Dalam rangka memasuki era pasar/ perdagangan bebas tingkat negara negara Asean yang dikenal
dengan istilah Asean Free Trade Agreement (AFTA) dan perdagangan bebas ting kat asia pasifik
(APEC) serta per dagangan bebas tingkat dunia World Trade Organization (WTO) yang akan
diberlakukan pada tahun 2020, dan dalam perdagangan bebas ter sebut K3 merupakan salah satu
persyaratan yang harus dipenuhi bagi industri di Indonesia.
Yang dimaksud dengan pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah langkah atau
tahapan yang dilakukan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya berbagai kecelakaan ditempat kerja.
Jenis kecelakaan yang terjadi antara lain karena faktor pekerja itu sendiri (kemampuan, pengetahuan dan
ketrampilan), faktor salah prosedur penggunaan alat dan faktor lingkungan sekitar proses kerja
berlangsung serta faktor manajemen kerja.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dapat dideskripsikan sebagai persyaratan untuk
meningkatkan produktivitas kerja para pekerja atau karyawan perusahaan. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dijelaskan bahwa ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja yaitu untuk :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadi an lain
yang berbahaya;
e. Memberi pertolongan pada kece lakaan;
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotor an,
asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran;
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, pe racunan,
infeksi dan penularan.
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik;
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerja nya;
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, bina tang, tanaman atau barang;
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. Menyesuaikan dan menyempur nakan pengamanan pada peker jaan yang bahaya kecelakaan nya
menjadi bertambah tinggi.
Selanjutnya dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 dijelaskan bahwa kewajiban
dan atau hak tenaga kerja adalah untuk :
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau keselamatan
kerja;
b. Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
d. Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang
diwajibkan, “Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat kesehatan dan
keselamatan ker ja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan oleh nya
kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai peng awas dalam batas-batas yang
masih dapat dipertanggung jawabkan”
Menindaklanjuti upaya untuk menyongsong dan sekaligus memenangkan era perdagangan bebas,
maka pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja dan Trans migrasi (Depnakertrans)
telah mener bitkan suatu peraturan yang berkaitan dengan manajemen K3. Peraturan tersebut adalah
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Per.05/MEN /1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Didalam Permenaker di atas, pada pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap perusahaan
yang memper kerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi
bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan
kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja, wajib me nerapkan sistem
manajemen K3. Ayat (2) sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja wajib dilaksanakan oleh
pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan.
Okasatria Novyanto (2008) menjelaskan bahwa Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi
pengembang an, penerapan, pencapaian, pengkaji an dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif.
Tujuan dari SMK3 adalah terciptanya sistem K3 di tempat kerja yang melibatkan segala pihak
sehingga dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien, dan produktif. Sedangkan manfaat yang diperoleh dari penerapan SMK3 bagi
industri atau perusahaan yakni :
a. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja.
b. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja.
c. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam
bekerja.
d. Meningkatkan image pasar terhadap perusahaan.
e. Menciptakan hubungan yang harmonis antara karyawan dan perusahaan.
f. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin
lama.
Persyaratan produksi
1. Keselamatan kerja di tempat kerja
Kesadaran tentang penerapan K3LH dewasa ini semakin meningkat, terutama pada organisasi
perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertanian atau perkebunan. Kesadaran tentang penerapan
K3LH tersebut sejalan dengan penerapan peraturan sistem manajemen mutu ISO 14000 yaitu bagi
organisasi perusahaan yang memerlukan pengakuan standar Internasional. Untuk mempermudah
pelaksanaan penerapan K3LH tersebut, perlu di ketahui beberapa pengertian atau istilah-istilah umum
yang biasa dipergunakan yaitu sebagai berikut :
a. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan erat dengan mesin, peralatan kerja, bahan
dan proses pengolahan, landasan kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan.
b. Sasaran Program K3
Sasaran program K3 adalah segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di
dalam air maupun di udara. Tempat tempat kerja tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti
pertanian/ perkebunan, peternakan, perikanan, industri pengolahan, pertambangan, perhubungan, jasa
dan sebagainya.
c. Tempat Kerja
Tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan tertutup maupun terbuka, bergerak atau tetap,
dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering digunakan oleh tenaga kerja untuk keperluan suatu
usaha. Tempat kerja tersebut terdapat sumber-sumber bahaya, baik di darat, di dalam tanah, di
permukaan air, di dalam air, maupun di udara yang menjadi ke wenangan suatu badan usaha atau
perusahaan. Dalam bidang perkebunan, yang disebut dengan tempat kerja adalah tempat dimana
kegiatan perkebunan biasa dilaksanakan, yaitu areal pembibitan, areal penanaman, termasuk
laboratorium, dan bengkel pertanian.
d. Perusahaan
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang mempekerjakan pekerja dengan tujuan untuk mencari
laba atau tidak, baik milik perorangan, kelompok, swasta maupun milik negara.
e. Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam atau di luar
hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi standar kebutuhan masyarakat.
f. Tujuan dan Sasaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Tujuan keselamatan kerja adalah untuk menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di
tempat kerja dengan melibatkan semua unsur-unsur yang terdapat dalam suatu instansi atau
perusahaan dimana dilakukan kegiatan kerja. Sedangkan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja
adalah semua personil dan suatu instansi atau perusahaan termasuk didalamnya adalah pihak manajer,
tenaga kerja dan orang-orang yang terkait dengan kegiatan perusahaan tersebut.
g. Penerapan Prosedur K3
Setiap organisasi perusahaan wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan :
Menerapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan sistem manajemennya
Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan K3
Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme
pendukung yang diperlukan mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran K3.
Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan tindakan perbaikan dan
pecegahan.
Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan sistem K3 secara berkesinambungan
dengan tujuan meningkatkan kinerja.
2. Sakelar
Apapun tipe sakelar, yaitu tombol tekan, tuas, putar atau otomatis, harus memenuhi syarat
keselamatan. Sakelar untuk keperluan motor, pesawat listrik, instalasi cahaya dan tenaga, harus
ditutup.
Tidak boleh dipakai sakelar tuas yang terbuka, karena bagian terbuka yang bertegangan akan
menimbulkan bahaya tekanan arus listrik sehingga dapat meng akibatkan loncatan api, bila
sakelar diputuskan arusnya.
Sakelar tuas harus tertutup, tutup dan poros pegangan (handel) harus dihubungkan ke tanah
Sakelar tuas harus di pasang sedemikian rupa sehingga bagian yang dapat digerakkan dalam ke
adaan tidak ada hubungan (tidak bertegangan)
Bila dipakai sakelar pemisah untuk tegangan tinggi, sakelar harus dipasang di luar batas
jangkauan tangan dan pelayanannya dilakukan dengan menggunakan tongkat pengaman.
Bila pemasangan seperti butir 3 dan 4 tidak dimungkinkan, sakelar tersebut harus tertutup atau di
pagar secara tepat agar tidak membahayakan, sedangkan pelayanannya tetap dilakukan dengan
memakai tongkat pengaman.
Untuk keperluan pemakaian secara umum, dianjurkan agar di pakai sakelar putar dan tombol
tekan, karena bagian yang bertegangan berada di tempat tertutup. Sakelar yang dapat
menimbulkan loncatan api harus di pasang dalam peta penghubung.
Setiap sakelar harus disertai suatu petunjuk untuk posisi tertutup atau terbuka.
SOP budidaya tanaman perkebunan pada setiap komoditas berbeda substansinya. Demikian pula
SOP pasca panen pada setiap komoditas berbeda substansinya. Berikut ini disaji kan contoh kerangka
SOP pasca panen kakao.
Anonim menjelaskan kerangka SOP pasca panen kakao yaitu :
I. Pendahuluan
A. Latar belakang
B. Maksud
C. Tujuan
D. Ruang lingkup
II. Pengertian
III. Proses Penanganan pasca panen kakao
A. Diagram alir/alur proses
B. Panen
C. Sortasi buah
D. Pemeraman atau penyimpanan buah
E. Pemecahan buah
F. Fermentasi biji
G. Perendaman dan pencucian
H. Pengeringan biji
I. Sortasi dan pengkelasan biji kering
J. Pengemasan dan penyimpanan biji
IV. Standarisasi
V. Prasarana dan Sarana Penanganan pasca panen kakao
VI. Pelestarian Lingkungan
VII. Pengawasan
Tujuan yang ingin dicapai dari penerapan SOP Penanganan Pasca Panen Kakao adalah:
a. Mempertahankan dan meningkat kan mutu biji kakao
b. Menurunkan kehilangan hasil atau susut hasil kakao
c. Memudahkan dalam pengangkut an hasil kakao
d. Meningkatkan efisiensi proses penanganan pasca panen kakao
e. Meningkatkan daya saing hasil kakao
f. Meningkatkan nilai tambah hasil kakao
Pasmajaya (2008) menjelaskan bahwa prinsip dasar penanganan keadaan darurat di antaranya :
1. Pastikan Anda bukan menjadi korban berikutnya. Seringkali lengah atau kurang berpikir
panjang bila menjumpai suatu kecelakaan. Sebelum menolong korban, periksa dulu apakah
tempat tersebut sudah aman atau masih dalam bahaya.
2. Pakailah metode atau cara per tolongan yang cepat, mudah dan efesien.
3. Pergunakanlah sumber daya yang ada; baik alat, manusia maupun sarana pendukung lainnya.
Bila bekerja dalam tim, buatlah pe rencanaan yang matang dan dipahami oleh seluruh
anggota.
4. Buatlah catatan usaha-usaha per tolongan yang telah dilakukan yakni memuat identitas
korban, tempat dan waktu kejadian. Catatan tersebut berguna bagi penderita untuk mendapat
rujukan atau pertolongan tambahan oleh pihak lain.
Beberapa contoh kasus dan tindakan pertolongan pertama (pasmajaya, 2008) yaitu sebagai berikut:
a. Pingsan (Syncope/collapse) yaitu hilangnya kesadaran sementara karena otak kekurangan O2,
lapar, terlalu banyak mengeluarkan tenaga, dehidrasi (kekurangan cairan tubuh), hiploglikemia,
animea.
Gejala Penanganan
o Perasaan limbung o Baringkan korban dalam posisi terlentang
o Pandangan berkunang-kunang o Tinggikan tungkai melebihi ting gi jantung
o Telinga berdenging o Longgarkan pakaian yang mengikat dan Hilangkan barang
o Nafas tidak teratur yang menghambat pernafasan
o Muka pucat o Beri udara segar
o Biji mata melebar o Periksa kemungkinan cedera lain
o Lemas o Selimuti korban
o Keringat dingin o Korban diistirahatkan beberapa saat
o Menguap berlebihan o Bila tak segera sadar, periksa nafas dan nadi, posisi stabil
o Tak respon (beberapa menit) kemudian rujuk ke instansi ke sehatan
o Denyut nadi lambat
b. Dehidrasi yaitu suatu keadaan dimana tubuh mengalami ke kurangan cairan. Hal ini terjadi apabila
cairan yang dikeluarkan tubuh melebihi cairan yang ma suk. Keluarnya cairan ini biasanya disertai
dengan elektrolit (K, Na, Cl, Ca). Dehidrasi disebabkan ka rena kurang minum dan disertai
kehilangan cairan/banyak keringat karena udara terlalu panas atau aktivitas yang terlalu
berlebihan.
Gejala Penanganan
o Gejala dehidrasi ringan o Mengganti cairan yang hilang dan
Kekurangan cairan 5% dari berat badan mengatasi shock
Penderita merasa haus o Mengganti elektrolit yang lemah
Denyut nadi lebih dari 90 kali per menit o Mengenal dan mengatasi komplikasi
o Gejala dehidrasi sedang yang ada
Cairan antara 5%-10% dari berat badan o Memberantas penyebabnya
Denyut nadi lebih dari 90 kali per menit o Rutinlah minum jangan tunggu haus
Nadi lemah
Sangat haus
o Gejala dehidrasi berat
Defisit cairan lebih dari 10% dari berat badan
Hipotensi
Mata cekung
Nadi sangat lemah, sampai tak terasa
Kejang-kejang
e. Luka yaitu suatu keadaan terputus nya kontinuitas jaringan secara tiba-tiba karena
kekerasan/injury.
Gejala Penanganan
Terbukanya kulit Bersihkan luka dengan anti septic (alcohol/boorwater)
Pendarahan Tutup luka dengan kasa steril/ plester
Rasa nyeri Balut tekan (jika pendarahan nya besar)
Jika hanya lecet, biarkan ter buka untuk proses pengeringan luka
f. Luka bakar yaitu luka yang terjadi akibat sentuhan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan
panas (api, air panas, listrik, atau zat-zat yang bersifat membakar).
Gejala Penanganan
Matikan api dengan memutuskan suplai Luka ditutup dengan perban atau kain bersih
oksigen kering yang tak dapat melekat pada luka
Perhatikan keadaan umum penderita Penderita dikerudungi kain putih
Pendinginan yaitu dilakukan dengan Luka jangan diberi zat yang tak larut dalam air
membuka pakaian penderita / korban. seperti mentega, kecap
Kemudian, merendam dalam air atau air Khusus untuk luka bakar di daerah wajah, posisi
mengalir selama 20 atau 30 menit. Untuk kepala harus lebih tinggi dari tubuh
daerah wajah, cukup di kompres air.
g. Gigitan binatang; gigitan binatang dan sengatan, biasanya merupakan alat dari binatang tersebut
untuk mempertahankan diri dari lingkungan atau sesuatu yang me ngancam keselamatan jiwanya.
Gigitan binatang terbagi menjadi dua jenis; yang berbisa (beracun) dan yang tidak memiliki bisa.
Pada umumnya resiko infeksi pada gigitan binatang lebih besar dari pada luka biasa.
Gejala Penanganan
Cucilah bagian yang tergigit dengan air hangat dengan
sedikit antiseptik.
Bila pendarahan, segera dirawat kemudian dibalut.
h. Gigitan lipan
Gejala Penanganan
Ada sepasang luka bekas gigit an Kompres dengan air dingin dan cuci dengan
Sekitar luka bengkak, rasa ter bakar, pegal obat antiseptik
dan sakit biasanya hilang dengan sendirinya Beri obat pelawan rasa sakit, bila gelisah bawa
se telah 4-5 jam ke paramedik
Kemudian hal yang perlu diketahui seorang pekerja dalam memberikan pertolongan kepada pihak lain
dapat berupa evakuasi korban. Bentuk bantuan evakuasi korban yaitu me rupakan salah satu tahapan
dalam pertolongan pertama untuk memin dahkan korban ke lingkungan yang aman dan nyaman, agar
mendapatkan pertolongan medis lebih lanjut.
Prinsip evakuasi adalah :
a. Dilakukan jika mutlak perlu
b. Menggunakan teknik yang baik dan benar
c. Penolong harus memiliki kondisi fisik yang prima dan terlatih serta memiliki semangat untuk
menyelamatkan korban dari bahaya yang lebih besar atau bahkan kematian.
c. Alat Pengangkutan
Untuk melaksanakan proses evakusi korban ada beberapa cara atau alat bantu, namun hal tersebut
sangat tergantung pada kondisi yang dihadapi (medan, kondisi korban ketersediaan alat). Ada dua macam
alat pengangkutan, yaitu:
1. Manusia
Manusia sebagai pengangkutnya langsung. Peranan dan jumlah pengangkut mempengaruhi cara
angkut yang dilaksanakan. Bila petugas penolong satu orang maka korban dapat dievakuasi
dengan cara :
Dipondong; untuk korban ringan dan anak-anak
Digendong; untuk korban sadar dan tidak terlalu berat serta tidak patah tulang
Dipapah; untuk korban tanpa luka di bahu atas
Dipanggul/digendong
Merayap posisi miring
Bila petugas penolong dua orang maka korban dapat dievakuasi dengan memperhatikan yaitu
pengangkutannya tergantung cidera penderita tersebut dan diterapkan bila korban tak perlu
diangkut berbaring dan tidak boleh untuk mengangkut korban patah tulang leher atau tulang
punggung. Karena itu cara evakuasi dapat dilakukan dengan cara:
Dipondong : tangan lepas dan tangan berpegangan
Model membawa balok
Model membawa kereta