Anda di halaman 1dari 484

PEMBAHASAN

LATIHAN SOAL UKDI CLINIC IV

OPTIMAPREP
BATCH NOVEMBER 2015
Office Address:
Jl Padang no 5, Manggarai, Setiabudi, Jakarta Selatan
(Belakang Pasaraya Manggarai)
Phone Number : 021 8317064
Pin BB 2A8E2925
WA 081380385694
Medan : dr. Widya, dr. Eno, dr. Yolina
Jl. Setiabudi No. 65 G, Medan dr. Resthie, dr. Reza, dr. Yusuf
Phone Number : 061 8229229
Pin BB : 24BF7CD2 dr. Cemara, dr. Zanetha
www.optimaprep.com
ILMU PENYAKIT DALAM
1. Penyakit Ginjal Kronis
• Definisi penyakit ginjal menurut NKF-K/DOQI adalah
adanya kerusakan ginjal selama ≥ 3 bulan dengan
dijumpainya adanya kelainan struktur atau fungsi ginjal
dengan atau tanpa penurunan GFR dengan manifestasi
adanya kelainan patologi atau petanda kerusakan ginjal
ATAU adanya GFR < 60 ml/menit/1,73m2 ≥ 3 bulan
dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
• Gejala penyakit ginjal timbul dari adanya kegagalan
fungsi ekskresi ginjal sehingga terjadi penumpukan
toksin, uremik, dan gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit, dan asam basah DAN kegagalan fungsi
hormonal yaitu penurunan eritropoietin, vitamin D3
aktif, dan gangguan sekresi renin
Stadium Penyakit Ginjal Kronis
2. Asma Bronkiale
3-4. Tuberkulosis

• Gejala klinis TB timbul secara perlahan dan


meliputi: kelelahan, fatigue, penurunan berat
badan, demam, batuk, nyeri kepala.
• Pada pemeriksaan foto thoraks didapatkan
adanya cavitas yang menyebar terutama di apex
paru. Pemeriksaan tersebut juga dapat bervariasi
dimulai dari fibrosis hingga destroyed lung.
• Tatalaksana dengan OAT kategori 1
5. Malaria
6. Penyakit Refluks Gastroesofageal

• Penyakit refluks gastroesogafeal adalah adanya keluhan dan


kerusakan jaringan dalam esofagus, orofaring, laring, dan
saluran napas oleh karena adanya gangguan refluks
gastroesofageal.
• Patofisiologi adalah adanya ketidakseimbangan faktor
defensif (sawar antirefluks, pembersihan lambung, dan
daya tahan mukosa esofagus) dengan faktor agresif (sekresi
lambung: asam lambung, pepsin, empedu, dan enzim
pankreas, dan kompetensi pilorus)
• Manifestasi klinis yang sering dijumpai adalah nyeri
epigastrium yang menjalar ke atas, retrosternal, leher,
adanya regurgitasi asam, dan sekresi ludah berlebihan.
Gambaran yang tidak khas adalah adanya nyeri dada, sulit
menelan, nyeri telan, sesak napas, batuk, dan suara parau.
• Pemeriksaan penunjang dengan adanya acid
suppression test, tes perfusi bernstein,
endoskopi (esofagitis erosiva dan nonerosiva),
dan monitoring pH esofagus dalam 24 jam.
• Komplikasi dapat berupa perdarahan saluran
cerna bagian atas, striktur esofagus, esofagus
barret, dan karsinoma esofagus
• Tatalaksana meliputi tatalaksana umum
(menurunkan berat badan, tidur ½ duduk,
hindari makanan yang merangsang asam
lambung seperti rokok, kopi, soklat, alkohol,
pedas, dan lemak), dan tatalaksana khusus
dengan penghambat pompa proton,
sitoprotektif, dan bedah bila gagal.
7. Intoksikasi Kokain
8. Cimetidine
9.Komplikasi Sirosis Hepatis – Hematemesis
Melena
• Hematemesis – Melena dapat terjadi sebagai akibat komplikasi
sirosis hepatis yang berupa pecahnya varises esofagus dan
hipertensi portal.
• Gejala yang terjadi meliputi gejala kegagalan fungsi hati seperti:
ikterus, spider naevi, ginekomastia, hipoalbumin, malnutrisi,
ascites, bulu ketiak rontok, eritema palmaris dan gejala hipertensi
portal seperti adanya vena kolateral prominen, splenomegali,
varises esofagus, hemoroid, dan caput medusae.
• Etiologi berasal dari virus hepatitis B,C,D, alkohol, penyakit
metabolik, kolestasis berkepanjangan, obstruksi vena hepatika,
gangguan otoimun, toksin, obat-obatan, dan Indian Childhood
Cirrhosis
• Dapat memiliki bentuk progresif maupun bentuk inaktif
• Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan pemeriksaan biopsi hati,
namun sering sukar dilakukan oleh karena kondisi penderita pada
umumnya pada keadaan dekompensata. Untuk memastikan
diagnosis hematemesis melena dapat digunakan endoskopi.
• Diagnosis klinis dibuat dengan mengumpulkan temuan
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium sebanyak
mungkin.
• Tekanan vena porta pada saat terjadi hematemesis melena
umumnya lebih dari 12 mmHg
• Penatalaksanaan Perdarahan akut oleh karena hematemesis
melena
– Penatalaksanaan umum: stabilisasi dan resusitasi cairan untuk
menstabilkan hemodinamik, pemberian laktulosa untuk mencegah
ensefalopati hepatik, pasang NG tube untuk evaluasi perdarahan,
antibiotik (sefotaksim 2 x 2 gram) jangka pendek dapat mencegah
peritonitis bakterial spontan
– Penatalaksanaan khusus: Obat vasoaktif (vasopressin, somatostatin,
octreotide), pemasangan Sengstaken Blakemore Tube (SB tube),
Skleroterapi endoskopi, Ligasi Varises Endoskopi, Bedah darurat,
Hemostasis intravena, dan Transjuguler Intrahepatic Porto Systemic
Shunt)
Sumber: Buku ajar ilmu penyakit Dalam UNAIR, Harrison 18th Edition
10.Pseudomembranous Colitis
11. Hepatitis D
12. Karsinoma Hepatoseluler
13. Infeksi Saluran Kemih
• Infeksi saluran kemih adalah keradangan bakterial saluran
kemih mulai dari korteks renalis sampai meatus uretra
disertai adanya kolonisasi mikroba di urin.
• Patogenesis ISK menyebar melalui endogen, hematofen,
limfogen, dan eksogen. Mikroorganisme tersering adalah E.
Coli
• Manifestasi klinis ISK bervariasi meliputi: asimptomatik,
disuria, polakisuria, urgensi, nyeri suprapubik, tenesmus,
panas sampai menggigil, nyeri kosto-vertebral, mual, dan
muntah.
• Diagnosis ditegakkan melalui:
– Urinalisis: Piuria ≥ 5 lpb atau ≥ 103. Hematuria: Dijumpai 5-10
eritrosit/lpb
• Bakteriuria Asimptomatik:
– Perempuan
• Biakan urine 1 kali ≥ 105 cfu/ml dengan tes nitrit positif
• Biakan kuman 2 kali ≥ 105 cfu/ml dengan kuman sama
– Laki-laki:
• Biakan kuman 2 kali ≥ 104 cfu/ml dengan kuman sama
• Biakan kuman 1 kali ≥ 104 cfu/ml dengan tes nitrit positif
• Bakteriuria Simptomatik
– Sindroma piuria-disuria
• Biakan Kuman 1 kali ≥ 103 cfu/ml
– Akut tanpa komplikasi
• Biakan Kuman 1 kali ≥ 104 cfu/ml dengan leukosit > 20 sel/mm3
– Kronis
• Biakan urine 1 kali ≥ 105 cfu/ml dengan tes nitrit positif
• Pilihan pengobatan: trimetropim-sulfametoksazole
160/800 mg tiap 12 jam selama 3 hari.
14. Cushing Syndrome
15. Anafilaksis
• Anafilaksis adalah reaksi tipe segera yang dimediasi
oleh interaksi antara alergen dengan IgE yang terikat
pada permukaan sel mast atau basofil. Interaksi
tersebut akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis
yaitu gejala sistemik.
• Susah dibedakan dengan reaksi anafilaktoid namun
anafilaktoid secara mekanisme tidak melibatkan IgE.
• Manifestasi klinis yang timbul meliputi gejala pada
kulit, pernapasan, kardiovaskuler, gastrointestinal, dan
gejala pada sistem organ lain seperti rinitis,
konjungtivitis.
• Tatalaksana anafilaksis
– Segera berikan suntikan epinefrin 1:1000 0,3 ml i.m
di daerah deltoid atau vastus lateralis. Dapat
diulang 15-20 mg bila diperlukan
– Hentikan infus media kontras, antibiotika, dan zat
lain yang dicurigai sebagai alergen.
– Berikan difenhidramin 50 mg intravena, ranitidin 50
mg atau cimetidin 300 mg intravena, oksigen, infus
cairan garam, metilprednisolon 125 mg intravena
– Intubasi bila diperlukan
– Bila terdapat hipotensi segera berikan rehidrasi dan
dopamin atau norepinefrine.
– Bila terdapat sesak napas berikan salbutamol
inhalasi dan oksigen
16. Insulin –Pedoman
17. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)

• Idiopathic Thrombocytopenic Purpura adalah penyakit purpura


trombositopenik yang disebabkan akibat peningkatan destruksi
trombosit oleh karena proses imunologik.
• Gejala klinis biasanya perlahan dengan riwayat mudah berdarah
dengan trauma kemudian memberat hingga tanpa trauma.
Pemeriksaan fisis pada umumnya normal hanya ditemukan adanya
tanda perdarahan seperti petekiae, ekimosis, purpura.
• Pemeriksaan darah lengkap biasanya didapatkan jumlah trombosit
menurun dengan adanya megakaryosit dan dapat dijumpai anemia
karena perdarahan. Pemeriksaan faal hemostasis biasanya
didapatkan retraksi bekuan normal atau terganggu, masa
perdarahan memanjang.
• Pemeriksaan sumsumtulang didapatkan megakaryosit meningkat.
• Diagnosis banding adalah dengan SLE, obat-obatan,
trombopenia post transfusi, leukemia.
• Kriteria diagnosis ITP adalah:
– Adanya perdarahan atau purpura pada lebih dari satu lokasi
– Tidak diikuti adanya pembesaran limpa
– Terdapat trombopenia di bawah 150.000/mm3 pada
pemeriksaan darah tepi
– Pemeriksaan sumsum tulang didapatkan peningkatan
megakaryosit
– Ditemukan antiplatelet antibodi (PA-IgG) positif
• Pengobatan: steroid, splenektomi
• Faktor prognosis buruk: usia tua, refrakter terhadap
steroid, splenektomi, dan imunosupresif lain, jumlah
trombosit kurang dari 20.000/mm3, kadar antibodi yang
tidak menurun dengan pengobatan
18. Diabetes Mellitus Tipe 2
• Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik
DM seperti di bawah ini:
– Keluhan klasik DM berupa: poliuria (banyak kencing dalam arti jumlah air seni lebih
banyak daripada normal), polidipsia (sering merasa haus), polifagia (sering cepat lapar),
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
– Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
• Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
– Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa sewaktu >200 mg/dL sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis DM
– Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
– Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini
memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam
praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
19. Infeksi HIV
HIV
20. Indeks Eritrosit
21. Toksisitas Statin
• Peningkatan ringan creatine kinase (CK) di plasma dijumpai pada sebagian
pasien yang mendapat statin, terutama terkait dengan aktivitas fisik berat.

• Faktor risiko miopati akibat statin:


– Usia >70 tahun
– Perempuan
– Dosis terapi > 1,5 kali dosis maksimum
– Gangguan fungsi hati/ginjal (creatinine clearance < 30 mL/min/1.73 m2
– Berat badan rendah

• Terapi dapat dilanjutkan pada pasien yang asimtomatik jika


aminotransferase diawasi dan stabil.

• Jika timbul nyeri otot, nyeri tekan, atau kelemahan otot, maka CK harus
diperiksa & obat dihentikan jika aktivitas CK meningkat signifikan di atas
nilai rujukan.

Basic & clinical pharmacology. 10th ed.


Considerations for Safe Use of Statins: Liver Enzyme Abnormalities and Muscle Toxicity. Am Fam Physician. 2011 Mar 15;83(6):711-716.
Toksisitas Statin
22. Karsinogenik
• Aflatoksin adalah racun dari jamur (mikotoksin)
yang dihasilkan oleh spesies Aspergillus flavus &
sebagian strain Aspergillus parasiticus.

• Pada tahun 1998, International Agency for


Research on Cancer memasukkan aflatoksin B1
dalam daftar karsinogen karena terakit dengan
karsinoma hepar.

• Manusia terpajan aflatoksin dari kacang-


kacangan/polong yang terkontaminasi jamur.

• FDA membolehkan adanya sedikit kandungan


aflatoksin dalam produk kacang karena
kontaminasi tidak bisa dihindari & konsumsi yang
sedikit diyakini memiliki risiko yang kecil.
Aspergillus flavus
23. Hiperkalsemia

Pathophysiology of disease. 7th ed. 2014.


Klasifikasi Penyebab Hiperkalsemia

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.


Hiperkalsemia

Pathophysiology of human disease.


• Primary hyperparathyroidism
– excessive production and release of PTH by the parathyroid glands, may be
caused by adenoma, hyperplasia, or carcinoma.

• Secondary hyperparathyroidism
– The overproduction of parathyroid hormone secondary to a chronic abnormal
stimulus for its production. Typically, this is due to chronic renal failure or
vitamin D deficiency.

• Tertiary hyperparathyroidism
– An excessive secretion of parathyroid hormone after longstanding secondary
hyperparathyroidism & resulting in hypercalcemia.
– Is observed most commonly in patients with chronic secondary
hyperparathyroidism and often after renal transplantation.
– The hypertrophied parathyroid glands fail to return to normal and continue to
oversecrete parathyroid hormone, despite serum calcium levels that are
within the reference range or even elevated
http://emedicine.medscape.com/article/127351-overview#a4
24. Neuropati Diabetik
• Jenis-jenis neuropati diabetik:
– Peripheral neuropathy (the most common)
• Causes pain or loss of feeling in the toes, feet, legs, hands, and arms.
• Numbness or insensitivity to pain or temperature, a tingling, burning,
or prickling sensation, sharp pains or cramps, extreme sensitivity to
touch, even light touch, loss of balance and coordination.
– Autonomic neuropathy
• Causes changes in digestion, bowel and bladder function, sexual
response, and perspiration.
– Proximal neuropathy
• Causes pain in the thighs, hips, or buttocks and leads to weakness in
the legs.
– Focal neuropathy
• results in the sudden weakness of one nerve or a group of nerves,
causing muscle weakness or pain.
• Any nerve in the body can be affected.

Diabetic Neuropathies: The Nerve Damage of Diabetes. National Diabetes Information Clearinghouse
Neuropati Diabetik
• Medications used to help relieve diabetic nerve pain:
– Tricyclic antidepressants
• amitriptyline, imipramine, & desipramine
– Other antidepressants
• duloxetine, venlafaxine, bupropion, paroxetine, & citalopram
– Anticonvulsants
• pregabalin, gabapentin, carbamazepine, & lamotrigine
– Opioids & opioidlike drugs
• controlled-release oxycodone & tramadol

Diabetic Neuropathies: The Nerve Damage of Diabetes. National Diabetes Information Clearinghouse
Neuropati Diabetik

Evidence-based guideline: Treatment of painful diabetic neuropathy. Report of the American Academy of Neurology, the American Association of
Neuromuscular and Electrodiagnostic Medicine, and the American Academy of Physical Medicine and Rehabilitation. Neurology 76 May 17,
2011.
25. JNC VIII
JNC VIII
• JNC VIII tidak
mewajibkan satu
obat tertentu untuk
memulai terapi
hipertensi.

• Namun, ditinjau dari


keluaran gagal
jantung, diuretik &
ACE-I lebih efektif
dibanding golongan
lain.
26. Kelainan Elektrolit
• Hiperkalemia dengan manifestasi kelainan pada EKG
harus dianggap kegawatdaruratan medik yang perlu
ditangani segera.

• Namun, pasien dengan hiperkalemia signifikan (6,5-7


mM) tanpa kelainan EKG jugaperlu ditangani dengan
agresif karena keterbatasan perubahan EKG sebagai
prediktor toksisitas jantung.

• Penatalaksanaan segera hiperkalemia meliputi, rawat


RS, pemantauan jantung, & pengobatan segera.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.


Kelainan Elektrolit
• Manifestasi klinis:
– Aritmia: sinus bradikardia, slow
idioventricular rhythms, VT, VF, &
asistol.
– Kelemahan otot (“rubbery” or
“spaghetti” legs).
– Pada hiperkalemia berat, gagal napas
dapat terjadi karena paralisis diafragma.

• Walaupun temuan EKG umumnya


berkorelasi dengan derajat
hiperkalemia, progresivitas efek jantung
dari ringgan sampai berat bisa tidak
terprediksi & tidak berkorelasi baik
dengan perubahan kadar Kalium.

Comprehensive Clinical Nephrology. 5th ed. 2015.


Kelainan Elektrolit
• Tatalaksana hiperkalemia dibagi tiga tahap:
– Immediate antagonism of the cardiac effects of hyperkalemia.
• Ca meningkatkan potensial aksi & menurunkan eksitabilitas  proteksi
jantung sementara tindakan lain dilakukan untuk koreksi hiperkalemia.

– Rapid reduction in plasma K+ concentration by redistribution into cells.


• Insulin menurunkan K+ dengan memasukkan K+ ke dalam sel.

– 2-agonists
• Albuterol memiliki efek aditif terhadap insulin, memasukkan K ke dalam sel.
• Dosis: 10–20 mg nebulized albuterol dalam 4 mL NaCL 0,9%, inhalasi selama
10 menit.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.


Comprehensive clinical nephrology. 5th ed. 2015.
27. Angina
28. Farmakologi
Farmakologi
• Dosis awal untuk amlodipin adalah 2,5-5 mg
per hari.

• Dosis kemudian disesuaikan dengan respon


terapi dan toleransi pasien setiap 7-14 hari.

• Dosis yang biasa diberikan per hari adalah 2,5-


10 mg, dengan dosis maksimum 10 mg/hari.
29.Intoksikasi Logam Berat
• Symptoms related to mercury toxicity are typically
neurologic, such as the following:
– Visual disturbance - Eg, scotomata, visual field constriction
– Ataxia
– Paresthesias (early signs)
– Hearing loss
– Dysarthria
– Mental deterioration
– Muscle tremor
– Movement disorders
– Paralysis and death - With severe exposure
30. Pneumonia
• Pulmonary infiltrate, with/without
signs of infection (e.g., fever) 
one of the most common &
serious complications in patients
whose immune defenses are
suppressed by:
– disease,
– immunosuppressive therapy for
organ transplants,
– chemotherapy for tumors, or
– irradiation.

Robbins & Cotran pathologic basis of diseases


Pneumonia
• CMV infection:
– Prominent intranuclear basophilic
inclusions spanning half the nuclear
diameter are usually set off from
the nuclear membrane by a clear
halo.
– In the lungs, the alveolar
macrophages. epithelial and
endothelial cells are affected;
– Affected cells are strikingly
enlarged, often to a diameter of 40
μm, and they show cellular &
nuclear pleomorphism.

Robbins & Cotran pathologic basis of diseases


Pneumoniae
• Pneumocystis jiroveci/carini:
– dyspnea, fever, nonproductive
cough.
– tachypnea, tachycardia, and
cyanosis, but lung auscultation
reveals few abnormalities.
– CXR: bilateral diffuse infiltrates
beginning in the perihilar regions.
– definitive diagnosis is made by
histopathologic staining
methenamine silver selectively stain
the wall of Pneumocystis cysts.

Robbins & Cotran pathologic basis of diseases.


Harrison’s principles of internal medicine.
Pneumonia
• Mycoplasmal pneumonia is a disease of gradual and insidious onset of several
days to weeks.

• A recent Cochrane Review determined that M pneumoniae cannot be reliably


diagnosed in children and adolescents with community-acquired pneumonia
based on clinical signs and symptoms.

• The patient's history may include the following:


– Fever, generally low-grade
– Malaise
– Persistent, slowly worsening, incessant cough. The cough ranges from non-productive to
mildly productive with sputum discoloration developing late in the course of the illness. The
absence of cough makes the diagnosis of M pneumoniae unlikely.
– Headache
– Chills but not rigors
– Scratchy sore throat
– Sore chest and tracheal tenderness (result of the protracted cough)
– Pleuritic chest pain (rare)
– Wheezing
– Dyspnea (uncommon)

http://emedicine.medscape.com/article/1941994-clinical
ILMU BEDAH DAN ANASTESIOLOGI
31. Management of Trauma Patient
Airway Management
• Simple management Pasien tidak sadar:
maneuvers •GCS <9
– Suction •Obstruksi karena
– Chin lift – Lidah
– Jaw thrust – Aspirasi
• “Definitive airway:” Cuffed tube – Benda asing
in tracheaendotracheal tube – Trauma Maksilofasial
– Trauma leher
•Management:
– Careful endoscopic exam
– Careful and gentle intubation, or
– Surgical airway?
• Modifikasi untuk pasien dengan kecurigaan trauma medula
spinalis:
1. Tongue/jaw lift
2. Modified jaw thrust
32. CTS
• Carpal tunnel
syndrome, the
most common
focal peripheral
neuropathy,
results from
compression of
the median
nerve at the
wrist.
Clinical Features
• Pain
• Numbness
• Tingling
• Symptoms are usually worse at night and can
awaken patients from sleep.
• To relieve the symptoms, patients often
“flick” their wrist as if shaking down a
thermometer (flick sign).
33. Soft Tissue Mass
Diagnosis Histologic

Lipoma Soft mass, pseudofluctuant with a slippery edge

Atherom cyst Occur when a pilosebaceous unit or a sebaceous gland becomes


blocked. Skin Color is usually normal, and there is a punctum
(comedo, blackhead) on the dome

Dermoid Cyst Usually in children. Lined by orthokeratinized, stratified squamous


epithelium surrounded by a connective tissue wall. The lumen is
usually filled with keratin. Hair follicles, sebaceous glands, and sweat
glands may be seen in the cyst wall
Epidermal Cyst A raised nodule on the skin of the face or neck. HistologicLined by
keratinizing epithelium the resembles the epithelium of the skin
• Most commonly superotemporal • Occasionally superonasal
• Freely mobile under skin • Posterior margins are easily palpable
Dermoid Cyst

Lipoma
34. Management of Trauma Patient
35. Triage
Triage Priorities
1. Red- prioritas utama
– memerlukan penanganan
segeraberkaitan dengan kondisi
sirkulasi atau respirasi

2. Yellow- prioritas kedua


– Dapat menunggu lebih lama, sebelum
transport (45 minutes)

3. Green- Dapat berjalan


– Dapat menunggu beberapa jam untuk
transport

4. Black- Meninggal
– Akan meninggal dalam penanganan
emergensi memiliki luka yang
mematikan

*** mark triage priorities (tape, tag)


Triage Category: Red
• Red (Highest) Priority: • Gangguan Airway dan
Pasien yang breathing
memerlukan • Perdarahan banyak dan
tidak terkontrol
penanganan segera dan
transport secepat- • Decreased level of
consciousness
cepatnya
• Severe medical problems
• Shock (hypoperfusion)
• Severe burns
Yellow Green
• Yellow (Second) Priority:
Pasien yang penanganan • Green (Low) Priority:
dan traportnya dapat Pasien yang
ditunda sementara waktu penanganan dan
• Luka bakar tanpa gangguan
airway transportnya dapat
• Trauma tulang atau sendi ditunda sampai yang
besar atau trauma multiple terakhir
tulang
• Fraktur Minor
• Trauma tulang belakang
dengan atau tanpa • Trauma jaringan lunak
kerusakan medula spinalis Minor
36. Kerusakan N. Peroneus(Fibularis)

Etiologi
• Fraktur pada collum fibula
• Entrapment by leg casts or
splints
Paralisis Otot
• Otot-otot kaki Anterior dan
lateral
Deformitas
• Equinovarus/drop foot
Plantar fleksi dan inversi
– karena tidak adanya kontraksi
yang melawan plantar flexors
and invertors.
Sensory loss
• Sisi kaki Anterior dan
lateral
• Dorsum pedis dan digiti
• Sisi Medial dari ibu jari
• Lateral border of foot
and lateral side of little
toe along with medial
border upto the ball of
great toe is unaffected
Kerusakan N. Tibialis
Cause
• Jarang terkena pada
fraktur tibia
Muscle paralyzed
• Semua otot kaki
bag.posterior dan telapak
kaki
Deformity
• Calcaneovulgus
Dorsiflexion and Eversion
of foot
37. Hemoroid

Hemoroid eksterna Hemoroid Interna


Diluar anal canal, sekitar sphincter Didalam anal canal
Gejala terjadi karena thrombosis Gejala timbul karena perdarahan atau
iritasi mukosa
Tidak dapat dimasukkan ke dalam anal dapat dimasukkan ke dalam anal canal
canal sampai grade III
38. Ewing’s Sarcoma
• A distinctive small round cell sarcoma typically
found in patients from 5-25 years of age
– second most common bone tumor in children
• Location
– ~50% are found in the diaphysis of long bones
– The most common locations
• pelvis, distal femur, proximal tibia, femoral diaphysis,
and proximal humerus
• uncommon in African Americans and Chinese
• Presentation
– pain often accompanied by fever
– often mimics an infection
• Physical exam
– swelling and local tenderness
• Radiographs large destructive lesion in the diaphysis or
metaphysis with a moth-eaten appearance
• lesion may be purely lytic or have variable amounts of
reactive new bone formation
• periosteal reaction may give "onion
skin" or "sunburst" appearance
The Canadian Journal of Diagnosis / May 2001
Diagnosis Banding
Osteoblastoma:
• Subchondral Cysts
• Fluid-filled
sacs in
subchondral
bone

Osteoartritis
• Joint Space Narrowing
• Bone spur (arrow)
• Subchondral Sclerosis
• Increased bone density or
thickening in the subchondral layer
Osteomyelitis
• abscesses radiolucency
• Involucrum
• Bone destruction  sequestrum (arrow)

Chondroblastoma
• radiolucent lesion with sclerotic margins
(white arrowheads) in epiphysis of distal
femur and with probable extension into
metaphysis (black arrowhead).
Codman triangles (white Osteosarcoma of the distal femur,
arrow); and the large soft demonstating dense tumor bone formation
tissue mass (black arrow) and a sunburst pattern of periosteal reaction.
39. Sertoli Cell Only-syndrome
• Epidemiology: • Normal : > 15juta sperma /ml
– Pria antara 20-40 thn • Oligozoospermia : < 15 juta
spema/ml
• Sign&Symptoms: • Azoospermia : tidak ditemukan
– infertilitas sperma
– Tanpa kelainan seksual
– Ukuran testis nomal-kecil
– Azoospermia
• Pada beberapa kasus, sperma dapat ditemukan dalam jumlah yang
sangat sedikit < 1 juta sperma per mL. hypospermatogenesis.
• Diagnosis
– Testicular biopsy  tidak adanya spermatozoa, hanya sel
Sertoli yang membatasi tubulus seminiferus
• Pathophysiology
– Kerusakan kromosom yang mengatur spermatogenesis (Yq11 pada kromosom
Y)
– Sel Sertoli merespon FSH
– Kadar testosterone and LH akan normal, tapi karena kurangnya inhibin, kadar
FSH akan meningkat

http://emedicine.medscape.com/article/437884-overview#a0104
Tipe SCO
• Tipe I
– Bila tidak ada sel germinativum pada seluruh
tubulus seminiferus
• Tipe II
– Bila sel germinativum dapat ditemukan dalam
jumlah yang sangat sedikit pada tubulus
seminiferus

http://emedicine.medscape.com/article/437884-clinical
40. Batu Saluran Kemih Pada Anak

• Predisposisi
– penurunan jumlah air kemih,
– hiperkalsiuria,
– pengeluaran pirofosfat didalam urin atau natrium
dan magnesium,
– PH urin yang rendah/tinggi
– Berkaitan dengan gangguan metabolisme
Klinis
• Rasa nyeri intens yang tiba-tiba terjadi di
belakang dan memancar ke bawah, terpusat
menuju perut bagian bawah atau pangkal
paha.
• Hematuria, biasanya makroskopis (gross
hematuria), terjadi dengan atau tanpa rasa
sakit.
• Nefrolitiasis (batu ginjal)
– Sering asimptomatik, Nyeri kolik bila ada dapat menjalar sampai
kuadran lateral bawah dinding perut
• Ureterolitiasis
– nyeri dimulai pada daerah pinggang dan menjalar ke arah testis,
disertai mual atau muntah, keringat dingin, pucat
• Vesikolitiasis (batu buli-buli)
– Rasa nyeri waktu berkemih (disuria, stranguria). Hematuria
kadang-kadang disertai urin keruh.
– Pancaran urin tiba-tiba berhenti dan keluar lagi pada perubahan
posisi.
– Pada anak, nyeri miksi ditandai oleh kesakitan, menagis,
menarik-narik penis, miksi mengedan sering diikuti defekasi
atau prolapsus ani
41. Massa pada Skrotum

DICTUM FOR ANY SOLID SCROTAL


SWELLINGS
• All patients with a solid, Firm
Intratesticular Mass that cannot be
Transilluminated should be regarded as
Malignant unless otherwise proved.
Scrotal ultrasound
• Ultrasonography of the
scrotum is a rapid,
reliable technique to
exclude hydrocele or
epididymitis or cancer
• basically an extension of
the physical examination.
• Hypoechoic area within
the tunica albuginea is
markedly suspicious for
testicular cancer. Cystic lesion-
epidermoid cyst
PRINCIPLES OF TREATMENT

• Transscrotal biopsy is to be condemned.

• The inguinal approach permits early control of


the vascular and lymphatic supply as well as
en-bloc removal of the testis with all its
tunicae.

• Frozen section in case of dilemma.


Yolk Sac Tumor (Endodermal Sinus Tumor)
• Most common testicular tumor
in children <3 years age; very
good prognosis
• Pure form is rare in adults;
usually seen as component of
mixed germ cell tumor
• Microscopic: lacy network of
cuboidal or elongated cells;
pathognomonic feature:
endodermal sinuses (core with
central capillary, covered by
visceral & parietal cells,
resembling primitive
glomerulus)
--eosinophilic globules in
cytoplasm: positive for -
fetoprotein
Embryonal
Carcinoma
Microscopic:
--solid syncytial sheets,
glandular, or tubular
patterns
--large anaplastic cells
with scattered tumor
giant cells
--indistinct cell borders
--frequent mitoses
--IHC: positive PLAP,
cytokeratin, neg. c-KIT
Teratoma
MICROSCOPIC: 3 variants
1) Mature teratoma:
all elements differentiated
(mature epithelial, MATURE

connective, neural, etc.)


2) Immature teratoma:
incomplete differentiation,
fetal-type mesenchymal
cells, neuroblasts, etc. IMMATURE

3) Teratoma with malignant


transformation: definite
histologic criteria for
malignancy (squamous
carcinoma, sarcoma, etc.)
MALIGNANT TRANSFORMATION
42. Dysphagia
• Dysphagia
– Kesulitan menelankondisi yang biasa terjadi
– 5–8% dari populasi usia 50 tahun
– 16% of the elderly.
• Disfagia, terutama disfagia orofaring, lebih
sering kronik
– up to 60% of nursing-home occupants have
feeding difficulties that include dysphagia.
Proses Menelan
• Mekanisme kompleks
• Melibatkan 26 otot dan 5 nervus kranialis
– CN V -- both sensory and motor fibers; important in
chewing
– CN VII -- both sensory and motor fibers; important for
sensation of oropharynx & taste to anterior 2/3 of tongue
– CN IX -- both sensory and motor fibers; important for taste
to posterior tongue, sensory and motor functions of the
pharynx
– CN X -- both sensory and motor fibers; important for taste to
oropharynx, and sensation and motor function to larynx and
laryngopharynx; important for airway protection
– CN XII -- motor fibers that primarily innervate the tongue
• A normal adult swallows unconsciously 600 times in a 24-hour
period
Swallowing Stage 1
• Oral
– Food ingested, prepared
(mastication) and modified
(lubrication)
– Voluntary control
– Frequently results from
weakness – lips, tongue,
cheeks
– Unable to organize food into
well formed bolus and move
posteriorly
– Xerostomia – difficulty
breaking down solids
Swallowing Stage 2
• Pharyngeal
– Prevented from entering nasopharynx,
larynx rises, retroflexion of epiglottis
and vocal fold closure, synchronized
contraction of middle and inferior
constrictors, and synchronized
relaxation of the cricopharyngeal
muscle Involuntary
– Timing – neurologic – epiglottis
doesn’t protect larynx - leads to
cough/aspiration
– Weakness – neurologic injury/cancer –
residual food after swallow – can lead
to aspiration
Stage 3
• Esophageal
– Begins with crico-
pharyngeal relaxation
– Involuntary
– Most common
– Sensation of food
sticking at base of
throat/chest
– Peristalsis, tumor,
stricture
Treatment
• Remediate oropharyngeal dysphagia
– Compensatory approaches
– Restorative approachesaccording to causes
• To maintain nutrition, dietary modifications and/or
alternative nutrition via a feeding tube
– Nasogastric, gastrostomy, jejunostomy
– Intravenous fluids and hospitalization may be
necessary for moderate to severe dehydration
• Include ongoing assessment of client’s response to
intervention, and adjust goals and approaches to fit
evolving needs
43. Neoplasia

• uncommon
• when present is typically malignant.
• The two main culprits are
–esophageal squamous cell
carcinoma
–esophageal adenocarcinoma.
Clinical Presentation
• Dysphagia is the • As the tumor enlarges,
presenting complaint dysphagia becomes more
progressive.
in 80-90% of patients • Later symptoms include
with esophageal weight loss, odynophagia,
carcinoma chest pain and
hematemesis
• Early symptoms are
sometimes
nonspecific
retrosternal
discomfort or
indigestion
Cancer: apple core appearance
Cancer
Dysphagia
↙ ↘
Oropharyngeal dysphagia Esophageal dysphagia
▼ ▼
Neuromuscular dysfunction •Achalasia
•Nonachalasia Motility
Disorders
▼ •Strictures
•Cerebrovascular accidents •Rings/Webs
•Amyotrophic Lateral •GERD
Sclerosis (AML) •Extraesophageal GERD
•Parkinson's disease
•Myasthenia gravis
•Tardive dyskinesia. •Neoplasia
•Esophageal Diverticula
•Foreign Bodies
•Pill-Induced Injury
•Infectious Esophagitis
•Caustic Injury
Esophageal dysphagia
↙ ↘
Solids only Solids & liquids
▼ ▼

Mechanical obstruction Motility disorder


↙ ↘ ↙ ↘

Intermittent progressive Intermittent progressive

▼ ▼ ▼ ▼

•Rings/Webs •Strictures •Esophageal •Achalasia


spasm
•Malignancy •Scleroderma
Rings/Webs
• common findings on
upper endoscopy,
• many are
asymptomatic
• Symptoms can
include intermittent
solid food
dysphagia, aspira-
tion, and
regurgitation.
44. Bladder Injuries
• Penyebab:
– Iatrogenic injury
• Transurethral resection of bladder tumour (TURBT)
• Cystoscopic bladder biopsy
• Transurethral resection of prostate (TURP)
• Cystolitholapaxy
• Caesarean section, especially as an emergency
• Total hip replacement (very rare)
– Penetrating trauma to the lower abdomen or back
– Trauma tumpul pelvis—in association with pelvic fracture
or ‘minor’ trauma in the inebriated patient, usually
symphisis fracture
– Rapid deceleration injury—seat belt injury with full
bladder in the absence of a pelvic fracture
– Spontaneous rupture after bladder augmentation
Types of Perforation B- extraperitoneal
perforation
A-intraperitoneal
perforation the peritoneum is intact
the peritoneum overlying the bladder, and urine escapes into the space
has been breached along with the wall around the bladder, but not into
of the bladder, allowing urine to escape
into the peritoneal cavity. the peritoneal cavity.
 peritonitis symptoms no peritonitis symptoms
• Presentation: • Management:
– Extraperitoneal
– Recognized – catheter drainage alone, even in the
intraoperatively presence of extensive retroperitoneal
or scrotal extravasation
– The classic triad of – 87% of the ruptures were healed in
symptoms and signs that 10 days, and virtually all were healed
in 3 weeks
are suggestive of a – Obstruction of the catheter by clots or
bladder rupture tissue debris must be prevented for
healing to occur
• suprapubic pain and
tenderness, difficulty or – Intra peritoneal :
inability in passing urine, • open repair…why?
and haematuria – Unlikely to heal
spontaneously.
– Usually large defects.
– Leakage causes peritonitis
– Associated other organ
injury.
European Association of Urology guidelines 2012
http://emedicine.medscape.com/ Saat darah semakin banyak, akan menimbulkan
Rongga pleura terisi oleh darah tekanan pada jantung dan pembuluh darah
besar di rongga dada

45. Treatment for Hemothorax B


• ABC’s dengan c-spine control sesuai indikasi
• Amankan Airway dengan bantuan ventilasi
bila dibutuhkan
• Atasi syok karena kehilangan darah
• Pertimbangkan posisi LLD bila tidak di
kontraindikasikan
• Transport Secepatnya
• Memberitahukan RS dan unit trauma
secepatnya
• Needle decompressionBila ada indikasi
Upright chest radiograph:
• Chest tubesegera setelah pasien stabil blunting at the costophrenic angle or
an air-fluid interface
46. FOREHAND FRACTURE
Montegia Fracture Dislocation
• Fraktur 1/3 proksimal
Ulna disertai dengan
dislokasi kepala radius Lateral displacement

ke arah anterior,
posterior, atau lateral
• Head of Radius
dislocates same
direction as fracture
• Memerlukan ORIF

http://www.learningradiology.com
Galleazzi Fracture
• Fraktur distal radius
dan dislokasi sendi
radio-ulna ke arah
inferior
• Like Monteggia fracture
if treated conservatively
it will redisplace
• This fracture appeared
in acceptable position
after reduction and POP

http://www.learningradiology.com
47. Pressure Ulcers(Bed Sores)
• Area of skin breaks
down when no
movement occurs
– Constant pressure
reduces blood supply to
specific area death of
tissue
• Treatment • Prevention
– Relieve pressure in area – Change position every 2
(pillows, cushions) hrs to relieve pressure
– Physician can treat – Use pillows, foam
depending on stage padding to reduce
pressure
– Avoid further trauma – Keep skin clean and
– Prevent infection by dry—especially after
properly cleaning open urinating/bowel
ulcers movements
– Medication to promote
skin healing
48. Peritonitis
• Peritonitis
– Peradangan dari peritoneum
– Disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur atau reaksi
inflamasi peritoneum terhadap darah(pada kasus trauma
abdomen)
• Jenis:
– Peritonitis Primer
• Disebabkan oleh penyebaran infeksi dari peradaran darah dan
pembuluh limfe ke peritoneumpenyakit hati
• Cairaan terkumpul pada rongga peritoneum, menghasilkan
lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan bakteri
• Jarang terjadi  kurang dari 1% dari seluruh kasus peritonitis
– Peritonitis Sekunder
• Lebih sering terjadi
• Terjadi ketika infeksi menyebar dari traktus bilier atau GIT

http://www.umm.edu/altmed/articles/peritonitis-000127.htm#ixzz28YAqqYSG
• Peritonitis Sekunder
– Bakteri, enzim, atau cairan empedu mencapai
peritoneum dari suatu robekan yang berasal dari
traktus bilier atau GIT
– Robekan tersebut dapat disebabkan oleh:
• Pancreatitis
• Perforasi appendiks
• Ulkus gaster
• Crohn's disease
• Diverticulitis
• Komplikasi Tifoid
Gejala dan Tanda
• Distensi dan nyeri pada Tanda
abdomen • BU berkurang atau
• Demam, menggigil absenusus tidak dapat
• Nafsu makan berkurang berfungsi
• Mual dan muntah • Perut seperti papan
• Peningkatan frekuensi • Peritonitis primerasites
napas dan nadi
• Nafas pendek
• Hipotensi
• Produksi urin berkurang
• Tidak dapat kentut atau BAB
Perforasi Gaster
• Faktor RisikoUlkus
Peptikum e.c NSAID
• Gejala klasik:
– Nyeri seluruh lapang perut
yang timbul mendadak
– Menjalar sampai ke bahu
– Tanda peritonitis
• Peneriksaan Fisik
– Nyeri tekan seluruh lapang
perut
– rigid abdomen; with rebound
and percussion tenderness,
and guarding (a characteristic
‘drum-like’ tender abdomen)
– Pekak hepar menghilang
• Radiologic Findings
– Plain radiograph of abdomen
(AP)
• Air under diaphragm
http://emedicine.medscape.com/article/424547

49. Needle Decompression

• Tandai sela iga 2-3 garis


midklavikularis
• Asepsis-antisepsis
• Tusukkan jarum ( 14G atau lebih
besar) diatas iga ke 3 (saraf,
arteri, vena berjalan di sepanjang
bag.bawah iga)
• Lepaskan Stylette dan dengarkan
adanya suara udara yang keluar
• Place Flutter valve over catheter
• Reassess for Improvement
Mosby's Medical Dictionary, 8th edition. © 2009, Elsevier.

50. Gallbladder Disorder


Term Definition Clinical symptoms
Cholecystitis Inflammation of the Acute: fever,right upper quadrant(RUQ)
gallbladder pain,murphy’s sign +, may be icteric
Chronic:no fever,recurrent RUQ pain,no icteric
USG:may be calculus/not,cyst wall thickening

Cholecystolitiasis the presence of Recurrent RUQ pain,recurrent dyspepsia,no


gallstones in the fever,no icteric,pain after fatty
gallbladder. meal,Ro:radioopaque RUQ
Cholelitihiasis The presence or Symptoms depend on stone location, only use
formation of gallstones this terms if the stone location is not
in the gallbladder or established
bile ducts
Choledocholithiasis the presence of Colicky pain(biliary colic),icteric,may be with
gallstones in the cholangitis signs(charcoats triads)
common bile duct
Appendicitis Inflammation of the Pain on right lower quadrant,migratory
vermiform appendix. pain,nausea,vomiting,specific
signs(rovcing,McBurney,etc)
51. Midgut volvulus
Klinis • Abdominal Plain Film,
• Children Upright
– bilious emesis (93%) – Dilated stomach
– Malabsorption – Distal paucity of gas
– failure to thrive – Coffee bean sign
– biliary obstruction • Contrast
– GERD – cork-screw appearance
• Adults – small bowel on the right
side of abdomen that does
– intermittent abdominal not cross midline
pain (87%)
– nausea (31%) • USG
– Whirlpool sign
Ultrasound Whirlpool sign
http://en.wikipedia.org/wiki/Burn

52. Luka Bakar

prick test (+)


53. Osteosarkoma
• Pemeriksaan radiologis pada daerah yang
dicurigai terinfeksi, tidak menunjukkan arean
radiolusen yang biasa ditemukan pd
osteomielitis.
• Conventional features
– Destruction of normal trabecular bone pattern
– a mixture of radiodense and radiolucent areas
– periosteal new bone formation
– formation of Codman's triangle (triangular elevation
of periosteum)
No osteoblastic appearance, Notice the osteoblastic-
fracture can be seen osteolytic appearance
Codman triangles (white Osteosarcoma of the distal femur,
arrow); and the large soft demonstating dense tumor bone formation
tissue mass (black arrow) and a sunburst pattern of periosteal reaction.
The Canadian Journal of Diagnosis / May 2001
54. Kelainan Vertebrae
• Scoliosis: “Penyakit terpuntir”
– Kelengkungan vertebra ke arah lateral yang abnormal
– Sering pada akhir masa kanak-kanak, terutama
perempuan.
– Terjadi karena struktur vertebra abnormal, panjang
ekstremitas bawah tidak sama, atau kelemahan otot
– Kasus yang berat harus diterapi dengan brace atau
pembedahan sebelum pertumbuhan anak selesai untuk
mencegah deformitas yang permanen dan kesulitan
bernapas
Vertebrae Disease Continued
• Kyphosis
– “bungkuk”
– Kelengkungan vertebra torakal yang berlebihan
– Sering pada usia tua karena osteoporosis
– Mungkin juga karena tuberculosis spinal, rickets, atau osteomalacia
• Lordosis
– “mengayun ke belakang”
– Kelengkungan vertebra lumbal yang berlebihan
– Dapat disebabkan TB spinal atau rickets
– Dapat bersifat sementara: “beer guts” pada laki-laki, kehamilan pada wanita
Lordosis
Scoliosis

Kyphosis
55. Brachial Plexus Injury
In Adults:
• Sports most commonly associated:
– Football, baseball, basketball,
– volleyball, wrestling, and
– gymnastics.
• Nerve injuries can result from: Blunt force
trauma, poor posture or chronic repetitive
stress.
Anatomy
Injury to Superior part of Plexus.
• Due to excessive • Clinical Appearance:
increase in the angle – Motor Loss:
between neck and the • Adducted Shoulder
shoulder. • Medially Rotated Arm
• Extended Elbow
• Roots Involved:
– Sensory Loss:
 C5 and C6 • Lateral aspect of Upper
• Muscles Involved: Limb (uncommon)
• Digiti 1-3
 Shoulder
 Arm
Mechanism of trauma
• The head and neck
move away from
shoulder
• Commonly injured the
suprascapular roots
Burner Injury
• Common nerve injury resulting from
trauma to the neck and shoulder
• Caused by traction or compression of the
upper trunk of the brachial plexus or the
fifth or sixth cervical nerve roots
• Typically transient
• Can cause prolonged weakness
• Often recur
• Symptoms:
• feels burning pain in the
supraclavicular area
• Radiates down the arm, generally in a
circumferential, nondermatomal
pattern.
Spurling's test: anterior view (left) and lateral view • numbness, paresthesias or weakness
(right). The examiner passively hyperextends and in the extremity
laterally flexes the patient's neck toward the • Frequently, the discomfort resolves
involved side. The test is positive if axial loading spontaneously in one to two minutes
by the examiner's hands reproduces symptoms.
Injury to Inferior part Of Plexus
• Hanging to an
object
• Comonly injured
lower roots
• Excessive
abduction of arm.
• Less common
• Clinical Appearance: • Roots Involved:
– Motor Loss:  C8 and T1
• Small muscles of Hand
– Sensory Loss:
• Medial aspect of Upper Limb
56. Hypertrophic Pyloric Stenosis
CLINICAL MANIFESTATIONS
• The classic presentation of IHPS
– Bayi 3-6 minggu
– Mengalami muntah segera setelah makan, tidak
berwarna hijau (non-bilious) dan sering kali
proyektilMuntah proyektil
• Muntah dapat berwarna seperti kopi karena iritasi
lambung akibat tekanan di pilorus yang tinggi
– Terlihat lapar dan makan setelah muntah (a
"hungry vomiter")
Palpable mass
• Massa
– Paling mudah teraba segera setelah muntah
karena sebelumnya tertutupi oleh antrum yang
distensi atau otot abdomen yang menegang
• Barium Meal:
– Mushroom sign
– String sign
– Double tract sign
https://www.med-ed.virginia.edu/courses/rad/peds/abd_webpages/abdominal15b.html

Pemeriksaan Penunjang
• Foto Polos Abdomen:
– Dapat ditemukan gambaran “single bubble”
• Dilatasi dari gaster akibat udara usus yang tidak dapat
melewati pilorus
– Gambaran “Caterpillar sign”
• Terjadi akibat hiperparistaltik pada gaster
GERD signs and symptoms
The margin of the left diaphragm is not
visulized. Barium study shows intrathoracic
herniation of the stomach through a left
diaphragmatic rupture (hourglass sign)
Ilmu Kesehatan Mata
57. Glaukoma Akut
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
• struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler 
refraksi (kornea, • uveitis posterior • Katarak
sklera konjungtiva •
uvea, atau perdarahan vitreous • Glaukoma
• tidak • Ablasio retina • retinopati
seluruh mata)
menghalangi • oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal • retinitis
• neuritis optik pigmentosa
• Keratitis
• Konjungtivitis murni • neuropati optik akut • kelainan refraksi
• Keratokonjungtivitis
• Trakoma karena obat (misalnya
• Ulkus Kornea
• mata kering, etambutol), migrain,
• Uveitis
tumor otak
xeroftalmia • glaukoma akut
• Pterigium • Endoftalmitis
• Pinguekula • panoftalmitis
• Episkleritis
• skleritis
http://emedicine.medscape.com/article/1206147

Jenis Glaukoma
Causes Etiology Clinical
Acute Glaucoma Pupilllary block Acute onset of ocular pain, nausea, headache, vomitting, blurred
vision, haloes (+), palpable increased of IOP(>21 mm Hg),
conjunctival injection, corneal epithelial edema, mid-dilated
nonreactive pupil, elderly, suffer from hyperopia, and have no
history of glaucoma
Open-angle Unknown History of eye pain or redness, Multicolored halos, Headache,
(chronic) IOP steadily increase, Gonioscopy Open anterior chamber
glaucoma angles, Progressive visual field loss
Congenital abnormal eye present at birth, epiphora, photophobia, and blepharospasm,
glaucoma development, buphtalmus (>12 mm)
congenital infection
Secondary Drugs Sign and symptoms like the primary one. Loss of vision
glaucoma (corticosteroids)
Eye diseases (uveitis,
cataract)
Systemic diseases
Trauma
Absolute end stage of all types of glaucoma, no vision, absence of
glaucoma pupillary light reflex and pupillary response, stony appearance.
Severe eye pain. The treatment  destructive procedure like
cyclocryoapplication, cyclophotocoagulation,injection of 100%
alcohol
58. PSEUDOPTERIGIUM – DIAGNOSIS BANDING
59. Kelainan Konjungtiva
Pterigium a benign growth of the conjunctiva commonly grows from the nasal side
of the sclera, wedge shaped area of
fibrosis that appears to grow into the
cornea. Symptoms: foreign body
sensation, tearing, redness
Pinguecula a common type of conjunctival degeneration in the a yellow-white deposit on the
eye conjunctiva adjacent to the limbus
(the junction between the cornea
and sclera). Usually no symptoms
Episkleritis a benign, self-limiting inflammatory disease affecting characterized by the abrupt onset of
part of the eye called the episclera (is a thin layer of eye pain and redness
tissue that lies between the conjunctiva and the
connective tissue layer that forms the white of the
eye)
Pseudopterigium Adhesion of the conjunctiva to the peripheral cornea. May occur on any quadrant of the
may result from a peripheral corneal ulcer and ocular cornea, Lacks firm adhesion
surface inflammation such as cicatrizing throughout the underlying
conjunctivitis, chemical burns, or may also occur structures, and occasionally has a
secondary to chronic mechanical irritation from broad leading edge on the corneal
contact lens movement surface.
Konjungtivitis inflammation of the conjunctiva (the outermost layer Red eye, epiphora, chemosis, normal
of the eye and the inner surface of the eyelids) visual acuity
59. Kalazion
• Inflamasi idiopatik, steril, dan kronik dari kelenjar Meibom
• Ditandai oleh pembengkakan yang tidak nyeri, muncul
berminggu-minggu.
• Dapat diawali oleh hordeolum, dibedakan dari hordeolum
oleh ketiadaan tanda-tanda inflamasi akut.
• Pada pemeriksaan histologik ditemukan proliferasi endotel
asinus dan peradangan granullomatosa kelenjar Meibom
• Tanda dan gejala:
– Benjolan tidak nyeri pada bagian dalam kelopak mata.
Kebanyakan kalazion menonjol ke arah permukaan konjungtiva,
bisa sedikit merah. Jika sangat besar, dapat menekan bola mata,
menyebabkan astigmatisma.
• Tatalaksana: steroid intralesi (untuk lesi kecil), insisi vertikal

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia:
McGraw-Hill, 2007.
60. DAKRIOSISTITIS
• Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct
with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus
or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies,
after trauma or due to granulomatous diseases.
• Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful
inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum,
fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth
• Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin
abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and
culture
• Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of
lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy
61. Perdarahan subkonjungtiva

• Perdarahan • Perdarahan
subkonjungtiva adalah subkonjungtiva akan
perdarahan akibat hilang atau diabsorpsi
rupturnya pembuluh dalam 1- 2 minggu tanpa
darah dibawah lapisan diobati.
konjungtiva yaitu • Pengobatan penyakit
pembuluh darah yang mendasari bila ada.
konjungtivalis atau
episklera.
• Dapat terjadi secara
spontan atau akibat
trauma.
62. Katarak
• A cataract usually is defined as an opacification of the
lens or its capsule In this sense, almost every adult has
cataract
• Cataract is often categorised using morphological
and/or aetiological classifications :
– Congenital
– Degenerative or “age related” (senile)
– Traumatic
– Secondary to other conditions (including metabolic causes)
– Toxic
– Hereditary
63. Blepharitis
• Terdiri dari blefaritis anterior dan • Tx blefaritis seboroik: perbaikan
hygiene mata dengan cara:
posterior – kompres hangat untuk evakuasi dan
melancarkan sekresi kelenjar
• Blefaritis anterior: radang – tepi palpebra dicuci + digosok perlahan
bilateral kronik di tepi palpebra dengan shampoo bayi untuk
membersihkan skuama
– Blefaritis stafilokokus: sisik – pemberian salep antibiotik eritromisin
kering, palpebra merah, (bisa digunakan kombinasi antibioti-KS)
terdapat ulkus-ulkus kecil
• Blefaritis posterior: peradangan
sepanjang tepi palpebra, bulu palpebra akibat difungsi kelenjar
mata cenderung rontok  meibom bersifat kronik dan bilateral
antibiotik stafilokokus • Kolonisasi stafilokokus
• Terdapat peradangan muara meibom,
– Blefaritis seboroik: sisik sumbatan muara oleh sekret kental
berminyak, tidak terjadi
ulserasi, tepi palpebra tidak
begitu merah
– Blefaritis tipe campuran
Blepharitis
4. REFRACTIVE DISORDER
64. Kelainan Refraksi
Landolt “C” Chart
• Digunakan untuk menilai visus
anak usia 3-6 tahun yang belum
bisa mengenali huruf
• Terdiri atas lingkaran yang tidak
lengkap
• Tes baca dilakukan dari jarak 6
meter, pasien disuruh
menunjukkan letak hilangnya
lingkaran apakah ke atas,
bawah, kiri ataupun kanan
dengan menggunakan jari
65-66. Trichiasis
• Suatu kelainan dimana bulu mata mengarah pada bola
mata yang akan menggosok kornea atau konjungtiva
• Biasanya terjadi bersamaan dengan penyakit lain
seperti trakoma, sikatriasis, pemfigoid, trauma kimia
basa dan trauma kelopak lainnya
• Gejala :
– Konjungtiva kemotik dan hiperemi
– Erosis kornea, keratopati dan ulkus
– Fotofobia, lakrimasi dan terasa seperti kelilipan
• Penatalaksanaan:
– Electrolysis  bila jumlah bulu mata sedikit
– Cryotherapy  jumlah bulu mata banyak
67. Komplikasi Pascaoperasi Katarak

EARLY COMPLICATION LATE COMPLICATION


• Corneal edema (10%) • Posterior capsule
• Elevated IOP (2–8%) opacification (10–50% by
• Increased anterior 2 years)
inflammation (2–6%). • Cystoid macular edema
• Wound leak (1%) (1–12%)
• Iris prolapse (0.7%) • Retinal detachment
(0.7%)
• Endophthalmitis (0.1%)
• Corneal decompensation
• Chronic endophthalmitis
Acute postoperative endophthalmitis
• Komplikasi yg mengancam • Faktor risiko
penglihatan yg harus segera
diobati. – Pasien dengan blepharitis,
• Onset biasanya 1–7 hari setelah konjungtivitis, penyakit
op. nasolakrimal,
• Etiologi tersering Staphylococcus komorbid(diabetes), dan
epidermidis, Staphylococcus complicated surgery (PC rupture
aureus, & Streptococcus species. with vitreous loss, ACIOL,
• Gejala: prolonged surgery).
– a painful red eye;
– reduced visual acuity, usually • Diagnosis
within a few days of surgery
– pemeriksaan mikrobiologi dari
– a collection of white cells in the
anterior chamber (hypopyon). Anterior chamber tap dan biopsi
– posterior segment inflammation vitreous (dgn antibiotik
– lid swelling. intravitreus scr simultan utk
pengobatan)
Acute postoperative endophthalmitis
TATALAKSANA Pertimbangkan:

• Antibiotic intravitreus: vancomycin 1 • Moxifloxacin atau gatifloxacin oral


mg dlm 0.1 mL (gram positive (broad spectrum dan penetrasi
coverage) dikombinasikan dengan intraokular baik)
amikacin 0.4 mg dlm 0.1 mL atau • Antibiotik topikal (per jam):
ceftazidime 2 mg dlm 0.1 mL (gram- (moxifloxacin or gatifloxacin) atau
negative coverage). vancomycin DS (50 mg/mL), amikacin
• Ceftazidime bisa menimbulkan (20 mg/mL), atau ceftazidime (100
presipitasi dengan vankomisin shg spuit mg/mL)
harus dipisah • Corticosteroids topikal (cth
dexamethasone 0.1%/ jam), intravitreal
• Vitrectomy: jika tajam penglihatan
(dexamethasone 0.4 mg in 0.1 mL),
hanya berupa light perception atau
atau sistemic (prednisone PO 1
lebih buruk
minggu) untuk mengurangi inflamasi.

Oxford American Handbook of Ophthalmology


68. HIPERMETROPIA
• Gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar
sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina (di belakang
makula lutea)
• Etiologi :
– sumbu mata pendek (hipermetropia aksial),
– kelengkungan kornea atau lensa kurang (hipermetropia
kurvatur),
– indeks bias kurang pada sistem optik mata (hipermetropia
refraktif)
• Gejala : penglihatan jauh dan dekat kabur, sakit kepala,
silau, rasa juling atau diplopia

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas ; dasar – teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata, sidarta Ilyas
HIPERMETROPIA
• Pengobatan : Pemberian lensa sferis
positif akan meningkatkan kekuatan
refraksi mata sehingga bayangan
akan jatuh di retina
• koreksi dimana tanpa siklopegia
didapatkan ukuran lensa positif
maksimal yang memberikan tajam
penglihatan normal (6/6), hal ini
untuk memberikan istirahat pada
mata.
• Jika diberikan dioptri yg lebih kecil,
berkas cahaya berkonvergen namun
tidak cukup kuat sehingga bayangan
msh jatuh dibelakang retina,
akibatnya lensa mata harus
berakomodasi agar bayangan jatuh
tepat di retina.
• Contoh bila pasien dengan +3.0 atau
dengan +3.25 memberikan tajam
penglihatan 6/6, maka diberikan
kacamata +3.25
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
BENTUK HIPERMETROPIA
• Hipermetropia total = laten + manifest
– Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia
• Hipermetropia manifes = absolut + fakultatif
– Yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal dengan hasil visus 6/6
– Terdiri atas hipermetropia absolut + hipermetropia fakultatif
– Hipermetropia ini didapatkan tanpa siklopegik
• Hipermetropia absolut :
– “Sisa”/ residual dari kelainan hipermetropia yang tidak dapat diimbangi
dengan akomodasi
– Hipermetropia absolut dapat diukur, sama dengan lensa konveks terlemah
yang memberikan visus 6/6

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas


BENTUK HIPERMETROPIA

• Hipermetropia fakultatif :
– Dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi sepenuhnya dengan
akomodasi
– Bisa juga dikoreksi oleh lensa
– Dapat dihitung dengan mengurangi nilai hipermetrop manifes – hipermetrop
absolut
• Hipermetropia laten:
– Hipermetropia yang hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia
– bisa sepenuhnya dikoreksi oleh tonus otot siliaris
– Umumnya lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan dewasa.
– Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten, makin tua akan
terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi fakultatif
dan kemudia menjadi absolut

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas & Manual of ocular diagnosis and therapy
• Contoh pasien hipermetropia, 25 tahun, tajam penglihatan
OD 6/20
– Dikoreksi dengan sferis +2.00  tajam penglihatan OD 6/6
– Dikoreksi dengan sferis +2.50  tajam penglihatan OD 6/6
– Diberi siklopegik, dikoreksi dengan sferis +5.00  tajam penglihatan
OD 6/6
ARTINYA pasien memiliki:
– Hipermetropia absolut sferis +2.00 (masih berakomodasi)
– Hipermetropia manifes Sferis +2.500 (tidak berakomodasi)
– Hipermetropia fakultatif sferis +2.500 – (+2.00)= +0.50
– Hipermetropia laten sferis +5.00 – (+2.50) = +2.50
69. RETINOPATI HIPERTENSI
• Kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah
tinggi  arteri besarnya tidak teratur, eksudat pada retina,
edema retina, perdarahan retina
• Kelainan pembuluh darah dapat berupa : penyempitan
umum/setempat, percabangan yang tajam, fenomena crossing,
sklerose

Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas, 2005


Retinopati Hipertensi
• Pemeriksaan rutin:
 Pemeriksaan tajam
penglihatan
 Pemeriksaan biomikroskopi
 Pemeriksaan fundus
• Pemeriksaan penunjang:
 Foto fundus
 Fundus Fluorescein
Angiography
• Tatalaksana :
 Kontrol tekanan darah dan
faktor sistemik lain (konsultasi
penyakit dalam)
 Bila keadaan lanjut terjadi
pendarahan vitreous dapat
dipertimbangkan Vitrektomi.

Panduan Praktik Klinik RSCM Kirana


Gambaran Funduskopi Akibat Sklerosis pada
Retinopati Hipertensi
• Lumen pembuluh irreguler • Perubahan refleks aksial
• A-V crossing phenoment pembuluh darah Ratio
– Assess using arterio-venous crossing AV menyempit (Normal
changes 2:3)
– Due to compression of hard artery an – Assess using the arteriolar reflex
veins (sharing common adventitia) • brightness
• venous deflection at crossing site • thickness ratio
(Salus’ sign) – A:V ratio of 25% (1:4) &
arterial reflex ratio of 60%
• localised venous narrowing (Tapering of
“copper wiring” (tembaga)
vein on either side of crossing) (nipping; – A:V ratio of <20% (1:5) &
Gunns sign) arterial reflex ratio of 100%
• right-angled crossing caused by venous “silver wiring” (perak)
deflection
• venous distal banking (dilating)
(Bonnet’s sign)
Gambaran Funduskopi (cont…)
• Perdarahan vena (flame shaped)
• Pembuluh darah retina pucat
• Kaliber pembuluh lebih kecil
• Percabangan arteriol lebih tegas
• Soft exudates, cotton wool spot
• Hard Exudates
• macular star
• Papil edema (pada hipertensi maligna)
• Dinding arteriol normalny tidak terlihat;
arteri terlihat sebagai “erythrocyte
column” / “pipa merah” dengan “central • Penebalan yg progresif akan
light reflex” pada funduskopi  terjadi menutup gambaran “pipa
penebalan dinding pada retinopati HT  merah” sepenuhnya
“central light reflex” lebih difus dan lebar menjadi silver wire
memberikan gambaran dinding arteriol yg
kekuningan/copper wire appearance. • Bersamaan dengan itu,
terjadi fenomena
arteriovenous crossing (AV
crossing)  vena yang
berjalan bersilangan di
bawah arteri yang
mengalami arterosklerosis
mengalami deformitas,
berbelok, bulging,
menyempit seperti jam
pasir, atau tampak seperti
terputus akibat penekanan
dari arteri.
Schema of ophthalmoscopic grading of arteriolar sclerosis. (Scheie HG:
Evaluation of ophthalmoscopic changes of hypertension and arteriolar
sclerosis. Arch Ophthalmol 49:117, 1953) http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/v3c013.html

http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/ch013/005f.html
Hypertensive Retinopathy – Classification
Grade 2
Hypertensive Retinopathy Grade 3 –
Diagnostic Techniques & Signs

Early malignant
Dot and blot haemorrhages
Hard and soft exudates
Diffuse arteriolar narrowing
Arterio-venous crossing defects
Hypertensive Retinopathy Grade 4 –
Diagnostic Techniques & Signs

Advanced malignant
Macular star
Pailloedema
http://www.theeyepractice.com.au/optometrist-sydney/high_blook_pressure_and_eye_disease
Hypertensive Retinopathy – Clinical
Pearls
Hypertensive Retinopathy Diabetic Retinopathy
Dry retina: Wet retina:
few haemorrhages multiple haemorrhages
rare oedema extensive oedema
rare exudate multiple exudates
multiple cotton wool spots few cotton wool spots
flame-shaped rare flame-shaped
haemorrhages haemorrhages
visibly abnormal retinal visibly abnormal retinal
arteries veins and capillaries
Definisi dan gejala

Oklusi Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri,
arteri thrombus dan emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat
sentral terlambatnya pengaliran darah, giant cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan
retina hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara oftalmoskopis, retina superficial
mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang memperlihatkan bercak merah
cherry(cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang timbul tanpa disertai
rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus mendadak biasanya
disebabkan oleh emboli
Oklusi Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
vena penglihatan hilang mendadak.
sentral Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan
retina masif pada ke 4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa
edema papil

Retinopati Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing – cotton wol spot-
Hipertensi hingga edema papil; copperwire; silverwire

Retinopati Mikroaneorisme, Hard Exudate, Daerah Hipoksia dan Iskemik (cotton wool
Diabetik spot); Neovaskularisasi (NVD, NVE); perdarahan bintik dan bercak; perdarahan
intraretinal
http://emedicine.medscape.com/article/798811

70. Angle-closure (acute) glaucoma


• The exit of the aqueous humor fluid is sud
• At least 2 symptoms:
– ocular pain
– nausea/vomiting
– history of intermittent blurring of vision with halos
• AND at least 3 signs:
– IOP greater than 21 mm Hg
– conjunctival injection
– corneal epithelial edema
– mid-dilated nonreactive pupil
– shallower chamber in the presence of occlusiondenly
blocked
http://emedicine.medscape.com/article/1206147

Open-angle (chronic) Glaucoma


• Most common type
• Chronic and progressive →
acquired loss of optic nerve
fibers
• Open anterior chamber
angles
• Visual field abnormalities
• An increase in eye pressure
occurs slowly over time →
pushes on the optic nerve
• Funduskopi: cupping and
atrophy of the optic disc
• Risk factors
– elevated intraocular pressure,
advanced age, black race, and
family history
Tatalaksana surgikal:
Laser Trabeculoplasty
• Trabekuloplasti merupakan prosedur laser
untuk memodifikasi jaringan trabekula
sehingga meningkatkan aliran keluar aqueous
humour.
• Terapi untuk glaukoma sudut terbuka
• Trabekulotomi: prosedur
untuk membuat jalan keluar Tatalaksana
alternative bagi aqueus
humor pada jaringan Surgikal
trabecular meshwork.
• Biasanya aqueous humor • Goniotomi merupakan
dialirkan melalui bawah prosedur seperti
lapisan konjungtiva (semacam trabekulotomi tetapi
“bleb” konjungtiva dekat membutuhkan lensa khusus
limbus), tanpa membuang untuk memperlihatkan
jaringan. struktur dalam mata
• Trabekulektomi mengangkat sehingga bisa membuat
sebagian jaringan trabekula bukaan pada jaringan
untuk membuat jalan keluar trabecular untuk membuat
aqueous humour jalan keluar bagi cairan
– Prosedur bedah non laser yang aqueous humour
dilakukan ketika TIO tidak lagi
bisa dikendalikan oleh obat-
obatan ataupun laser
trabekuloplasti
Tatalaksana Surgikal
• Irodotomi: membuat lubang dengan laser pada
iris sehingga aliran aqueous humour yang
terhambat akibat pupillary block dari COP bisa
mengalir ke COA.
• Laser pheripheral iridotomi dilakukan pada
glaukoma akut sudut tertutup walau TIO telah
diturunkan oleh obat-obatan, karena serangan
ulang bisa sewaktu-waktu terjadi
• Iridektomi: mengangkat sebagian jaringan iris
untuk bisa mengalirkan pupillary block

http://www.allaboutvision.com/conditions/glaucoma-surgery.htm
Neurologi
71. STROKE (CVA)
Stroke (WHO MONICA 1986)
Gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari
gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma ataupun infeksi.

Stroke Iskemik : disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang
menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami
oklusi. Oklusi dapat berupa trombus, emboli maupun tromboemboli

Stroke Hemorargik : disebabkan oleh perdarahan intraserebral maupun


subarakhnoid

Transcient Ischemic Attack : gangguan fungsional otak fokal maupun global akut
menghilang dengan sendirinya dalam waktu kurang dari 24 jam

Setyopranoto I. Stroke Gejala dan


Penatalaksanaan. CDK 2001;38(4)
Tanda dan Gejala Stroke (De Freitas et al 2009)
Siriraj Stroke skor
 Hemidefisit motorik
 Hemidefisit sensorik
 Penurunan kesadaran
 Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus
(XII) sentral
 Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan
berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi intelektual
(demensia)
 Buta separuh lapang pandang (hemianopsia)
 Defisit batang otak

Pemeriksaan radiologi untuk stroke :


- Stroke hemorargik
Ct- scan merupakan pemeriksaan yang dapat dipercaya untuk menegakkan
diagnosis perdarahan akut (terutama dalam seminggu pertama serangan stroke)

- Stroke iskemik
dalam satu jam pertama serangan stroke iskemik, hanya <50% infark yang dapat
terlihat  perlu diffusion weighted MRI
CT – Scan pada Stroke Iskemik
• Stadium Hiperakut (<12 • Acute : 12 – 24 jam
jam serangan) serangan
– Normal 50-60% – Low density basal
– Arteri hiperdense (dense ganglia
MCA sign) – Sulcal effacement
– Obstruksi pada nukleus • 1 – 3 hari setelah
lentiformis serangan
– Insular ribbon sign – Peningkatan massa
– Transformasi hemorargik
72. AFASIA
Afasia adalah gangguan berbahasa baik dalam memproduksi dan/atau memahami
bahasa

Tujuh komponen Wernicke-Geshwind Model • Stimulus auditif  sistem


audiktif  area auditif primer
di girus Hiscl (di kedua lobus
temporalis)  area auditif
primer di hemisfer yg dominan
 area asosiasi auditif
(Wernicke area)  informasi
diteruskan ke daerah enkoding
motorik (area Broca)
Afasia Global
Melibatkan seluruh daerah bahasa di fisura
Sylvii, pasien sama sekali tidak berbicara, atau
sepatah kata atau frasa yang diulang ulang,
artikulasi buruk, tidak bermakna

Afasia Broca (Lesi Frontal)


Pasien tidak bicara atau sedikit bicara,
memerlukan banyak usaha untuk
berbicara, miskin gramtik, menyisipkan,
mengimbuh huruf atau bunyi yg salah

Afasia Wenicke (Sensorik) – Lesi


Temporoparietal
Bicara terlalu banyak, kalimat yang
diucapkan tidak mempunyai arti

Afasia Transkortikal
73. Epilepsi
Epilepsi adalah suatu keadaan kronis, dimana terjadi kejang berulang yang muncul tiba –
tiba tanpa dicetuskan oleh sesuatu dan tidak dapat diprediksi
Diagnosis Epilepsi

•Dalam diagnosis epilepsi, tiga hal


yang perlu dilakukan adalah
menentukan apakah pasien epilepsi
atau tidak, jenis epilepsi, dan
menentukan sindrom epilepsi

•EEG  pemeriksaan utama untuk
menilai pasien dengan epilepsi
• Pemeriksaan radiologi kepala

Neurological disorders : public health challenges. World Health


Organization 2006
74. ERBS PALSY
Erb's palsy
• paralysis of the muscles in a
baby's arm, caused by injury of
the nerves in the shoulder at
birth (during delivery).
• The baby lies with one arm and
hand twisted backward and
does not move the arm as much
as the other.
• If the full range of motion of the
arm is not kept through regular
exercise, contractures will
develop .
Clinical features
At the shoulder :
– Loss of shoulder abduction and external rotation ( due to
paralysis of the deltoid , supra and infraspinatus and teres
minor muscles )
At the elbow :
– Loss of flexion of the elbow joint ( due to paralysis of the
biceps and brachialis )
At the forearm :
– Loss of supination of the forearm

• May be sensory loss on the outer aspects of the arm


and forearm both in the front and back .
75-76. Etiologi CVA

Faktor Resiko Stroke


Dapat dimodifikasi Tidak dapat dimodifikasi

Hipertensi Usia : usia > 65 tahun lebih sering mengalami stroke

Diabetes Mellitus Ras

Penyakit jantung koroner, atrial fibrilasi Jenis kelamin (laki – laki lebih sering terkena)

Gaya hidup sedenter, merokok, minum alkohol, Riwayat TIA dalam keluarga
obesitas
77. Iskemia Lobus Frontal
• Lobus frontalis dapat
dibagi menjadi 3
komponen utama :
– Korteks motorik primer
dan Korteks premotorik
 merencanakan dan
mengontrol gerakan Primary cortical fields and premotor and
prefrontal cortical areas
– Regio prefrontalis 
mengatur kognitif dan
perilaku
78. Nyeri Pinggang Bawah
Nyeri pinggang bawah merupakan keluhan yang sering ditemui dalam praktek sehari – hari
Terutama terjadi pada usia 20 – 40 tahun (usia reproduktif) dan keluhan dapat lebih berat
pada usia lanjut

Pekerjaan Beresiko tinggi LBP

Buruh , pemulung sampah, pengangkat barang, perawat dan pekerjaan – pekerjaan


yang terkait dengan aktivitas seperti mengangkat barang, membungkuk, berjinjit

Lehrich JR. Neurologic Approach to Diagnosis Low Back Pain. Contemporary Neurology Volume 1996, Number 5
Pemeriksaan LBP akut

Kernig test

Lasegue test
79. Trigeminal Neuralgia

Alodonia :
Terjadinya nyeri akibat rangsangan
stimulus yang umumnya tidak
menyebabkan nyeri
80. Efek Samping obat –obatan Kejang

Greenwood S. Adverse Effects of Antiepileptic Drugs. Epilepsia, 41(Suppl. 2):S42-S52, 2000


81. Neuralgia Trigeminal
82. HNP
• HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu : keluarnya
nucleus pulposus dari discus melalui robekan annulus
fibrosus keluar ke belakang/dorsal menekan medulla
spinalis atau mengarah ke dorsolateral menakan saraf
spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Gejala Klinis
• Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke
bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai
bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N.
Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang.
1. Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut,
kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler).
2. Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk,
mengangkat barang berat.
3. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1
(garis antara dua krista iliaka).
4. Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi
berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila
berbaring nyeri berkurang atauhilang.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan
• Motoris
– Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi
panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
– Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
• Sensoris
– Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
– Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.

• Tes-tes Khusus
1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
– Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.
2. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial
dari ibu jari kaki (L5).
3. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki
(L5), atau plantarfleksi (S1).
4. Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
5. Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
6. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan
indikasi untuk segera operasi.
7. Kadang-kadang terdapat anestesia di perincum, juga merupakan indikasi untuk
operasi.
8. Tes kernique
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan Penunjang
• Radiologi
– Foto X-ray tulang belakang. Pada penyakit diskus, foto ini normal
atau memperlihatkan perubahan degeneratif dengan
penyempitan sela invertebrata dan pembentukan osteofit.
– Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan
lokasi dari hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka
myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus.
– CT scan untuk melihat lokasi HNP
– Diagnosis ditegakan dengan MRI setinggi radiks yang dicurigai.
• EMG
– Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Tatalaksana
• Medikamentosa: anti nyeri NSAID/ opioid, muscle relaxant, transquilizer.
• Fisioterapi
– Tirah baring (bed rest) 3 – 6 minggu dan maksud bila anulus fibrosis masih
utuh (intact), sel bisa kembali ke tempat semula.
– Simptomatis dengan menggunakan analgetika, muscle relaxan trankuilizer.
– Kompres panas pada daerah nyeri atau sakit untuk meringankan nyeri.
– Bila setelah tirah baring masih nyeri, atau bila didapatkan kelainan neurologis,
indikasi operasi.
– Bila tidak ada kelainan neurologis, kerjakan fisioterapi, jangan mengangkat
benda berat, tidur dengan alas keras atau landasan papan.
– Fleksi lumbal
– Pemakaian korset lumbal untuk mencegah gerakan lumbal yang berlebihan.
– Jika gejala sembuh, aktifitas perlahan-lahan bertambah setelah beberapa hari
atau lebih dan pasien diobati sebagai kasus ringan.
• Operasi

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
83. Klasifikasi Nyeri
• Klasifikasi Nyeri - Nyeri secara esensial dapat
dibagi atas dua tipe yaitu nyeri adaptif dan nyeri
maladaptif.
• Nyeri adaptif berperan dalam proses survival
dengan melindungi organisme dari cedera atau
sebagai petanda adanya proses penyembuhan
dari cedera.
• Nyeri maladaptif terjadi jika ada proses patologis
pada sistem saraf atau akibat dari abnormalitas
respon sistem saraf. Kondisi ini merupakan suatu
penyakit (pain as a disease).
Woolf, C. J., 2004: Pain: Moving from Symptom Control toward Mechanism-Specific Pharmacologic Management,
Ann Intern Med; 140:441-451
Klasifikasi Nyeri
1. Nyeri Nosiseptif
• Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak menimbulkan
kerusakan jaringan.
• Pada umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi
khusus karena perlangsungannya yang singkat.
• Nyeri ini dapat timbul jika ada stimulus yang cukup
kuat sehingga akan menimbulkan kesadaran akan
adanya stimulus berbahaya, dan merupakan sensasi
fisiologis vital.
• Intensitas stimulus sebanding dengan intensitas nyeri.
• Contoh: nyeri pada operasi, nyeri akibat tusukan jarum,
dll.
Woolf, C. J., 2004: Pain: Moving from Symptom Control toward Mechanism-Specific Pharmacologic Management,
Ann Intern Med; 140:441-451
2. Nyeri Inflamatorik
• Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan atau lesi jaringan.
• Nyeri tipe II ini dapat terjadi akut dan kronik dan pasien
dengan tipe nyeri ini, paling banyak datang ke fasilitas
kesehatan.
• Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.

3. Nyeri Neuropatik
• Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem
saraf perifer
• Seperti pada neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia,
radikulopati lumbal, dll) atau sentral (seperti pada nyeri
pasca cedera medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri
pada sklerosis multipel).
Woolf, C. J., 2004: Pain: Moving from Symptom Control toward Mechanism-Specific Pharmacologic Management,
Ann Intern Med; 140:441-451
4. Nyeri Fungsional

• Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak


ditemukannya abnormalitas perifer dan defisit
neurologis.
• Nyeri disebabkan oleh respon abnormal sistem saraf
terutama hipersensitifitas aparatus sensorik.
• Beberapa kondisi umum memiliki gambaran nyeri tipe
ini yaitu fibromialgia, iritable bowel syndrome,
beberapa bentuk nyeri dada non-kardiak, dan nyeri
kepala tipe tegang.
• Tidak diketahui mengapa pada nyeri fungsional
susunan saraf menunjukkan sensitivitas abnormal atau
hiper-responsifitas
Woolf, C. J., 2004: Pain: Moving from Symptom Control toward Mechanism-Specific Pharmacologic Management,
Ann Intern Med; 140:441-451
84. Abses Serebri
• Infeksi supuratif fokal di dalam parenkim otak, diliputi oleh kapsul
bervaskular
• Faktor Predisposisi :
– Otiti media dan mastoiditis
– Sinusitis paranasal
– Infeksi pyogenik di torax atau bagian tubuh lainnya
– Trauma tembus kepala atau prosedur neurosurgery
– Infeksi dental
• Etiologi :
– Immunocompetent : Streptococcus spp. [anaerobic, aerobic, and
viridans (40%)], Enterobacteriaceae [Proteus spp., E. coli sp., Klebsiella
spp. (25%)], anaerobes [e.g., Bacteroides spp., Fusobacterium spp.
(30%)], and staphylococci (10%).
– Immunocompromised : HIV infection, organ transplantation, cancer,
or immunosuppressive therapy  Nocardia spp., Toxoplasma gondii,
Aspergillus spp., Candida spp., and C. neoforma
• Manifestasi klinis abses serebri bergantung dari lokasi abses,
lokasi fokus primer dan tingginya tekanan intrakranial

• Trias Klasik :
– Nyeri kepala : konstan, tumpul di sebelah atau seluruh kepala,
makin lama makin memberat
– Demam  muncul pada 50% pasien
– Defisit neurologis fokal  hemiparesis, aphasia, gangguan lapang
pandang, kejang
85. Inervasi Otot Ekstraokuler

Goetz, Christopher G. Textbook of clinical neurology. 3rd ed. Philadelphia:


Saunders; 2007.
Goetz, Christopher G. Textbook of clinical neurology. 3rd ed. Philadelphia:
Saunders; 2007.
PSKIATRI
86. Anorexia Nervosa

Fluoxetine (SSRI) : mengurangi gangguan makan, muntah serta depresi pada pada
pasien dengan anorexia nervosa
87 & 89. Drug Abuse
Zat Intoksikasi Withdrawal
Alkohol Cadel, inkoordinasi, unsteady gait, nistagmus, Hiperaktivitas otonom, tremor, insomnia,
gangguan memori/perhatian, stupor/koma mual/muntah, halusinasi, agitasi, ansietas,
kejang.

Heroin Euforia, analgesia, ngantuk, mual, muntah, napas Miosis/midriasis, mengantuk/koma, cadel,
pendek, konstipasi, midriasis, gangguan jiwa gangguan perhatian/memori

Kanabis/ganja Injeksi konjungtiva, peningkatan nafsu makan,


/marijuana mulut kering, takikardia

Kokain Taki/bradikardia, dilatasi pupil, Disforik mood, fatigue, mimpi buruk,


peningkatan/penurunan TD, insomnia/hipersomnia, peningkatan nafsu
perspirasi/menggigil, mual/muntah, turun BB, makan, agitasi/retardasi psikomotor
agitasi/retardasi psikomotor, kelemahan otot.
Depresi napas, nyeri dada, aritmia, bingung,
kejang, distonia, koma

Amfetamin Taki/bradikardia, dilatasi pupil, Disforik mood, fatigue, mimpi buruk,


peningkatan/penurunan TD, insomnia/hipersomnia, peningkatan nafsu
perspirasi/menggigil, mual/muntah, turun BB, makan, agitasi/retardasi psikomotor
agitasi/retardasi psikomotor, kelemahan otot.
Depresi napas, nyeri dada, aritmia

Benzodiazepin Cadel, inkoordinasi, gangguan berjalan, Hiperaktivitas otonom, tremor, insomnia,


nistagmus, gangguan perhatian/memori, mual/muntah, halusinasi
stupor/koma. visual/taktil/auditorik, agitasi psikomotor,
ansietas, bangkitan grand mal.
88. Ansietas
Diagnosis Karakteristik
Fobia Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau
situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit,
cedera, dan kematian.
Gangguan Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku
penyesuaian dalam waktu <3 bulan dari awitan stresor. Tidak
berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang lain.
Reaksi stres akut Gangguan yang muncul segera setelah stresor luar biasa.
Klinis: depresi, ansietas, marah, overaktif, penarikan diri.
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai perasaan akan
datangnya kejadian menakutkan. Tanda utama: serangan
panik yang tidak diduga tanpa adanya stimulus.
Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus disertai ketegangan motorik
menyeluruh (gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas
otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan
gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).

PPDGJ
90. Gangguan perilaku motorik
Keterangan
Echopraxia Meniru gerakan orang lain
Echolalia pengulangan kata
Paralalia pengulangan kata dari diri sendiri. gangguan bicara, yang mana
kata atau frase diulang secara cepat
Ekomimia peniruan mimic wajah. gangguan mental yang mana ucapan atau
tindakan tiruan dan berulang
Koprolalia pengucapan kata-kata jorok
91. Ganguan obsesif kompulsif
• merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya pengulangan
pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih
dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan.
• Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala – gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua – duanya, harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya 2 minggu berturut – turut.
• Gejala – gejala obsesif harus mencakup hal – hal berikut :
– Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
– Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada
lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
– Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi
kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak
dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas).
– Gagasan , bayangan pikiran atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang
tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).

Maslim R, Buku Saku Diagnosis gangguan


Jiwa Rujukan ringkas dari PPDGJ - III
The many clinical drug trials that have been conducted support the
hypothesis that dysregulation of serotonin is involved in the symptom
formation of obsessions and compulsions in the disorder
92. Defens Mechanism
93. Mekanisme Kerja Fenobarbital (Barbiturate)

Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:


• Inaktivasi kanal Na  menurunkan kemampuan syaraf untuk
menghantarkan muatan listrik
• Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat
Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik:
• agonis reseptor GABA  meningkatkan transmisi inhibitori dg
mengaktifkan kerja reseptor GABA  contoh: benzodiazepin, barbiturat
• menghambat GABA transaminase  konsentrasi GABA meningkat 
contoh: Vigabatrin
• menghambat GABA transporter  memperlama aksi GABA  contoh:
Tiagabin
• meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien 
mungkin dg menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikular pool 
contoh: Gabapentin
94. Gangguan Short term Memory

Gangguan Short term Seseorang lupa akan kejadian yang baru saja dialaminya,
Memory namun ingatan akan kejadian di masa lampau tidak
terganggu.
Dapat disebabkan oleh alcohol abuse, trauma kepala,
kekurangan oksigen di otak, kelainan jantung dll
Demensia Precox Merupakan demensia (gangguan kognitif yang terjadi pada
usia dini)
Deteriorasi kognitif berlangsung perlahan dan disertai
dengan gejala delusi maupun halusinasi
95. Gangguan Somatoform
Diagnosis Karakteristik
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1
seksual, 1 pseudoneurologis).
Hipokondriasis Keyakinan ada penyakit fisik.

Disfungsi otonomik Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat,


somatoform tremor, flushing.

Nyeri somatoform Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.

Gangguan Dismorfik Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya


Tubuh Jika memang ada kelainan fisik yang kecil,
perhatian pasien pada kelainan tersebut akan
dilebih-lebihkan

PPDGJ
96. Gangguan Somatoform
• Dalam DSM IV, gangguan somatoform meliputi:
– Gangguan somatisasi
– Gangguan konversi
– Hipokondriasis
– Gangguan dismorfik tubuh
– Gangguan nyeri somatoform

• Gangguan Dismorfik Tubuh


– ditandai oleh preokupasi adanya cacat pada tubuhnya hingga
menyebabkan penderitaan atau hendaya yang bermakna secara
klinis.
– Jika memang ada kelainan fisik yang kecil, perhatian pasien pada
kelainan tersebut akan dilebih-lebihkan.

Sadock BJ, Sadock VA. Somatoform disorders. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry. 10th ed.
Philadelphia: Lipincott William & Wilkins; 2007. p.634-51.
Gangguan Somatoform
Diagnosis Karakteristik
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1
seksual, 1 pseudoneurologis).
Hipokondriasis Keyakinan ada penyakit fisik.

Disfungsi otonomik Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat,


somatoform tremor, flushing.

Nyeri somatoform Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.

Gangguan Dismorfik Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya


Tubuh Jika memang ada kelainan fisik yang kecil,
perhatian pasien pada kelainan tersebut akan
dilebih-lebihkan

PPDGJ
DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for
Body Dysmorphic Disorder

A. Preokupasi terhadap kelainan yang tidak


nyata atau sedikit defek yang terlihat. Bila
terdapat sedikit anomali fisik yang terlihat, maka
pasien akan merasa khawatir atau
memperhatikan secara berlebihan
B. Preokupasi menyebabkan distres dan disfungsi
dalam sosial, pekerjaan dan bidang lainnya.

• Avoidance of social situations or anxiety in social situations, depression,


behaviors to modify appearance, etc.
Appearance Complaints in
Patients with BDD

Hair Nose Head


shape
Skin Eyes Body
build
Lips Chin Entire
face
Stomach Teeth Breasts
BDD?
Further Evaluation and Treatment
If BDD appears to be present:
A) referral for psychological/psychiatric evaluation
ask for evaluation of BDD, along with other possible co-
morbid conditions (e.g., depression, anxiety)
B) if any of these conditions are present, consider referral
for
psychological treatment (cognitive-behavioral therapy,
medications)
C) if BDD and other conditions ruled out, consider
treatment:
extensive pre-treatment briefings regarding
expectations of outcome
97. Methadone Treatment
Outcome Data: • Increased employment
• 8-10 fold reduction in • Improved physical and
death rate mental health
• Reduction of drug use • Reduced spread of HIV
• Reduction of criminal • Excellent retention
activity
• Engagement in socially
productive roles;
improved family and
social function
Methadone vs Heroin
• Can be taken by mouth • Long acting; prevents
• Slow onset of action withdrawal for 24-36 hours
• No continuing increase in (4x-6x as long as heroin),
tolerance levels after permitting once-a day-
optimal dose is reached; dosing
relatively constant dose • At sufficient dosage, blocks
over time euphoric effect of normal
• Patient on stable dose street doses of heroin
rarely experiences euphoric • Medically safe when used
or sedating effects; is able on long-term basis (10 years
to perceive pain and have or more)
emotional reactions; can
perform; can perform daily
tasks normally and safely
Starting dose
Titration
To achieve effective – dose increases should be
maintenance dose: no more than 5–10 mg
at a time
– eliminates withdrawal
symptoms for more than – the interval between
24 hours dose adjustments should
never be less than five
– blocks the euphoric days, but may need to
effects of opioids be longer due to the
– reduces or eliminates above risk factors
drug craving – patients should be seen
– does not induce excess frequently (at least
sedation weekly) during titration
phase
• Most patients will achieve stability on
maintenance doses of 60 to 120 mg daily
• Once a daily dose of 80 mg is reached further
dose increases should be made with caution,
not exceeding 10 mg every five to seven days
• Those who receive a dose of 40 mg a day or
less are five times more likely to drop out of
treatment
98. Gangguan Pengendalian Impuls

Diagnosis:
• Tidak dapat menahan suatu
perilaku yang membahayakan
bagi dirinya atau orang lain
• Penderita biasaya merasakan
adanya peningkatan intensitas
ketegangan sebelum melakukan
tindakan tersebut
• Pasien akan merasakan
kesenangan, kenikmatan, dan
kelegaan setelah melakukan
tindakan tersbut
• Dapat diikuti dengan perasaan
menyesal, atau merasa bersalah
99. Management
• Initial focus on airway and • When spontaneous
breathing ventilations are present,
• Administer IV naloxone give initial dose of 0.05mg
– Apneic pts and pts with and titrate upward every
extremely low RR should few minutes until RR >12.
be ventilated by bag- – The goal of naloxone is
valve mask attached to NOT a normal level of
O2 to reduce ALI. consciousness, but
• Apneic pts should adequate ventilation.
receive 0.2-1mg • In the absence of signs of
• Pts in opioid withdrawal, there is
cardiopulmonary no maximum safe dose; if
arrest should be clinical effect does not
given minimum of occur after 5-10mg,
2mg reconsider your diagnosis
100. Mental Retardation
• Three major criteria for mental retardation:
1) significant limitations in intellectual functioning,
2) significant limitations in adaptive functioning,
and
3) onset before age 18 years.

• Classification of MR based on IQ should be


tested
Mental Retardation
Diagnosis of Mental Retardation (continued)
• Mild mental retardation is the designation for
those with IQ scores between 50–55 and 70.
• People with mild mental retardation typically
have few, if any, physical impairments, generally
reach the sixth-grade level in academic
functioning, acquire vocational skills, and
typically live in the community with or without
special supports.
Copyright © Prentice Hall 2007
Mental Retardation
Diagnosis of Mental Retardation (continued)
• People with moderate mental retardation have IQs
between 35–40 and 50–55.
• They may have obvious physical abnormalities such
as the features of Down syndrome.
• Academic achievement generally reaches second-
grade level, work activities require close training
and supervision, and special supervision in families
or group homes is needed for living in the
community.
Copyright © Prentice Hall 2007
Mental Retardation
Diagnosis of Mental Retardation (continued)
• Severe mental retardation is defined by IQ
scores between 20–25 and 35–40.
• At this severity level, motor development
typically is abnormal, communicative speech
is sharply limited, and close supervision is
needed for community living.

Copyright © Prentice Hall 2007


Mental Retardation
Diagnosis of Mental Retardation (continued)
• Profound mental retardation is
characterized by an IQ below 20–25.
• Motor skills, communication, and self-care
are severely limited, and constant
supervision is required in the community or
in institutions.

Copyright © Prentice Hall 2007


American
Association on
Mental
Retardation
(AAMR)

http://pedsinreview.aappublications.org/content/27/6/204.full
ILMU PENYAKIT KULIT
101. Dermatitis Statis
• Salah satu jenis dermatitis sirkultorius
• Paling sering: dermatitis varikosum ec insufisiensi vena
• Gejala:
– Pruritus, edema pada kaki  hemosiderin keluar dari pemb.
Darah  bercak hiperpigmentasi dermatitis
– Bila infeksi sekunder  indurasi subkutan
– Dapat timbul ulkus
• Terapi
– Utk gangguan sirkulasi: elevasi tugkai dan
– pembalut elastis
– Lesi eksudatif: kompres PK 1/10.000
– Lesi kering: kortikosteroid topikal
– Infeksi sekunder: antibiotik sistemik
102. Herpes Simpleks
• Infeksi akut yang disebabkan oleh HSV yang ditandai dengan adalnya
vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa di
daerah dekat mukokutan
• Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi HSV tipe II di
daerah pinggang ke bawah terutama genital
• Gejala klinis:
– Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat menjadi
krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak terdapat indurasi, sering
disertai gejala sistemik
– Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan dalam keadaan
tidak aktif di ganglion dorsalis
– Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV yang
sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala klinis
• Pemeriksaan: ditemukan pada sel dan dibiak, antibodi, percobaan Tzanck
(ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear)
• Pengobatan: idoksuridin topikal (pada lesi dini), asiklovir
• Komplikasi: meningkatkan morbiditas/mortalitas pada janin dengan ibu
herpes genitalis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Indication Acyclovir Valacyclovir Famciclovir
First episode 400 mg tid OR 1000 mg bid 250 mg tid (for
200 mg 5 (for 7-10 d) 7-10 d)
times/d (for 7-
10 d)
Recurrent 400 mg tid (for 500 mg bid (for 1000 mg bid
3-5 d) OR 800 3 d) (for 1 d)
mg PO tid (for Tzank Smear
2 d)
Daily 400 mg bid 500 mg qd 250 mg bid
suppression or
1000 mg qd
(if >9
recurrences/y)

http://emedicine.medscape
.com/article/274874-
overview#aw2aab6b7
103. Reaksi Kusta
Reaksi Deskripsi
Pure neuritis leprosy Jenis lepra yang gejalanya berupa neuritis saja

Lepra Tuberkuloid Bentuk stabil dari lepra, lesi minimal, gejala lebih
ringan. Tipe yg termasuk TT (Tuberkuloid polar),
Ti ( Tuberkuloid indenfinite), BT (Borderline
Tuberkuloid)
Reaksi Reversal Lesi bertambah aktif (timbul lesi baru, lesi lama
menjadi kemerahan), +/- gejala neuritis. Umum
pada tipe PB
Eritema Nodusum Nodul Eritema, nyeri, tempat predileksi lengan
Leprosum dan tungkai, Umum pada MB
Fenomena Lucio Reaksi berat, eritematous, purpura, bula, nekrosis
serta ulserasi yg nyeri
104. Varicella Zoster

• Morfologi:
– Papul eritematosa  vesikel seperti tetesan embun 
krusta

• Pemeriksaan Penunjang
– Tzanck Test
 sel datia berinti banyak

• Terapi
– Bedak salisil 2% untuk mengurangi gatal
– Vesikel/ krusta: salep antibiotik
– Ulserasi: salep salisil 2%
– Bila erupsi < 24 jam: asiklovir 5 x 800 mg selama 7 hari
105. Herpes zoster
Herpes Zoster Lesi Kulit pada Herpes Zoster
• Penemuan utama dari PF: kemerahan
yang terdistribusi unilateral sesuai
dermatom
• Rash dapat berupa eritematosa,
makulopapular, vesikular, pustular, atau
krusta tergantung tahapan penyakit
• Terapi nyeri: Gabapentine oral/NSAID
topikal/Lidocaine topikal
• Anti-Viral (diberikan < 72 jam setelah
onset, atau pada
manula/imunokompromais)
– Acyclovir (5x800mg)
– Valgancyclovir, Famcyclovir
• Komplikasi
– Neuralgia pasca herpes, herpes zoster
oftalmika, sindrom Ramsay-Hunt
106. Pemeriksaan Penunjang untuk
Lesi Kulit

Pemeriksaan Diagnosis
Biopsi Kulit Leprae, pathologic diagnostic; skin cancer
Kultur kerokan Jamur dan infeksi bakteri
KOH Infeksi Jamur Kulit
Giemsa Infeksi Chylamdial atau virus
Lampu Wood Jamur pada kulit dan rambut
Pemeriksaan Lampu Wood
Warna Etiologi
Kuning Emas Tinea versicolor – M. fufur

Hijau Pucat Trichophyton schoenleini


Hijau Kekuningan Microsporum audouini or M.
(terang) Canis
Tosca - Biru Pseudomonas aeruginosa
Pink – Coral Porphyria Cutanea Tarda

Ash-Leaf-Shaped Tuberous Sclerosis


Putih Pucat Hypopigmentation
Coklat-Ungu Hyperpigmentation
Putih terang, Depigmentation, Vitiligo
Putih Kebiruan
Putih terang Albinism
Bluewhite Leprosy
Pemeriksaan KOH pada Tinea
KOH stain Gambaran Tinea
• gambaran hifa sebagai dua
The presence of spores and
branching hyphae garis sejajar terbagi oleh
sekat dan bercabang
maupun spora berderet
(artrospora) pada Tinea
(Dermatofitosis)
107. Uretritis Non GO
• Etiologi:
– Chlamydia trachomatis dan beberapa jenis bakteri
lainnya termasuk ureaplasma urealyticum,
mycoplasma, dan trichomonas
– gejala seperti pada GNO. GNO disebarkan secara
seksual terutama kontak seksual tanpa
perlindungan, seksual per oral, atau pun seksual
per anal.
• Gejala: menyerupai uretritis GO
• Pewarnaan Gram: Tidak dijumpai diplokokus
Uretritis Non GO
• Terapi:
– Azitromisin 1 g PO
– Doxisiklin
• Dosis : Awal : 200 mg/hari terbagi 2 kali sehari PO/IV
atau IV diberikan 1x/hari,
• Lanjut : dosis rumatan : 100 – 200 mg/ hari terbagi tiap
12 jam PO/IV
108. PITIRIASIS ROSEA
• Dermatitis eritroskuamosa yang disebabkan
oleh infeksi virus (self limiting disease)
• Dimulai dengan lesi inisial berbentuk eritema
berskuama halus dengan kolaret (herald
patch)
• Disusul oleh lesi yang lebih kecil di badan,
lengan dan paha atas, tersusun sesuai lipatan
kulit (inverted chrismas tree appearance)
• Th/ simptomatik
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 197
Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
Herald patch with collarette of scale at the margin

Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
109. Sifilis
• Etiologi: Treponema Pallidum, bakteri berbentuk spiral

• Gejala Klinis
– Stadium I: Ulkus durum
– Stadium II: Lesi sekunder di kulit (roseola sifilitika, korona
veneris, kondiloma lata, lekoderma sifilitika
– Stadium III: Gumma

• Laboratorium
– Mikroskop lapang pandang gelap, VDRL, TPHA

• Terapi
– Benzatin Penisilin 2,4 juta unit IM single dose
– Doxicycline 2 x 100 mg/hr PO, 4 minggu
– Eritromisin 4 x 500 mg/hari PO, 4 minggu
110. Tinea korporis
• Dermatofitosis pada kulit tubuh yang tidak berambut (glabrous
skin)
• Penyebabnya dermatofit: Microsporum, Trycophyton,
Epidermophyton
• Bentuk klinis:
– Lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama,
kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi, daerah tengah
biasanya lebih tenang
– Lesi pada umumnya bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain
– Bentuk lain:
• Tinea imbrikata: disebabkan oleh Trycophyton concentricum, dimulai dengan
bentuk papul berwarna coklat yang perlahan membesar, stratum korneum
terlapas dan melebar
• Tinea favosa: disertai kelainan pada rambut, biasanya dimulai di kepala sebagai
titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah kuning dan berkembang
menjadi krusta berbentuk cawan
• Terapi: griseofulvin (lini pertama), ketokonazol, itrakonazol,
terbinafin
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
111
112. Eritema Nodosum Leprosum
REAKSI LESI
Eritema nodosum -Pada tipe MB (BL,LL)
leprosum -Nodus eritema dan nyeri
-Predileksi : lengan dan tungkai
-Tidak terjadi perubahan tipe
Reaksi -Pada tipe borderline (Li,BL,BB,BT,Ti)
reversal/borderline/ -Terjadi perubahan tipe
upgrading - Lesi menjadi lebih aktif/timbul lesi baru
-Peradangan pada saraf dan kulit
-Pada pengobatan 6 bulan pertama
Fenomena lucio -Reaksi kusta yang sangat berat
-Pada tipe lepromatosa non-nodular difus
-Plak/infiltrat difus, merah muda, bentuk tidak teratur, nyeri
(+). Jika lebih berat dapat disertai purpura dan bula
-Dimulai dari ekstremitas lalu menyebar ke seluruh tubuh
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 82-83
• L

E.N.L

Lucio’s phenomenone

Reversal reaction of leprosy


113. Pemfigoid Bullosa
Kelainan Penjelasan
Pemfigus vulgaris Penyakit kulit autoimun berbula kronik, menyerang kulit
dan membran mukosa yang secara histologik ditandai
dengan bula intraepidermal akibat proses akantolisis dan
secara imunopatologik ditemukan antibodi terhadap
komponen desmosom pada permukaan keratinosit jenis
IgG, baik terikat maupun beredar dalam darah. Khas: bula
kendur, bila pecah menjadi krusta yang bertahan lama,
nikolsky sign (+)
Pemfigoid bulosa Perbedaan dengan pemfigus vulgaris: keadaan umum
baik, dinding bula tegang , bula subepidermal, terdapat
IgG linear
Pemphigus Vulgaris Pemphigus Vulgaris Bullous Pemphigoid

Pemphigus Foliceus
Cicatricial Pemphigoid
Paraneoplastic Pemphigus e.c
Castleman tumor
Cleared when the tumor removed
114. Dermatitis Statis
• Salah satu jenis dermatitis sirkultorius
• Paling sering: dermatitis varikosum ec insufisiensi vena
• Gejala:
– Pruritus, edema pada kaki  hemosiderin keluar dari pemb.
Darah  bercak hiperpigmentasi dermatitis
– Bila infeksi sekunder  indurasi subkutan
– Dapat timbul ulkus
• Terapi
– Utk gangguan sirkulasi: elevasi tugkai dan
– pembalut elastis
– Lesi eksudatif: kompres PK 1/10.000
– Lesi kering: kortikosteroid topikal
– Infeksi sekunder: antibiotik sistemik
115. Virulensi C. albicans
• Mannoprotein:
– Mempunyai sifat imunosupresif  mempertinggi
pertahanan jamur terhadap imunitas hospes  C.
albicans tidak hanya menempel, namun juga
melakukan penetrasi ke dalam mukosa.

• Enzim yang berperan sebagai faktor virulensi


– Enzim-enzim hidrolitik: proteinase, lipase dan
fosfolipase.
• Tjampakasari, CR. Karakteristik Candida albicans. Cermin Dunia Kedokteran. 2006; 151: 33-36
• Fuberlin. Candida albicans Patogenicity. [Cited 2012 Jan 22].
ILMU KESEHATAN ANAK
116. Sindrom Nefrotik
• Spektrum gejala yang ditandai dengan protein loss yang masif dari
ginjal
• Pada anak sindrom nefrotik mayoritas bersifat idiopatik, yang belum
diketahui patofisiologinya secara jelas, namun diperkirakan terdapat
keterlibatan sistem imunitas tubuh, terutama sel limfosit-T
• Gejala klasik: proteinuria, edema, hiperlipidemia, hipoalbuminemia
• Gejala lain : hipertensi, hematuria, dan penurunan fungsi ginjal
• Di bawah mikroskop: Minimal change nephrotic syndrome
(MCNS)/Nil Lesions/Nil Disease (lipoid nephrosis) merupakan
penyebab tersering dari sindrom nefrotik pada anak, mencakup
90% kasus di bawah 10 tahun dan >50% pd anak yg lbh tua.
• Terapi: kortikosteroid (prednison, prednisolon)

Lane JC. Pediatric nephrotic syndrome. http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview


Diagnosis
• Anamnesis : Bengkak di kedua kelopak mata,
perut, tungkai atau seluruh tubuh. Penurunan
jumlah urin. Urin dapat keruh/kemerahan
• Pemeriksaan Fisik : Edema palpebra, tungkai,
ascites, edema skrotum/labia. Terkadang
ditemukan hipertensi
• Pemeriksaan Penunjang : Proteinuria masif ≥ 2+,
rasio albumin kreatinin urin > 2, dapat disertai
hematuria. Hipoalbumin (<2.5g/dl),
hiperkolesterolemia (>200 mg/dl). Penurunan
fungsi ginjal dapat ditemukan.
Nefrotik vs Nefritik
117. Indicator of Successful Resuscitation

• A prompt increase in heart rate remains the most sensitive indicator of


resuscitation efficacy (LOE 55).
• Of the clinical assessments, auscultation of the heart is the most accurate,
with palpation of the umbilical cord less so.
• There is clear evidence that an increase in oxygenation and improvement
in color may take many minutes to achieve, even in uncompromised
babies.
• Furthermore, there is increasing evidence that exposure of the newly born
to hyperoxia is detrimental to many organs at a cellular and functional
level.
• For this reason color has been removed as an indicator of oxygenation or
resuscitation efficacy.
• Respirations, heart rate, and oxygenation should be reassessed
periodically, and coordinated chest compressions and ventilations should
continue until the spontaneous heart rate is 􏰖 60 per minute

Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
118. Bronkiolitis
• Infection (inflammation) at
bronchioli
• Bisa disebabkan oleh beberapa
jenis virus, yang paling sering
adalah respiratory syncytial
virus (RSV)
• Virus lainnya: influenza,
parainfluenza, dan
adenoviruses
• Predominantly < 2 years of age
(2-6 months)
• Difficult to differentiate with
pneumonia and asthma
Bronkhiolitis
Bronchiolitis
119. Paralisis Bahu
• Paralisis Bahu
– Paralisis Erb
• Erb-duchenne palsy
• Paralisis saraf perifer C5 dan C6 (bagian dari plexus brachialis
bagian atas/ brachial monoparesis)
• Manifestasi: kehilangan mobilitas lengan atas Posisi: lengan
adduksi dengan pronasi lengan bawah
• adducted and internally rotated, with the elbow extended, the
forearm pronated, the wrist flexed, and the hand in a fist.
• In the first hours of life, the hand also may appear flaccid, but
strength soon returns.
– Paralisis Klumpke
• Paralisis parsial dari pleksus brachialis bagian bawah C8-T1
• Manifestasi: paralisis lengan bawah dan tangan
• The infant with a nerve injury to the lower plexus (C8-T1) holds
the arm supinated, with the elbow bent and the wrist extended
because of the unopposed wrist extensors Erb’s Palsy
• hyperextension of MCP due to loss of hand intrinsics http://orthoinfo.aaos.org/figures/A00077F
01.jpg
• flexion of IP joints due to loss of hand intrinsics
• The infant with complete brachial plexus palsy (BPP; C5-T1)
typically lies in the nursery with the arm held limply at his/her side.
Leads to a flaccid arm, Involves both motor and sensory, Deep
tendon reflexes (DTRs) are absent, and the Moro response is
asymmetrical, with no active abduction of the ipsilateral arm.
120. Anemia: Absorption of Vitamin B12

• 2 mechanism

– Active (75%) – requires the presence of intrinsic


factor ( a glycoprotein produced by gastric
mucosa)
– Passive – absorption occurs by diffusion and works
when pharmacological doses of vitamin B12 are
ingested
Vitamin B12 in food

Stomach R-Binder

B12-R-Binder complex

Duodenum Intrinsic Factor (IF)

IF-B12 complex + Freed R-Binder

Receptor-IF-B12
TCII Epithelial cell of
Degradation IF Receptor terminal iIeum

B12-TCII

Circulation
PERIPHERAL BLOOD FINDINGS
1. Hemoglobin – decreased
2. Hematocrit – decreased
3. RBC count – decreased/normal
4. MCV - >100fl ( normal 82-98fl)
5. MCH –increased
6. MCHC – NORMAL
7. Reticulocytopenia.
8. Total WBC count – normal / low
9. Platelet count – normal/ low
10. Pancytopenia, especially if anaemia is severe.
PERIPHERAL SMEAR

• RBC:
• Macro ovalocytes (macrocytic normochromic)
• [ macrocytosis is the earliest sign in Vit B12 deficiency and
can be detected even before the onset of anaemia ]
• In severe anaemia in addition to macrocytosis, marked
anisopoikilocytosis, basophilic stippling, howell jolly
bodies, Cabot’s rings may be found
• Late or intermediate erythroblast with fine, open nuclear
chromatin (megaloblast) may be seen in peripheral blood
in severe anaemia
PERIPHERAL SMEAR
• WBC
– Normal count or reduced count
– Hypersegmented neutrophils is one of the earliest sign of
megaloblastic haematopoiesis and can be detected even
in the absence of anaemia (when more than 5% of
neutrophils show ≥ 5 lobes; 1% neutrophils with ≥ 6
lobes)

• PLATELETS:
– Normal or decreased (severe anaemia)
– Giant platelet can occur
Causes of Vit B12 deficiency

• Insufficient dietary intake (very rare)


– Strict vegetarians
• Deficient absorption
– Pernicious anaemia
– Total or partial gastrectomy
– Prolonged use of PPI or H2 blockers
– Diseases of small intestine
– Fish tapeworm infestation
MANAGEMENT OF B12 DEFICIENCY

When B12 deficiency is suspected a trial of B12 is


essential. Failure of response can only be determined
after careful follow-up over a period of several months,
particularly if the patient is non-anaemic.

Standard therapy for all cases of B12 deficiency is by


regular intramuscular injections of B12, usually in the
form of hydroxycobalamin. In patients with inadequate
dietary intake supplements may be given by mouth.
Underlying conditions should be managed separately.
121. Krisis tiroid
• Treatment includes reducing the
hyperthermia with a cooling blanket
and administering a beta blocker to
control the tachycardia,
hypertension, and autonomic
hyperfunction symptoms.
• Administer antithyroid medications
(high dose PTU or Methimazole) to
block further synthesis of thyroid
hormones (THs).
• Iodine may be given to block thyroid
hormone release after an antithyroid
medication is started.
• Hydrocortisone may be indicated for
relative adrenal insufficiency, and
therapy for heart failure includes
diuretics and digoxin.
• Electrolyte correction
Krisis Tiroid
122. Defisiensi Yodium
• Defisiensi yodium yang • Manifestasi klinis:
parah berpengaruh pada – Endemic goiter
sintesis hormon tiroid – Hipotiroid: fatigue, weight
dan/atau pembesaran gain, cold intolerance, dry
tiroid. skin, constipation, or
depression
• Spektrum Iodine – Kretinism
deficiency disorders
(IDDs): endemic goiter, – Retardasi mental
hypothyroidism, • Tx: yodium 150 mcg/day
cretinism, decreased (pd ps. Yg tdk hamil),
fertility rate, increased levotiroksin, radioactive
infant mortality, and iodine, bedah (jika
mental retardation kompresif)
Patofisiologi
• Saat pertama terjadi defisiensi iodium 
pembesaran tiroid sbg proses adaptif (goiter) 
benjolan difus lama kelamaan nodular 
beberapa nodul menjadi autonomous &
mensekresikan hormon tirod yg tidakbergantung
pada TSH.  hormon tiroid yg disekresikan oleh
kelenjar normal berkurang untuk menjaga
euthyroidism sedangkan kelenjar yang
autonomous bisa menyebabkan hyperthyroidism.
• Ketika defisiensi iodium semakin parah 
produksi hormon tiroid jauh berkurang  pasien
mengalami hipotiroid
• Recommended daily • defisiensi iodium postnatal
allowance (RDA) menurut pada bayi dan anak bisa
WHO: mengganggu perkembangan
– Adults and adolescents > 12 mental dan psikomotorik (
years - 150 mcg/day terutama kemampuan memori
– Pregnant women & Lactating dan bahasa)
women - 200 mcg/day • Retardasi mental yang
– Children aged 7-12 years - 120 disebabkan karena kekurangan
mcg/day iodium posnatal bisa bersifat
– Children aged 2-6 years – 90 reversible dengan terapi
mcg/day hormon tiroid.
– Infants – 50 mcg/day
• Retardasi mental karena
kekuraan iodium prenatal
bersifat ireversibel
123. Trauma Lahir Ekstrakranial

Kaput Suksedaneum Perdarahan Subgaleal


• Paling sering ditemui • Darah di bawah galea
• Tekanan serviks pada kulit aponeurosis
kepala • Pembengkakan kulit kepala,
• Akumulasi darah/serum ekimoses
subkutan, ekstraperiosteal • Mungkin meluas ke daerah
• TIDAK diperlukan terapi, periorbital dan leher
menghilang dalam • Seringkali berkaitan dengan
beberapa hari. trauma kepala (40%).
Trauma Lahir Ekstrakranial
Sefalhematoma
• Perdarahan sub periosteal akibat • Ukurannya bertambah sejalan
ruptur pembuluh darah antara dengan bertambahnya waktu
tengkorak dan periosteum • 5-18% berhubungan dengan fraktur
• Etiologi: partus lama/obstruksi, tengkorak g foto kepala
persalinan dengan ekstraksi vakum, • Umumnya menghilang dalam waktu
Benturan kepala janin dengan pelvis 2 – 8 minggu
• Paling umum terlihat di parietal • Komplikasi: ikterus, anemia
tetapi kadang-kadang terjadi pada • Kalsifikasi mungkin bertahan selama
tulang oksipital > 1 tahun.
• Tanda dan gejala: massa yang teraba • Catatan: Jangan mengaspirasi
agak keras dan berfluktuasi; pada sefalohematoma meskipun teraba
palpasi ditemukan kesan suatu kawah berfluktuasi
dangkal didalam tulang di bawah
massa; pembengkakan tidak meluas
melewati batas sutura yang terlibat
 Memantau  hematokrit
 Memantau  hiperbilirubinemia
 Mungkin  diperlukan  pemeriksaan  koagulopati  

Tabel 7 : Diagnosis banding trauma lahir ekstrakranial

L es i Pem ben gkakan ↑ s etelah M elin tas i ↑ ↑ ↑ kehilan gan


eksternal lahir garis sutura darah akut
Kaput
       lunak,  lekukan   tidak   ya   tidak
suksedaneum
Sefal  hematoma   padat,  tegang   ya   tidak   tidak
Hematoma     padat,  berair     ya   ya   ya
subgaleal

Trauma Intrakranial
Perdarahan Subdural
124. LANGKAH PEMBERIAN
NUTRISI
125.PNEUMONIA
• Inflammation of the parenchyma of the lungs

http://emedicine.medscape.com/article/967822
Klasifikasi berdasarkan predileksi
• Pneumonia lobaris
– pada satu lobus atau segmen
• Bronkopneumonia.
– Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru.
– Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
Sering pada bayi dan orang tua.
• Pneumonia interstisial
Pneumonia
• Tanda utama menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
• Signs and symptoms :
– Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
– Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)

Fast breathing (tachypnea)


Respiratory thresholds
Age Breaths/minute
< 2 months 60
2 - 12 months 50
1 - 5 years 40
Diagnosis Pneumonia (WHO)
PNEUMONIA
NO PNEUMONIA

SEVERE PNEUMONIA

VERY SEVERE PNEUMONIA


• No • Di • Batuk dan/atau dyspnea • Dalam keadaan
tachypnea, ditambah min salah satu:
no chest
samping yang sangat berat
batuk • Kepala terangguk-angguk dapat dijumpai:
indrawing
atau • Pernapasan cuping
hidung • Tidak dapat
kesulitan menyusu atau
• Tarikan dinding dada
bernapas, bagian bawah ke dalam minum/makan,
hanya • Foto dada menunjukkan atau
terdapat infiltrat luas, konsolidasi memuntahkan
napas • Selain itu bisa didapatkan semuanya
cepat pula tanda berikut ini:
• Kejang, letargis
saja. • takipnea
atau tidak
• Suara merintih (grunting)
pada bayi muda sadar
• Pada auskultasi • Sianosis
terdengar: crackles • Distres
(ronkii), Suara pernapasan
pernapasan menurun,
suara napas bronkial berat
126. Hipotiroid kongenital pada Anak

• Hipotiroid kongenital (kretinisme) ditandai produksi


hormon tiroid yang inadekuat pada neonatus
• Penyebab:
– Defek anatomis kelenjar tiroid atau jalur metabolisme hormon
tiroid
– Inborn error of metabolism
• Merupakan salah satu penyebab retardasi mental yang
dapat dicegah. Bila terdeteksi setelah usia 3 bulan, akan
terjadi penurunan IQ bermakna.
• Tata laksana tergantung penyebab. Sebaiknya diagnosis
etiologi ditegakkan sebelum usia 2 minggu dan normalisasi
hormon tiroid (levotiroksin)sebelum usia 3 minggu.

Postellon DC. Congenital hypothyroidism. http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview


Pathology: Congenital Hypotyroidism

http://php.med.unsw.edu.au/embryology
/index.php?title=File:Congenital_hypothyr
oidism.jpg

• Causes:
– Deficient production of thyroid
hormone
• Disgenesis congenital
Hypothyroidism
• Iodine deficiencyendemic goiter
– Defect in thyroid hormonal
receptor activity
• Most affected infants have few or no symptoms,
because their thyroid hormone level is only
slightly low. However, infants with severe
hypothyroidism often have a unique
appearance, including:
– Dull look
– Puffy face
– Thick tongue that sticks out
• This appearance usually develops as the disease
gets worse. The child may also have:
– Choking episodes
– Constipation
– Dry, brittle hair
– Jaundice
– Lack of muscle tone (floppy infant)
– Low hairline
– Poor feeding
– Short height (failure to thrive)
– Sleepiness
– Sluggishness

Neeonatal hypothyroidism. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002174/


Figure 3 Diagnostic algorithm for the detection of primary congenital hypothyroidism

Grüters, A. & Krude, H. (2011) Detection and treatment of congenital hypothyroidism


Nat. Rev. Endocrinol. doi:10.1038/nrendo.2011.160
127. Uji Tuberkulin
• Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB.
Reaksi berupa indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan
fibrin, dan akumulasi sel-sel inflamasi)
• Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT-
23 2TU, PPD S 5TU, PPD Biofarma
• Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar
lengan bawah. Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan
• Pengukuran (pembacaan hasil)
– Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya
– Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter
transversal.
– Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm
Uji Tuberkulin
• Hasil Positif • Pembacaan:
– Infeksi TB alamiah – Positif jika ≥ 10 mm, atau
– Imunisasi BCG ≥ 5 mm pada kondisi
– Infeksi mikobaterium imunosupresi
atipik

• Hasil Negatif
– Tidak ada infeksi TB
– Dalam masa inkubasi
infeksi TB
– Anergi
128. Dehidrasi pada anak dgn diare akut
Tatalaksana diare akut dehidrasi berat
129. Defisiensi vitamin A
• Vitamin A meliputi retinol, retinil • Konjungtiva normalnya memiliki
ester, retinal dan asam retinoat. sel goblet. Hilangnya/
Provitamin A adalah semua berkurangnya sel goblet secara
karotenoid yang memiliki drastis bisa ditemukan pada
aktivitas biologi β-karoten xerosis konjungtiva.
• Sumber vitamin A: hati, minyak • Gejala defisiensi:
ikan, susu & produk derivat, – Okular (xeroftalmia): rabun senja,
kuning telur, margarin, sayuran xerosis konjungtiva & kornea,
hijau, buah & sayuran kuning keratomalasia, bercak Bitot,
hiperkeratosis folikular, fotofobia
• Fungsi: penglihatan, diferensiasi – Retardasi mental, gangguan
sel, keratinisasi, kornifikasi, pertumbuhan, anemia,
metabolisme tulang, hiperkeratosis folikular di kulit
perkembangan plasenta,
pertumbuhan, spermatogenesis,
pembentukan mukus

Kliegman RM. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011


Xerophthalmia (Xo)
Stadium :
XN : night blindness (hemeralopia)
X1A : xerosis conjunctiva
X1B : xerosis conjunctiva (with bitot’s spot)
X2 : xerosis cornea
X3A : Ulcus cornea < 1/3
X3B : Ulcus cornea > 1/3, keratomalacea
XS : Corneal scar
XF : Xeroftalmia fundus
Therapy & Prevention
• Therapy :
- Day 1 : 100.000 IU im or 200.000 IU oral
- Day 2 : 100.000 IU im or 200.000 IU oral
- Day 14 / worsened / before discharge :
200.000 IU im / oral

• Prevention (every 6 months):


- < 6 months : 50.000 IU oral
- 6 – 12 months : 100.000 IU oral
- > 1 year : 200.000 IU oral
130. Derajat
Serangan Asma
Derajat Penyakit Asma
Parameter klinis,
kebutuhan obat, Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten
dan faal paru
Frekuensi serangan < 1x /bulan > 1x /bulan Sering
Hampir sepanjang tahun
Lama serangan < 1 minggu 1 minggu tidak ada remisi

Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam

Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu


Pemeriksaan fisis
Normal Mungkin terganggu Tidak pernah normal
di luar serangan
Obat pengendali Tidak perlu Perlu, steroid Perlu, steroid
Uji Faal paru PEF/FEV1 <60%
PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80%
(di luar serangan) Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru
>15% < 30% < 50%
(bila ada serangan)
Alur
Penatalaksanaan
Serangan Asma
131. INTOKSIKASI ASETAMINOFEN
O
Overdose!
O
H C UDP-glucuronosyl- H C
N CH 3 transferase N CH 3
Urine
<5%

Acetaminophen -
O C6H 8O6

OH O
O
H C
C CH 3
CytoP450 N CH 3 N

SG
O
OH
C Acetaminophen glutathione conjugate O SO3
-
N CH 3
Acetaminophen sulfate

NAPQI Binding to cellular proteins


leading to hepatic and renal
O
injury
N-acetylparabenzoquinoneimine
Organ Toxicity
• NAPQI-derived
– Liver – begins in zone 3 (centrilobular)
– Renal – Acute Tubular Necrosis
• Multiorgan failure
– Heart, kidney
• Poorly defined
– Brain
– Pancreas
Clinical evidence of toxicity
• Phase 1 – 0-24 hours
– Nausea, vomiting
• Phase 2 – 24-72 hours
– RUQ pain, elevated liver enzymes, prolonged PT
• Phase 3 – 72-96 hours
– Hepatic necrosis, encephalopathy, coagulopathy, ATN
• Phase 4 – 4 days- 2 weeks
– If damage is not irreversible, complete resolution of
hepatic dysfunction will occur
Toxic Dose
• Acute overdose is usually considered to be a
single ingestion
• Generally, 7.5 gm in an adult or 150 mg/kg in
a child are the lowest threshold capable of
toxicity
GI Decontamination

• Very rapid GI absorption • N-Acetylcysteine therapy


– Prevents toxicity by limiting
• Activated Charcoal (AC) NAPQI formation
– Increases capacity to detoxify
– Very early presentation formed NAPQI
– Don’t give AC to – Treatment instituted within 6
to 8 hours after an acute
unconscious patient ingestion
– Effective if administered in 1 – Late NAC therapy
• Decreased hepatotoxicity when
hour treatment begins 16-24 hours
post ingestion
– Co-ingestants – If IV NAC begun after onset of
– Adsorbs to NAC fulminant hepatic failure
decreased need for
vasopressors, and decreased
incidence of cerebral edema
and death
132. Scoliosis
• lateral curvature of the • Idiopathic Scoliosis:
spine >10˚ by Cobb method – Infantile (birth-3 years) 1%
• Causes: – Juvenile (4-9 years) 12-21%
– Idiopathic – Adolescent (10 years- end of
– congenital growth) 80-90%
– Secondary – 4 Forms
• Lumbar
– Neuromuscular • Thoracolumbar
– other • Thoracic
• Combined lumbar and thoracic
• Risk factors for progression
– Female gender
– Growth potential
– Curve magnitude
Adolescent idiopathic scoliosis
screening and investigations

• Adam’s forward bend test


• Radiographic examination
– AP & lat full length spine while standing
• MRI
– Useful if neurological deficits, neck stiffness or
headache
Adolescent idiopathic scoliosis
progression
Risser 0: no ossification of ileac crest apophysis
Risser 5: complete ossification

curve Risser Risser


0-1 2-4
<20˚ 22% chance 1.6%
of chance of
progressing progressing
at least 5 ˚ at least 5 ˚
20-29˚ 68% chance 28% chance
of of
progressing progressing
at least 5 ˚ at least 5 ˚
Adolescent idiopathic scoliosis
treatment

curve˚ Risser grade X-ray/refer treatment
10-19 0-1 Q6 mon/no observe
10-19 2-4 Q6 mon/no observe
20-29 0-1 Q6 mon/yes Brace if>25˚
20-29 2-4 Q6 mon/yes obs or brace
29-40 0-1 refer brace
29-40 2-4 refer brace
>40 0-4 refer surgery
133. Kejang demam
• Kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh di atas 38,4° C tanpa
adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit pada anak di atas usia 1 bulan
tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (ILAE, 1993)
• Umumnya berusia 6 bulan – 5 tahun
• Kejang demam sederhana (simpleks)
– Berlangsung singkat, tonik klonik, umum, tidak berulang dalam 24 jam
• Kejang demam kompleks
– Lama kejang > 15 menit
– Kejang fokal atau parsial menjadi umum
– Berulang dalam 24 jam
• Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk usia < 12 bulan dan dianjurkan
untuk usia 12-18 bulan
• Diagnosis banding: meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, APCD (pada
infant), epilepsi

Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI. 2006


Profilaksis
• Pada saat demam
– Parasetamol 10-15 mg/kg diberikan 4 kali/hari
– Diazepam oral 0,3 mg/kg setiap 8 jam, atau per rektal 0,5 mg/kg setiap
8 jam pada suhu >38,5:C
• Profilaksis jangka panjang: Fenobarbital 3-6 mg/kg/hari
atau asam valproat 15-40 mg/kg/hari  fenobarbital
biasanya tidak digunakan krn terkait ES autisme
• Yang dianjurkan pengobatan rumatan jangka panjang:
– Kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang
(paresis Tod’s, CP, hidrosefalus)
– Kejang lama > 15 menit
– Kejang fokal
134. Meningitis Tuberkulosis
• Mortalitas dan morbiditas • Stadium 1 (prodromal)
yang tinggi. – Demam, mual, apatis,
• Dapat menyerang semua iritabel, belum ada defisit
umur neurologi
• Insiden tertinggi : 6 bulan-6 • Stadium 2 (transisi)
tahun – Penurunan kesadaran
sampai sopor, tanda
• Infeksi campak, pertusis rangsang meningeal jelas,
dan trauma kepala sering paresis, paresis nervus
mendahului timbulnya kranial (III,IV,VI,VII), klonus,
meningitis tuberkulosis tuberkel di koroid.
• Stadium 3 (terminal)
– Koma, pupil tidak bereaksi,
hipertermia, pernapasan
tidak teatur.
– Terjadi jika pengobatan
terlambat/tidak adekuat
Infeksi SSP pada Anak. Setyo Handryastuti. Divisi Neurologi Anak FKUI - RSCM
Meningitis TB

Diagnosis Terapi
• Manifestasi klinis • Terapi suportif : IVFD, nutrisi,
antipiretik, antikonvulsan.
• Pemeriksaan CSS rutin
• Peningkatan tekanan intrakranial :
– Jernih dan ada pengendapan, manitol
santokrom, jumlah sel 200-
500/mm3, limfositer, protein • Kortikosteroid untuk menekan reaksi
meningkat dan glukosa rendah inflamasi selama 2-3 minggu
sampai <30 g/dl kemudian diturunkan bertahap
selama 1 minggu.
• Riwayat kontak dengan pasien • INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 9-12
TBC bulan
• Uji tuberkulin (+), anergi pada • Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari
36% pasien selama 9-12 bulan
• Foto toraks normal pada 43%, • Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari
selama 2 bulan
milier pada 23%, kalsifikasi
pada 10% kasus. • Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari
selama 2 bulan
• LED meningkat
Diagnosis diferensial infeksi SSP
Klinis/Lab. Ensefalitis Meningitis Mening.TBC Mening.viru Ensefalopati
bakterial s
Onset Akut Akut Kronik Akut Akut/kronik

Demam < 7 hari < 7 hari > 7 hari < 7 hari </> 7 hari/(-)

Kejang Umum/fo Umum Umum Umum Umum


kal
Penurunan Somnolen Apatis Variasi, apatis CM - Apatis Apatis -
kesadaran - sopor - sopor Somnolen
Paresis +/- +/- ++/- - -
Perbaikan Lambat Cepat Lambat Cepat Cepat/Lambat
kesadaran
Etiologi Tidak dpt ++/- TBC/riw. - Ekstra SSP
diidentifik kontak
asi
Terapi Simpt/ant Antibiotik Tuberkulostatik Simpt. Atasi penyakit
iviral primer
• Reticulocyte count normal:
0,5-2,5%

135. Anemia
Normositik
Normokrom
136. Kelainan metabolik bawaan
• Kelainan metabolik bawaan: Defek pada jalur
metabolisme yang disebabkan oleh mutasi gen yang
mengkode protein spesifik sehingga terjadi
perubahan struktur protein atau jumlah protein yang
disintesis
Contoh kelainan metabolisme asam amino
Kelainan Kelainan Manifestasi Klinis Temuan Lab Pendekatan terapi
metabolisme
yang terjadi
Metabolisme asam amino

Phenylketon Phenylalanine Retardasi mental, Konsentrasi Diet randah


uria hydroxylase (> mikrosefali fenilalanin plasma fenilalanin
(Autosomal 98%)
resesif) Defek
metabolisme
biopterin (< 2%)
Maple syrup Rantai cabang 3- Ensefalopati akut, Asam amino plasma Restriksi diet asam
urine disease keto acid asidosis metabolik, dan asam organik amino bercabang
(Autosomal dehydrogenase retardasi mental. urin
resesif) Dinitrophenylhydraz
ine untuk keton
Homocystinu Gangguan pertumbuhan, Diet rendah protein,
ria retardasi mental, vitamin B6
(HCU) peningkatan resiko CVD (pyridoxine)
dan stroke. Dislokasi
lensa mata, osteoporosis
Tyrosinemia, photophobia, nyeri dan Diet rendah tirosin
type II kemerahan karena dan fenilalanin;
keterlibatan kornea. vitamin B6
palmo-plantar (pyridoxine)
keratosis
Hyperphenilalaninemia
• presence of blood phenylalanine levels that exceed the limits of the upper
reference range
– Phenylketonuria (>20 mg/dL)
– Nonphenylketonuria (2-20 mg/dL)
• caused by defects in the gene that encodes the enzyme phenylalanine
hydroxylase, impairing the conversion of phenylalanine to tyrosine.
• Phenylketonuria:
– Symptoms: Fair skin and hair (impairment of melanin synthesis, this is the
most characteristic cutaneous manifestation of PKU); Eczema (including atopic
dermatitis), Light sensitivity, keratosis pilaris, Hair loss, Intellectual disability,
Musty or mousy odor, Epilepsy, Extrapyramidal manifestations
– Lab: bacterial inhibition assay (Guthrie test), immunoassays using fluorometric
or photometric detection, or amino acid measurement using tandem mass
spectrometry. Measurements done using spectometry determine the
concentration of Phe and the ratio of Phe to tyrosine, the ratio will be
elevated in PKU
– Hyperphenylalaninemia in blood, Phenylketon/ phenylpyruvic acid in urine
137. Dosis Obat
• Eritromisin dengan dosis 20-40mg/kgbb/hri. BB anak 11 kg. Dosis
diberikan tiap 6 jam. Sediaan syrup 200mg/5cc (60cc).
• Rentang dosis utk anak tsb/ hari:
– 20 x 11 s.d. 40x 11 = 220-440 mg/ hari
• Diberikan setiap 6 jam, berarti diberikan sekitar 55-110 mg/kali
• Sediaan syrup 200mg/5cc  membutuhkan sekitar 2,5 cc seriap
kali pemberian
• Pilihan yang tepat: S 4 d.d 6h 2,5cc
• 1 cth = 5 cc (teaspoon)
• 1 C = 15 cc (tablespoon)
• 1 C orig = sesuai dengan sendok dari pabrik pembuat obat tsb
138. Tatalaksana CP
Tujuan Terapi Cerebral Palsy
• Tujuan terapi pasien cerebral palsy adalah membantu pasien dan
keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas
serta penyesuaian emosional dan pendidikan sehingga penderita
sesedikit mungkin memerlukan pertolongan orang lain dan
diharapkan penderita bisa mandiri dalam melakukan aktivitas
kehidupannya di kemudian hari.
• Diperlukan tatalaksana terpadu/multi disipliner mengingat masalah
yang dihadapi sangat kompleks, dan merupakan suatu tim antara
dokter anak, dokter saraf, dokter jiwa, dokter mata, dokter THT,
dokter ortopedi, psikolog, rehabilitasi medik, pekerja sosial, guru
sekolah luar biasa dan orang tua penderita.
• Jenis rehabilitasi medik yang diperlukan pada CP: fisioterapi, terapi
wicara, okupasional (termasuk rekreasional di dalamnya), dan
ortotik protese
139. Rehabilitasi medik
• Rehabilitasi medik : ilmu pengetahuan
kedokteran yang mempelajari masalah atau
semua tindakan yang ditujukan untuk
mengurangi atau menghilangkan dampak
keadaan sakit, nyeri, cacat dan atau halangan
serta meningkatkan kemampuan pasien
mencapai integrasi sosial
PELAYANAN FISIOTERAPI
bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan
kepada individu dan atau kelompok untuk PELAYANAN TERAPI OKUPASI
mengembangkan, memelihara dan bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh kepada individu dan atau kelompok untuk
sepanjang daur kehidupan dengan mengembangkan, memelihara, memulihkan
menggunakan penanganan secara manual, fungsi dan atau mengupayakan
peningkatan gerak, peralatan (fisik, kompensasi/adaptasi untuk aktifitas seharti-
elektroterapeutis, dan mekanis), pelatihan hari (Activity Daily Living), produktivitas dan
fungsi dan komunikasi. Pelayanan ini waktu luang melalui pelatihan remediasi,
berkaitan langsung dengan penyakit pasien, stimulasi dan fasilitasi.
misalnya Chest physiotherapy pada anak
dengan bronkiektasis

PELAYANAN TERAPI WICARA


PELAYANAN ORTOTIS-PROSTETIS bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan
bentuk pelayanan keteknisian medik yang kepada individu dan atau kelompok untuk
ditujukan kepada individu untuk merancang, memulihkan dan mengupayakan
membuat dan mengepas alat bantu guna kompensasi/adaptasi fungsi komunikasi,
pemeliharaan dan pemulihan fungsi, atau bicara dan menelan dengan melalui pelatihan
pengganti anggota gerak. remediasi, stimulasi dan fasilitasi (fisik,
elektroterapeutis, dan mekanis)
140. Enterokolitis Nekrotikans

• sindrom nekrosis intestinal akut • Patogenesis EN masih belum


pada neonatus yang ditandai oleh sepenuhnya dimengerti dan
kerusakan intestinal berat akibat diduga multifaktorial.
gabungan jejas vaskular, mukosa, • Diperkirakan karena iskemia yang
dan metabolik (dan faktor lain berakibat pada kerusakan
yang belum diketahui) pada usus integritas usus.
yang imatur. • Pemberian minum secara enteral
• Enterokolitis nekrotikans hampir akan menjadi substrat untuk
selalu terjadi pada bayi prematur. proliferasi bakteri, diikuti oleh
• Insidens pada bayi dengan berat invasi mukosa usus yang telah
<1,5 kg sebesar 6-10%. rusak oleh bakteri yang
• Insidens meningkat dengan memproduksi gas  gas usus
semakin rendahnya usia gestasi. intramural yang dikenal sebagai
pneumatosis intestinalis 
mengalami progresivitas menjadi
nekrosis transmural atau gangren
usus  perforasi dan peritonitis.
Faktor risiko
• Prematuritas.
• Pemberian makan enteral. EN jarang ditemukan pada bayi
yang belum pernah diberi minum.
– Formula hyperosmolar dapat mengubah permeabilitas mukosa dan
mengakibatkan kerusakan mukosa.
– Pemberian ASI terbukti dapat menurunkan kejadian EN.
• Mikroorganisme patogen enteral. Patogen bakteri dan virus
yang diduga berperan adalah E. coli, Klebsiella, S. epidermidis,
Clostridium sp. , coronavirus dan rotavirus.
• Kejadian hipoksia/iskemia, misalnya asfiksia dan penyakit
jantung bawaan.
• Bayi dengan polisitemia, transfusi tukar, dan pertumbuhan
janin terhambat berisiko mengalami iskemia intestinal.
• Volume pemberian minum, waktu pemberian minum, dan
peningkatan minum enteral yang cepat.
Manifestasi klinis
Manifestasi sistemik Manifestasi pada abdomen
• Distres pernapasan • Distensi abdomen
• Eritema dinding abdomen atau
• Apnu dan atau bradikardia indurasi
• Letargi atau iritabilitas • Tinja berdarah, baik samar
maupun perdarahan saluran
• Instabilitas suhu cerna masif (hematokesia)
• Toleransi minum buruk • Residu lambung
• Muntah (bilier, darah, atau
• Hipotensi/syok, hipoperfusi keduanya)
• Asidosis • Ileus (berkurangnya atau
hilangnya bising usus)
• Oliguria
• Massa abdominal terlokalisir yang
• Manifestasi perdarahan persisten
• Asites
Pemeriksaan penunjang
• Darah perifer lengkap. Leukosit • Foto polos abdomen 2
bisa normal, meningkat (dengan posisi serial:
pergeseran ke kiri), atau menurun
dan dijumpai tombositopenia – Foto polos abdomen posisi
supine, dijumpai distribusi
• Kultur darah untuk bakteri aerob, usus abnormal, edema
anaerob, dan jamur dinding usus, posisi loop usus
• Tes darah samar persisten pada foto serial,
• Analisis gas darah, dapat dijumpai massa, pneumatosis
asidosis metabolik atau campuran intestinalis (tanda khas EN),
• Elektrolit darah, dapat dijumpai atau gas pada vena porta
ketidakseimbangan elektrolit, – Foto polos abdomen posisi
terutama hipo/ lateral dekubitus atau lateral
• hipernatremia dan hiperkalemia untuk mencari
pneumoperitoneum.
• Kultur tinja
Tata laksana umum untuk semua pasien EN:

• Puasa dan pemberian • Tes darah samar tiap 24 jam


nutrisi parenteral total. untuk memonitor
• Pasang sonde nasogastrik perdarahan gastrointestinal.
untuk dekompresi lambung. • Jaga keseimbangan cairan
• Pemantauan ketat: dan elektrolit. Pertahankan
– Tanda vital diuresis 1-3 mL/kg/hari.
– Lingkar perut (ukur setiap 12- • Periksa darah tepi lengkap
24 jam), diskolorasi abdomen dan elektrolit setiap 24 jam
• Lepas kateter umbilikal (bila sampai stabil.
ada). • Foto polos abdomen serial
• Antibiotik: ampisilin dan setiap 8-12 jam.
gentamisin ditambah • Konsultasi ke departemen
dengan metronidazole Bedah Anak.
Tata laksana khusus bergantung pada stadium
Enterokolitis nekrotikans Enterokolitis nekrotikans
stadium I stadium II dan III
• Tata laksana umum. • Tata laksana umum.
• Antibiotik selama 14 hari.
• Pemberian minum dapat • Puasa selama 2 minggu.
dimulai setelah 3 hari Pemberian minum dapat
dipuasakan dimulai 7-10 hari setelah
perbaikan radiologis
• Antibiotik dapat dihentikan pneumatosis.
setelah 3 hari pemberian • Ventilasi mekanik bila
dengan syarat kultur dibutuhkan.
negative dan terdapat • Jaga keseimbangan
hemodinamik. Pada EN
perbaikan klinis. stadium III sering dijumpai
hipotensi refrakter.
Tata laksana bedah
• Laparatomi eksplorasi dengan reseksi segmen
yang nekrosis dan enterostomi atau
anastomosis primer.
• Drainase peritoneal umumnya dilakukan pada
bayi dengan berat <1000 g dan kondisi tidak
stabil.
141. Ikterus Neonatorum
• Ikterus neonatorum: fisiologis vs non fisiologis.
• Ikterus fisiologis:
– Awitan terjadi setelah 24 jam
– Memuncak dalam 3-5 hari, menurun dalam 7 hari (pada NCB)
– Ikterus fisiologis berlebihan → ketika bilirubin serum puncak adalah 7-15
mg/dl pada NCB
• Ikterus non fisiologis:
– Awitan terjadi sebelum usia 24 jam
– Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam
– Tingkat cutoff > 15 mg/dl pada NCB
– Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB
– Tanda penyakit lain
• Gangguan obstruktif menyebabkan hiperbilirubinemia direk. Ditandai
bilirubin direk > 1 mg/dl jika bil tot <5 mg/dl atau bil direk >20% dr total
bilirubin. Penyebab: kolestasis, atresia bilier, kista duktus koledokus.

Indrasanto E. Hiperbilirubinemia pada neonatus.


Kolestatis

Bilirubin Bilirubin Direk Larut air: dibuang lewat ginjal


indirek

OBSTRUKSI

Urin warna
teh

Feses warna
Tidak ada bilirubin direk yg menuju usus
Dempul
Kolestasis (Cholestatic Liver Disease)
• Definisi : Keadaan bilirubin direk > 1 mg/dl bila bilirubin total < 5
mg/dl, atau bilirubin direk >20% dari bilirubin total bila kadar
bil.total >5 mg/dl
• Kolestasis : Hepatoselular (Sindrom hepatitis neonatal) vs Obstruktif
(Kolestasis ekstrahepatik)
• Sign and Symptom : Jaundice, dark urine and pale stools,
nonspecific poor feeding and sleep disturbances, bleeding and
bruising, seizures
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
142. KANKER SERVIKS
• Keganasan pada serviks Faktor Risiko :
• Perubahan sel dari normal – •Human papillomavirus
pre kanker (displasia) - infection (HPV) – faktor utama -
kanker 50% disebabkan oleh HPV 16 &
18
• Insidens : usia 40-60 tahun •Multipartner
•Merokok
•Riwayat penyakit menular
seksual
•Berhubungan seks pertama
pada usia muda
•Kontrasepsi oral
•Multiparitas
•Status ekonomi sosial rendah
•Riwayat Keluarga
Kanker Serviks
Tanda dan Gejala Diagnosis
• IVA
• Perdarahan pervaginam • Sitologi servikal (Pap Test)
• Perdarahan menstruasi • Kolposkopi
lebih lama dan lebih • Biopsi serviks
banyak dari biasanya
• Perdarahan post
menopause atau
keputihan >>
• Perdarahan post koitus
• Nyeri saat berhubungan
• Keputihan (terutama
berbau busuk + darah)
• Massa pada serviks,
mudah berdarah

Gynecology Illustrated.; http://www.aafp.org


Staging Kanker Serviks (IIIA)
143. PCOS
• Etiologi
– hiperandrogenisme dan resistensi terhadap insulin
• Tiga kriteria diagnosa yaitu:
– Oligoamenorrhoea atau anovulasi
– Gejala hiperandrogen baik secara klinik maupun biokimia
– Adanya gambaran morfologi ovarium yang polikistik dengan USG
• Gejala PCOS
– Gangguan siklus haid yaitu siklus haid jarang dan tidak teratur
– Gangguan kesuburan dimana yang bersangkutan menjadi sulit hamil
(subfertile)
– Tumbuh bulu yang berlebihan dimuka, dada, perut, anggota badan
dan rambut mudah rontok (hirsutisme)
– Banyak jerawat
– kegemukan (obesitas)
– Pada USG ditemukan banyak kista di ovarium
PCOS: Terapi
• Sasaran pengelolaan
– Mengatur siklus haid agar kembali teratur
– Memperbaiki kesuburan
– Menghilangkan gejala hirsutism dan jerawat
– Mengendalikan obesitas
– Menurunkan kadar insulin darah
– Mencegah komplikasi jangka panjang
• tatalaksana
– Pola hidup sehat dengan diet, olahraga teratur untuk kendalikan
berat badan (obesitas) dan tidak merokok
– Obat2an/medikamentosa
• Untuk melancarkan haid : dengan pil KB. PIl KB juga dapat mengurangi
resiko perdarahan abnormal dan kanker rahim
• Untuk memicu ovulasi : dengan Clomiphene citrate dan FSH
• Untuk menghilangkan hirsutism dan jerawat : dengan pil KB
(Cyproterone acetate), Spironolactone dan flutamide
• Untuk menurunkan insulin darah : dengan Metformin
144. TORCH
• Infeksi TORCH • Bayi yang dicurigai
– T=toxoplasmosis terinfeksi TORCH
– O=other (syphilis) – Bayi dengan IUGR
– R=rubella – Trombositopenia
– C=cytomegalovirus – Ruam abnormal
(CMV) – Riwayat ibu sakit saat
hamil
– H=herpes simplex (HSV)
– Adanya gejala klasik
infeksi
Toksoplasma
• Etiologi: Toxoplasma gondi, penyebaran terutama dari feses hewan

• Gejala dan Tanda:


– Tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang
disertai gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan
umumnya tidak menimbulkan masalah.
– Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus
spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan.
pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata
dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dn ensefalitis.

• Diagnosis
– Gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik).
– Pemeriksaan laboratorium: Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-
Toxoplasma IgG.

• Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu
sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya
pada trimester pertama, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi
Toxoplasma.

Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikut-


pencegahannya
145. Kondiloma akuminata
• Disebabkan oleh HPV
• Berbetuk seperti kembang kol/jengger ayam dengan
ditengahnya jaringan ikat dan ditutup terutama dibagian atas
oleh epitel hiperkeratosis
• Leukoria (+)
• Lokasi : vulva, perineum, perianal, vagina dan serviks uteri
• Terapi :- larutan 10% podofilin (uk.kecil)
- kauterisasi (kondiloma yg luas)
146. Prolaps Uteri
• Prolaps uteri adalah penurunan uterus dari
posisi anatomis yang seharusnya.
• Insidens prolaps uteri meningkat dengan
bertambahnya usia.
• Manifestasi klinis yang sering didapatkan
adalah keluarnya massa dari vagina dan
adanya gangguan buang air kecil hingga
disertai hidronefrosis
PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012

147. PELVIC INFLAMMATORY DISEASE


• Infeksi pada traktus genital atas wanita yang melibatkan
kombinasi antara uterus, ovarium, tuba falopi, peritonium
pelvis, atau jaringan penunjangnya.
• PID terutama terjadi karena ascending infection dari traktus
genital bawah ke atas
• Patogen: Dapat berupa penyakit akibat hubungan seksual atau
endogen (Tersering: N. Gonorrhea & Chlamydia Trachomatis)
• Faktor Risiko:
 Kontak seksual
 Riwayat penyakit menular seksual
 Multiple sexual partners
 IUD
PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012
Pelvic Inflammatory Disease

http://depts.washington.edu/handbook/syndromesFemale/ch8_pid.html
Sexually active woman presenting with abnormal vaginal
discharge, lower abdominal pain, OR dyspareunia

Uterine tenderness, OR
Adnexal tenderness, OR
Cervical motion tenderness on pelvic exam?

YES NO

1) Perform NAAT for gonorrhea and chlamydia


2) Perform pregnancy testing See Vaginal Discharge algorithm,
3) Perform vaginal microscopy if available consider other organic causes
4) Offer HIV testing

Empiric treatment for PID* if no other organic


cause found (e.g. ectopic pregnancy, appendicitis)

Signs of severe illness (i.e. high fever, nausea/vomiting), OR


Surgical emergency (e.g. appendicitis) not excluded, OR
Suspected to have a tubo-ovarian abscess, OR
Unable to tolerate or already failed oral antibiotics, OR
Pregnant?

YES NO

Inpatient PID treatment: Outpatient PID treatment:


Cefotetan 2g IV Q12 hours OR Ceftriaxone 250mg IM x 1 dose PLUS
Cefoxitin 2g IV Q6 hours, PLUS Doxycycline 100mg PO BID x 14 days,** WITH OR WITHOUT
Doxycycline 100mg PO/IV Q12 hours** Metronidazole 500mg PO BID x 14 days***
(other regimens available****) OR
Cefoxitin 2g IM x 1 dose and Probenecid 1g PO x 1dose together PLUS
Doxycycline 100mg PO BID X 14 days,** WITH OR WITHOUT
Metronidazole 500mg PO BID x 14 days***
(other regimens available****)

1) Hospitalize 24-48 hours to ensure response to treatment Response to treatment


2) Discharge on oral antibiotics to complete 14 day course 72 hours later?

NO YES

See Inpatient treatment Continue treatment for 14 days


http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
PID - Pengobatan

• Harus berspektrum luas


• Semua regimen harus efektif melawan N. gonorrhoeae dan C. trachomatis
karena hasil skrining endoserviks yang negatif tidak menyingkirkan infeksi
saluran reproduksi atas
• Rawat jalan atau rawat inap bergantung pada:
 Adanya emergensi (contoh; apendisitis)
 Pasien hamil
 Pasien tidak berespon baik terhadap antibiotik oral
 Pasien tidak memungkinkan untuk menoleransi antibiotik oral
 Pasien memiliki penyakit berat, mual-muntah, demam tinggi
 Pasien memiliki abses tubo-ovarian

http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
148. Hipertensi Dalam Kehamilan
• Obat pilihan pertama: alfa metildopa, labetolol,
metoprolol

• obat pilihan kedua: Calcium Channel blocker


seperti nifedipin (oral) atau isradipine

• Kontraindikasi: ACE inhibitor, ARB dan inhibitor


renin
– Bersifat toksik terhadap fetus terutama pada trimester
kedua dan ketiga.
149. Antasida dan Kehamilan
• Antasida, sucralfat, PPI, dan ranitidin masuk
kedalam golongan B di kategori kehamilan
• Misoprostol
– Digunakan untuk mengobati ulkus lambung akibat
penggunaan obat-obatan NSAID
– Menyebabkan kontraksi rahim sehingga
menginduksi terjadinya abortus
150. Faringitis Pada Kehamilan
• Etiologi
– virus, termasuk virus penyebab common cold, flu,
adenovirus, mononukleosis atau HIV
– Bakteri: streptokokus grup A, korinebakterium,
arkanobakterium,Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia
pneumoniae.
• Gejala & Tanda
– Nyeri tenggorokan dan nyeri menelan, faring hiperemis
• Terapi
– Analgetik
– Antibiotik (bakteri) golongan penisilin atau makrolida
151. Inkontinensia Uri pada Multiparitas

• Kehamilan dan persalinan akan menyebabkan


dasar panggul diregangkan  kelainan letak
vesika dan dapat juga cedera otot-otot sekitar
dasar vesika dan leher vesika
• Pada multiparitas: trauma berulang
• Stress inkontinensia Urin: keluarnya urin yang
tidak terkontrol, terjadi bila tanpa suatu
kontraksi detrusor, tekanan intravesikal
melebihi tekanan uretral maksimum
152. Taeniasis pada Kehamilan
• Etiologi
– Taenia saginata, Taenia solium dan Taenia asiatica
• Gejala & Tanda
– rasa tidak enak pada lambung, nausea (mual), badan
lemah, berat badan menurun, nafsu makan menurun, sakit
kepala, konstipasi (sukar buang air besar), pusing, diare,
dan pruiritus ani (gatal pada lubang pelepasan).
– Pemeriksaan darah tepi (hitung jenis) terjadi peningkatan
eosinofil (eosinofilia)
• Terapi
– Niklosamid, mebendazol, albendazol, dan prazikuantel
– Niklosamida aman digunakan pada ibu hamil
153. DM pada Kehamilan
• Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:
– Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang
timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah
melahirkan.
– Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai
sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil.
– Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan
komplikasi penyakit pembuluh darah seperti
retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah
panggul dan pembuluh darah perifer.
DM pada Kehamilan
• Kriteria Diagnosis:
– Gejala klasik DM + gula darah sewaktu 200 mg/dl.
Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan
sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu
makan terakhir. Atau
– Kadar gula darah puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan
pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8
jam. Atau:
– Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO
dilakukan dengan Standard WHO, menggunakan
beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa
anhidrus yang dilarutkan dalam air.
Terapi
• Insulin adalah pilihan hipoglikemik selama
kehamilan karena mempunyai catatan
keamanan yang tidak dapat dipungkiri lagi
baik bagi ibu maupun janinnya.
• Obat hipoglikemik oral tidak dianjurkan karena
gagal mengontrol hiperglikemia dan potensial
menyebabkan hipoglikemik pada empat
minggu pertama kelahiran.
154. Infeksi Saluran Kemih pada Kehamilan

• Merupakan kasus infeksi bakterial tersering pada


kehamilan.
• Perubahan fisiologis kehamilan menyebabkan
meningkatnya risiko stasis urin dan refluks vesikoureteral.
Dengan ukuran uretra yang pendek dan perut membesar
memberikan tantangan tersendiri pada higiene dan
sanitasi.
• Prinsip tatalaksana ISK pada kehamilan: pemberian
antibiotik, rehidrasi, rawat inap bila terdapat komplikasi.
• Tatalaksana ISK: higiene sanitasi pada saat sehabis buang
air kecil, antibiotik (ampisilin 4x500mg, nitrofurantoin
2x100 mg, sulfisoxazole 4x1 gram, selama 10-14 hari)
155.Tafsiran persalinan
• Untuk menentukan usia kehamilan dapat
digunakan rumus Naegele(siklus haid 28 hr)
sebagai berikut :
• Tanggal ditambah 7
• Bulan dikurang 3
• Tahun ditambah 1
• Keterangan : (1 bulan = 30 hari)
156. Plasenta Previa
• Perdarahan awal ringan, perdarahan ulangan lebih berat sampai
syok,umumnya perdarahan awal terjadi pada 33 minggu. Pada
perdarahan <32 minggu waspada infeksi traktus uri &
vaginitis, servisitis
• Klasifikasi:
• Plasenta letak rendah : plasenta pada segmen bawah uterus
dengan tepi tidak mencapai ostium internum.
• Plasenta previa marginalis: tepi plasenta letak rendahmencapai
ostium internum tetapi tidak menutupi ostiuminternum
• Plasenta previa partialis: plasenta menutupi sebagianostium
internum
• Plasenta previa totalis (komplit): plasenta menutupiseluruh
ostium internum
Posisi Plasenta Pada Kehamilan
• A. Placenta Normal
• B. Placenta Previa
• C. Placenta Akreta
• D. Solusio Plasenta
Masam-macam:
- PP totalis
- PP lateralis
- PP marginal
- PP letak rendah
157. Caput Succedaneum dan Cephal Hematoma

Caput Succedaneum Cephal Hematoma


• Edema kulit kepala anak akibat • perdarahan subperiosteal
tekanan dari jalan lahir
akibat kerusakan jaringan
• Pembengkakan difus, kadang-
kadang bersifat ekimotik atau poriesteum karena tarikan
edematosa, pada jaringan lunak atau tekanan jalan lahir.
kulit kepala, yang mengenai bagian • Tidak pernah melampaui batas
kepala terbawah, yang terjadi pada
kelahiran verteks. sutura garis tengah
• Karena tekanan ini vena tertutup, • Dua jenis
tekanan dalam vena kapiler
meninggi hingga cairan masuk ke – Subgaleal  dpt terjadi anemia
dalam jaringan longgar dibawah dan syok
lingkaran tekanan dan pada tempat – Subperiosteal
yang terendah.
• Sering diakibatkan oleh tarikan
• Merupakan benjolan yang difus,
dan melampaui sutura garis tengah. vakum
158. Mioma Geburt
• Mioma submukosa pedinkulata: jenis mioma
submukosa yang mempunyai tangkai.
• Dapat keluar dari rongga rahim ke vagina
melalui saluran servik: mioma geburt atau
mioma yang dilahirkan
159. Persalinan dengan Vakum
INDIKASI KONTRA INDIKASI
• Kelelahan ibu • Ibu: dengan resiko tinggi rupture
uteri
• Partus tak maju • Kondisi ibu tidak boleh mengejan
• Gawat janin yang ringan • Panggul sempit (disproporsi
• Toksemia gravidarum kepala panggul)
• Janin: letak lintang, presentasi
• Rupture uteri iminens muka, presentasi bokong,
• Ibu: memperpendek persalinan preterm, kepala janin menyusul
kala II, penyakit jantung
kompensasi, penyakit fibrotik.
• Janin: adanya gawat janin
• Waktu: kala persalinan lama
Syarat Persalinan Dengan Vakum
• Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
• Presentasi kepala
• Cukup bulan (tidak premature)
• Tidak ada kesempitan panggul
• Anak hidup dan tidak gawat janin
• Penurunan hodge II/III
• Kontraksi baik
• Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan

• Komplikasi: perdarahan intrakranial, edema skalp, sefalhematoma,


aberasi, dan laserasi kulit kepala pada janin, laserasi perineum,
laserasi anal, maupun laserasi jalan lahir pada ibu
160. Endometriosis

• Endometriosis didefinisikan sebagai implantasi mukosa


endometrium di luar kavum uteri.
• Sekitar 30-40% perempuan dengan endometriosis
memiliki masalah terhadap fertilitas.
• Mukosa tersebut juga mengikuti fluktuasi hormonal
seperti mukosa endometrium. Aktivitas mukosa
tersebut menghasilkan pelepasan sitokin dan
prostaglandin yang menyebabkan proses peradangan
yang ditandai neovaskularisasi dan fibrosis yang
mengakibatkan kerusakan jaringan lain.
Manifestasi Klinis Endometriosis
• Gejala endometriosis dapat bervariasi tergantung di mana
letak mukosa tersebut berada. Gejala yang umum dijumpai
adalah: dismenorea, perdarahan yang masif dan ireguler,
nyeri panggul, nyeri perut bawah atau punggung,
dispareunia, dischezia, kembung, mual, muntah, nyeri di
daerah inguinal, disuria, nyeri pada saat aktivitas.
• Nyeri yang terjadi bersifat progresif, bersifat siklik (pada
saat menstruasi)
• Komplikasi: peritonitis
• Terapi: Pil kontrasepsi kombinasi, progestasional agents,
analog GnRH, danazol, medroksi progeteron asetat, bedah
(konservatif, semikonservatif, radikal)
161. Anemia pada Kehamilan
• Anemia adalah suatu kondisi di mana terdapat
kekurangan sel darah merah atau hemoglobin.
• Diagnosis ditegakkan dengan kadar Hb < 11
gram/dL (trimester I dan III) atau < 10,5 gram/dL
(pada trimester II)
• Faktor predisposisi
– Diet rendah zat besi, B12, dan asam folat
– Kelainan gastrointestinal
– Penyakit kronis
– Adanya riwayat keluarga
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan dasar dan Rujukan
Tatalaksana Anemia
• Tatalaksana umum anemia
– Lakukan pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat morfologi sel
darah merah.
– Bila fasilitas tidak tersedia berikan tablet 60 mg besi elemental dan
250 µg asam folat, 3 kali sehari evaluasi 90 hari

• Tatalaksana khusus anemia


– Bila terdapat pemeriksaan apusan darah tepi, lakukan pengobatan
sesuai hasil apusan darah tepi.
– Anemia defisiensi besi (hipokromik mikrositer): 180 mg besi elemental
per hari
– Anemia defisiensi asam folat dan vitamin B12: asam folat 1 x 2 mg,
dan vitamin B12 1 x 250-1000µg
– Transfusi dilakukan bila Hb < 7 g/dL atau hematokrit < 20% atau Hb > 7
g/dL dengan gejala klinis pusing, pandangan berkunang-kunang atau
takikardia
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan dasar dan Rujukan
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
DAN FORENSIK
162. Cross Sectional
• Studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi
maupun hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian)
dengan cara mengamati status paparan, penyakit atau
karakteristik terkait kesehatan lainnya
• Status paparan dan penyakit diukur pada saat yang sama.
• Data yang dihasilkan adalah data prevalensi, maka disebut
juga survei prevalensi.
• Studi potong lintang pada dasarnya adalah survei

optimized by optima
Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
163. Aborsi
• Ada 3 aturan aborsi di Indonesia yang berlaku hingga saat ini yaitu :
• Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP) yang menjelaskan dengan alasan
apapun, aborsi adalah tindakan melanggar hukum. Sampai saat ini
masih diterapkan.
• Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
• Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang
menuliskan dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis
tertentu (aborsi).
• Aborsi itu sudah jelas-jelas tidak dizinkan oleh etika kedokteran,
kecuali atas indikasi medis seperti gangguan mental, perkosaan,
bayi cacat/kelainan bawaan, sosial
UU Kesehatan Pasal 75
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita
penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak
dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar
kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan.
3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan
diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor
yang kompeten dan berwenang.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
UU Kesehatan Pasal 76
1. Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu
dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali
dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan
dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang
ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat
yang ditetapkan oleh Menteri.
164. Promosi Individu
• Dalam promosi kesehatan, metode pendidikan yang bersifat individual
digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina seseorang yang
mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Misalnya,
membina seorang ibu yang baru saja menjadi akseptor atau seorang ibu
hamil yang sedang tertarik terhadap imunisasi TT karena baru saja
memperoleh atau mendengarkan penyuluhan kesehatan.
• Pendekatan yang digunakan secara perorangan. Perorangan disini tidak
hanya berarti harus hanya kepada ibu-ibu yang bersangkutan, tetapi
mungkin juga kepada suami atau keluarga ibu tersebut.
• Bentuk pendekatan ini antara lain :
– Bimbingan dan Penyuluhan (Guidance And Counceling): Dengan cara ini
kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang
dihadapi oleh klien dapat diteliti dan dibantu penyelesaiannya
– Wawancara (Interview): Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien
untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan,
apakah ia tertarik atau tidak menerima perubahan untuuk mengetahui apakah
perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian
dan kesadaran yang kuat
165. Uji Hipotesis

* : Uji Parametrik; Tanda panah ke bawah : Uji alternatif jika parametrik tidak
terpenuhi
• Variabel Kategorik vs Numerik
– Kategorik : Memiliki kategori variabel. Nominal
(kategori sederajat, cth laki-laki-perempuan)/Ordinal
(kategori bertingkat, cth baik-sedang-buruk)
– Numerik : Dalam angka numerik, rasio (memiliki nilai
nol alami, cth tinggi badan)/interval (tidak memiliki
nilai nol alami, cth suhu)
• Hipotesis Komparatif vs Korelatif
– Komparatif : perbedaan/hubungan (cth. Apakah
terdapat/hubungan antara kadar gula darah dengan
jenis pengobatam?)
– Korelasi : Cth. Berapa besar korelasi antara kadar
trigliserida dan kadar gula darah?
• Skala Pengukuran
– Komparatif : Dianggap skala kategorikal bila kedua
variabel kategorik. Skala numerik jika salah satu
variabel numerik
– Korelatif : Dianggap skala kategorikal bila salah
satu variabel kategorik. Skala numerik jika kedua
variabel numerik
• Berpasangan vs Tidak Berpasangan
– Berpasangan : Dua atau lebih kelompok data
berasal dari subyek yang sama atau yang berbeda
tapi telah dilakukan matching
– Tidak berpasangan : Data berasal dari kelompok
subyek yang berbeda, tanpa matching
Regresi vs Korelasi
• Analisis Korelasi : mengetahui APAKAH ADA
HUBUNGAN antara dua variabel atau lebih
• Analisis Regresi : MEMPREDIKSI SEBERAPA JAUH
pengaruh yang ada tersebut (yang telah dianalisis
melalui analisis korelasi)
• Tujuan dari analisis regresi adalah untuk
memprediksi besar Variabel Terikat (Dependent
Variable) dengan menggunakan data Variabel
Bebas (Independent Variable) yang sudah
diketahui besarnya
Regresi Linier (RL) vs Regresi Logistik
(RG)
1. Dalam RL variabel respon (dependen) berskala metrik dan
prediktor (independen) dapat berskala interval
atau kategori, sebaliknya, dalam RG var.respon (dependen)
berskala non-metrik (kategorik) dan prediktor (independen)
dapat berskala interval atau kategori (mixed/bebas).
2. Regresi logistik digunakan pada kasus dimana variabel
dependent bersifat dikotomi dan kategori dengan dua atau
lebih kemungkinan
3. Dalam RL asumsi normalitas, homogenitas varians,
linieritas harus terpenuhi (masing2 dibuktikan melalui uji
statistik tersendiri)
166. Ukuran dalam Epidemiologi
Insidens Rate (IR)
• Insidens : jumlah kasus baru yang timbul pada suatu
periode waktu dalam populasi tertentu gambaran
tentang frekuensi penderita baru suatu penyakit yang
ditemukan pada suatu waktu tertentu di suatu kelompok
masyarakat
• Contoh : Pada suatu daerah dengan jumlah penduduk tgl 1
Juli 2005 sebanyak 100.000 orang semua rentan terhadap
penyakit diare ditemukan laporan penderita baru sebagai
berikut bulan januari 50 orang, Maret 100o rang, Juni
150 orang, September 10 orang dan Desember 90 orang

• IR = ( 50+ 100+150+10 +90) /100.000 X 100 % = 0,4 %


Ukuran dalam Epidemiologi
Attack rate (AR)
• Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan
pada suatu saat dibandingkan dengan jumlah penduduk
yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang
sama dalam % atau permil.
• Contoh: Dari 500 orang murid yang tercatat pada SD X
ternyata 100 orang tiba-tiba menderita muntaber
setelah makan nasi bungkus di kantin sekolah
• AR = 100 / 500 X 100% = 20 %
• AR hanya dignkan pada kelompok masyarakat terbatas
dan periode terbatas,misalnya KLB.
Ukuran dalam Epidemiologi
Prevalens rate
• Gambaran tentang frekuensi penderita lama dan baru yang
ditemukan pada jangka waktu tertentu disekelompok masyarakat
tertentu.
• Ada dua Prevalen:
Period Prevalence
• Contoh : Pada suatu daerah penduduk pada 1 juli 2005 100.000
orang, dilaporkan keadaan penyakit A sbb: Januari 50 kasus lama dan
100 kasus baru, Maret 75 kasus lama dan 75 kasus baru, Juli 25 kasus
lama dan 75 kasus baru; September 50 kasus lama dan 50 kasus
baru, dan Desember 200 kasus lama dan 200 kasus baru.
• Period Prevalens rate :
(50+100)+(75+75)+(25+75)+(50+50)+(200+200) /100.000 X 100 % =
0,9 %
Ukuran dalam Epidemiologi
Point Prevalence Rate
• Jumlah penderita lama dan baru pada satu
saat, dibagi dengan jumlah penduduk saat
itu dalam persen atau permil.
• Contoh: Satu sekolah dengan murid 100
orang, kemarin 5 orang menderita penyakit
campak, dan hari ini 5 orang lainnya
menderita penyakit campak
• Point Prevalence rate = 10/100 x 1000 ‰=
100 ‰
167. Epidemiologi
Jenis pekerjaan/ mata pencaharian dapat berperan didalam timbulnya
penyakit melalui beberapa jalan yakni :
– Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan
kesakitan
seperti bahan-bahan kimia, gas-gas beracun, radiasi, benda-benda fisik
yang dapat menimbulkan kecelakaan dan sebagainya.
– Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (yang telah dikenal sebagai
faktor
yang berperan pada timbulnya hipertensi, ulkus lambung).
– Ada tidaknya “gerak badan” didalam pekerjaan; di Amerika Serikat
ditunjukkan
bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan di kalangan mereka
yang
mempunyai pekerjaan dimana kurang adanya “gerak badan”.
– Karena berkerumun di satu tempat yang relatif sempit maka dapat
terjadi proses
penularan penyakit antara para pekerja.
168. Promosi Individu
• Dalam promosi kesehatan, metode pendidikan yang bersifat individual
digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina seseorang yang
mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Misalnya,
membina seorang ibu yang baru saja menjadi akseptor atau seorang ibu
hamil yang sedang tertarik terhadap imunisasi TT karena baru saja
memperoleh atau mendengarkan penyuluhan kesehatan.
• Pendekatan yang digunakan secara perorangan. Perorangan disini tidak
hanya berarti harus hanya kepada ibu-ibu yang bersangkutan, tetapi
mungkin juga kepada suami atau keluarga ibu tersebut.
• Bentuk pendekatan ini antara lain :
– Bimbingan dan Penyuluhan (Guidance And Counceling): Dengan cara ini
kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang
dihadapi oleh klien dapat diteliti dan dibantu penyelesaiannya
– Wawancara (Interview): Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien
untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan,
apakah ia tertarik atau tidak menerima perubahan untuuk mengetahui apakah
perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian
dan kesadaran yang kuat
Pendidikan Kesehatan Pasien
• Tools:
– Literature – pamphlets, leaflets
– Videotapes
– Models
– Flip charts
– Teaching boards
– Discussion
• Metode :
– Kelas bersama antara pasien dan keluarga
– Pendidikan individual pasien
– Perpustakaan multimedia
KONSELING
• Proses konseling dibingkai oleh kerangka kerja
untuk mengajar klien dalam mengubah
tingkah lakunya
• Tujuan konseling :
Mengahapus/menghilangkan tingkah laku
maldaptif (masalah) untuk di-gantikan dengan
tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif
yang diinginkan klien.
AKTIVITAS DALAM KONSELING (CARKHUFF)

ACTION ATTENDING
INVOLVELMENT INITIATING

EXPLORATION UNDERTRANDING PERSONALIZING RESPONDING

Aktivitas Klien Aktivitas Konselor


AKTIVITAS DALAM KONSELING (CARKHUFF)
Klien Konselor
INVOLVEMENT ATTENDING
Kehadiran klien dihadapan konselor Mempersiapkan : penataan ruang, informasi, merancang
Menyatakan diri secara verbal dan non verbal bantuan
Menyatakan materi yang bersifat pribadi Positioning : jarak, kecondongan, kontak mata
Mengamati : tingkatan intelektuallitas, energi dan perasaan
Memahami tujuan konseling Mendengarkan : siapa, apa, mengapa, kapan, dimana,
Mengetahui peran konselor bagaimana

UNDERSTANDING RESPONDING
Situasi saat ini Merespon terhadap isi
Pemaknaan saat ini Merespon terhadap perasaan
Alasan-alasan saat ini Merespon terhadap pemaknaan
Emphaty, respect, genuiness, concreteness

EXPLORATION PERSONALIZING
Memahami makna yang dipersonalisasikan (personalized Mempersonalisasikan makna (personalizing
meaning) Meaning)
Memahami masalah yang dipersonalisasikan(personalized Mempersonalisasikan masalah (personalizing
problem) Problem)
Memahami tujuan yang dipersonalisasikan (personalized Mempersonalisasikan tujuan (personalizing
goal) Goal)
ACTION INITIATING
Menetapkan tujuan (konkrit, dapat diukur, bermakna) Menetapkan tujuan
Mengembangkan langkah-langkah tindakan (alternatif Mengembangkan program
primer, sekunder, tersier) Mendesain jadwal
Perubahan perilaku (positif, dapat diukur, konstruktif) Reinforcement
Tahap-tahap individualisasi
169. Gizi Buruk Pada Balita
• Faktor yang pertama yaitu mengenai pengadaan bebrapa makanan
yang kurang mencukupi pada suatu wilayah tertentu. Penyebabnya
bisa dikarenakan oleh kurangnya potensi alam ataupun kesalahan
ketika mendistribusikan makanan tersebut.
• Faktor yang kedua yaitu mengenai segi kesehatan sendiri, misalnya
seseorang menderita penyakit kronis terutama masalah gangguan
pada sistem metabolisme/penyerapan makanan.
• Ada 3 hal yang saling berkaitan terutama dalam hal gizi buruk
diantaranya mengenai kemiskinan, kesempatan kerja rendah dan
pendidikan yang rendah. Maka hal tersebut mengakibatkan
kurangnya ketersediaan pangan di rumah tangga dan beberapa pola
asuh anak yang sering keliru. Dan berakibat pada kurangnya asupan
gizi pada balita dan balita tersebut akan mudah sekali terkena
berbagai macam penyakit.
Faktor risiko penyebab gizi buruk
• Penyebab secara langsung misalnya makanan yang tidak seimbang
untuk anak dan berbagai penyakit yang sering diderita oleh seorang
anak. Seorang anak yang mendapatkan makanan yang cukup tetapi
dapat terserang penyakit seperti nafsu makan berkurang, diare
pada akhirnya dapat menderita gizi buruk.
• Penyebab secara tidak langsung
– Ketahanan pangan di dalam keluarga yaitu kemampuan keluarga untuk
dapat memenuhi kebutuhan makan seluruh anggota keluarga.
– Dalam pola pengasuhan anak. Misalnya dapat berupa perilaku sang
ibu ataupun pengasuhnya dalam hal merawat, memberikan kasih
saying, memberikan makan ataupun dalam hal kebersihan. Pada
dasarnya semua itu berhubungan dengan kesehatan ibu baik secara
fisik maupun mental, pendidikan, pengetahuan, status gizi, pekerjaan,
adat kebiasaan dari ibu dan pengasuhnya.
170. Uji Hipotesis Bivariat
Komparatif, numerik, tidak berpasangan, dua kelompok
171. Cara pengambilan sampel
Cara sampling Random Keterangan
Simple Random Sampling pengambilan sampel dari semua anggota populasi dilakukan secara acak
tanpa memperhatikan strata/tingkatan yang ada dalam populasi itu

Stratified Sampling Penentuan tingkat berdasarkan karakteristik tertentu. Misalnya :


menurut usia, pendidikan, golongan pangkat, dan sebagainya

Cluster Sampling disebut juga sebagai teknik sampling daerah. Teknik ini digunakan
apabila populasi tersebar dalam beberapa daerah, propinsi, kabupaten,
kecamatan, dan seterusnya

Cara sampling Non-Random Keterangan


Systematical Sampling anggota sampel dipilh berdasarkan urutan tertentu. Misalnya setiap
kelipatan 10 atau 100 dari daftar pegawai disuatu kantor, pengambilan
sampel hanya nomor genap atau yang ganjil saja.
Porpusive Sampling sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya.

Snowball Sampling Dari sampel yang sedikit tersebut peneliti mencari informasi sampel lain
dari yang dijadikan sampel terdahulu, sehingga makin lama jumlah
sampelnya makin banyak
Quota Sampling anggota sampel pada suatu tingkat dipilih dengan jumlah tertentu
(kuota) dengan ciri-ciri tertentu
Convenience sampling mengambil sampel secara sembarang (kapanpun dan dimanapun
menemukan) asal memenuhi syarat sebagai sampel dari populasi
tertentu
optimized by optima
Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta : Bumi aksara.
When population is small,
homogeneous & readily
available. All subsets of the
frame are given an equal
probability.

The frame organized into


separate "strata." Each stratum
is then sampled as an
independent sub-population,
out of which individual
elements can be randomly
selected
In this technique, the total
population is divided into these
groups (or clusters) and
a simple random sample of the
groups is selected (two stage)
Ex. Area
sampling or geographical
cluster sampling
172. Odd Ratio

optimized by optima
173-174. Puskesmas
175. Desain Penelitian
Descriptive Research Design

Retrospective Cohort

Past Future

Cross-sectional

Case Control Cohort


Cohort vs
Case
Control
optimized by optima
Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology—the essentials. 3rd ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996
Case control

optimized by optima
176. KLB Keracunan
• Menentukan penyebab KLB dapat dengan cara
menghitung food spesific attack rate
• Tabel attack rate ini berguna untuk menentukan
makanan mana yang mungkin bertanggung jawab
sebagai penyebab dari out break.
• Makanan yang dicurigai biasanya mempunyai
attack rate tinggi menyebabkan sakit di antara
orang-orang yang makan makanan tersebut dan
attack rate terendah pada orang yang tidak
makan makanan tersebut
177. Parameter Kualitas Air
• Parameter Fisik: Tidak berbau dan tidak
berwarna, tidak berasa, Tidak keruh  tes
turbidity Jackson Candler
• Parameter Kimia: kadar keasaman air juga harus
berkisar antara 6,5-8,5 , mengandung mineral
dibawah 500 (Total dissolved solid < 500) , bebas
dari zat kimia beracun, logam berat, pestisida,
dan tidak mengandung bahan radioaktif.
• Parameter Biologi: Bebas dari mikroorganisme
coliform  uji presumptive, uji ketetapan, uji
kelengkapan
178. Manajemen Bencana
179. Tahapan DVI
• Phase I : TKP
• Phase II :Post Mortem
• Phase III :Ante Mortem
• Phase IV :Rekonsiliasi
• Phase V :Debriefing
FA S E 1 - T K P

Fungsi
• Menetapkan prosedur DVI
• Mencari, menemukan, mencatat sisa tubuh dan
barang
- Tempat insiden harus dianggap sebagai TKP
- TKP harus diteliti dan membuat catatan
sebelum sisa tubuh dipindahkan
- Kerjasama dengan pihak terkait di TKP
- Form DVI warna pink
Fungsi
• Melakukan pemeriksaan mayat, property dll
• Mencatat hasil pemeriksaan, dokumentasi
• Pengambilan sidik jari
• Pengambilan sampel DNA
• Mencatat hasil dalam form DVI warna pink
Fungsi
• Membandingkan data AM dengan PM
• Penetapan suatu identifikasi
• Mengkorfimasi apakah hasil yang dicapai
sudah memuaskan semua pihak (Tim)
FASE 5 – DEBRIEFING

Kegunaan
1. Meninjau kembali pelaksanaan DVI
2. Mengenali dampak positive dan negative
operasi DVI
3. Menentukan keefektifan persiapan tim DVI
secara psikologi
4. Melaporkan temuan serta memberikan
masukan untuk meningkatkan operasi
berikutnya
180. Uji Hipotesis

* : Uji Parametrik; Tanda panah ke bawah : Uji alternatif jika parametrik tidak
terpenuhi
181. Rujukan
• Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggungjawab
penderitasepenuhnya kepada dokter konsultan untuk jangka waktu
tertentu, dan selama jangka waktu tersebut dokter tsb tidak ikut
menanganinya.
• Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita hanya untuk satu masalah kedokteran
khusus saja.
• Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada dokter lain untuk
selamanya.
• Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa dokter
konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.
182. Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
183. VeR perlukaan

• Tujuan pemeriksaan forensik pada korban hidup : Untuk


mengetahui penyebab luka dan derajat parahnya luka

• Dalam pemberitaan disebutkan : Keadaan umum korban,


luka-luka dengan uraian letak, jenis, sifat, ukuran, serta
tindakan medik yang dilakukan, riwayat perjalanan
penyakit, dan keadaan akhir saat perawatan selesai.

• Dalam kesimpulan disebutkan : luka-luka atau cedera


yang ditemukan, jenis benda penyebab, serta derajat
perlukaan. Tidak dituliskan pendapat bagaimana
terjadinya luka dan oleh siapa
184 & 187. Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
185. Level of Disease Prevention

• Disability
limitation
186. Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
188. Tanda pasti kematian A
Tanda Keterangan
Livor mortis Penumpukan eritrosit pada lokasi terendah akibat pengaruh gravitasi, kecuali
bagian tubuh yang tertekan alas keras.
Tampak 20 – 30 menit pascamati, makin lama makin luas dan lengkap, akhirnya
menetap setelah 8 – 12 jam.
Rigor mortis terjadi bila cadangan glikogen dalam otot habis maka energi tidak terbentuk dan
aktin-miosin menggumpal sehingga otot menjadi kaku.

Mulai tampak 2 jam setelah mati klinis, arahnya sentripetal (dari luar ke dalam),
menjadi lengkap dalam 12 jam, dipertahankan selama 12 jam, kemudian
menghilang sesuai urutan terbentuknya.
Dekomposisi proses degradasi jaringan akibat autolisis dan kerja bakteri. Tampak kira-kira 24
jam pascamata berupa perubahan warna kehijauan pada perut kanan bawah
yang secara bertahan menyebar ke seluruh perut dan dada menyertai
terciumnya bau busuk.
36 – 48 jam pascamati akan dijumpai larva lalat (pengukuran panjang larva dapat
memperkirakan saat kematian).
• Pada kasus belum ditemukan livor mortis menetap (<8 jam), tidak ada
kaku yang lengkap (<12 jam), dan tidak ada pembusukan (<24 jam)
• Dapat disimpulkan waktu kematian antara 3-8 jam
optimized by optima
189. VeR Korban Kejahatan Asusila

• Persetubuhan yang diancam pidana oleh KUHP :


pemerkosaan, persetubuhan pada wanita tidak berdaya,
persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur
• Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan
permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang
• Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban
merupakan benda bukti. Jika korban datang sendiri dengan
membawa surat permintaan dari polisi, jangan diperiksa,
minta korban kembali kepada polisi
• Setiap visum et repertum harus dibuat berdasarkan
keadaan yang didapatkan pada tubuh korban pada waktu
permintaan VeR diterima oleh dokter
Kasus Kejahatan Seksual
• Hal yang perlu diperhatikan sebelum pemeriksaan:
– Setiap permintaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan
tertulis dari penyidik.

– Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban adalah benda
bukti. Kalau tidak bersama polisi, jangan diperiksa, suruh korban
kembali bersama polisi.

– Setiap visum et repertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang


didapatkan pada waktu permintaan visum diterima dokter.

– Izin tertulis untuk pemeriksaan dapat diminta dari korban sendiri atau
dari orang tua/wali jika korban adalah seorang anak.

– Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin dan didampingi


perawat/bidan.
ILMU KESEHATAN THT
191. Otitis Externa
OE Karakteristik Terapi
Sirkump Lokasi: 1/3 luar liang telinga Antibiotik topikal
skripta/ Etiologi: S. aureus, S. albus (bacitracin, polimyixin)
furunkel Gejala: Nyeri hebat yang tidak sesuai dengan antiseptik
besarnya bisul, nyeri tarik, nyeri saat membuka Aspirasi abses
mulut Analgetik
Difus Lokasi: 2/3 dalam liang telinga Bersihkan liang telinga
Etiologi: Pseudomonas, S.albus Tampon antibiotik
Gejala: Nyeri tekan tragus, liang telinga sempit, Antibiotik sistemik
edema difus, sekret (+)
Maligna Lokasi: infeksi difus liang telinga luar dan Antibiotik sistemik
struktur sekitarnya Debridement
Etiologi: Pseudomonas
Predisposisi: Orang tua dengan
DM/imunodefisiensi
Gejala: gatal diikuti nyeri, sekret yang banyak,
pembengkakan liang telinga, disertai
optimized by optima
pembentukan jaringan granulasi
192-193. OMA
Stadium Gejala klinis Terapi
Oklusi tuba Retraksi membran timpani Antibiotik
Hiperemis/ MT hiperemis dan edema Antibiotik
presupurasi

Supurasi MT bulging/ bombans, supurasi telinga tengah Miringotomi


Anak sangat kesakitan, nadi dan suhu Antibiotik
menigkat, nyeri hebat di telinga Analgetik

Perforasi MT perforasi, sekret mengalir Antibiotik


Anak tenang , suhu badan turun, bisa tidur Analgetik
Cuci telinga

Resolusi Sekret berkurang Antibiotik


optimized by optima
Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007
194. Nasal disorders
Nasal disorders
Disorders Etiology Clinical
Influenza Influenza virus Abrupt onset of illness, fever, sore throat for 3-5 days,
myalgia, fronto/retro orbital pain, rhinitis, fatiue,
respiratory symptoms
Allergic Rhinitis Allergic reaction to Sneezing, itching (nose, eyes, ear, palate), rhinorrhea, post-
allergen nasal drip, congestion, anosmia, headache, tearing
Infectious Viral; rhinovirus, Clear/seropurulent nasal discharge, facial pain, post-nasal
Rhinitis coronavirus drip with cough, fever (bacterial co-infection)
Vasomotor Neurogenic Vasodilatation & edema of nasal vasculature, rhinorrhea,
Rhinitis sneezing, congestion. Migrating nasal congestion
Sinusitis Sinus obstruction Pain over cheek and radiating to frontal region of teeth,
& bacterial redness of nose, blocked nose, post-nasal drip, persisten
colonization cough, hyposmia, facial pain
195. Rhinosinusitis
Diagnosis Clinical Findings
Acute Rhinosinusitis Two or more symptoms, included nasal obstruction or nasal
discharge as one of them and: facial pain/pressure or
hyposmia/anosmia.
• cheek pain: maxillary sinusitis
• retroorbital pain: ethmoidal sinusitis
• forehead or headache: frontalis sinusitis
Chronic sinusitis Subacute: 4 weeks-3 months. Chronic: > 3 months. Symptoms
are nonspesific, may only consist of 1 or 2 from these 
chronic headache, post nasal drip, chronic cough, throat
disturbace, ear disturbance, sinobronchitis.
Dentogen sinusitis The base of maxilla are processus alveolaris, where tooth roots
are located. Tooth infection can spread directly to maxillary
sinus. Symptoms: unilateral sinusitis with purulent nasal secrete
& foul breath.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Rhinosinusitis
• Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis:
– Foto polos: posisi waters, PA, lateral. Tapi hanya
menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal). Kelainan
yang tampak: perselubungan, air fluid level,
penebalan mukosa.
– CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus,
adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta
perluasannya  gold standard. Karena mahal, hanya
dikerjakan utk penunjang sinusitis kronik yang tidak
membaik atau pra-operasi untuk panduan operator.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Rhinosinusitis
• Terapi rhinosinusitis
– Tujuan:
• Mempercepat penyembuhan
• Mencegah komplikasi
• Mencegah perubahan menjadi kronik
– Prinsip:
• Membuka sumbatan di kompleks osteomeatal (KOM)  drainasi &
ventilasi pulih
– Farmakologi:
• AB amoksisilin 10-14 hari
• Dekongestan
• Lain-lain: analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, NaCl
– Operasi
• untuk sinusitis kronik yang tidak membaik, sinusitis disertai kista atau
kelainan ireversibel, polip ekstensif, komplikasi (kelainan orbita,
intrakranial, osteomielitis, kelainan paru), sinusitis jamur.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


196. Tes Penala
Rinne Weber Schwabach

Normal (+) Tidak ada Sama dengan


lateralisasi pemeriksa
CHL (-) Lateralisasi Memanjang
ke telinga
sakit
SNHL (+) Lateralisasi Memendek
ke telinga
sehat
Note: Pada CHL <30 dB, Rinne masih bisa positif

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
197. Rhinosinusitis
Diagnosis Clinical Findings
Acute Rhinosinusitis Two or more symptoms, included nasal obstruction or nasal
discharge as one of them and: facial pain/pressure or
hyposmia/anosmia.
• cheek pain: maxillary sinusitis
• retroorbital pain: ethmoidal sinusitis
• forehead or headache: frontalis sinusitis
Chronic sinusitis Subacute: 4 weeks-3 months. Chronic: > 3 months. Symptoms
are nonspesific, may only consist of 1 or 2 from these →
chronic headache, post nasal drip, chronic cough, throat
disturbace, ear disturbance, sinobronchitis.
Dentogen sinusitis The base of maxilla are processus alveolaris, where tooth roots
are located. Tooth infection can spread directly to maxillary
sinus. Symptoms: unilateral sinusitis with purulent nasal secrete
& foul breath.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Rhinosinusitis
• Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis:
– Foto polos: posisi waters, PA, lateral. Tapi hanya
menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal). Kelainan
yang tampak: perselubungan, air fluid level,
penebalan mukosa.
– CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus,
adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta
perluasannya → gold standard. Karena mahal, hanya
dikerjakan utk penunjang sinusitis kronik yang tidak
membaik atau pra-operasi untuk panduan operator.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


198. Tonsilitis
Acute Tonsilitis Chronic Tonsilits
• Fever, sore throat, foul breath, • Chronic sore throat, halitosis,
dysphagia, odynophagia and tonsillitis, and persistent
tender cervical lymph nodes. tender cervical nodes
• Airway obstruction may
manifest as mouth breathing,
snoring, sleep disordered
breathing, nocturnal breathing
pauses, or sleep apnea.
• Symptoms usually resolve in 3-
4 days but may last up to 2
weeks despite adequate
therapy.
Tonsilitis Kronik
• Acute tonsillitis:
– Viral: similar with acute rhinits +
sore throat
– Bacterial: GABHS, pneumococcus, S.
viridan, S. pyogenes.
• Detritus  follicular tonsillitits
• Detritus coalesce  lacunar tonsillitis.
• Sore throat, odinophagia, fever, malaise,
otalgia.
• Th: penicillin or erythromicin

• Chronic tonsillitis
– Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, &
pharyngotonsillar erythema
– Lymphoid tissue is replaced by scar  widened
crypt, filled by detritus.
– Foul breath, throat felt dry.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Technique for swabbing the throat:
1. Depress the patient's tongue
completely with a sterile tongue blade.

2. Using the appropriate sterile swab,


start at one side of the throat.
Vigorously swab the tonsillar fissa, go
across the back of the throat and finish
by swabbing the other tonsillar fissa.

Be sure to swab any obvious pus.


Withdraw the swab and take care to
avoid touching lips, teeth, palate,
cheeks, or tongue.
199.Foto Waters
Foto Deskripsi
Waters Sinus maxilaris, frontal dan etmoid
Schedel PA dan PA : sinus frontal
Lateral Lateral: sinus frontal, sfenoid dan etmoid
Schuller Lateral mastoid
Towne Dinding posterior sinus maxilaris
Caldwell (Posisi AP) Sinus frontalis
Rhese/ oblique Posterior sinus etmoidalis, kanalis optikus
dan lantai dasar orbita

Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007


200. Maxillofacial Fracture
Nasal Fractures
• Dapat disertai dengan
cedera yang lebih luas
– Orbital rim or floor
– Ethmoid or frontal
sinuses
• Gejala dan tanda:
– Nyeri
– Bengkak
– Epistaxis
– Lacerations
– Respiratory Obstruction

Anda mungkin juga menyukai