Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA KEPALA RINGAN (CKR)

OLEH:
PETRONELA S. VICTORIA LOBO
170414901136

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2018
CEDERA KEPALA RINGAN (RINGAN)

1) Definisi penyakit
Cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurology atau
menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer,
2001).
Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar
penuh) tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala,
hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000).
Jadi cedera kepala ringan adalah cedera karena tekanan atau
kejatuhan benda tumpul yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi
neurology sementara atau menurunya kesadaran sementara, mengeluh
pusing nyeri kepala tanpa adanya kerusakan lainnya.

2) Etiologi
a. Trauma tumpul : Kecepatan tinggi (tabrakan motor dan mobil)
kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
b. Trauma tembus : Luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya
(Mansjoer, 2000)

3) Tanda dan gejala


a) Hilangnya tingkat kesadaran sementara
b) Hilangnya fungsi neurology sementara
c) Sukar bangun
d) Sukar bicara
e) Konkusi
f) Sakit kepala berat
g) Muntah
h) Kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
4) Patofisiologi
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan
berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera
percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur
kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena
kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila
kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan
mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila
terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi
bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang
menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan
batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena
memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai
kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera.
Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak
sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio
serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang
disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera
otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan
terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak
hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada
seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi
pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral,
batang otak, atau dua-duanya.
5) Pathway
6) Komplikasi
a) Hemorrhagie
b) Infeksi
c) Edema
d) Herniasi

7) Pemeriksaan penunjang
a) CT scan
b) MRI
c) Angiografi cerebral

8) Manifestasi klinis
a) Gangguan kesadaran
b) Konfusi
c) Abnormalitas pupil
d) Awitan tiba-tiba defisit neurologik
e) Perubahan tanda vital
f) Gangguan penglihatan dan pendengaran
g) Disfungsi sensory
h) Kejang otot
i) Sakit kepala
j) Vertigo
k) Gangguan pergerakan
l) Kejang

9) Penatalaksanaan medis
a) Tindakan terhadap peningkatan TIK
i) pemantauan TIK dengan ketat
ii) oksigenasi adekuat
iii) pemberian mannitol
iv) penggunaan steroid
v) peningkatan kepala tempat tidur
vi) bedah neuro

b) Tindakan pendukung lain


i) dukungan ventilasi
ii) pencegahan kejang
iii) pemeliharan cairan, elektrolit, dan keseimbangan nutrisi
iv) terapi antikonvulsan
v) klorpromazin  menenangkan pasien
vi) selang nasogastrik

10) Pengkajian
Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera
setelah kejadian.

1. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene
stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh
PTIK§
c. Sistem saraf : Kesadaran GCS, fungsi saraf kranial trauma yang
mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan, penurunan
fungsi saraf kranial.
d. Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,
riwayat kejang.
e. Sistem pencernaan, bagaimana sensori adanya makanan di
mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks
batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar tanyakan pola makan?
f. Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
g. Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
h. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik
hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan
otot.
i. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan ・
disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf
fasialis.
j. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang
didapat pasien dari keluarga.

11) Diagnosa keperawatan


a) Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan.
b) Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan perdarahan,
mual dan muntah
c) Deficit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan penurunan
kesadaran
d) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan gagal nafas,
adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, meningkatnya tekanan
intra kranial.
12) Perencanaan

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan Rasional
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji keluhan nyeri dengan 1) Mengetahui nyeri
dengan kerusakan tindakan keperawatan menggunakan skala nyeri, catat 2) Memberi rasa nyaman
jaringan 3x24 jam maka lokasi nyeri, lamanya, 3) Mengurangi nyeri
masalah nyeri dapat serangannya, peningkatan nadi, 4) Mengurangi nyeri
teratasi dengan nafas cepat atau lambat, 5) Memberikan rasa nyaman
kriteria: berkeringat dingin. 6) Mengurangi nyeri
1. TD normal 2. Mengatur posisi sesuai kebutuhan
2. tidak mengeluh untuk mengurangi nyeri.
nyeri 3. Kurangi rangsangan.
4. Pemberian obat analgetik sesuai
dengan program.
5. Ciptakan lingkungan yang nyaman
termasuk tempat tidur.
6. Berikan sentuhan terapeutik,
lakukan distraksi dan relaksasi.
2. Resiko kurangnnya Setelah dilakukan 1. Kaji intake dan out put. 1) Mengetahui kebutuhan cairan
volume cairan
tindakan keperawatan 2. Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor 2) Mengetahui tanda- tanda kekurangan cairan
berhubungan
dengan 3x24 jam tidak terjadi kulit, membran mukosa, dan ubun- 3) Memenuhi kebutuhan cairan
perdarahan, mual
dan muntah tanda- tanda ubun atau mata cekung dan out
kekurangan cairan dan put urine.
dehidrasi dengan 3. Berikan cairan intra vena sesuai
kriteria: program.
1. mukosa lembab
2. integritas kulit baik
3. nilai elektrolit
dalam batas
normal
3. Deficit perawatan Setelah dilakukan 1. Bantu anak dalam memenuhi 1) Memenuhi kebutuhan sehari- hari
diri berhubungan
tindakan keperawatan kebutuhan aktivitas, makan – 2) Memenuhi kebutuhan nutrisi
dengan tirah baring
dan penurunan kebutuhan sehari- hari minum, mengenakan pakaian, 3) Agar tidak terjadi infeksi
kesadaran
dapat terpenuhi BAK dan BAB, membersihkan
dengan kriteria: tempat tidur, dan kebersihan
1. tempat tidur bersih perseorangan.
2. tubuh bersih 2. Berikan makanan via parenteral
bila ada indikasi.
3. Perawatan kateter bila terpasang.
4 Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Kaji Airway, Breathing, Circulasi. 1) Mengetahui pola nafas
nafas tidak efektif
tindakan keperawatan 2. Kaji, apakah ada fraktur cervical 2) Mengurangi resiko cidera
berhubungan
dengan gagal 3x24 jam maka dan vertebra. Bila ada hindari 3) Supaya jalan nafas bersih
nafas, adanya
bersihan jalan nafas memposisikan kepala ekstensi 4) Mengetahui pola nafas
sekresi, gangguan
fungsi pergerakan, efektif. Dengan kriteria: dan hati-hati dalam mengatur 5) Mengurangi sesak
meningkatnya
1. tidak ada sesak posisi bila ada cedera vertebra. 6) Mengurangi rasa sesak.
tekanan intra
kranial. atau kesukaran 3. Pastikan jalan nafas tetap terbuka
bernafas, dan kaji adanya sekret. Bila ada
2. jalan nafas bersih, sekret segera lakukan pengisapan
3. pernafasan dalam lendir.
batas normal. 4. Kaji status pernafasan
kedalamannya, usaha dalam
bernafas.
5. Bila tidak ada fraktur servikal
berikan posisi kepala sedikit
ekstensi dan tinggikan 15 – 30
derajat.
6. Pemberian oksigen sesuai
program.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes Marylin, E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencaan dan Pendokumetasian Alih Bahasa I Made Kariasa, dkk.
Edisi 3 : EGC, Jakarta
Engram, Bankono, (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 8, EGC : Jakarta
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R. Wardhani, WI., Setiowulan, W., (2000),
Kapita Selekta Kedokteran Edisi Tiga Jilid Satu, Jakarta:FKUI
Smeltzer S.C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 1, EGC :
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai