Anda di halaman 1dari 15

MUHAMMADIYAH DAN PEMBERDAYAAN

PEREMPUAN

DOSEN : AMELYADI,M.SI

KELOMPOK 10

NITA NUR AMALIA

RIZKI NURTRIVANI

SR152090022

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

NOVEMBER, 2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemberdayaan kaum perempuan, termasuk di dalamnya organisasi

perempuan sangat penting dan selalu relevan untuk diperjuangkan secara

serius melalui upaya-upaya yang comprehensif, sistematis, dan

berkesinambungan. Banyak upaya yang dapat dilakukan secara bersama-sama

dalam rangka membantu pemberdayaan kaum perempuan.

Dianatar persoalan sosial yang saat ini menjadi perhatian masyarakat

adalah tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak. Bermuculnya

kriminalitas yang menjadikan perempuan sebagai korban telah cukup lama

menjadi perhatian pemerintah maupun organisasi sosial kemasyarakatan.

Muhammadiyah merupakan salah satu dari sekian elemen masyarakat

yang cukup konsern dalam menyelesaikan persoalan perempuan akibat

diskriminasi yang melanda mereka.


B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara K.H Ahmad Dahlan memberdayakan perempuan ?
2. Bagaimana kesetaraan gender dalam Muhammadiyah ?
3. Apa pengertian Aisyiyah ?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini agar pembaca mengerti tentang
Muhammadiyah dan Pemberdayaan Perempuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Cara K.H Ahmad Dahlan Memberdayakan Perempuan

Ajaran KH. Ahmad Dahlan melalui Muhammadiyah memandang bahwa


laki-laki dan perempuan adalah setara. Kyai Dahlan sangat memperhatikan
perempuan sebagai generasi penerus umat islam. Karena itulah, Kyai
Dahlan menyuruh agar perempuan juga harus belajar dan bersekolah
selayaknya para kaum laki-laki. Komitmen Muhammadiyah dalam hal
perlindungan hak perempuan salah satunya adalah dengan dibentuknya
ortom Aisyiah dan Nasyiatul Aisyiah.

Berdirinya Aisyiah tidak terlepas dari berdirinya Muhammadiyah itu


sendiri. Sejak awal Kyai Dahlan sangat peduli terhadap pemberdayaan
perempuan agar berperan dalam aktifitas sosial kemasyarakat. Dengan
ortom tersebut, Muhammadiyah memandang bahwa perempuan juga
berpotensi untuk aktif dalam menggerakkan organisasi yang kala itu
didominasi oleh kaum laki-laki.

Beberapa kader perempuan yang kala itu pernah di didik oleh Kyai
Dahlan antara lain Siti Badriah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busyro, Siti
Dawingah, dan Siti Badingah Zubair. Bersama dengan Nyai Walidah, istri
beliau, Kyai Dahlan membentuk lingkaran pengajian yang kemudian
dikenal dengan Sopo Tresno. Lingkar pengajian ini merupakan cikal bakal
berdirinya organisasi sayap perempuan Muhammadiyah Aisyiah.
Kesetaran hak perempuan dengan laki-laki dalam peran-peran publik
bukanlah hal yang asing di lingkungan Muhammadiyah. Dengan kenyataan
tersebut, Muhammadiyah sudah semestinya menjadi lingkungan yang ramah
terhadap pembinaan dan pemberdayaan potensi perempuan agar mampu
berperan lebih luas dalam wilayah publik. Perempuan sudah semestinya
memberikan warna yang tegas dalam langgam pergerakan Muhammadiyah
di ranah sosial. Kecuali itu, Muhammadiyah juga semestinya memiliki
sensifitas yang tinggi terhadap persoalan diskriminasi dan tindak
kriminalitas yang menjadikan perempuan sebagai korban di tengah
masyarakat.

Namun demikian, apakah realitas di lingkungan Muhammadiyah saat


ini sudah ramah bagi perkembangan potensi perempuan ? Nampaknya
belum sepenuhnya demikian. Jika kita menilik pada pimpinan yang aktif di
persyarikatan, hampir sebagian besar adalah dari para laki-laki. Dalam
kebutuhan tabligh atau pengajian misalnya, sedikit sekali dapat kita
temukan di kalangan perempuan yang berani tampil di tengah-tengah forum
besar. Preferensi warga Muhammadiyah terhadap pemimpin di struktur
Muhammadiyah pun lebih condong pada kaum laki-laki.

Realitas ini menunjukkan bahwa lingkungan persyarikatan masih


bersifat maskulin. Lingkungan Muhammadiyah belum cukup mendukung
bagi perempuan untuk sadar akan pentingnya peran mereka dalam posisi-
posisi strategis di struktur pimpinan Muhammadiyah.
B. Kesetaraan Gender Dalam Muhammadiyah

Apakah yang dimaksud dengan ‘Kesetaraan Gender’ laki-laki dan


perempuan? Dan apa pendapat Anda dengan ‘Persamaan Gender’ tersebut?
Dan apa alasannya?
Isu ‘persamaan’ ini telah muncul dan telah menjadi opini seluruh dunia
pada tahun 1976 yang disebut dengan kesepakatan ASSIDOWI.
Kesepakatan ASSIDOWI ini merupakan sebuah diskriminasi terhadap kaum
wanita. Di dalamnya terdapat konsesus yang membahas 16 permasalahan
yang menuntut persamaan mutlak antara perempuan dan laki-laki., baik itu
persamaan dalam lapangan sosial (peranan kemasyarakatan), kemanusiaan,
hak dan kewajiban, pendidikan dan tentu saja dalam lapangan pekerjaan.
Permasalahan ini sebenarnya tidak perlu dikonttadiksikan, karena sejak
penciptaan laki-laki dan perempuan itu saja sudah ada perbedaam secara
alami. Sebab, keduanya memiliki peranan masing-masing. Karena, apabila
kita mentaddaburi ayat-ayat al-Qur`an, maka kita akan menemukan bahwa
Allah swt. menjadikan suatu aspek, di satu sisi bisa dikerjakan perempuan
tetapi tidak bisa dikerjakan oleh laki-laki dan begitu sebaliknya. Jadi,
senantiasa ada hubungan timbal-balik. Dan aspek pemuliaan (takrîm)
kepada laki-laki dan perempuan itu adalah sama, sebagaimana Allah swt.
telah menerangkan dalam salah satu firman-Nya: “Walaqad karamnâ banî
Âdam wa hamalnâhu fî`l barri wa`l bahr.i” Di dalam surat Ali Imran Allah
swt. juga menerangkan dalam salah satu ayat yang artinya sebagai berikut;
“Maka tatkala istri Imran melahirkan anaknya, dia pun berkata; Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan dan
Allah mengetahui apa yang dilahirkannya itu, dan anak laki-laki tidak sama
dengan anak perempuan.”
Dan dari ayat tersebut di atas, dijelaskan bahwa setiap orang
mempunyai tanggungjawab masing-masing. Oleh karena itu, tidak boleh
disamakan sesuatu yang sudah pasti berbeda sebagaimana yang
dipersepsikan oleh orang lain. Kita menyebut persamaan ini dengan
‘takâful’, yang berarti saling melengkapi dan tidak menyebutnya ‘tamâsul’
yang bermakna persamaan secara mutlak. Dimana di dalamnya dapat
menghilangkan karakteristik laki-laki dan perempuan itu sendiri. Sekarang
ini, mereka (baca: orang-orang Barat) melegalkan pernikahan ‘antargay’
atau ‘antarlesbi’. Pernikahan ini berlangsung di gereja-gereja mereka dan
bahkan di dalamnya terdapat undang-undang yang diatur untuk mendukung
pernikahan semacam itu. Mereka juga mengklaim bahwa hal itu merupakan
justifikasi untuk membela Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga persamaan
gender ini bisa diakui. Klaim ini telah sampai dan menyebar ke berbagai
negara Islam. Tetapi kita telah berupaya untuk menentang hal tersebut,
karena bertentangan dengan ketetapan Allah swt.. Dan ini dapat kita
perhatikan dari konsep penciptaan manusia, karena Allah swt. telah
menciptakan Adam terlebih dahulu baru kemudian menciptakan Hawa.
Kehidupan ini tidak akan selaras tanpa adanya perbedaan yang saling
melengkapi satu sama lainnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah swt.
dalam QS. Al Ahzab; 35:
”Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan
yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan
bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut (ama)Allah, Allah menyediakan bagi mereka ampunan
dan pahala yang besar.”

Dalam ayat ini telah terkonsep ‘persamaan’ antara laki-laki dan perempuan
sesuai dengan tuntunan syar’i. Jadi, intinya persamaan itu adalah persamaan
di dalam iman, kejujuran, keikhlasan, berdzkir, memelihara kemaluan,
zakat, puasa, dan sebagainya. Dan inilah yang dituntut dalam Islam.
Dengan demikian, aturan dasarnya harus kita mulai dari aturan dasar
pertama yang menjadi sandaran atau prinsip utama, yaitu saling melengkapi
adanya laki-laki dan perempuan. ‘Ma’ruf’ disini tidaklah statis, tetapi justru
dinamis (berubah) sesuai dengan kondisi tempat dan waktu. Pengertian
‘ma’ruf’ berbeda-beda antara pengertian yang dulu dan sekarang. Ma’rufi di
negara yang satu dengan negara yang lainnya mungkin saja berbeda, dengan
syarat bahwa ma’ruf bisa diterima dengan akal sehat dan tidak berbenturan
dengan nash-nash syariat. Ketika ma’ruf itu relevan di suatu negara dan bisa
direalisasikan pada waktu tertentu, maka hal ini dapat ditolerir
(diperbolehkan). Tetapi apabila di suatu negara terdapat pengekangan
pergaulan perempuan terhadap perempuan lain, maka hal tersebut tidak bisa
dibenarkan karena telah bertantangan dengan nash-nash al-Qur`an,
khususnya bertentangan dengan surat An Nisa’ ayat 7 yang berbunyi; “al-
rijâlu qawamûna ‘alâ an-nisâ.” Kata qawwâmah adalah penghormatan atau
pemuliaan terhadap isteri dan itu berarti mempererat ikatan keluarga.
Sebelum membicarakan qawwâmah, ada 2 prinsip yang terdapat di
dalamnya, yaitu :
Pertama, hal-hal yang dapat memudahkan hidup sesorang dalam
berkeluarga diantaranya adalah;
1. Keduanya tidak memberikan pekerjaan di luar kemampuan.
2. Isteri tidak banyak menuntut kepada suami berupa materi jika suami
miskin.
3. Jika seorang isteri sedang sakit, maka suami tidak boleh banyak
menuntut untuk melakukan sesuatu di luar kemampuannya.
Kedua, mencegah adanya bahaya. Di dalam surat Al Baqarah 233 Allah
swt. menjelaskan; “Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya.” Ketiga, selalu
bermusyawarah dan saling memahami. Keempat, saling pengertian, saling
ridha dan saling memahami satu sama lain, sebagaimana yang tertera dalam
surat Al Baqarah ayat 233 yang mempunyai arti; “Apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum 2 tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan...”
Prinsip-prinsip ini harus diterapkan dalam kehidupan rumah tangga dan
dijadikan sebagai prinsip yang dapat mengatur aktifitas keluarga.

C. Pengertian Aisyiyah

Akar berdirinya Aisyiyah tidak bisa dilepas kan kaitannya dari akar
sejarah. Spirit berdirinya Muhammadiyah telah mengilhami berdirinya
hampir seluruh organisasi otonom yangada di uhammadiyah, termasuk
Aisytyah. Sejakmendirikan Muhammadiyah, Kiai Dahlan
sangatmemperhatikan embinaan terhadap wanita. Anak-anak perempuan
yang potensial dibina dan dididikmenjadi pemimpin, erta dipersiapkan
untuk menjadi pengurus dalam organisasi wanita dalam Muhammadiyah. Di
antara ereka yang dididik Kiai Dahlan ialah Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti
Dalalah, Siti- Busyro (putri beliau endiri), Siti Dawingah, dan Siti Badilah
Zuber.

Anak-anak perempuan itu (meskipun usianya baru ekitar 15 tahun)


sudah diajak memikirkan soal-soal kemasyarakatan. Sebelum Aisyiyah
secara kongkret erbentuk, sifat gerakan pembinaan wanita itu baru
merupakan kelompok anak-anak perempuan yang enang berkumpul,
kemudian diberi bimbingan oleh KHA Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan
dengan elajaran agama. Kelompok anak- anak ini belum merupakan suatu
organisasi, tetapi kelompok anak-a nak ang diberi pengajian. Pendidikan
dan pembinaan terhadap wanita yang usianya sudah tua pun ilakukan juga
oleh Kiai Dahlan dan istrinya (Nyai Dahlan). Ajaran agama Islam tidak
memperkenankan engabaikan wanita. Mengingat pentingnya peranan
wanita yang harus mendapatkan tempat yang layak, Kyai Dahlan bersama-
sama KHA. Dahlan mendirikan kelompok pengajian wanita yang
anggotanya terdiri para gadis-gadis dan orang-orang wanita yang sudah
tua.Dalam perkembangannya, kelompok pengajian wanita itu diberi nama
Sapa Tresna.
Sapa Tresna belum merupakan organisasi, hanya suatu gerakan
pengajian saja. Oleh karena itu,untuk memberikan suatu nama yang
kongkrit menjadi suatu perkumpulan, K.H. Mokhtarmengadakan pertemuan
dengan KHA. Dahlan yang juga dihadiri oleh H. Fakhrudin dan Ki Bagus
Hadikusumo serta pengurus Muhammadiyah lainnya di rumah Nyai Ahmad
Dahlan. Awalnya iusulkan nama Fatimah, untuk orga- nisasi perkumpulan
kaum wanita Muhammadiyah itu, tetapi nama itu tidak diterima oleh rapat.

Haji Fakhrudin kemudian mengusulkan nama Aisyiyah yang kemudian


iterima oleh rapat tersebut. Nama Aisyiyah dipandang lebih tepat bagi
gerakan wanita ini karena didasari pertimbangan bahwa perjuanganwanita
yang akan digulirkan ini diharapkan dapat meniru perjuangan Aisyah, isteri
Nabi Muhammad, yang selalu membantu Rasulullah dalam berdakwah.
peresmian Aisyiyah dilaksanakan bersamaan peringatan Isra' Mi'raj Nabi
Muhammad pada tanggal 27 rajab 1335 H, bertepatan 19 Mei 1917 M.
Peringatan Isra' Mi'raj tersebut merupakan peringatan yang diadakan
Muhammadiyah untuk pertama kalinya. Selanjutnya, K.H. Mukhtar
memberi bimbingan administrasi dan organisasi, sedang untuk bimbingan
jiwa keagamaannya dibimbing langsung oleh KHA. Dahlan.

D. Identitas, Visi dan Misi


1. Identitas
Aisyiyah, organisasi perempuan Persyarikatan Muhammadiyah,
merupakan gerakan Islam dan dakwah amar makruf nahi mungkar,
yang berazaskan Islam serta bersumber pada Al-Quran dan Assunnah.
2. Visi Ideal
Visi Pengembangan Tercapainya usaha-usaba Aisyiyah yang
mengarah pada penguatan dan pengembangan dakwah amar makruf
nahi mungkar secara lebih berkualitas menuju masyarakat madani,
yakni masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
3. Misi
Misi Aisyiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program dan
kegiatan meliputi:
a. Menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas
pemahaman, meningkatkan pengamalan serta menyebarluaskan
ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan.
b. Meningkatkan harkat dan martabat kaum wanita sesuai dengan
ajaran Islam.
c. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pengkaian terhadap ajaran
Islam.
d. Memperteguh iman, memperkuat dan menggembirakan ibadah,
serta mempertinggi akhlak.
e. Meningkatkan semangat ibadah, jihad zakat, infaq, shodaqoh,
wakaf, hibah, serta membangun dan memelihara tempat ibadah,
dan amal usaha yang lain.
f. Membina AMM Puteri untuk menjadi pelopor, pelangsung, dan
penyempurna gerakan Aisyiyah.
g. Meningkatkan pendidikan, mengembangkan kebudayaan,
mempertuas ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
menggairahkan penelitian.
h. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah
perbaikan hidup yang berkualitas
i. Meningkatkan dan mengembangkan kegiatan dalam bidang-
bidang sosial, kesejahteraan masyarakat, kesehatan, dan
lingkungan hidup
j. Meningkatkan dan mengupayakan penegakan hukum, keadilan,
dan kebenaran serta memupuk semangat kesatuan dan
persatuan bangsa.
k. Meningkatkan komunikasi,ukhuwah, kerjasama di berbagai
bidang dan kalangan masyarakat dalam dan luar negeri.
l. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan
organisasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Posisi Aisyiyah dalam Muhammadiyah adalah sebagai suatu organisasi
otonom Muhammadiyah yang di peruntukan untuk perjuangan para wanita
muslimah. Karena lembaga ini adalah bagian horizontal dari organisasi
Muhammadiyah maka fungsi dari lembagaa ini sebagai partner gerak
langkah Muhammadiyah, di mana asas dan tujuannya tidak terpisah dari
induk persyarikatan. Aisyiyah adalah organisasi persyarikatan
Muhammadiyah yang berazaskan amar ma‟ruf nahi munkar dan
berpedoman kepada Al-Qur‟an dan Sunnah.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna,
maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca yang sifatnya membangun, semoga apa yang diharapkan dari
makalah ini dapat dicapai dengan sempurna. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.pcimmesir.com/2015/03/menguak-isu-kesetaraan-gender.html
(diakses tanggal 31 oktober 2016)
http://www.muhammadiyah.or.id/content-199-det-aisyiyah.html
(diakses tanggal 31 oktober 2016)

Anda mungkin juga menyukai