Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

EPILEPSI

A. PENGERTIAN
Epilepsi merupakan gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak
yang dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari
pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang
ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas
motorik, atau gangguan fenomena sensori.
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversibel
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi.
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi
dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksimal dan berkala akibat lepas muatan
listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan
laboratorik.

B. ETIOLOGI
Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :
1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu
menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi,
minum alcohol, atau mengalami cidera.
2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang
mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
3. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak

Created by : ewis S.Kep


4. Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada
anak-anak.
5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
6. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak.
7. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
8. Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena
ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada
anak.
C. Macam Epilepsi menurut Tarwoto 2007
1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan
kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan
keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang
abnormal. Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui
(Idiopatik). Sering terjadi pada:
a. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
b. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
c. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
d. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
e. Tumor Otak
f. Kelainan pembuluh darah.
2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada
jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau
adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau
pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau
sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi,

Created by : ewis S.Kep


fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus
alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.
Penyebab step / childhood epilepsi / epilepsi anak-anak:
a. fever / panas (these are called febrile seizures)
b. genetic causes
c. head injury / luka di kepala.
d. infections of the brain and its coverings
e. lack of oxygen to the brain/ kekurangan oksigen, terutama saat proses
kelahiran.
f. hydrocephalus/pembesaran ukuran kepala (excess water in the brain
cavities)
g. disorders of brain development / gangguan perkembangan otak.

D. PATOFISIOLOGI
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan
yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang
otak umumnya tidak memicu kejang.
Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan.
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.

Created by : ewis S.Kep


3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu
dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi
asam gama-aminobutirat (GABA).
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi
kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah
kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis
meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan
glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan
setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi selama aktivitas
kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan
fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus
kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter
fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.

Created by : ewis S.Kep


E. MANIFESTASI KLINIS
1. Sawan Parsial (lokal, fokal)
a. Sawan Parsial Sederhana : sawan parsial dengan kesadaran tetap normal.
Dengan gejala motorik :
1) Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh
saja.
2) Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan
menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
3) Versif : sawan disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
4) Postural : sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap
tertentu.
5) Disertai gangguan fonasi : sawan disertai arus bicara yang terhenti
atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
b. Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial; sawan disertai
halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan
yang disertai vertigo.
1) Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk
jarum.
2) Visual : terlihat cahaya
3) Auditoris : terdengar sesuatu
4) Olfaktoris : terhidu sesuatu
5) Gustatoris : terkecap sesuatu
6) Disertai vertigo
c. Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium,
pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).
d. Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
1) Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata
atau bagian kalimat.

Created by : ewis S.Kep


2) Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah
mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak
mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya
lagi.
3) Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
4) Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
5) Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau
lebih besar.
6) Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara,
musik, melihat suatu fenomena tertentu, dll.
2. Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
a. Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-
mula baik kemudian baru menurun.
1) Dengan gejala parsial sederhana A1-A4 : gejala-gejala seperti pada
golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
2) Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul
dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka
berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang
kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
3) Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun
sejak permulaan kesadaran.
4) Hanya dengan penurunan kesadaran
5) Dengan automatisme
3. Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik,
tonik, klonik).
4. Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
5. Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
6. Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu
berkembang menjadi bangkitan umum.

Created by : ewis S.Kep


7. Sawan Umum (Konvulsif atau NonKonvulsif)
8. Sawan lena (absence).
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka
tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila
diajak bicara. Biasanya sawan ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan
biasanya dijumpai pada anak.
a) Hanya penurunan kesadaran
b) Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya
dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya
bilateral.
c) Dengan komponen atonik. Pada sawan ini dijumpai otot-otot leher,
lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
d) Dengan komponen klonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot ekstremitas,
leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi
melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.
e) Dengan automatisme
f) Dengan komponen autonom.
g) Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
 Gangguan tonus yang lebih jelas.
 Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
9. Sawan Mioklonik
Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat
kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang.
Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
10. Sawan Klonik
Pada sawan ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan
tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada
anak.

Created by : ewis S.Kep


11. Sawan Tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku
pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai.
Sawan ini juga terjadi pada anak.
12. Sawan Tonik-Klonik
Sawan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan
nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang
mendahului suatu sawan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh
badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang
kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan
napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika
kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin
pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien
tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih
rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah,
nyeri kepala.
13. Sawan atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien
terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini
terutama sekali dijumpai pada anak.
14. Sawan Tak Tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata
yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau
pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.

Created by : ewis S.Kep


F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di
otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.
Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.
a. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)
b. Mengalami complex partial seizure
c. Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)
d. Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
e. Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga
sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.
f. Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika
tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang
menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan
kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala
meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar
sangat dianjurkan untuk dilakukan.
1) EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti
ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk
dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya
defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan
bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya
atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang
tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh
gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran

Created by : ewis S.Kep


tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang
demam atau risiko epilepsi.
2) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium,
fosfor, magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang
demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk
mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
3) Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah
CT-scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada
kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.
4) CT Scan
Untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler
abnormal, gangguan degeneratif serebral.
5) Magnetik resonance imaging (MRI)
6) Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.

G. PENCEGAHAN
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan
untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang
menggunakan obat antikonvulsi yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera
kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui
program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang
aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan
pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi
(tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-
obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama
hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang
sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.

Created by : ewis S.Kep


Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia
dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat
anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian
dari rencana pencegahan ini.
Hal yang tak boleh dilakukan selama anak mendapat serangan :
1. Meletakkan benda di mulutnya. Jika anak mungkin menggigit lidahnya
selama serangan mendadak, menyisipkan benda di mulutnya kemungkinan
tak banyak membantu. Anda malah mungkin tergigit, atau parahnya, tangan
Anda malah mematahkan gigi si anak.
2. Mencoba membaringkan anak. Orang, bahkan anak-anak, secara ajaib
memiliki kekuatan otot yang luar biasa selama mendapat serangan mendadak.
Mencoba membaringkan si anak ke lantai bukan hal mudah dan tidak baik
juga.
3. Berupaya menyadarkan si anak dengan bantuan pernapasan mulut ke mulut
selama dia mendapat serangan mendadak, kecuali serangan itu berakhir. Jika
serangan berakhir, segera berikan alat bantu pernapasan dari mulut ke
mulut jika si anak tak bernapas.

H. PENGOBATAN
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan
diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis
serangan. Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan
masalah dalam kepatuhan minum obat (compliance) seta beberapa efek samping
yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit
kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama
pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan
selama 2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th.
Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan

Created by : ewis S.Kep


pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek
sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap
kecerdasannya. Jika terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan
penyakit epilepsi, atau bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental
di kemudian hari. Kondisi yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur
hidupnya.
a. Penatalaksanaan
 Farmakoterapi : Anti konvulsion untuk mengontrol kejang
 Pembedahan
 Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali
vaskuler
b. Jenis obat yang sering digunakan :
1) Phenobarbital (luminal).
Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.
2) Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan
phenyletylmalonamid.
3) Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH.
Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis. Tak
berhasiat terhadap petit mal. Efek samping yang dijumpai ialah
nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.
4) Carbamazine (tegretol).
Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan
bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang
mempunyaiefek psikotropik. Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi
lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku. Efek samping

Created by : ewis S.Kep


yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi
sumsum tulang dan gangguan fungsi hati.
5) Diazepam.
Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status
konvulsi.). Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena
penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.
6) Nitrazepam (Inogadon).
Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.
7) Ethosuximide (zarontine).
Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal
8) Na-valproat (dopakene)
Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai. Obat ini dapat meninggikan
kadar GABA di dalam otak. Efek samping mual, muntah, anorexia
9) Acetazolamide (diamox).
Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan
epilepsi. Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak
menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan
hiperpolarisasi.
10) ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.

STATUS EPILEPTIKUS
Adalah serangan kejang kontinu dan berlangsung lebih dari 30 menit atau
serangkaian serangan epilepsi yang menyebabkan anak yang tidak sadar kembali.
Terapi awal diarahkan untuk menunjang dan mempertahankan fungsi-fungsi vital,
meliputi mempertahankan fungsi-fungsi vital, meliputi mempertahankan jalan napas
yang adekuat, pemberian oksigen, dan terapi hidrasi, serta dilanjutkan dengan
pemberian diazepam (Valium) atau fenobarbitol per IV. Diazepam per rektum
merupakan preparat yang sederhana, efektif, dan aman, untuk penatalaksanaan

Created by : ewis S.Kep


epilepsi sebelum masuk rumah sakit. Lorazepam (Ativan) dapat menggantikan
diazepam IV sebagai obat pilihan. Preparat ini memiliki masa kerja yang lebih
panjang dan lebih sedikit menyebabkan gawat napas pada anak-anak di atas usia 2
tahun. Merupakan keadaan kedaruratan medis yang memerlukan intervensi segera
untuk mencegah cedera permanen pada otak, gagal napas, dan kematian.

I. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Perilaku dan statua mental : mengukur kemampuan ank untuk brhubungan
dengan orang lain, tingkat kemampuan dan aktivitas, misalnya hiperaktivitas
dan hipoaktivitas.
2. Pemeriksaan motorik
a. Penilaian kekuatan otot yaitu erdiri, berjalan, otot pernafasan.
b. Penilaian tonus otot
c. Pengujian koordinasi motorik halus
d. Gerakan involunter
e. Pemeriksaan reflek,misalnya keberadaan, ketiadaan, peningkatan dan
penurunan reflek.
3. Pemeriksaan sensorik
a. Rasa kecap, penciuman, pendengaran dan raba
b. Gerakan mata

J. KOMPLIKASI
a. Trauma musculoskeletal
b. Aspirasi/Sumbatan
c. Status epileptikus
d. Hipoksia serebral
e. Kematian

Created by : ewis S.Kep


Created by : ewis S.Kep
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien
ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan
alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji: Apakah ada keterbatasan
yang ditimbulkan oleh gangguan kejang? Apakah pasien mempunyai program
rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja? Mekanisme koping apa yang
digunakan?
1. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian
dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita leukimia untuk masuk RS.
keluhan utama pada penderita leukemia yaitu perasaan lemah, nafsu makan
turun, demam, perasaan tidak enak badan, nyeri pada ektremitas.
3. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan hebatnya
keluhan, mulai timbul. Biasanya ditandai dengan anak mulai rewel, kelihatan
pucat, demam, anemia, terjadi pendarahan ( ptekia, ekimosis, pitaksis,
pendarah gusi dan memar tanpa sebab), kelemahan tedapat pembesaran hati,
limpa, dan kelenjar limpe, kelemahan. nyeri tulang atau sendi dengan atau
tanpa pembengkakan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan keadaan
penyakit sekarang perlu ditanyakan.
5. Riwayat kehamilan dan kelahiran.

Created by : ewis S.Kep


Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal.
Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita
oleh ibu. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia
kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi sistem kekebalan terhadap
penyakit pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya
penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal
diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah.
6. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya
dengan penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga
perlu diketahui, apakah ada yang menderita gangguan hematologi, adanya
faktor hereditas misalnya kembar monozigot.
Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu
dalam mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.
a. Selama serangan :
 Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
 Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
 Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
 Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang
klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
 Apakah pasien menggigit lidah.
 Apakah mulut berbuih.
 Apakah ada inkontinen urin.
 Apakah bibir atau muka berubah warna.
 Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
 Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah
pada satu sisi atau keduanya.

Created by : ewis S.Kep


b. Sesudah serangan
 Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit,
gangguan bicara
 Apakah ada perubahan dalam gerakan.
 Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum,
selama dan sesudah serangan.
 Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau
frekuensi denyut jantung.
 Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
c. Riwayat sebelum serangan
 Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
 Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung
berdebar.
 Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik,
olfaktorik maupun visual.
d. Riwayat Penyakit
 Sejak kapan serangan terjadi.
 Pada usia berapa serangan pertama.
 Frekuensi serangan
 Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam,
kurang tidur, keadaan emosional.
 Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang
disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
 Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
 Apakah makan obat-obat tertentu
 Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga

Created by : ewis S.Kep


7. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan.
Tanda : kelemahan otot, somnolen.
b. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
c. Eliminasi
Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran
urine.
d. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi (infiltrasi
gusi mengindikasikan leukemia monositik akut).
e. Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda : depresi, ansietas, marah.
f. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi,
pusing, kesemutan.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
Tanda : gelisah, distraksi.
h. Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal.
Tanda : dispnea, takipnea, batuk.

Created by : ewis S.Kep


i. Keamanan
Gejala : riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan penglihatan,
perdarahan spontan, tak terkontrol dengan trauma minimal.
Tanda : demam, infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa atau
hati.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko injuri berhubungan dengan aktivitas kejang
2. Imaaan Cemas berhubungan dengan terjadinya jekang, komplikasi kejang dan
penerimaan terhadap lingkungan.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
4. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran,
kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan
diri.
5. Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien
secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang
dialami,menangis wajah meringis
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, kurang pemajanan, atau kesalahan interpretasi
informasi.

C. Intervensi
a. Resiko injuri berhubungan dengan aktivitas kejang
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama ……pasientidak
mengalami kejang dengan kriteria sebagai berikut :
 Pasien bebas dari kejang
 Mempertahankan integritas fisik
 Tidak terjadi trauma fisik
 Tidak terjadi hipoksia dan aspirasi

Created by : ewis S.Kep


Intervensi Rasional
1. Pertahankan posisi tempat tidur 1. Meminimalkan resiko jika
lebih rendah pasien jatuh
2. Berikan pagar pengaman pada 2. Mencegah pasien jatuh dari
tempat tidur tempat tidur
3. Sebelum kejang lakukan 3. Merespon dengan cepat jika
persiapan spatel lidah, oksigen, pasien terjadi kejang
suction dekat tempat tidur
4. Monitor aktivitas kejang 4. Mengetahui jenis epilepsy dan
penanganan lebih lanjut
5. Selama kejang : pertahankan 5. Mencegah hipoksia, aspirasi,
jalan nafas pasien, lindungi trauma kepala dan keselamatan
kepala, pasang spatel jika pasien.
memungkinkan, longgarkan
pakaian, jaga privasi pasien
6. Catat frekuensi, waktu, bagian 6. Membantu mengidentifikasi
tubuh yang terjadi kejang jenis kejang dan manifestasi
yang terjadi
7. Setelah kejang : pertahankan 7. Mencegah hipoksia, aspirasi dan
kepatenan jalan nafas, suction memonitor respon fisiologis
jika perlu, miringkan pasien, setelah kejang dan memberikan
monitor tanda-tanda vital, status rasa nyaman paisen.
neurologi, berikan oksigen sesuai
program, orientasikan pada
lingkungan, berikan posisi
nyaman, jaga kebersihan mulut.
8. Laporkan kepada dokter jika 8. Penanganan lebih lanjut.
kejang tanpa periode kesadaran.

Created by : ewis S.Kep


b. Cemas berhubungan dengan terjadinya kejang, komplikasi kejang dan
penerimaan terhadap lingkungan
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama … pasien tidak
mengalami cemas dengan kriteria hasil :
 Pasien tidak mengungkapkan kecemasan dan apa yang sedang
dipikirkan
 Pasien dapat meningkatkan koping yang efektif dalam
menghadapi epilepsinya.

Intervensi Rasional
1. Kaji status emosional secara 1. Mengidentifikasi respons
terus-menerus, penampialn dan emosional pasien
tingkah laku untuk menetapkan
reaksi terhadap diagnose
2. Berikan kesempatan pasien untuk 2. Membuka diri meningkatkan
mendiskusikan secara terbuka kepercayaan kepada perawat
tentang perasaan, sikap dan
kepercayaan pasien
3. Validasi tentang kecemasan 3. Membantu mengidentifikasi
pasien dan identifikasi metode kecemasannya sendiri dan
koping yang tepat untuk pasien memulaimemecahkan masalah
4. Lakukan intervensi khusus, sesuia 4. Membantu menurunkan
dengan masalah yang dihadapi masalah pasien dan adaptasi
pasien, berikan respons yang pasien.
positif terhdap pasien.

Created by : ewis S.Kep


c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama … pasien tidak
mengalami gangguan pola napas dengan kriteria hasil :
 RR dalam batas normal sesuai umur
 Nadi dalam batas normal sesuai umur

Intervensi Rasional
1. Tanggalkan pakaian pada daerah 1. Memfasilitasi usaha
leher/dada, abdomen. bernapas/ekspansi dada
2. Masukkan spatel lidah/jalan napas 2. Dapat mencegah tergigitnya
buatan. lidah, dan memfasilitasi saat
melakukan penghisapan lendir,
atau memberi sokongan
pernapasan jika diperlukan
3. Lakukan penghisapan sesuai sesuai 3. Menurunkan risiko aspirasi
indikasi atau asfiksia

Kolaborasi Kolaborasi

1. Berikan tambahan O2 1. Dapat menurunkan hipoksia


serebral

Created by : ewis S.Kep


d. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran,
kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan
diri. Kriteria hasil :
 Dapat mengurangi risiko cidera pada pasien.

Kriteria pengkajian fokus makna klinis

a. Riwayat kejang
b. Tingkatan kejangnya

Intervensi Rasional
1. Kaji karakteristik kejang Untuk mngetahui seberapa besar
tingkatan kejang yang dialami
pasien sehingga pemberian
intervensi berjalan lebih baik
2. Jauhkan pasien dari benda benda tajam Benda tajam dapat melukai dan
/ membahayakan bagi pasien mencederai fisik pasien

3. Segera letakkan sendok di mulut pasien Dengan meletakkan sendok


yaitu diantara rahang pasien diantara rahang atas dan rahang
bawah, maka resiko pasien
menggigit lidahnya tidak terjadi
dan jalan nafas pasien menjadi
lebih lancer
Kolaborasi dalam pemberian obat anti Obat anti kejang dapat mengurangi
kejang derajat kejang yang dialami pasien,
sehingga resiko untuk cidera pun
berkurang

Created by : ewis S.Kep


4. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan :
 pengetahuan keluarga meningkat
 keluarga mengerti dengan proses penyakit epilepsi
 keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi
klien.

Intervensi :

Kriteria pengkajian focus Makna klinis


1. Kaji tingkat pendidikan keluarga 1. pendidikan merupakan salah
klien. satu faktor penentu tingkat
pengetahuan seseorang.
2. Kaji tingkat pengetahuan keluarga 2. untuk mengetahui seberapa jauh
klien. informasi yang telah mereka
ketahui,sehingga pengetahuan
yang nantinya akan diberikan
dapat sesuai dengan kebutuhan
keluarga
3. Jelaskan pada keluarga klien 3. untuk meningkatkan
tentang penyakit kejang demam pengetahuan.
melalui penkes.
4. Beri kesempatan pada keluarga 4. untuk mengetahui seberapa jauh
untuk menanyakan hal yang belum informasi yang sudah dipahami

dimengerti.
5. Libatkan keluarga dalam setiap 5. agar keluarga dapat memberikan
tindakan pada klien. penanngan yang tepat jika suatu-
waktu klien mengalami kejang
berikutnnya.

Created by : ewis S.Kep


DAFTAR PUSTAKA

Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah


Monica Ester, EGC, Jakarta

Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I


Made, EGC, Jakarta

NANDA, 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005 – 2006 Alih bahasa
Budi Santosa. Prima Medika.

Wong, Donna L., et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Volume 2.
Alih bahasa Agus Sunarta, dkk. EGC : Jakarta.

Sylvia, A. pierce.1999. Patofisologi Konsep Klinis. Proses penyakit. Jakarta : EGC

www.pediatric.com

Created by : ewis S.Kep

Anda mungkin juga menyukai