyakitnya,
peningkatan status uremik yang menyebabkan pruritus,
ataupun karena adanya rasa nyeri yang berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan akibat nefrolitotomi,
nefrostomi atau tindakan bedah lainnya.
d) Personal Hygiene
Klien dengan gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis bilateral
dan post nefrolitotomi kiri cenderung pemenuhan kebutuhan
personal hygiene seperti kebersihan kulit, gigi, rambut dan
kuku terganggu karena adanya keterbatasan gerak, kelelahan
atau karena rasa nyeri yang dirasakan oleh klien.
e) Aktifitas Sehari-hari
Keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan sehari - hari
mengakibatkan klien dalam beraktivitas membutuhkan
bantuan dari keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
Menurut Denison, R.D., (2014:480) dan Doengoes, M., alih
bahasa : Karyasa, L.M., (2011:626) bahwa pada pemeriksaan fisik
klien dengan gagal ginjal kronik ec neprolithiasis bilateral dan post
nefrolitotomi kiri akan ditemukan hal-hal sebagai berikut :
1) Sistem Perkemihan
Klien dengan gagal ginjal kronis akibat neprolithiasis bilateral
dan post nefrolitotomi kiri cenderung akan ditemukan adanya
edema anasarka dan keseimbangan cairan (balance) positif,
nyeri tekan dan teraba pembesaran pada saat palpasi ginjal,
nyeri ketuk saat perkusi ginjal, perubahan pola BAK, oliguri
atau poliuri, dan pada tahap lanjut dapat ditemukan adanya
bunyi bruits sign pada percabangan arteri renalis bila terjadi
gangguan vaskularisasi.
2) Sistem Pernafasan
Pada sistem pernafasan cenderung ditemukan adanya pernafasan
yang cepat dan dangkal (kussmaul), irama nafas yang tidak
teratur, frekuensi nafas yang meningkat diatas normal, adanya
retraksi interkostalis, dan epigastrium, sebagai upaya untuk
mengeluarkan ion H+ akibat dari asidosis metabolik, pergerakan
dada yang tidak simetris, vokal fremitus cenderung tidak sama
getarannya antar lobus paru, terdengar suara dullness saat
perkusi paru sebagai akibat dari adanya edema paru, dan pada
auskultasi paru cenderung terdengar adanya bunyi rales. Pada
tahap lanjut akan ditemukan adanya sianosis perifer ataupun
sentral sebagai akibat dari ketidakadekuatan difusi oksigen di
membran alveolar karena adanya edema paru.
3) Sistem Kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler cenderung ditemukan adanya
anemis pada konjungtiva palpebra, denyut nadi yang menurun
sebagai akibat dari adanya edema anasarka, tekanan darah
meningkat, CRT (Cafilari Refilling Time) menurun, terdapat
pelebaran pulsasi jantung, dan irama jantung cenderung
terdengar irregular yang dapat diketahui dari gambaran EKG
(Elektro Kardiografi).
4) Sistem Persyarafan
Pada sistem persyarafan cenderung ditemukan adanya
penurunan tingkat kesadaran akibat dari peningkatan kadar
ureum dan kreatinin dalam plasma darah, dan pada tahap lanjut
cenderung terjadi koma uremia. Selain itu juga dapat ditemukan
adanya penyakit hipertensi yang beresiko terjadinya penyakit
serebrovaskuler berupa stroke TIA (Transient Ischemic Attack).
5) Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan cenderung ditemukan adanya mual,
muntah, kembung dan diare serta perubahan mukosa mulut
sebagai akibat dari tingginya kadar ureum dan kreatinin dalam
darah atau karena tidak adekuatnya oksigen yang masuk ke
saluran cerna yang akan merangsang refleks vasovagal berupa
peningkatan asam lambung (HCL), atau bahkan konstipasi
sebagai akibat hal tersebut diatas, motilitas usus akan menurun.
Penurunan berat badan (malnutrisi) atau peningkatan berat
badan dengan cepat (edema).
6) Sistem Integumen
Pada sistem integumen cenderung ditemukan adanya rasa gatal
sebagai akibat dari uremi fross, kulit tampak bersisik,
kelembaban kulit menurun, turgor kulit cenderung menurun
(kembali > 3 detik). Pada tahap lanjut cenderung akan terjadi
ketidakseimbangan termoregulasi tubuh dan akral teraba dingin.
7) Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi cenderung ditemukan adanya disfungsi
seksual berupa penurunan libido dan impotensi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (2012) dan Lynda Juall (2011), diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung
yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh
karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke
jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan
yang tidak adekuat, keletihan.

3. ANALISA DATA
Analisa data merupakan suatu proses dalam pengkajian dimana data
yang menyimpang dikelompokkan kemudian dianalisa dan
diinterpretasikan sehingga diperoleh masalah-masalah keperawatan
yang klien perlukan.
4. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung
yang meningkat.
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan criteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah
dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan
sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
- Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
- Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
- Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya
(skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
- Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan


dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh
karena retensi Na dan H2O.
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan
cairan dengan kriteria
hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output.
Intervensi:
- Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari,
keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-
tanda vital
Batasi masukan cairan
- R: Pembatasan cairan akan menentukan BB ideal, haluaran
urin, dan respon terhadap terapi
- Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
- R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan
- Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan
cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil.
Intervensi:
- Awasi konsumsi makanan cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
- Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen
yang dapat
mengubah / menurunkan pemasukan dan memerlukan i
ntervensi
- Berikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan maka
nan
- Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama maka
n
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek so
cial
- Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan
rasa tak disukai dalam mulut
yang dapat mempengaruhi masukan makanan
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabiL.
Intervensi:
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan secret
- Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
- Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
- Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau
hipoksia

5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke


jaringan menurun.

Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan criteria hasil :


mempertahankan kulit utuh,
menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
- Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.

- Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa


R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan

- Inspeksi area tergantung terhadap udem


R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek

- Ubah posisi sesering mungkin


R: Menurunkan tekanan pada udem, jaringan dengan perfusi
buruk untuk menurunkan iskemia

- Berikan perawatan kulit


R: Mengurangi pengeringan, robekan kulit

- Pertahankan linen kering


R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit

- Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin


untuk memberikan tekanan pada area pruritis

- R: Menghilangkan ketidaknyamanan
& menurunkan risiko cedera

- Anjurkan memakai pakaian katun longgar


R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan
evaporasi lembab pada kulit

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan


yang tidak adekuat, keletihan.
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoler
ansi
Intervensi:

- Pantau pasien untuk melakukan aktivitas

- R: Meningkatkan kemampuan aktivitas klien

- Kaji factor yang menyebabkan keletihan

- R: Menindaklanjuti terhadap penyebab keletihan

- Anjurkan aktivitas alternative sambil istirahat

- R: Aktivitas dibarengi dengan istirahat

- Pertahankan status nutrisi yang adekuat

- R: Mendukung peningkatan kemampuan klien sehubungan


dengan penyediaan energy

5. EVALUASI
Dx 1:
- Mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan
frekuensi jantung dalam batas normal (skala 5)
- Nadi perifer kuat & sama dengan waktu pengisian kapiler (skala 5)
Dx 2:
- Tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output (skala 5)
Dx 3:
- Menunjukan BB stabil (skala 5)
Dx 4:
- Pola nafas kembali normal / stabil (skala 5)
Dx 5:
- Mempertahankan kulit utuh (skala 5)
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
(skala 5)
Dx 6:
- Aktivitas yang dapat ditoleransi (skala 5)
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer ,s.c dan Bare ,b.g. (2011). Buku ajar keperawatan Berdasarkan
Diagnosa dan NANDA NIC NOC. Jilid 2. MedAction.
Nurarif & Kususma, (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
dan NANDA NIC NOC. Jilid 2. MedAction.
Carpenito, Lynda Juall. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC
Suyono, Slamet. (2011). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. jIlid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI.
Long, B C. (2011). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai