Anda di halaman 1dari 82

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN

DAN PERLINDUNGAN PADA TN. D DI RUANG BAROKAH


PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komprehensif


Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan

Disusun Oleh :
AGUS SUSANTO
A01301713

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2016

i
ii
iii
Program Studi DIII Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
Karya Tulis Ilmiah, Juli 2016
Agus Susanto1, Podo Yuwono 2, M.Kep.Ns.,CWCS

ABSTRAK
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN
PERLINDUNGAN PADA TN.D DIRUANG BAROKAH PKU MUHAMMADIYAH
GOMBONG

Latar Belakang: Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi diintegritas pada tulang.
Penyebab terbanyaknya adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif dan
osteoporosis juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya fraktur.
Tujuan Umum Penulisan Karya Ilmiah: Untuk memberikan gambaran tentang asuhan
keperawatan pemenuhan kebutuhan perlindungan dan keamanan pada pasien fraktur femur post
orif.
Resume Keperawatan: Dari hasil pengkajian klien mengatakan nyeri, susah melakukan
mobilisasi, perubahan pola tidur dan terdapat selang drain pada luka. Telihat luka post operasi
yang masih tertutup perban. Berdasarkan data maka masalah keperawatan yang muncul Nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik, Hambatan mobilitas berhubungan dengan gangguan
neuromuskular, gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri. Resiko infeksi berhubungan
dengan tindakan invasif.
Intervensi dan Implementasi yang sudah dilakukan diantaranya melakukan relaksasi,
memberikan terapi analgetik, melatih dan menganjurkan klien melakukan ADL secara mandiri,
mengidentifikasi penyebab perubahan pola tidur, menganjurkan tidur siang, mengobservasi tanda-
tanda infeksi, melakukan perawatan luka.
Evaluasi yang dilakukan selama tiga hari nyeri berkurang, klien dapat melakukan mobilisasi
sesuai kemampuan, pola tidur klien membaik, tidak muncul tanda-tanda infeksi, klien merasa
nyaman setelah dilakukan perawatan luka.

Kata kunci : keamanan, perlindungan, asuhan keperawatan

1 : Mahasiswa DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong


2 : Dosen DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong

iv
Diploma III of Nursing Program
Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong
Nursing Care Report, July 2016
Agus Susanto1, Podo Yuwono 2, M.Kep.Ns.,CWCS

ABSTRACT
NURSING CARE OF FULLFILLING NEED FOR SAFETY AND PROTECTION TO MR.D
IN BAROKAH WARD PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

Background: Fracture is a situation where there diintegritas bone. The most direct cause of the
incident was an accident, but other factors such as degenerative processes and osteoporosis can
also affect the occurrence of fractures.
General Purpose Scientific Writing: To provide an overview of the nursing care needs of
protection and safety compliance in patients post orif femur fractures.
Nursing Resume: The nursing assessment showed that client said pain, difficulty in mobilitation,
changes in sleep patterns and there is a hose drain in the wound. Seemingly postoperative wounds
still covered in bandages. Based on these data the nursing diagnosis was management is acute pain
appertain with physical injury agents, imobility appertain with neuromuscular, sleep disorders
appertain with pain. Risk of infection appertain with procees invasive.
Intervention and Implementation that have been made include relaxation, providing analgesic
therapy, train and advise clients perform ADLs independently, identify the cause of the changes in
sleep patterns, recommends a nap, observed signs of infection, wound care.
Evaluations were conducted over three days the pain has subsided, the client can perform the
appropriate mobilization capabilities, clients sleep patterns improved, did not showed signs of
infection, clients feel comfortable after process wound care.

Keywords : safety, protection, nursing care

1: University Student Diploma III of Nursing, Muhammadiyah Health Science Institute Of


Gombong
2 : Lecturer Diploma III of Nursing, Muhammadiyah Health Science Institute Of Gombong

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan
judul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Keamanan Dan Perlindungan
Pada Tn. D Di Ruang Barokah RS PKU Muhammadiyah Gombong”. Sholawat
serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW
sehingga penulis mendapat kemudahan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
ini. Sehubungan dengan itu penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak M. Madkhan Anis, S.Kep. Ns., selaku Ketua STIKES Muhammadiyah
Gombong.
2. Bapak Sawiji, S.Kep. Ns. M.Sc., selaku Ketua Prodi DIII Keperawatan
STIKES Muhammadiyah Gombong.
3. Bapak Podo Yuwono M.Kep. Ns. CWCS., selaku pembimbing yang telah
berkenan memberikan bimbingan dan pengarahan.
4. Bapak Dr. Ibnu Naser, S.Ag., M.M.R. selaku direktur RSU PKU
Muhammadiyah Gombong yang telah memberikan ijin dalam melaksanakan
asuhan keperawatan khususnya untuk penyelesaian laporan ini.
5. Tim Penguji Komperhensif yang telah memberikan saran dan arahan.
6. Segenap Dosen dan Karyawan STIKES Muhammadiyah Gombong yang
telah berkenan memberikan bimbingan dan arahan materi selama penulis
menempuh pendidikan.
7. Segenap Staf dan Karyawan RS PKU Muhammadiyah Gombong yang telah
memberikan bimbingan dan arahan.
8. Tn. D dan keluarga yang telah kooperatif dalam penyelesaian Asuhan
Keperawatan.
9. Bapak dan Ibu serta Adik tersayang yang selalu mendukung, memberikan
kasih sayang, bimbingan, nasihat, semangat, dan do’a yang tiada putus-
putusnya serta pelajaran berharga bagi penulis.

vi
10. Ananda Fitriana Puspitasari yang selalu memberikan doa dan semangat serta
dukungan untuk menyelesaikan laporan ini.
11. Teman-teman seperjuangan yang telah membantu dalam penyusunan karya
tulis ini dan mampu menjadi saudara yang dengan sabar menghadapi saya
selama menempuh pendidikan.
12. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu yang telah
memberikan saran sehingga laporan ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari betul bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
sempurna dan masih banyak kesalahan yang perlu dikoreksi dan diperbaiki. Oleh
karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan dikemudian hari.
Harapan penulis semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
semoga Allah SWT selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya. Amin.

Gombong, Juli 2016

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ......................................................................iii
ABSTRAK .................................................................................................................iv
KATA PENGANTAR .................................................................................................vi
DAFTAR ISI ..............................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan .................................................................................................5
C. Manfaat Penulisan ...............................................................................................5
BAB II KONSEP DASAR
A. Definisi ................................................................................................................7
B. Konsep Luka .......................................................................................................7
C. Hasil inovasi tindakan keperawatan luka ............................................................14
BAB III RESUME KEPERAWATAN
A. Pengkajian ...........................................................................................................16
B. Analisa Data ........................................................................................................19
C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi ...............................................................20
BAB IV PEMBAHASAN
A. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Cidera Fisik ........................................25
B. Hambatan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Gangguan Neuromuskuler....27
C. Gangguan Pola Tidur Berhubungan Dengan Nyeri ............................................29
D. Resiko Infeksi Berhubungan Dengan Post Orif Femur ......................................30
E. Implementasi .......................................................................................................31
F. Analisa Inovasi Tindakan Keperawatan .............................................................36

viii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................................................40
B. Saran....................................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi diintegritas pada
tulang. Penyebab terbanyaknya adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain
seperti proses degeneratif dan osteoporosis juga dapat berpengaruh terhadap
terjadinya fraktur (Depkes RI, 2011).
Gangguan kesehatan yang banyak dijumpai dan menjadi salah satu
masalah dipusat-pusat pelayanan di seluruh dunia salah satunya adalah
fraktur (Budhiartha,2009). Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai
hilangnya atau adanya gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada
sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang ada disekitarnya. Fraktur
ekstrimitas adalah fraktur yang terjadi pada komponen ekstrimitas atas
(radius, ulna) dan ekstrimitas bawah (femur, tibia, fibula). Fraktur Femur
adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis
bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan
lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur
tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Helmi,
2012)
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih
dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3
juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang
memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas bawah
sekitar 40% dari insiden kecelakaan yang terjadi di ekstrimitas bagian bawah.
Sedangkan berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh
badan penelitian dan pengembangan Depkes RI tahun 2013 di Indonesia
terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh,
kecelakaan lalu lintas, dan trauma benda tajam atau tumpul. Sebanyak 84.774
orang yang mengalami cedera, penyebab cedera terbanyak yaitu jatuh 34.673

1
2

orang dan kecelakaan lalu lintas sepeda motor sebanyak 34.418 orang.
Selanjutnya penyebab cedera karena benda tajam tumpul 6.188 orang,
transportasi darat lainnya 6.018 orang, dan kejatuhan 2.119 orang. Sedangkan
untuk penyebab yang belum disebutkan proporsinya sangat kecil yang
mengalami fraktur sebanyak 4.917 orang se-Indonesia.
Kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja merupakan suatu keadaan
yang tidak di inginkan yang terjadi pada semua usia dan secara mendadak.
Angka kejadian kecelakaan lalu lintas di Jawa Tengah tahun pada 2015 tercatat
17.725 kecelakaan lalu ( Polda Jateng, 2015).
Hasil survey tim Depkes RI (2007),dari 8 juta pasien fraktur
didapatkan 25% pasien mengalami kematian, 45% mengalami kecacatan
fisik, 15% mengalami stres psikologis karena cemas dan bahkan depresi, dan
hanya 10% yang mengalami kesembuhan dengan baik. Berdasarkan data
dinas Kesehatan. Prevalensi fraktur yang cukup tinggi yaitu insiden fraktur
pada ekstremitas yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi
(Depkes RI, 2009).
Perawatan segera setelah operasi, harus dilakukan mobilisasi agar
fungsi kemandirian dapat dipertahankan. Manfaat dari mobilisasi yaitu untuk
peningkatan sirkulasi darah yang dapat menyebabkan pengurangan rasa nyeri,
mencegah tromboflebitis, memberi nutrisi untuk penyembuhan pada daerah
luka, dan meningkatkan kelancaran fungsi ginjal (Ningsih 2011).
Permasalahan paska pembedahan ortopedi berkaitan dengan nyeri,
perfusi jaringan, promosi kesehatan, mobilitas fisik, dan konsep diri (Bare &
Smeltzer, 2006). Permasalahan yang terjadi secara keseluruhan
mengakibatkan perubahan status fungsional. Perubahan status fungsional
selalu terjadi sebagai tanda pertama dari penyakit atau kelanjutan dari kondisi
kronis (Saltzman, 2011). Perubahan status fungsional selalu terjadi sebagai
tanda pertama dari penyakit atau kelanjutan dari kondisi kronis (Saltzman,
2011).
3

Patah tulang ekstrimitas yang terisolasi menyebabkan angka


morbiditas yang tinggi seperti penderitaan fisik, kehilangan waktu produktif
dan tekanan mental.Patah tulang ekstrimitas dengan energi tinggi juga
menyebabkan angka mortalitas tinggi apabila terjadi multi trauma dan
pendarahan hebat. Kematian paling sering terjadi pada 1 – 4 jam pertama
setelah trauma apabila tidak tertangani dengan baik. Melihat permasalahan
tingginya angka kejadian trauma dan patah tulang pada ekstrimitas bagian
bawah dan buruknya komplikasi yang akan dialami oleh pasien
apabilakejadian ini tidak ditangani dengan baik, diperlukan pemahaman
mengenai penyakit ini oleh tenaga medis agar dapat memberikan penanganan
yang lebih komprehensif. Survey primer (ABCDE) yang baik untuk
menyelamatkan nyawa dan survey sekunder yang tepat dibutuhkan untuk
menyelamatkan fungsi dari ekstrimitas, ditunjang oleh penanganan definitif.
Luka pasca pembedahan sembuh secara primer karena menggunakan benang
atau alat penutup lain dengan kehilangan jaringan minimal karena hanya
berupa sobekan.
Setelah pembedahan beberapa tindakan untuk mengembalikan fungsi
dan integritas fisik tubuh meminimalkan deformitas, dan tanpa terjadi infeksi
yaitu mengontrol hemostatik dan hemodinamik, menutup luka, drainase luka,
membalut, dan memantau komplikasi yang mungkin timbul. Luka akut
adalah luka yang sembuh sesuai dengan waktu penyembuhan luka, baik luka
steril, luka bersih, maupun luka bersih terkontaminasi. Luka akut dapat
sembuh dengan penutupan secara primer . beberapa hal yang perlu diingat
terkait dengan perawatan luka akut adalah waktu penyembuhan luka dan
proses yang terjadi pada setiap fasenya. Fase inflamasi (pembersihan luka
atau debris) 0 – 2 hingga 5 hari, proliferasi hngga epitelisasi (luka menutup) 2
hingga 5-21 hari (3 minggu), dan maturasi (penguatan struktur) 21 hari
hingga 2-3 tahun. Luka paska pembedahan adalah luka akut yang paling
banyak ditemui dan resiko infeksi minimal karena tindakan pembedahan
dilakukan secara steril di ruang operasi. Kejadian infeksi luka operasi dapat
dimonitor sejak dini, dan dilakukan pencegahan dengan segera dengan cara
4

yang efektif dan efisien. Luka post ORIF (Open Reduksi Internal fiksasi)
merupakan luka akibat suatu pembedahan untuk memanipulasi fragmen –
fragmen tulang yang patah. (Kneale & Davis, 2011).
Tujuan merawat luka adalah kesembuhan, dan balutan yang dipilih
adalah balutan yang dapat mempertahankan kondisi lembab, mengontrol
kejadian infeksi, mempercepat penyembuhan luka, mengabsorbsi cairan luka
yang berlebihan, membuang jaringan mati, nyaman digunakan. Pada luka
akut dan luka kronis mengalami proses penyembuhan yang sama dari
inflamasi hingga maturasi. Beberapa hal yang juga harus diperhatikan dalam
luka akut pasca pembedahan adalah evaluasi balutan primer yang digunakan,
permukaan epitel, penutupan luka, garis sembuh dan perubahan lokal yang
mengarah ke infeksi. Balutan sangat berpengaruh dalam mendukung
penyembuhan luka sehingga pemilihan balutan pasca pembedahan sangat
penting difahami. Pada fraktur terbuka (yang berhubungan dengan luka
terbuka memanjang sampai permukaan kulit dan ke daerah cedera tulang)
terdapat resiko infeksi osteomielitis, gas gangren, dan tetanus. Tujuan
penanganan adalah meminimalkan kemungkinan infeksi luka, jaringan lunak
dan tulang untuk mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang
Berdasarkan pengkajian pada Tn.D didapatkan data subjektiv, bahwa
klien mengatakan nyeri di area luka dengan skala 6, terasa hilang timbul,
terdapat luka jahit di femur dextra, perban dan tempat tidur keliatan kotor.
Klien mengatakan sering terbangun ketika tidur, dan tidak bisa beraktivitas
hanya bisa miring kiri dan miring kanan, serta nyeri ketika bergerak. Hal ini
menunjukan bahwa pasien di rumah sakit mengalami berbagai masalah
keperawatan diantaranya Nyeri, Hambatan mobilitas, Resiko infeksi,
Gangguan pola tidur. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil dan
menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan
Pemenuhan Rasa Aman dan Perlindungan pada Tn.D Di Ruang Barokah
PKU Muhammadiyah Gombong.
5

B. Tujuan
Adapun dari penulisan karya ilmiah yaitu:
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan tentang
pemenuhan kebutuhan mobilisasi dengan pasien post orif femur.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien post orif
dengan masalah kebutuhan masalah mobilisasi.
b. Mahasiswa mampu menganalisa data untuk menemukan masalah
keperawatan yang muncul pada pasien post orif dengan masalah
kebutuhan masalah kebutuhan mobilitasi.
c. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa dan prioritas masalah
keperawatan pada pasien post orif dengan masalah pemenuhan
kebutuhan moblitasi.
d. Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan sesuai dengan
masalah keperawatan yang muncul pada pasien post orif dengan
pemenuhan kebutuhan mobilitasi.
e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada pasien post orif
dengan masalah pemenuhan kebutuhan mobilitasi.
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan
yang sudah dilakukan
g. Mahasiswa mampu menganalisa hasil dari tindakan yang telah
dilakukan

C. Manfaat
1. Secara keilmuan
Sebagai bahan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
peningkatan pendidikan dalam proses keperawatan di instusi perawatan
dan lembaga kesehatan.
6

2. Secara aplikatif
Sebagai pengetahuan untuk pembaca dan masyarakat dalam
mengenal proses keperawatan dan menambah pengetahuan tentang
penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2006). Konsep Dsar Keperawatan. Jakarta: EGC.


Aziz Alimul, Musrifatul. (2012). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta :
Salemba Medika
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional. Jakarta
Biro Penerangan Polri.2011.Kecelakaan Lalu Lintas.
http//angkakecelakaanlalulintas.com
Budiartha, P. 2009, Fraktur ( Patah Tulang). Diakses 25 Juni 2016
http://nursingbegin.com/fraktur-patah tulang
Bryant, Ruth. (2007). Acute & Chronic Wounds; Current Manangement Concept
Philadelphia : Mosby Elsevier.
Doenges, Marilyn E. (2009). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa: I
Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Edisi 3. Jakarta: EGC.
DR.Munir UPadhyay, D. D. (2016). Studi Pengaruh Balutan Luka Madu Pada
Luka Traumatik dari Ortopedi, 1-8.
Emir Burak Yüksel, A. M. (2014). The Effect OF Different Topical Agents
(Silver Sulfadiazine, Povidone-Iodine, and Sodium Chloride 0.9%) on
Burn Injuries in Rats., 1-6.
Herdman. (2015). Nursing Diagnoses: Deffinition & Classification.
Helmi, Z.N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muaskuloskeletal. Salemba Medika :
Jakarta
Ismail. (2008). Luka bakar dan perawatannya . Jakarta: Balai Pustaka
Ismail. (2011). Luka bakar dan perawatannya . Jakarta: Balai Pustaka
Kartika, R. W. (2015). Perawatan Luka Kronis, 546-550.
Moorhead,S.,Johnson,M.,Mas,M,L.,Swanson,E.(2008). Nursing Interversion
Clafication (NIC)(4thed).Stlousus missouri:mobsbya Elsevier.
Moorhead,S.,Johnson,M.,Mas,M,L.,Swanson,E.(2008). Nursing Outcomes
th
Interversion (NIC)(4 ed).Stlousus missouri:mobsbya Elsevier.
Nuril Hudha Al Anshori, N. W. (2014). Pengaruh Perawatan Luka
Menggunakan Madu terhadap Kolonisasi Bakteri Staphylococcus Aureus
pada Luka Diabetik Pasien Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja
Puskesmas Rambipuji Kabupaten Jember., 499-506.
Perry, P. d. (2006). Buku ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Putu Sukma Parahita, P. K. (2011). Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada
Cedera Fraktur Ekstrimitas, 55-64.
Ropyanto, C. S. (2013). Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Status Fungsional Paska Open Reduction Internal Fixation (Orif)
Fraktur Ekstremitas, 1-8.
Sotani, D.(2009). Rawat luka dengan metode modern, minimalkan parut.2009.

Ward., Susan L, Hisley., Shelton M. (2009). Maternal-Child Nursing Care,


Optimizig Outcoms for Mothers, Children, & Families. Philadelphia: F.A.
Davis Company
Zulfa, E. d. (2008). Perbandingan Penyembuhan Luka Terbuka Menggunakan
Balutan Madu Atau Balutan Normal Salin-Povidone Iodin, 34-39.
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

DI RUANG BAROKAH RSU PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

DISUSUN OLEH:

AGUS SUSANTO

A01301713

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


GOMBONG

2016
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya
dialami hewan kecil akibat kecelakaan, terjatuh dan luka (Bleby & Bishop,
2003). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2005).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).

B. ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

C. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


diimobilisasi
2. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai
2 inci).
3. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
4. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang
cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap

F. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam
ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi
cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot.
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan
kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak
terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.
Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan
oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernafas.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang
dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular
dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling
sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher),
saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi
suplai darah.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum
dan korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar
tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).
Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau
selama operasi.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan
fibrosa. Kadang –kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini.
Faktor – faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak
adanya mobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari
fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.

G. STADIUM PENYEMBUHAN FRAKTUR


Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar
daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi
tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan
fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan
berhenti sama sekali.
2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel
menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan
bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami
proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan
disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.
Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yg menggabungkan
kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam
setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik
dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi
oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan
mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan
tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur
(anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat
fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman
tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat
untuk membawa beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.
Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk
ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-
menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang
tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang,
rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip
dengan normalnya.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri,
namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan
juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur).
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
3. Agar terjadi penyatuan tulang kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4
minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.
4. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula.
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan
kakunya sendi. Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat
mungkin.
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

FRAKTUR

Di Susun oleh:

AGUS SUSANTO

A01301713

PRODI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANMUHAMMADIYAH
GOMBONG
2016
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Fraktur


Sub PokokBahasan : Sistem Muskuloskeletal
Topik : Nutrisi Yang Dibutuhkan Bagi Pasien
Fraktur
Sasaran : Pasien Dengan Diagnosa Fraktur
Hari/Tanggal : Rabu, 1 juni 2016
Waktu : 10.00 Wib S.d Selesai
Tempat : Ruang Barokah RSU PKU Muhammadiyah
Gombong
I. Tujuan Instruksional
A. Tujuan Instruksional Umum (TIU):
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit diharapkan klien dapat
memahami tentang nutrisi yang dibutuhkan untuk mempercepat
penyembuhan bagi pasien fraktur.
B. Tujuan Instruksional Khusus (TIK):
Setelah diberikan penyuluhan keluarga diharapkan dapat :
1. Menjelaskan kembali pengertian fraktur
2. Menjelaskan penyebab frakttur
3. Menyebutkan tanda dan gejala fraktur
4. Menyebutkan sumber nutrisi yang dibutuhkan bagi penderita fraktur

II. Materi
Terlampir

III.Metoda
Metode yang digunakanadalahceramahdan Tanya jawab/diskusi

IV.Media
- Leaflet
- Lembar balik

V.STRATEGI
a. Persiapan
- Pembuatan satuan penyuluhan
- Persiapan penyuluh dengan menggunakan referensi yang ada
b. Pelaksanaan
- Dimulai dengan memperkenalkan diri, maksud dan tujuan
penyuluhan
- Menjelaskan poin-poin penting isi penyuluhan
- Menyampaikan materi
c. Penutup

VI.Kegiatan
Uraian Kegiatan
No Kegiatan
Penyuluh Peserta
1. Pembukaan a. Mengucapkan salam. a. Menjawab salam.
2 Menit b. Menyampaikan tujuan b. Menyetujui tujuan
demonstrasi demonstrasi
c. Melakukan apersepsi c. Mengikuti apersepsi

2. Isi a. Menjelaskan materi penyuluhan a. Menyimak penjelasan.


30 Menit mengenai pengertian, fungsi
tulang penyebab patah tulang,
tanda dan gejala patah tulang dan
nutrisi yang dibutuhkan bagi
penderita patah tulang.
b. Memberikan kesempatan kepada b. Pesertabertanya
keluarga untuk bertanya tentang
materi yang telah disampaikan
3. Penutup a. Melakukan evaluasi a. Menjawab pertanyaan
3 Menit b. Menyimpulkan materi b. Menyimak
demonstrasi kesimpulan.
c. Mengucapkan salam c. Menjawab salam.

V. Evaluasi
Untuk mengetahui sejauh manapemahaman keluraga setelah diberikan
penyuluhan selama 30menit diberikan pertanyaan:
1. Menjelaskan kembali pengertian fraktur
2. Menjelaskan penyebab frakttur
3. Menyebutkan tanda dan gejala fraktur
4. Menyebutkan sumber nutrisi yang dibutuhkan bagi penderita fraktur
Pembahasan Materi fraktur

1. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
2. Penyebab
a. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
rudapaksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
b. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
c. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan frakturpatologis.
d. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

3. Tanda dan gejala


Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan
warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakanluarbiasa). Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ektremitas yang bias diketahui dengan
membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung
pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5sampai 5
cm (1 sampai 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
denganl ainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

4. Nutrisi yang di butuhkan untuk penyembuhan


a. Makanan Sumber Kalsium (susu, kedelai, gandum dan sayuran
hijau.)satu nutrisi yang berperan menjaga kesehatan tulang.
b. Makanan Sumber Protein (telur, ikan, susu, daging putih, kelapa
muda, alpukat, dan kedelai.) Selain kalsium, protein juga menjadi
unsur penting dalam pembentukan tulang, sekitar 50% tulang
terbentuk dari protein.
c. Makanan Sumber Antioksi dan( teh hijau dan buah delima)
Antioksidan akan membantu pemulihan patah tulang dan mampu
menghambat rusaknya sel tulang menjadi lebih parah. 3-5 cangkir teh
hijau dapat membantu pemulihan sel tubuh yang rusak karena
kandungan antioksidannya yang sangat tinggi.
d. Sumber Vitamin D (seperti kuning telur, ikan dan daging. Berjemur
di bawah matahari pagi) Vitamin D pentingdalam proses penyerapan
kalsium kedalam darah dan tulang, maka dari itu untuk mempercepat
penyembuhan patah tulang perlu mengonsumsi kalsium yang di
sempurnakan dengan asupan vitamin D.
e. Sumber Vitamin K (Brokoli, kol, ikan, hati, daging merah, telur)
Vitamin K bertugas memperkuat osteocalcin yaitu komponen protein
pada tulang. Dengan terpenuhinya kebutuhan vitamin K risiko retak
tulang akan menurun dan proses pemulihan patah tulang jadi lebih
cepat. Fungsi utama vitamin K adalah membantu proses pembekuan
darah saat tubuh mengalami luka.
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

PERBEDAAN PENYEMBUHAN LUKA POST SECTIO CAESAREA YANG


DILAKUKAN PERAWATAN LUKA DENGAN NaCl 0,9% DAN
POVIDON IODINE 10% DI RSUD TUGUREJO SEMARANG
TAHUN 2013

Lesia Setyawati1, Ida Ariyanti2, Sri Wahyuni S.3


lesiabagas@gmail.com

ABSTRAC

Caesarean sectio rate is increasing dramatically, especially in the end of


20th century. Caesarean sectio is a surgical operation and it should have infection
rate lower than 2 percent. Using and choosing not appropriate wound care product
will cause longer inflammation time process and less oxygen supply in wound
location that will cause longer wound recovery.
The purpose of this research was to know the difference of post caesarean
sectio wound recovery between NaCl 0,9% wound care in Bougenville room of
RSUD Tugurejo Semarang 2013.
This research was pre experimental , with post test only control group
design. Sample in this research was caesarean sectio post partum with inclusion of
criteria as much as 30 respondents with 15 respondent as experiment group and 15
respondents as control group.
Processing data using Mann Whitney test resulted p value 0,317 > 0,05
which mean that there was no difference wound recovery post caesarean sectio
between NaCl 0,9% wound care and Povidone Iodine 10% wound care.
From the result of this research it is expected to use NaCl 0,9% in wound
care of Post caesarean sectio. With different of mean 1,00 the result of this reseach
can become a litrature for nex research by using more controlling of confounding
variable.
Keywords: wound recovery, saesarean sectio, wound care, NaCl 0,9%, povidone iodine 10%
1) Civitas Akademika Jurusan Kebidanan Semarang
2), 3), Jurusan kebidanan Semarang

Angka sectio caesarea meningkat hasil kosmetik (Perry, 2005).Sedangkan


secara dramatis, terutama di akhir abad penggunaan dan pe- milihan
ke-20. Sectio caesarea merupakan pem produk-produk perawatan luka yang
bedahan bersih dan seharusnya me- kurang sesuai akan menyebabkan
miliki angka infeksi tidak lebih dari proses inflamasi yang memanjang dan
2 % (Boyle, 2009). Prinsip utama kurangnya suplai oksigen di tempat luka.
dalam perawatan luka adalah Hal-hal terseut akan memper- panjang
pembersihan, penutupan dan waktu penyembuhan luka. Luka yang
perlindungan luka (Sjam- suhidajat, 2010). lama sembuh akan disertai dengan
Perawatan luka yang diberikan dapat penurunan daya tahan tubuh pansien
menurunkan nyeri, me- ningkatkan membuat luka semakin rentan untuk
penyembuhan luka, serta memperbaiki terpajan mikroorganisme yang

1
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

menyebabkan infeksi (Morrison, 2004). didapatkan infeksi luka operasi


Disebutkan oleh Boyle (2009) ter- sebanyak 10 (3,10%) dan pada tahun
dapat penelitian yang menunjukkan 2012 terdapat 1985 persalinan, dengan
bah- wa angka infeksi luka post sectio sectio caesarea 572 (28,96%) dan
caesarea dapat mencapai 25,3%, oleh didapatkan infeksi luka operasi seba-
karenanya perlu adanya perawatan luka nyak 13 (2,26%).
post sectio caesarea. Banyak cara yang Perawatan luka sectio caesarea di
telah dikembangkan untuk membantu RSUD Tugurejo Semarang sampai de- ngan
penyembuhan luka, termasuk larutan akhir bulan Desember 2012, larutan
pembersih yang digunakan untuk mera- pembersih yang digunakan adalah povidon
wat luka yang salah satunya adalah iodine 10% sedangkan balutan luka yang
peng gunaan NaCl 0,9% dan povidon digunakan adalah dermafix-t yang merupa-
kan plaster hypoallergenic transparent
iodine 10%. Menurut pedoman klinis
yang lembut, lentur dan tidak tembus air
AHCPR 1994 cairan pembersih yang
dengan absorbent pad yang tidak me-
dianjurkan adalah cairan salin normal
lekat pada luka sehingga nyaman dipakai
(sodium clorida 0,9%), karena salin
dan aman untuk mandi. Dan dilakukan
normal merupakan cairan fisiologis dan
evaluasi luka post operasi pada hari ke
tidak akan membahayakan bagi luka
10 saat kunjungan ulang di poli klinik
(Potter, 2005).
obstetri ginekologi.
Pada penelitian yang dilakukan
Pada bulan Januari 2013 perawatan
oleh Istikomah tahun 2010 tentang
luka post sectio caesarea di ruang
perbedaan perawatan luka dengan
Bougenville RSUD Tugurejo Sema- rang
menggunakan povidon iodine 10% dan sebagian mulai menggunakan NaCl 0,9%
NaCl 0,9% terhadap proses penyem- sebagai larutan pembersih luka maupun
buhan luka pada pasien post operasi sebagai penutup luka. Perawatan luka
prostatektomi di Ruang Anggrek RSUD yang biasa dilakukan pada pasien paska
Tugurejo Semarang didapatkan hasil operasi baik dengan povidon iodine
adanya perbedaan pro ses penyembuh- 10% maupun NaCl 0,9% selama ini
an luka yang signifikan antara pasien belum pernah dilakukan penelitian ten-
post operasi prostaektomi yang dibe- tang efektifitas hasil dari cara perawat-
rikan perawatan luka dengan menggu- an luka yang dilakukan.
nakan povidon 10% dan NaCl 0,9% Berdasarkan hasil studi pendahulu-
dengan p value 0,040. Dalam hal ini an tersebut peneliti tertarik untuk mela-
povidon 10% lebih baik dari NaCl 0,9% kukan penelitian tentang “Apakah Ada
di dalam penyembuhan luka post Perbedaan Penyembuhan Luka Post
operasi prostatektomi. Sectio Caesarea yang Dilakukan Pera
Berdasarkan data dari RSUD Tu- watan Luka Dengan Nacl 0,9% Dan
gurejo Semarang didapatkan pasien Povidon Iodine 10% di Ruang Bougen-
bersalin mengalami peningkatan dalam ville RSUD Tugurejo Semarang Tahun
tiga tahun berturut-turut yaitu jumlah 2013”.
persalinan sebanyak 1009 pada tahun
2010 dengan sectio caesarea 261 METODE PENELITIAN
(25,86%) dan didapatkan infeksi luka Rancangan penelitian ini meng-
operasi sebanyak 27 (6,9%), pada tahun gunakan static group comparison /
2011 terdapat 1384 persalinan, dengan posttest only control group design. Me-
sectio caesarea 322 (23,26%) dan nurut Notoatmodjo (2005) dengan

2
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

rancangan ini, memungkinkan peneliti dan povidone iodine 10% di Ruang


mengukur pengaruh perlakuan (inter- Bougenville RSUD Tugurejo Semarang
vensi) pada kelompok perlakuan de- menggunakan uji Mann-Whithney kare-
ngan membandingkan kelompok terse- na salah satu data berdistribusi tidak
but dengan kelompok kontrol. normal.
Populasi dalam penelitian ini ada-
lah ibu bersalin dengan sectio caesarea HASIL
pada 1 juni 2013 sampai dengan 15 juli Hasil penelitian yang dilakukan di
2013 di RSUD Tugurejo Semarang, ibu Ruang Bougenville RSUD Tugurejo
bersalin dengan sectio caesarea seba- Semarang adalah sebagai berikut:
nyak 64 kasus. Sampel dalam penelitian ini
adalah ibu bersalin dengan sectio caesarea Penyembuhan Luka Post Sectio Cae-
di RSUD Tugurejo Semarang yang sesuai sarea Dengan Menggunakan Larut-
dengan kriteria inklusi pada bulan Juni an Nacl 0,9% (Kelompok Perlakuan).
minggu pertama 2013 sampai dengan Juli
minggu ke-dua 2013. Dengan jumlah sam- Hasil pengukuran pe- nyembuhan
pel 30 yang terbagi menjadi 15 sampel luka post sectio caesarea dengan
untuk kelompok perlakuan dan 30 sam- menggunakan larutan NaCl 0,9% dapat
pel untuk kelompok kontrol. dilihat melalui Tabel 4.1 berikut:
Teknik sampling dalam penelitian Tabel 4.1
ini adalah sampling purposive yaitu Penyembuhan Luka Post Sectio Caesa-
teknik penentuan sampel dengan per- rea dengan menggunakan larutan Nacl
timbangan tertentu. 0,9% (kelompok perlaku-an)
Dalam penelitian ini alat ukur yang N Min Max Mean Median SD
digunakan adalah ceklis observasi pe-
nyembuhan luka yang terdiri dari em- 15 0 0 0 0 0
pat pernyataan yaitu adanya tumor,
rubor, dehisens, dan pus. Dengan skor Berdasarkan tabel 4.1 menunjuk-
0 sampai dengan 4. kan penyembuhan luka post sectio
Metode pengumpulan data dilaku- caesarea dengan menggunakan larutan
kan dengan observasi menggunakan NaCl 0,9% dari 15 responden dengan
checklist yang berisi pernyataan ten- nilai minimum 0, maksimum 0, mean 0,
tang adanya rubor, pus, tumor, dehis- median 0 dan SD 0.
cens pada luka post section caesarea
hari ke-10 di poloklinik rawat jalan Penyembuhan Luka Post Sectio Cae-
RSUD Tugurejo Semarang. sarea Dengan Larutan Povidone 10%
Data dalam penelitian ini adalah data (Kelompok Kontrol).
yang dapat digunakan untuk menggam- Hasil penyembuhan luka post
barkan penyembuhan luka pada kelom- sectio caesarea dengan Povidone 10%
pok perlakuan dan kelompok kontrol dapat dilihat melalui Tabel 4.2 berikut:
berdasarkan ukuran tendensi sentral
dari nilai minimum, mak- simum, mean, Tabel 4.2
Penyembuhan Luka Post Sectio Cae- sarea
median dan standart deviasi. Dengan Po-vidone 10% (kelom- pok kon-trol)
Uji statistik yang digunakan untuk
mengetahui perbedaan penyembuhan N Min Max Mean Medi SD
luka post sectio caesarea yang dilaku- an
kan perawatan luka dengan NaCl 0,9% 15 0 4 0,27 0.00 1,03

3
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

Berdasarkan tabel 4.2 penyem- Dari hasil analisis mengguna-


buhan luka post sectio caesarea dengan kan uji Mann Whitney U-Test dengan
menggunakan larutan povidon iodine menggunakan komputer menunjukkan
10% dari 15 responden dengan nilai bahwa nilai Zhitung sebesar -1.000 < Z
minimum 0, maksimum 4, mean 0,27, tabel 1.96 dan Asymp.sig (2-tailed)
median 0,00 dan SD 1,03. Data bervariasi sebesar 0.317 > (α) 0.05 yang berarti
antara -0,763 sampai dengan 1,303. tidak ada perbedaan yang signifikan
Perbedaan penyembuhan luka post antara penyembuhan luka post sectio
sectio caesarea yang diberikan pera- caesarea yang dilakukan perawatan
watan luka dengan menggunakan larut- luka dengan NaCl 0.9% dan povidon
an NaCl 0.9% dan povidon iodine 10% iodine 10%
dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut:
PEMBAHASAN
Tabel 4.3
Perbedaan penyembuhan luka post sectio Penyembuhan Luka Post Sectio Cae-
caesarea yang diberikan perawatan luka
dengan menggunakan laru-tan NaCl 0.9%
sarea Dengan Menggunakan Laru-
dan povidon iodine 10% tan Nacl 0,9% (Kelompok Perlakuan).
Berdasarkan data penyembuhan lu-
Kelom N Mean SD Mean P ka post sectio caesarea pada tabel 4.1
pok Rank –vallue
didapatkan hasil penyembuhan luka
Perla- 15 0 0 16 0.317
kuan dengan mean 0, median 0, max 0, SD 0.
Kon- 15 0,27 1,033 15 Penyembuhan luka post sectio ceasa-
trol rea yang diberikan perawatan dengan
NaCl 0,9% tidak didapatkan adanya
Berdasarkan tabel 4.3 penyem- tumor, rubor, pus serta dehisens.
buhan luka dengan menggunakan laru- Hal ini berbeda dengan penelitian
tan NaCl 0.9% memiliki mean sebesar yang dilakukan oleh Suparjono (2011)
0, sedangkan mean pada kelompok tentang “Perbedaan Penyembuhan Luka
yang diberikan perawatan luka dengan Jahitan Antara Pemberian Kompres Povi-
menggunakan larutan povidon 10% se- done Iodine 10% Dengan Kompres Nacl
besar 0,27. SD pada kelompok yang 0,9% Pada Pasien Post Operasi Hernio-
diberikan perawatan luka dengan meng raphy Di Ruang Bedah RSUD KRT Se-
gunakan larutan NaCl 0,9% se- besar 0, tjonegoro Wonosobo” dengan hasil ana-
sedangkan SD pada kelompok yang di- lisis penelitian menggunakan Indepen-
berikan perawatan luka dengan meng- dent T-Test. Berdasakan hasil penelitian
gunakan larutan povidon 10% sebesar tentang kategori perawatan luka dengan
1,033. Mean rank kelompok yang dibe- menggunakan NaCl 0,9% didapatkan
rikan perawatan luka dengan menggu- bahwa pada responden kelompok NaCl
nakan larutan NaCl 0.9% (kelom pok terbanyak kategori sembuh primer se-
perlakuan) sebesar 16, sedangkan mean besar 7 responden (63,6%) dan tidak ada
rank pada kelompok yang perawatan yang sembuh tersier.
luka dengan menggunakan larutan po- Menurut Uliyah (2010) hal ini
vidon 10% sebesar 15 sehingga ada dikarenakan proses penyembuhan luka
perbedaan mean rank antara kelompok dipengaruhi beberapa faktor yaitu vas-
perlakuan dan kelompok kontrol. Data kularisasi, anemia, usia, penyakit lain,
bervariasi antara 0,763 sampai dengan nutrisi, kegemukan. Sedangkan menu-
1,303. rut Menurut Potter (2005) perawatan

4
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

luka mempunyai tujuan dapat mening- Berdasarkan hasil penelitian ten-


katkan penyembuhan luka yang teru- tang kategori perawatan luka dengan
tama dalam proses pembersihan luka, menggunakan povidine iodine 10%
terlebih dalam memilih cairan yang didapatkan bahwa pada responden ke-
tepat untuk membersihkan luka. Me- lompok povidone iodine terbanyak
nurut pedoman klinik AHCPR 1994, kategori sembuh sekunder sebesar 6
cairan yang dianjurkan adalah cairan responden (54,5%) dan terdapat 4 res-
salin normal hal ini dikarenakan salin ponden (36,4%) yang masuk kategori
normal merupakan cairan fisiologis dan sembuh tersier. Dijelaskan oleh Potter
tidak akan membahayakan jaringan (2005) antibiotik topikal yang diberi-
luka. kan pada tepi luka dapat memper-
Hal ini didukung dengan pernya- lambat pertumbuhan mikro organisme,
taan Potter (2005) bahwa penyembuhan namun, penggunaan antibiotika topikal
luka dapat dipercepat dengan melaku- dalam waktu yang lama akan mem-
kan perawatan luka menggunakan laru- bantu pertumbuhan organisme yang
tan NaCl 0,9% karena larutan NaCl resisten. Dalam hal ini laruta povidon
0.9% merupakan larutan fisiologis dan iodin 10% merupakan salah satu jenis
tidak akan membahayakan jaringan antibiotika topikal yang dapat diguna-
luka. Sehingga dalam hal ini larutan kan untuk perawatan luka post sectio
NaCl 0,9% efektif dalam penyembuhan ceasarea.
luka.
Perbedaan penyembuhan luka post
Penyembuhan Luka Post Sectio sectio caesarea yang diberikan pe-
Caesarea Dengan Larutan Povidone rawatan luka dengan menggunakan
10% (Kelompok Kontrol). larutan NaCl 0.9% dan povidon iodine
Berdasarkan data penyembuhan lu- 10%.
ka post sectio caesarea pada tabel 4.2 Berdasarkan data penyembuhan lu-
didapatkan hasil penyembuhan luka ka post sectio caesarea pada tabel 4.3
dengan mean 0,27, median 0,00, max 4, didapatkan hasil penyembuhan luka
SD 1,03. Penyembuhan luka post sectio perawatan luka dengan menggunakan
ceasarea yang diberikan perawatan de- larutan NaCl 0.9% (kelompok perla-
ngan povidon iodine 10% didapatkan kuan) sebesar 0, sedangkan mean pada
adanya tumor, rubor, pus serta dehisens kelompok yang diberikan perawatan
pada 1 responden (6,7%). Sedangkan luka dengan menggunakan larutan
14 responden (93,3%) tidak didapatkan povidon 10% sebesar 0,27. SD pada
adanya tumor, rubor, pus dan dehisens. kelompok yang diberikan perawatan
Hal ini berbeda dengan penelitian yang luka dengan menggunakan larutan
dilakukan oleh Suparjono (2011) ten- NaCl 0,9% sebesar 0, sedangkan SD
tang “perbedaan penyembuhan luka pada kelompok yang diberikan pera-
jahitan antara pemberian kompres povi- watan luka dengan menggunakan
done iodine 10% dengan kompres Nacl larutan povidon 10% sebesar 1,033.
0,9% pada pasien post operasi hernio- Mean rank kelompok yang diberikan
raphy di ruang bedah RSUD KRT perawatan luka dengan menggunakan
Setjonegoro Wonosobo” dengan hasil larutan NaCl 0.9% (kelompok perla-
analisis penelitian menggunakan Inde- kuan) sebesar 15, sedangkan mean rank
pendent T-Test. pada kelompok yang perawatan luka

5
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

dengan menggunakan larutan povidon dan povidone iodine 10% sama-sama


10% sebesar 16 sehingga ada perbe- dapat digunakan dalam perawatan luka
daan mean rank antara kelompok per- post sectio caesarea
lakuan dan kelompok kontrol. Hal ini didukung dengan hasil
Dari hasil analisis menggunakan uji penelitian yang dilakukan oleh Mas-
Mann Whitney U-Test dengan menggu- ruroh (2005) tentang “Pengaruh Peng-
nakan komputer menunjukkan bahwa gunaan Larutan NaCl 0,9% Dengan
nilai Zhitung sebesar -1.000 < Z tabel 1.96 Larutan Betadine 10% Terhadap Proses
dan Asymp.sig (2-tailed) sebesar Penyembuhan Luka Post Operasi di
0.317 > (α) 0.05 yang berarti tidak ada Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
per- bedaan yang signifikan antara Semarang” dengan hasil tidak ada per-
penyem- buhan luka post sectio bedaan yang bermakna terhadap penga-
caesarea yang dilakukan perawatan ruh penggunaan Larutan NaCl 0,9%
luka dengan NaCl 0.9% dan povidon dengan Betadine 10% setelah dilaku-
iodine 10%. kan intervensi pada luka post operasi
Hasil penelitian ini menunjukkan yang ditunjukkan dengan nilai Sig (2-tailed)
bahwa tidak ada perbedaan penyem- = 0,687 lebih besar (>) dari 0,05.
buhan luka post sectio caesarea yang Namun, hasil penelitian yang
dilakukan perawatan luka dengan NaCl peneliti dapatkan tidak sesuai dengan
0,9% dan povidone iodine 10% di penelitian terdahulu yang dilakukan
Ruang Bougenville RSUD Tugurejo oleh Istiqomah (2010) tentang perbe-
Semarang. Namun jka dilihat dari nilai daan perawatan luka dengan meng-
mean yang ada, terdapat perbedaan da- gunakan povidone iodine 10% dan
lam penyembuhan luka yang dilaku- kan NaCl 0,9% terhadap proses penyem-
perawatan luka menggunakan NaCl 0,9% buhan luka pada pasien post operasi
dan povidone iodine 10%. Hal ini dapat prostatektomi di ruang anggrek RSUD
dilihat berdasarkan nilai beda mean Tugurejo Semarang yang mengatakan
rank sebesar 1.00 yang berarti ada per- bahwa ada perbedaan signifikan antara
bedaan namun tidak signifikan. perawatan luka menggunakan povidon
Namun hal ini berbeda dengan per- iodine 10% dengan perawatan luka
nyataan Potter (2005) yang menya- menggunakan NaCl 0,9% sehingga po-
takan bahwa penyembuhan luka dapat vidon iodine 10% lebih baik dari NaCl
dipercepat dengan melakukan perawat- 0,9% dimana terlihat bahwa penurunan
an luka menggunakan larutan NaCl mean antara perawatan luka menggu-
0,9% karena larutan NaCl 0.9% me- nakan povidon iodine 10% dengan
rupakan larutan fisiologis dan tidak NaCl 0,9% berbeda jauh. Dengan uji
akan membahayakan jaringan luka da- independent-t test didapakan sig(2
pat mening katkan perkembangan dan tailed) 0.040 lebih kecil (<) dari sig-
migrasi jaringan epitel. nifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05.
Hasil penelitian ini juga tidak Hal ini dikarenakan menurut Istiqomah
sesuai dengan hipotesis yang disusun povidon iodine 10% mempunyai ak-
dalam penelitian yaitu ada perbedaan tivitas spektrum yang luas yang dapat
penyembuhan luka operasi post sectio membunuh bakteri vegetatif, virus
caesarea yang dilakukan perawatan mikro bakteria, serta jamur.
dengan larutan NaCl 0,9% dan povidon
iodine 10%. Hal ini berarti NaCl 0,9%

6
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

KESIMPULAN wawasan mengenai Perlu adanya


Dari hasil dan pembahasan pada penelitian lanjutan tentang perbe-
penelitian perbedaan penyembuhan luka daan penyembuhan luka post sectio
post sectio caesarea yang dilakukan caesarea yang diberikan perawatan
perawatan luka dengan NaCl 0,9% dan luka dengan NaCl 0.9% dan povi-
povidon iodin 10% di ruang bou- don iodine 10% dengan adanya
genville RSUD Tugurejo Semarang Ta- variabel kontrol meliputi status
hun 2013 dapat disimpulkan sebagai pendidikan, latar belakang sosial
berikut: ekonomi responden untuk menda-
1. Penyembuhan luka post sectio caesa- patkan hasil penelitian yang lebih
rea yang diberikan perawatan luka baik.
dengan NaCl 0.9% (kelompok perla- 2. Bagi Petugas kesehatan
kuan) memiliki nilai minimal 0, maksimal Diharapkan petugas kesehatan
0, mean 0 median 0 dan SD 0. khususnya di tempat penelitian
2. Penyembuhan luka post sectio sae- dapat mengaplikasikan penggunaan
sarea dengan povidon iodine 10% larutan NaCl 0.9% pada perawatan
(kelompok kontrol) memiliki nilai luka post sectio caesarea. Larutan
minimal 0, maksimal 4, mean 0,27 NaCl 0.9% dapat digunakan dalam
median 0,00 dan SD 1,033. Data memberikan perawatan luka post
bervariasi antara -0,763 sampai dengan sectio caesarea, sesuai hasil pene-
1,303. litian sehingga dapat meningkat-
3. Tidak ada perbedaan yang bermakna kan mutu pelayanan kebidanan.
antara penyembuhan luka post sectio Selain itu, diharapkan materi ini
caesarea yang dilakukan perawatan dapat dijadikan bahan masukan
luka dengan NaCl 0.9% dan povidon untuk pembuatan Standar Opera-
iodine 10%. Dari hasil analisis sional Prosedur (SOP) dalam mela-
menggunakan uji Mann Whitney U-Test kukan perawatan luka post sectio
dengan menggunakan kom- puter caesarea sehingga dapat memberi-
menunjukan bahwa nilai Zhitung sebesar
kan informasi kepada tenaga medis
-1.000 < Z tabel 1.96 dan Asymp.sig
(2-tailed) sebesar 0.317 > (α) 0.05 yang dan paramedis (bidan dan perawat)
berarti tidak ada perbedaan yang bahwa larutan Nacl 0.9% dapat
signifikan antara penyembuhan luka dipergunakan untuk merawat luka
post sectio cae- sarea yang dilakukan post sectio caesarea.
perawatan luka dengan NaCl 0.9% 3. Peneliti Lain
dan povidon iodine 10%. Diharapkan dengan hasil peneliti
yang peneliti dapatkan yaitu tidak
SARAN ada beda yang signifikan antara
Berdasarkan hasil analisis data yang diberikan perawatan dengan
yang menunjukkan tidak adanya per- NaCl 0,9% dan povidon iodin 10%
bedaan yang bermakna antara penyem dengan adanya perbedaan mean
buhan luka post sectio caesarea yang rank 1.00 dapat menjadi rujukan
dilakukan perawatan luka dengan NaCl untuk penelitian selanjutnya dengan
0.9% dan povidon iodine 10% maka lebih melakukan pengendalian pada
saran yang perlu diperhatikan adalah: variabelvariabel pengganggu.
1. Bagi Peneliti.
Peneliti masih perlu manambah

7
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

DAFTAR PUSTAKA Rumah Sakit Umum Daerah Am-


barawa Semarang. Fakultas ilmu
Agustina, H. R. 2009. Perawatan Luka keperawatan dan kesehatan Uni-
Modern. Dalam http://www. mus: Semarang.
-fkep.unpad.ac.id/2009/01/pera
watan-luka-modern/rsitas Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri
Padja-djaran. Jilid 2. Jakarta: EGC
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Moko, 2010. teknologi dan formulasi
Suatu Pendekatan Praktik. Ja- sediaan steril Dalam http:// moko
karta: Rineka Cipta. 31.wordpress.com/2010/06/27/te
knologi-dan-formulasi-sediaan-st
Azwar, A. 2007. Metode Penelitian: eril/diri, ( 30 april 2013 ).
Kedokteran dan Kesehatan Mas-
yarakat. Jakarta: Bina Cipta. Notoatmodjo, Soekijo. 2010. Metodo-
logi Penelitian Kesehatan.
Basford, L. 2006. Teori dan Praktek Ja-karta: PT. Rineka Cipta.
Keperawatan: Pendekatan In-
tegral Pada Asuhan Pasien. Jakarta: Perry, A. 2005. Buku Saku Keteram-
EGC. pilan dan Prosedur Dasar. Jakar
ta: EGC.
Boyle, M. 2009. Seri Praktik Kebi-
danan Pemulihan Luka. Jakarta: Potter, P. & Perry, A. 2005. Buku Ajar
EGC. Fundamental Keperawatan Edisi
4. Jakarta:EGC.
Frasser, D M & Cooper M A. 2009.
Myles Buku Ajar Bidan. Terje- Rasjidi, I. 2009. Manual Seksio Sesrea
mahan Sri Rahayu. Jakarta: EGC dan Laparotomi Kelainan Adnek-
sa. Jakarta: Sagung Seto
Hidayat, A. 2007. Metodologi Peneli-
tian Kebidanan Teknik Analisa Riwidikdo, H. 2008. Statistik Keseha-
Data. Jakarta: Salemba Medika. tan. Yogyakarta: Mitra Cende-kia
Press.
Jhonson, J. 2005. Prosedur Perawatan
di Rumah: Pedoman Untuk Simkin, P. 2008. Panduan Lengkap Ke-
Perawat. Jakarta: EGC. hamilan, Melahirkan dan Bayi
terjemahan Lilian Juwono. Jakar-
Kasdu, D. 2003. Operasi Caesar Masa-
ta: Arcan
lah dan Solusinya. Jakarta: Pus-
pa Swara Sjamsuhidajat. 2012. Buku Ajar Bedah
Edisi.3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Ke-
dokteran. Jakarta: Media Aescu- Sugiyono. 2010. Statistik untuk Peneli-
lapius. tian. Bandung: CV. Alfabeta.
Masruroh, Uli Rimadhani .2005. Pe- …………. 2012. Metode Penelitian
ngaruh Penggunaan Larutan Na- kuantitatif kualitatif dan R & D.
Cl 0,9% Dengan Larutan Beta- Bandung: Afabeta
dine 10% Terhadap Proses Pe-
nyembuhan Luka Post Operasi di Suparjono. 2011. Perbedaan Penyem-

8
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669

buhan Luka Jahitan Antara Pem-


berian Kompres Povidone Iodine
10% Dengan Kompres Nacl 0,9%
Pada Pasien Post Operasi Herni-
oraphy Di Ruang Bedah Rsud Krt
Setjonegoro Wonosobo. Program
Studi S1 Ilmu Keperawatan Stikes
Ngudi Waluyo Ungaran:
Semarang.
Uliyah, M., & Aziz, A. H. 2011. Kete-
rampilan Dasar Praktik Klinik
Untuk Kebidanan. Jakarta: Sa-
lemba Medika.

9
PENELITIAN

PERBANDINGAN PENYEMBUHAN LUKA TERBUKA


MENGGUNAKAN BALUTAN MADU ATAU BALUTAN
NORMAL SALIN-POVIDONE IODINE

Zulfa*, Elly Nurachmah**, Dewi Gayatri***

Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi perbedaan keefektifan penyembuhan luka menggunakan balutan madu dan balutan
normal salin-povidone iodine pada pasien trauma dengan luka terbuka yang dirawat di salah satu RS di Bukittinggi. Desain
penelitian ini adalah kuasi eksperimen, non-equivalent control group dengan pre dan post-test. Sampel berjumlah 6 responden
(3 responden untuk masing-masing kelompok intervensi madu serta normal salin-povidone iodine). Hasil penelitian menunjukkan
tidak ada perbedaan bermakna pada rerata skor perkembangan proses penyembuhan luka antara sebelum dan sesudah intervensi
perawatan luka dengan madu (P = 0.076) dan dengan normal salin-povidone iodine (P = 0,057). Rerata skor perkembangan
penyembuhan luka terbuka setelah intervensi tidak berbeda secara signifikan (P = 0,797) antara kelompok intervensi dengan
madu dengan kelompok kontrol. Namun, penurunan skor perkembangan proses penyembuhan luka pada balutan madu (11,52%)
lebih besar 6,67% dibandingkan balutan normal salin-povidone iodine (4,85%). Perawatan luka dengan madu membuat responden
tidak merasa nyeri, tidak terjadi perlengketan serta perdarahan saat membuka balutan ketika dibersihkan, sedangkan dengan
normal salin-povidone iodine, responden merasakan sebaliknya. Hasil penelitian ini merekomendasikan penggunaan balutan
madu untuk pasien dengan luka terbuka.
Kata kunci: luka terbuka, madu, proses penyembuhan
Abstract
The aim of this study was to compare the effectiveness of honey dressing and normal salin-povidone iodine dressing in the
open wound healing process at a hospital in Bukittinggi. This was a non-equivalent control group quasi experimental study
with pre & post test. The samples of this study were 6 respondents (3 respondents in each intervention and control group). The
finding from this study showed that there was no significant difference on the mean score of wound healing process before and
after wound care intervention using honey dressing (P = 0.076), and normal saline-povidone iodine dressing (P = 0.057).
There was also no significant difference on the mean score of wound healing process on traumatic open wound patient after
intervention on the control group using normal saline-povidone iodine dressing and intervention group using honey dressing
(P = 0,797) However, the wound healing score on the honey intervention group was 6,67% higher (11,52%) than on the wound
using normal saline-povidone iodine dressing (4,85%). Unlike patients in the control group, patients using honey dressing
were not complaining about pain and bleeding when change dressing. Therefore, the study recommended the honey application
for open wound.
Key words: healing process, honey, open wound

Manajemen perawatan luka diperlukan untuk


LATAR BELAKANG
meningkatkan penyembuhan, mencegah kerusakan
Luka adalah rusaknya kesatuan jaringan, kulit lebih lanjut, mengurangi risiko infeksi, dan
dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan meningkatkan kenyamanan pasien. Berbagai jenis
yang rusak atau hilang (Mansjoer et al., 2000; luka yang dikaitkan dengan tahap penyembuhan
Sjamsuhidajat & Jong, 1998). Luka secara umum luka memerlukan manajemen luka yang tepat.
terdiri dari luka yang disengaja dan luka yang tidak Perawatan luka saat ini sudah berkembang sangat
disengaja. Luka yang disengaja bertujuan sebagai pesat. Pada perkembangannya, hasil penelitian
terapi, misalnya pada prosedur operasi atau pungsi perawatan luka menunjukkan bahwa lingkungan
vena, sedangkan luka yang tidak disengaja terjadi yang lembab lebih baik dari pada lingkungan yang
secara accidental (Kozier et al., 2004). kering (Gayatri, 1999).
35 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 12, No. 1, Maret 2008; hal 34-39

Pemilihan balutan merupakan suatu keputusan M E TO D O LO G I


yang harus dilakukan dengan tujuan untuk
Penelitian ini menggunakan desain kuasi
memperbaiki kerusakan jaringan kulit. Oleh karena
eksprimen, khususnya non-equivalent control
it u, berhasil tidaknya penyembuhan luka
group dengan pre dan post test, yang dilakukan
tergantung pada kemampuan perawat dalam
pada 6 responden. Teknik non probability sampling
memilih balutan yang tepat, efektif, dan efesien.
yaitu consecutive sampling digunakan untuk
Morison (1992, dalam Bale & Jones, 2000)
menentukan sampel pada penelitian ini. Responden
menyatakan kriteria yang harus dipenuhi terhadap
dibagi dalam kelompok intervensi dengan balutan
balutan luka yang bagus yaitu: mempertahankan
madu (kelompok intervensi A) dan kelompok
kelembaban yang tinggi antara luka dan balutan;
intervensi dengan balutan normal salin-povidone
menghilangkan eksudat yang berlebihan dan
iodine (kelompok intervensi B), masing-masing
komponen racun; memberikan kelancaran
berjumlah tiga orang. Kriteria inklusi untuk
pertukaran gas; memberikan kehangatan; tidak
menentukan sampel adalah pasien berumur 20-50
dapat ditembus bakteri, bebas dari partikel, dan
tahun, pasien (atau orang yang mewakili) bersedia
komponen racun luka; serta dapat dilepas tanpa
menandat angani informed consent, pasien
menyebabkan trauma selama penggantian balutan,
mengalami luka terbuka yang memerlukan
tidak melekat, non toksik dan non alergi, nyaman,
penyembuhan luka secara intensi sekunder, pasien
mampu melindungi luka dari trauma lebih lanjut,
telah dilakukan tindakan pertama di unit gawat
hemat biaya dan tersedia dimana saja baik di rumah
darurat atau di kamar operasi (minimal satu hari
sakit maupun komunitas.
pasca-operasi).
Observasi lapangan yang dilakukan peneliti
Alat pengumpulan data berupa format
menunjukkan adanya perbedaan perawatan luka
pengkajian rentang status luka terbuka yang
yang diberikan kepada pasien dengan luka terbuka.
dimodifikasi dari Instrumen Pengkajian Luka
Perbedaan terjadi pada cara perawatan dan
Bates-Jensen (dalam Potter & Perry, 2005) serta
penggunaan berbagai produk perawatan luka
Sussman dan Jensen (1998). Format pengkajian
konvensional yaitu perawatan luka dengan kasa
luka terbuka ini telah dilakukan uji validitas
basah, seperti menggunakan povidone-iodine 10%,
terlebih dahulu kepada ahlinya (content validity
madu, dan campuran larutan normal salin (NaCl
index) dan didapatkan nilai 87,5%. Selain itu,
0,9%) + povidone-iodine 10%.
perkembangan luka juga dievaluasi dengan
Keragaman jenis perawatan luka ini tidak visualisasi gambar.
didukung oleh dokumentasi yang menjelaskan
Hasil dari analisis univariat penelitian ini
tingkat keberhasilan masing-masing balutan dalam
berupa distribusi frakuensi dan persentase dari
proses penyembuhan pasien trauma dengan luka
masing-masing variabel, mean, median serta
terbuka. Hal ini disebabkan kurangnya rujukan,
standar deviasi. Analisis bivariat dilakukan untuk
sehingga perawatan luka trauma selama ini hanya
menguji hipotesis yang telah dirumuskan yaitu ada
dilakukan berdasarkan protokol yang berlaku di
perbedaan keefektifan penyembuhan luka
rumah sakit. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
menggunakan balutan madu dengan balutan
mengidentifikasi perbedaan keefektifan
normal salin-povidone iodine pada luka terbuka
penyembuhan luka menggunakan balutan madu
dan hipotesis kedua yaitu ada perbedaan yang
dan balutan normal salin-povidone iodine pada
bermakna terhadap perkembangan proses
pasien trauma dengan luka t erbuka dan
penyembuhan luka seteleh intervensi pertama dan
mengidentifikasi tanggapan dari responden tentang
kedua.
perbedaan yang dirasakan terhadap penggunaan
masing-masing jenis balutan.
Perbandingan penyembuhan luka menggunakan balutan madu atau normal saline-povidone iodine (Zulfa, Elly Nurachmah, Dewi Gayatri) 36

HASIL PENELITIAN Tabel 1. Analisis skor perkembangan proses


penyembuhan luka responden sebelum intervensi
Penelitian dilakukan di ruang perawatan bedah (n = 6)
sebuah RS di Bukittinggi selama bulan Mei dan Perkembangan Mean Median SD Min 95%
Juni 2007. Rerata umur responden yaitu 32,33 Proses - CI
tahun pada kelompok intervensi A(termuda 20 Penyembuhan mak
Luka
tahun dan tertua 50 tahun) dan 28,33 tahun pada 1. Perawatan 32.67 33.00 5.508 27-38 18.99-
kelompok intervensi B (termuda 20 tahun dan dengan madu 46.35
(A)
tertua 45 tahun). Status nutrisi pada kelompok
2. Perawatan
intervensi A rerata normal (20,55) dengan status dengan normal 30.00 29.00 3.603 27-34 21.04-
nutrisi terendah 19 dan tertinggi 23. Begitu juga salin-povidone 38.96
iodine (B)
rerata status nutrisi kelompok B (19,48) dengan
nilai terendah 19 dan tertinggi 21.
Tabel 2. Analisis skor perkembangan proses
A. Perkembangan proses penyembuhan penyembuhan luka responden setelah intervensi
(n = 6)
Luka yang diintervensi dengan madu
Perkembangan Mean Median SD Min 95%
mengalami penurunan sebesar 11,52% (dari 32,67 Proses - CI
menjadi 26,33) sedangkan pada intervensi dengan Penyembuhan mak
normal salin-povidone iodine penurunannya Luka
1. Perawatan
sebesar 4,84% (dari 30 menjadi 27,33). Penurunan dengan madu 26.33 23 5.774 23-33 11.99-
ini menunjukkan adanya regenerasi luka yang (A) 40.68
memang ini diharapkan untuk terjadinya 2. Perawatan
penyembuhan luka. Namun, uji statistik tidak dengan normal 27.33 27 2.517 25-50 21.08-
salin-povidone 33.58
menemukan perbedaan signifikan terhadap iodine (B)
perkembangan proses penyembuhan luka sebelum
dilakukan perawatan dengan sesudah dilakukan B. Kesetaraan karakteristik responden/
perawatan pada kelompok intervensi A (P = 0.076, variabel confounding
α = 0.05) maupun pada kelompok intervensi B (P
Validitas hasil penelitian kuasi eksperimen
= 0.057, α = 0.05). Rerata skor perkembangan
ditentukan antara lain dengan menguji kesetaraan
proses penyembuhan luka terbuka sebelum
karakteristik subyek penelitian antara kelompok
intervensi pada kelompok perawatan dengan madu
intervensi A dengan kelompok intervensi B. Hasil
adalah 32,67 (95% CI = 18,99-46,35) dan pada
penelitian dikatakan valid apabila tidak ada
kelompok perawatan dengan normal salin adalah
perbedaan bermakna antara karakteristik kelompok
30 (95% CI = 21,04-38,96). Sedangkan rerata skor
intervensi A dan kelompok intervensi B (P > 0,05),
penyembuhan luka setelah intervensi pada
dengan kata lain kedua kelompok sebanding atau
kelompok perawatan dengan madu adalah 26,33
sama. Ada kesetaraan umur dan status gizi
(95% CI = 11,99-40,68) dan pada kelompok
responden pada kedua kelompok penelitian ini,
perawatan dengan normal salin-povidone iodine
baik kelompok intervensi madu maupun kelompok
adalah 27,33 (95% CI = 21,08-33,58). Tabel 1 dan
intervensi normal salin-povidone iodine (p = 0,762,
2 menunjukkan skor perkembangan proses
α = 0,05 dan p = 0,556, α = 0,05). Tabel 3 berikut
penyembuhan luka pada kedua kelompok
menjelaskan kesetaraan umur dan status nutrisi
intervensi.
kelompok intervensi madu dan kelompok
intervensi normal salin-povidone iodine.
37 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 12, No. 1, Maret 2008; hal 34-39

Tabel 3. Analisis kesetaraan umur dan status nutrisi Hasil uji statistik beda dua mean tidak
responden (n = 6) berpasangan (pooled t-test) didapatkan tidak ada
Vari- Kelompok N Mean SD t P perbedaan bermakna pada perkembangan proses
abel value penyembuhan luka sesudah dilakukan perawatan
1. Madu (A) 3 32.3 15.6 baik kelompok intervensi dengan madu maupun
Umur 0.3 0.762 pada kelompok intervensi dengan normal salin-
2. Normal salin- 3 28.3 14.4
povidone iodine povidone iodine (P = 0,797; α = 0,05). Rerata selisih
(B) skor penyembuhan luka pada kelompok intervensi
1. Madu(A) 3 20.5 2.53 dengan madu adalah 6,33 (standar deviasi/SD =
Status 0.6 0.556 3,2) sedangkan pada intervensi dengan normal
Nutrisi 2. Normal salin- 3 19.4 1.38 salin-povidone iodine adalah 2,66 (SD = 1,1). Hasil
povidone iodine
(B) pooled t-test juga tidak menemukan perbedaan
selisih skor perkembangan proses penyembuhan
luka antara kelompok intervensi dengan madu
C. Perbedaan perkembangan proses maupun kelompok intervensi dengan normal salin-
penyembuhan luka responden pada povidone iodine (P = 0,137, α = 0,05).
kelompok intervensi madu dan intervensi
normal salin-povidone iodine
PEMBAHASAN
Perkembangan proses penyembuhan luka pada
kelompok intervensi dengan madu selalu Hasil uji yang menunjukkan tidak adanya
meningkat tiap harinya, dimana terjadi penurunan perbedaan bermakna terhadap perkembangan
jumlah skor perkembangan luka yang proses penyembuhan luka sebelum dan sesudah
menunjukkan proses penyembuhan luka semakin perawatan dengan madu maupun normal salin-
baik. Pada hari pertama sampai ketiga dan hari povidone iodine dapat terjadi karena banyak faktor.
ketiga sampai keenam perkembangan cukup baik Faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan
dengan turunnya skor sebesar 2,67. Sedangkan luka diantaranya faktor intrinsik seperti umur,
pada hari keenam sampai kesepuluh skor status psikologis, proses penyakit serta faktor
perkembangan luka hanya turun 1. Pada kelompok ekstrinsik seperti merokok, terapi obat, dan lain-
intervensi dengan normal salin-povidone iodine lain (Bale & Jones, 2000). Selain itu, penyembuhan
tidak terjadi penurunan skor sampai hari ketiga. luka terbuka memerlukan waktu cukup lama untuk
Akan tetapi, skor turun cukup tajam pada hari proses penyembuhan terutama untuk granulasi luka
ketiga sampai keenam yaitu 2 dan dari hari keenam (Bale & Jones, 2000) sehingga perkembangan
sampai kesepuluh skor turun menjadi 1. Gambar 1 proses penyembuhan luka tidak terlihat nyata hanya
menjelaskan perkembangan proses penyembuhan dalam jangka waktu pengamatan 10 hari. Jumlah
luka terbuka yang bervariasi selama sepuluh hari responden juga sedikit sehingga tidak terlihat
pada kedua kelompok intervensi. adanya proses penyembuhan luka secara signifikan.
Gambar 1. Perkembangan proses penyembuhan luka Hal ini berbeda pada penelitian yang dilakukan
selama sepuluh hari perawatan luka
oleh Burlanda (dalam Molan,2007) yang
Perkembangan Skor Penyembuhan
menyampaikan penyembuhan luka dengan
35
32.67 30 perawatan madu yang cepat dan menakjubkan,
30 30 30 28
27 khususnya untuk luka bakar derajat I dan II.
25 27.33 26.33
Observasi klinik Bergman (dalam Molan, 2007)
Skor

20

15
Kel. Madu
juga menunjukkan bahwa penyembuhan luka
10 terbuka lebih cepat dengan madu. Madu
Kel.
5 Povidone mempunyai komposisi yang bermanfaat untuk
iodine
0
penyembuhan luka diantaranya molekul gula
Pretest Hari3 Hari6 Hari10
Perbandingan penyembuhan luka menggunakan balutan madu atau normal saline-povidone iodine (Zulfa,Elly Nurachmah, Dewi Gayatri) 38

(fruktosa, glukosa, sukrosa), air yang berfungsi proses penyembuhan luka antara kelompok
melembabkan luka, mineral (Ca, Mg, K, Na, Fe, intervensi dengan madu maupun kelompok
Cu, Zn, Iodium, Klorin, Sulfur, dan Fosfat), vitamin intervensi dengan normal salin-povidone iodine.
(B kompleks, K, dan B3), enzim (amilase, Ini berarti perawatan luka terbuka dengan balutan
invertase, fosfatase, katalase dan peroksidase) serta madu sama efektifnya dengan balutan normal salin-
asam organik antara lain asam glikolat, asam povidone iodine. Namun demikian, rerata selisih
format, asam laktat, asam sitrat, asam asetat, asam skor perkembangan proses penyembuhan luka pada
oksalat, asam tartarat, serta asetilkolin (Lelo, 2006). kelompok madu lebih besar dibandingkan dengan
kelompok normal salin-povidone iodine.
Penelitian random kontrol lainnya dilakukan
oleh Al-Waili dan Saloom (2007) meliputi pasien Tanggapan dari responden tentang perbedaan
dengan luka infeksi perioperatif, 26 pasien telah yang dirasakan terhadap penggunaan balutan madu
dilakukan tindakan dengan madu dan 24 pasien dan balutan normal salin-povidone iodine antara
lukanya dicuci dengan etanol dan aplikasi lain adanya rasa sejuk saat menggunakan madu.
povidone-iodine. Kelompok dengan madu Selain itu, tidak terjadi perlengketan saat
mencapai penyembuhan yang sukses dan bebas mengganti balutan sehingga nyeri berkurang dan
dari infeksi kurang dari separuh waktu tidak terjadi perdarahan. Tanggapan ini berbeda
dibandingkan terhadap kelompok antiseptik. dengan responden yang menggunakan balutan
normal salin-povidone iodine yang merasakan
Hasil yang tidak menunjukkan perbedaan
nyeri dan perdarahan saat balutan dilepas. Hal ini
bermakna antara perawatan madu dan normal
sesuai dengan pernyataan Molan (2007) bahwa
salin-povidone iodine pada luka terbuka bisa juga
kadar osmosis tinggi pada madu mencegah
disebabkan perbedaan luas dan kedalaman luka
melekatnya balutan, juga menghindari nyeri atau
pada masing-masing kelompok. Ukuran luas dan
rusaknya jaringan ketika balutan diganti.
kedalaman luka mempengaruhi proses
penyembuhan luka (Suriadi, 2007). Pada kelompok
madu, luas luka sebelum dilakukan intervensi ada
yang luasnya diantara 36,1-80 cm² (33.3%),
KESIMPULAN
sementara pada kelompok normal salin-povidone Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa
iodine hanya memiliki luas 16,1-36 cm² (66,7%). perawatan luka antara balutan madu dan balutan
Sementara itu, untuk kedalaman luka pada normal salin-povidone iodine sama efektifnya
kelompok madu kedalaman luka sebelum untuk pasien trauma dengan luka terbuka.
dilakukan intervensi ada yang menjadi kabur Perkembangan proses penyembuhan luka pada
karena nekrosis (33.3%) sementara pada kelompok pemakaian balutan madu maupun pada balutan
normal salin-povidone iodine hanya sampai pada normal salin-povidone iodine tidak berbeda antara
nekrosis subkutan (33,3%) dan tidak ada yang sebelum dan sesudah perawatan luka. Perawatan
menjadi kabur oleh nekrosis. Demikian juga pada luka antara balutan madu dengan balutan normal
penelitian Kurniati (1999) tentang gula-povidone salin-povidone iodine tidak mempunyai perbedaan
iodine 1% sebagai alternatif pengobatan luka tekan yang bermakna terhadap perkembangan proses
ditemukan adanya perbedaan yang bermakna untuk penyembuhan luka terbuka. Walaupun demikian,
pengurangan jaringan mati diantara dua kelompok balutan madu mempunyai beberapa kelebihan
(p = 0,003) dan peningkatan jaringan granulasi dibandingkan dengan balutan normal salin-
lebih baik pada kelompok gula-povidone iodine 1% povidone iodine.
(66,7%) dibandingkan dengan balutan modern
Hasil penelitian ini merekomendasikan
(hydrocolloid).
penggunaan balutan madu untuk pasien trauma
Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak dengan luka terbuka. Penelitian ulang perlu
ada perbedaan rerata selisih skor perkembangan dilakukan dengan jumlah sampel lebih banyak.
39 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 12, No. 1, Maret 2008; hal 34-39

Penelitian tentang efektifitas madu terhadap jenis-jenis Kurniati, A. (2004). Gula povidine-iodine 1% :
luka lainnya seperti luka bakar, luka operasi dan lain- Alternatif pengobatan luka tekan. Jurnal
lain juga perlu dilakukan (DW, MS). Keperawatan Indonesia, 8. 1. 8-12.
Lelo, A. (2006). Efek farmakologi madu lebah.
Jakarta: disampaikan pada seminar Efek
* Perawat Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr.
farmakologi produk perlebahan terhadap
Achmad Mochtar Bukittinggi.
kesehatan manusia, tidak dipublikasikan.
** Staf Akademik Keperawatan Medikal Bedah FIK
UI Mansjoer, A., et al. (2000). Kapita selekta
***Staf Akademik Dasar Keperawatan dan kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Keperawatan Dasar FIK UI FKUI.
Molan, P.C. (2007). A brief review of the clinical
KEPUSTAKAAN literature on the use of honey as a wound
dressing.ht tp://www.wave.co .nz/~whp/
Al-waili & Saloom. (2007). Evidence for efficacy
publicat3.htm, diperoleh 29 Januari 2007.
of honey in wound care. http://www.angelfire.
com/co4/honey_in_wounds/efficacy.htm, Molan, P.C. (2007). The evidence supporting the
diperoleh 29 Januari 2007. use of honey as a wound dressing. http://
www.wave.co.nz/~whp/publicat3.htm, diperoleh
Bale, S. & Jones, V. (2000). Wound care nursing: A
29 Januari 2007.
patient-centred approach. London: Bailliere
Tindall. Potter, P.A. and Perry, A.G. (2005). Fundamental
of nursing. 6th ed. Philadelphia: Mosby.
Gayatri, D. (1999). Perkembangan manajemen
perawat an luka: Dulu dan kini. Jurnal Sjamsuhidajat, R. dan Jong, W.D. (1998). Buku ajar
Keperawatan Indonesia, 2. 8. 304-308. ilmu bedah. Jakarta: EGC.
Ko zier, B., Erb, G., & Blais, K. (2004). Suriadi. (2007). Manajemen luka. Pontianak:
Fundamentals of nursing: Concepts, process, STIKEP Muhammadiyah.
and practice. Philadelphia: Pearson Prentice Hall.
Sussman, C, & Jensen, B.M.B. (1998). Wound
care: A collaborative practice manual for
physical therapists and nurses. Gaithersburg:
Aspen Publication.
Hindawi Publishing Corporation
Plastic Surgery International
Volume 2014, Article ID 907082, 6 pages
http://dx.doi.org/10.1155/2014/907082

Research Article
The Effect of Different Topical Agents
(Silver Sulfadiazine, Povidone-Iodine, and Sodium
Chloride 0.9%) on Burn Injuries in Rats

Emir Burak Yüksel,1 Alpagan Mustafa YJldJrJm,2 Ali Bal,3 and Tuncay Kuloglu4
1
Department of Plastic, Reconstructive & Esthetic Surgery, Elbistan State Hospital, Kahramanmaras, Turkey
2
Department of Plastic, Reconstructive & Esthetic Surgery, Afyon Kocatepe University, Afyon, Turkey
3
Department of Plastic, Reconstructive & Esthetic Surgery, Malatya State Hospital, Malatya, Turkey
4
Department of Histology & Embryology, Firat University, Elazıg, Turkey

Correspondence should be addressed to Ali Bal; alibal69@hotmail.com

Received 17 July 2014; Accepted 3 September 2014; Published 29 September 2014

Academic Editor: Nicolo Scuderi

Copyright © 2014 Emir Burak Yüksel et al. This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution
License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly
cited.

It was aimed to comparatively evaluate the effects of dressing methods with silver sulfadiazine, povidone-iodine, and saline which
have a common use in routine practices for burn injuries. Twenty-eight Sprague Dawley adult female rats were used in this study.
All the rats were divided into 4 groups: the control group, the povidone-iodine group, the saline group, and the silver sulfadiazine
group. On each rat, a second degree burn which covered less than 10% of the body surface area was created under general anesthesia
by a metal comb including four probes with 2 × 1 cm area. The control group did not have any treatment during the experiment.
Povidone-iodine, saline, and silver sulfadiazine administrations were performed under ether anesthesia every day. On 0, 7th, 14th,
and 21st days of the study, tissue samples were taken for histological analyses. The sections taken from the paraffin blocks were
stained and avidin-biotin-peroxidase method was used for collagen immune-reactivity. In the light microscope analyses, number
of inflammatory cells, vascularization, fibroblast proliferation, collagen formation and epithelialization were evaluated histologically
in all groups and analysed statistically. The agents that we used for injury healing in the treatment groups did not show any
significant better results in comparison with the control group. In conclusion, further studies with the use of sodium chloride,
silver sulfadiazine, and povidone-iodine by creating deeper and/or larger burn injury models are needed in order to accept these
agents in routine treatment.

1. Introduction 2. Material and Method


Many types of medications have been used for burn injuries Twenty-eight female adult Sprague-Dawley rats obtained
so far [1]. The common characteristics of these medications from Firat University Experimental Researches Center
are that they all have antimicrobial effects. There are many (FÜDAM) have been used in the study.
studies conducted on the effects of these medications, which The rats were separated into 4 groups each one consisting
demonstrates that they insert their effects through various of 7 rats: the control group, 10% povidone-iodine group,
mechanisms. In this study, the effects of the most frequently 0.9% sodium chloride (Sf) group, and 1% silver sulfadiazine
used medications, that is, the silver sulfadiazine cream, group. In all groups, second degree burns were induced on the
antiseptic solution povidone-iodine, and 0.9% NaCl serum shaved backs of the rats by pressing 4 metal plates (2 × 1 cm)
physiologic on the process of healing of the burn injuries, after being kept in boiling water for 30 seconds. The metal
have been compared and examined [2–4]. plates were kept for 10 seconds on the backs of the rats, and
2 Plastic Surgery International

(a) (b)

Figure 1: (a) The shaved view of the rats before the burn injury (b) and the view after the burn injury.

the burns did not exceed 10% of the body surfaces (Figures fibroblast proliferation, collagen formation, vascularization,
1 and 2). 2 mg/kg paracetamol was added to their drinking epithelisation, and inflammatory cell density. On the other
water as analgesic. In the control group, the burn injury was hand, it was observed that the epidermis layer was damaged
covered with sterile gauze bandage in day 0, after the burn due to the burn injury (Figures 2(a1), 3(a1), and 4(a1)). On
injury was performed. No treatments were applied during the the 7th day of the control group, severe inflammatory cell
experiment. Only the medical dressing was changed during increase was observed, and in some subjects a slight increase
the days of biopsy. in fibroblast proliferation, vascularization, and epithelisation
In the “10% povidone-iodine” group, 10% povidone- was observed (Figures 2(b1), 3(b1), and 4(b1)). On the 14th
iodine was applied to the burn injury every day under ether day of the control group, a decrease was observed in the
aesthesia. The injury area was covered with sterile gauze inflammatory cell density; and the fibroblast proliferation,
bandage and this process continued for 21 days. vascularization, and collagen formation were obvious. More-
In the “1% silver sulfadiazine” group, silver sulfadiazine over, the epithelisation level was detected at medium level
was applied to the burn injury every day under ether aesthe- (Figures 2(c1), 3(c1), and 4(c1)). On the 21st day of control
sia. The injury area was covered with sterile gauze bandage group, a decrease in the vascularization and an increase in
and this process continued for 21 days. inflammatory cell number were determined and the epithe-
In the “0.9% sodium chloride” group, the injury area was lisation, fibroblast proliferation, and collagen formation were
moisturized with serum physiologic twice everyday under observed (Figures 2(d1), 3(d1), and 4(d1)).
ether aesthesia, and the injury area was covered with sterile On day 0 of the 10% povidone-iodine group no changes
gauze bandage, and this process continued for 21 days. were observed in fibroblast proliferation, collagen formation,
On the 0, 7th, and 21st day of the experiment, tissue vascularization, epithelisation, and inflammatory cell den-
samples were taken under anesthesia from predetermined sity; and the epidermis layer was observed to be severely
areas from all subjects in all groups. damaged (Figures 2(a2), 3(a2), and 4(a2)). On the 7th day
Histological study: the tissue samples taken from each of the 10% povidone-iodine group, severe inflammatory cell
group were stained with Hematoxylin-eosin (H&E) and infiltration was observed, and in some subjects, a slight
Masson trichrome and assessed in light microscopy. For the increase was observed in fibroblast proliferation, vasculariza-
assessment of the recovery with immunohistochemical study, tion, and epithelisation (Figures 2(b2), 3(b2), and 4(b2)). On
the collagen I immune-reactivity was performed using the the 14th day of the 10% povidone-iodine group, a decrease
avidin-biotin-peroxidase complex method. was observed in the inflammatory cell infiltration, and the
fibroblast proliferation, vascularization, and collagen forma-
tion were obvious. The epithelisation was detected at medium
2.1. Statistical Analysis. The histological assessment results
level (Figures 2(c2), 3(c2), and 4(c2)). On the 21st day of
were analysed with one sample Kolmogorov-Smirnov test.
the 10% povidone-iodine group, a decrease was observed in
Since the groups showed normal distribution, the parametric
vascularization and inflammatory cell infiltration, and the
statistics methods were used for the analysis of the data.
epithelisation, fibroblast proliferation, and collagen forma-
The one-way ANOVA test was applied, and the Bonferroni
tion were observed as severe (Figures 2(d2), 3(d2), and 4(d2)).
test was used for the post hoc comparisons. The value 𝑃 <
No significant difference was observed between the treatment
0.05 was accepted as statistically significant. The SPSS 12.0
groups and control group.
statistical package program was used for the analysis of the
On day 0 of the 1% silver sulfadiazine group, no difference
data.
was observed in fibroblast proliferation, collagen formation,
vascularization, epithelisation, and inflammatory cell infiltra-
3. Findings tion, and the epidermis layer was observed as damaged due
to the burn injury (Figures 2(a3), 3(a3), and 4(a3)). On the
In the light microscopy examinations of control group, it was 7th day of the 1% silver sulfadiazine group, a severe inflam-
observed on day 0 that there were no significant changes in matory cell infiltration was observed, and in some subjects a
Plastic Surgery International 3

Control Povidone-iodine Silver sulfadiazine Sodium chloride

(a1) (a2) (a3) (a4)

∗ ∗
∗ ∗ ∗
∗ ∗
∗ ∗

(b1) (b2) (b3) (b4)

(c1) (c2) (c3) (c4)

(d1) (d2) (d3) (d4)

Figure 2: Day 0 ((a1), (a2), (a3), and (a4)), day 7 ((b1), (b2), (b3), and (b4)), day 14 ((c1), (c2), (c3), and (c4)), and day 21 ((d1), (d2), (d3), and
(d4)) of hematoxylin and eosin staining. The arrows in (a1), (a2), (a3), and (a4) show the epidermis damage. The arrows in (b1), (b2), (b3),
and (b4) show slight epithelisation, the star (∗) shows inflammatory cell infiltration. The thin arrows in (c1), (c2), (c3), and (c4) ( → ) show
the vascularization; the thick arrows show the epithelisation. The thick arrows in (d1), (d2), (d3), and (d4) show the epithelisation. (×100).

slight increase in fibroblast proliferation, vascularization, and vascularization, epithelisation, and inflammatory cell infil-
epithelisation occurred (Figures 2(b3), 3(b3), and 4(b3)). On tration, and the epidermis layer was observed as damaged
the 14th day of the 1% silver sulfadiazine group, a decrease was due to the burn injury (Figures 2(a4), 3(a4), and 4(a4)). On
observed in inflammatory cell infiltration and the fibroblast the 7th day of the 0.9% sodium chloride group, a severe
proliferation, vascularization, and collagen formation were inflammatory cell infiltration was observed and in some
obvious. The epithelisation was detected at medium degree subjects there were slight increases in fibroblast proliferation,
(Figures 2(c3), 3(c3), and 4(c3)). On the 21st day of the vascularization, and epithelisation (Figures 2(b4), 3(b4), and
1% silver sulfadiazine group, a decrease in vascularization 4(b4)). On the 14th day of the 0.9% sodium chloride group,
and inflammatory cell infiltration was observed, and severe there was a decrease in the inflammatory cell increase, and the
fibroblast proliferation and collagen formation were observed fibroblast proliferation, vascularization, and collagen forma-
(Figures 2(d3), 3(d3), and 4(d3)). No significant difference tion were obvious. The epithelisation was detected at medium
was observed between the treatment groups and control degree (Figures 2(c4), 3(c4), and 4(c4)). On the 21st day of
group. the 0.9% sodium chloride group, a decrease was observed
On day 0 of the 0.9% sodium chloride group, no changes in vascularization and inflammatory cell infiltration, and
were observed in fibroblast proliferation, collagen formation, there were severe epithelisation, fibroblast proliferation, and
4 Plastic Surgery International

Control Povidone-iodine Silver sulfadiazine Sodium chloride

(a1) (a2) (a3) (a4)

(b1) (b2) (b3) (b4)

(c1) (c2) (c3) (c4)

(d1) (d2) (d3) (d4)

Figure 3: Day 0 ((a1), (a2), (a3), and (a4)), day 7 ((b1), (b2), (b3), and (b4)), day 14 ((c1), (c2), (c3), and (c4)), and day 21 ((d1), (d2), (d3), and
(d4)) of Masson trichrome staining. The arrows in (a1), (a2), (a3), and (a4) ( → ) show epidermis damage. The arrows in (b1), (b2), (b3), and
(b4) show the fibroblasts which are few in number. The arrows in (c1), (c2), (c3), and (c4) ( → ) show a clear fibroblast increase and collagen
formation. The arrows in (d1), (d2), (d3), and (d4) show a severe fibroblast increase and collagen formation. (×400).

collagen formation (Figures 2(d4), 3(d4), and 4(d4)). No agents that influence receptors of target tissue positively are
significant difference was observed between the treatment used for effective treatment of wound healing [12].
groups and control group. Maghsoudi et al. [13] have suggested the use of silver in
wound healing, since it has antimicrobial effects on wound
4. Discussion infections; silver has negative effects on wound healing
though.
Different surface agents are used in burn injury treatments. Povidone-iodine plays an indirect role in wound heal-
The basic purpose is to speed the epithelial healing up and ing through controlling the infection. But it is disputable
to choose the methods that will prevent the formation of a in the cases where iodine is absorbed excessively, which
scar in a wise manner [5]. The method in topical burn injury may cause systemic complications. Use of iodine is sug-
treatments depends on the depth of the injury and on the gested only in the cases where iodine absorption is limited
treatment targets [6]. [14, 15].
While growth hormones and cytokines considerably Khorasani et al. [16] conducted a study in which they
support the healing of burn wound, suppressor hormones formed an experimental burn injury and showed that the use
affect the healing of burn wound negatively [7–11]. There- of saffron gives better results when compared with the use of
fore, growth hormones, cytokines, and also pharmacological silver sulfadiazine.
Plastic Surgery International 5

Control Povidone-iodine Silver sulfadiazine Sodium chloride

(a1) (a2) (a3) (a4)

(b1) (b2) (b3) (b4)

(c1) (c2) (c3) (c4)

(d1) (d2) (d3) (d4)

Figure 4: Day 0 ((a1), (a2), (a3), and (a4)), day 7 ((b1), (b2), (b3), and (b4)), day 14 ((c1), (c2), (c3), and (c4)), and day 21 ((d1), (d2), (d3), and
(d4)) of type I collagen immune-reactivity (×200).

In the study conducted by Eski et al., they performed In our study we compared the effects of the sulfadiazine
experimental burn injuries and compared the use of cerium cream, antiseptic solution povidone-iodine, and 0.9% NaCl
nitrate and saline. They showed that the systemic increase in serum physiologic on the recovery process of the burn
neutrophil, indicating that the inflammation did not change injuries. This comparison was not performed before. In the
in the group receiving saline and decreased in the group study we performed second degree burns and determined
receiving cerium nitrate [17]. that there was inflammatory cell infiltration on the 7th day;
In the study by Sezer et al., they performed exper- vascularization, fibroblast proliferation, and collagen increase
imental burn injuries and performed the assessment of on the 14th day; and fibroblast proliferation on the 21st day.
the use of fucoidan-containing pharmaceutical agents in We also determined that there were no statistically significant
burn injuries treatment. They examined the fibroblast pro- differences between the groups in which the collagen increase
liferation, inflammatory cell infiltration, epithelisation, and was the highest.
collagen increase in the burn injuries which were similar No statistically significant differences were determined
to those of our study on the 7th, 14th, and 21st days of between the healing effects of the agents used in treatment
their experiments. They showed that the inflammatory cell groups in this study. The finding that there are no differences
increase was severe on the 7th day and that the fibroblast and might be related with the depth and/or width of the burn
collagen increase was at maximum levels on the 14th and 21st injury or there might not be any differences between the
days [18]. treatment groups in fact.
6 Plastic Surgery International

5. Conclusion [13] M. Maghsoudi, N. Nezami, and M. Mirzajanzadeh, “Enhance-


ment of burn wounds healing by platelet dressing,” International
In the current study, although these agents have different Journal of Burns and Trauma, vol. 3, pp. 96–101, 2013.
mechanisms of action, it has been determined that there were [14] M. Steen, “Review of the use of povidone-iodine (PVP-I) in
no significant differences between the effects of the silver the treatment of burns,” Postgraduate Medical Journal, vol. 69,
sulfadiazine, povidone-iodine, and sodium chloride 0.9% on supplement 3, pp. S84–S92, 1993.
healing process of 2nd degree burns. The determination of [15] P. M. Vogt, J. Hauser, O. Robbach et al., “Polyvinyl pyrrolidone-
this effect according to the model created in this study does iodine liposome hydrogel improves epithelialization by com-
not mean that the same effect will occur in different burn bining moisture and antisepsis. A new concept in wound
injury models, and it might be deduced that generally there therapy,” Wound Repair and Regeneration, vol. 9, no. 2, pp. 116–
will not be a clear difference in 2nd degree burns. 122, 2001.
[16] G. Khorasani, S. J. Hosseinimehr, P. Zamani, M. Ghasemi, and
A. Ahmadi, “The effect of saffron (Crocus sativus) extract for
Conflict of Interests healing of second-degree burn wounds in rats,” Keio Journal of
Medicine, vol. 57, no. 4, pp. 190–195, 2008.
The authors declare that there is no conflict of interests with
[17] M. Eski, F. Ozer, C. Firat et al., “Cerium nitrate treatment pre-
any financial organization regarding the publication of the
vents progressive tissue necrosis in the zone of stasis following
paper. burn,” Burns, vol. 38, no. 2, pp. 283–289, 2012.
[18] A. D. Sezer, E. Cevher, F. Hatipoǧlu, Z. Oǧurtan, A. L. Baş, and
References J. Akbuǧa, “Preparation of fucoidan-chitosan hydrogel and its
application as burn healing accelerator on rabbits,” Biological
[1] G. Majo, The Healing Hand, Harvard University Press, Cam- and Pharmaceutical Bulletin, vol. 31, no. 12, pp. 2326–2333, 2008.
bridge, Mass, USA, 1973.
[2] K. Yorgancı and Ö. Z. Yanıklar, Temel Cerrahi, Edited by I.
Sayek, Güneş Kitabevi, Ankara, Turkey, 3rd edition, 2004.
[3] Y. Noda, K. Fujii, and S. Fujii, “Critical evaluation of cadexomer-
iodine ointment and povidone-iodine sugar ointment,” Inter-
national Journal of Pharmaceutics, vol. 372, no. 1-2, pp. 85–90,
2009.
[4] E. M. Bulger and R. V. Maier, “Prehospital Care of the injured:
what’s new,” Surgical Clinics of North America, vol. 87, no. 1, pp.
37–53, 2007.
[5] J. W. Richard III, B. A. Spencer, L. F. McCoy et al., “Acticoat
versus Silverlon: the truth,” Journal of Burns and Surgical Wound
Care, vol. 1, p. 11, 2002.
[6] O. Çetinkale, O. Çizmeci, F. Ayan, C. Şenyuva, S. Büyükdevrim,
and A. Pusane, “Early wound excision and skin grafting restores
cellular immunity after severe burn trauma,” Türk Plastik,
Rekonstrüktif ve Estetik Cerrahi Derneği, vol. 1, pp. 1–5, 1993.
[7] B. S. Atiyeh, C. A. Al-Amm, K. A. El-Musa, A. Sawwaf, and
R. Dham, “The effect of moist and moist exposed dressings
on healing and barrier function restoration of partial thickness
wounds,” European Journal of Plastic Surgery, vol. 26, no. 1, pp.
5–11, 2003.
[8] B. S. Atiyeh, K. A. El-Musa, and R. Dham, “Scar quality and
physiologic barrier function restoration after moist and moist-
exposed dressings of partial-thickness wounds,” Dermatologic
Surgery, vol. 29, no. 1, pp. 14–20, 2003.
[9] K. Breuing, E. Eriksson, P. Liu, and D. R. Miller, “Healing of
partial thickness porcine skin wounds in a liquid environment,”
Journal of Surgical Research, vol. 52, no. 1, pp. 50–58, 1992.
[10] A. J. Tonks, R. A. Cooper, K. P. Jones, S. Blair, J. Parton, and A.
Tonks, “Honey stimulates inflammatory cytokine production
from monocytes,” Cytokine, vol. 21, no. 5, pp. 242–247, 2003.
[11] H. Mani, G. S. Sidhu, A. K. Singh et al., “Enhancement of wound
healing by shikonin analogue 93/637 in normal and impaired
healing,” Skin Pharmacology and Physiology, vol. 17, no. 1, pp.
49–56, 2004.
[12] A. Jurjus, B. S. Atiyeh, I. M. Abdallah et al., “Pharmacological
modulation of wound healing in experimental burns,” Burns,
vol. 33, no. 7, pp. 892–907, 2007.
MEDIATORS of

INFLAMMATION

The Scientific Gastroenterology Journal of


World Journal
Hindawi Publishing Corporation
Research and Practice
Hindawi Publishing Corporation
Hindawi Publishing Corporation
Diabetes Research
Hindawi Publishing Corporation
Disease Markers
Hindawi Publishing Corporation
http://www.hindawi.com Volume 2014
http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014

Journal of International Journal of


Immunology Research
Hindawi Publishing Corporation
Endocrinology
Hindawi Publishing Corporation
http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014

Submit your manuscripts at


http://www.hindawi.com

BioMed
PPAR Research
Hindawi Publishing Corporation
Research International
Hindawi Publishing Corporation
http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014

Journal of
Obesity

Evidence-Based
Journal of Stem Cells Complementary and Journal of
Ophthalmology
Hindawi Publishing Corporation
International
Hindawi Publishing Corporation
Alternative Medicine
Hindawi Publishing Corporation Hindawi Publishing Corporation
Oncology
Hindawi Publishing Corporation
http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014

Parkinson’s
Disease

Computational and
Mathematical Methods
in Medicine
Behavioural
Neurology
AIDS
Research and Treatment
Oxidative Medicine and
Cellular Longevity
Hindawi Publishing Corporation Hindawi Publishing Corporation Hindawi Publishing Corporation Hindawi Publishing Corporation Hindawi Publishing Corporation
http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014
PENYEBAB PATAH TULANG
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan
yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya
penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan
dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
1. Trauma langsung/ direct trauma 2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma

3. Trauma Ringan (kerapuhan tulang) 4. Kekerasan akibat tarikan otot


TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai
fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan
luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya
otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas
dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai
2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat
gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
1. Nyeri 4. Pemendekan Ekstermitas 7. Perubahan Warna

2. Hilangnya Fungsi 5. Krepitus

6. Pembengkakan Lokal
3. Deformitas
NUTRISI UNTUK PATAH TULANG
1. Makanan Sumber Kalsium (susu, kedelai, gandum dan sayuran hijau.)satu nutrisi yang berperan menjaga
kesehatan tulang
2. Makanan Sumber Protein(, telur, ikan, susu, daging putih, kelapa muda, alpukat, dan kedelai.)Selain kalsium,
protein juga menjadi unsur penting dalam pembentukan tulang, sekitar 50% tulang terbentuk dari protein
3. Makanan Sumber Antioksidan ( teh hijau dan buah delima)Antioksidan akan membantu pemulihan patah
tulang dan mampu menghambat rusaknya sel tulang menjadi lebih parah. 3-5 cangkir teh hijau dapat
membantu pemulihan sel tubuh yang rusak karena kandungan antioksidannya yang sangat tinggi.
4. Sumber Vitamin D (seperti kuning telur, ikan dan daging. Berjemur di bawah matahari pagi)Vitamin D
penting dalam proses penyerapan kalsium ke dalam darah dan tulang, maka dari itu untuk mempercepat
penyembuhan patah tulang perlu mengonsumsi kalsium yang disempurnakan dengan asupan vitamin D
5. SumberVitaminK (Brokoli, kol, ikan, hati, daging merah, telur) Vitamin K bertugas memperkuat osteocalcin
yaitu komponen protein pada tulang. Dengan terpenuhinya kebutuhan vitamin K risiko retak tulang akan
menurun dan proses pemulihan patah tulang jadi lebih cepat.Fungsi utama vitamin K adalah membantu
proses pembekuan darah saat tubuh mengalami luka.
PENGERTIAN
1) Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma
dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
2) Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
LEAFLET C. TANDA GEJALA
NUTRISI UNTUK PENDERITA A. PENGERTIAN
FRAKTUR Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Nyeri

Hilangnya Fungsi,

B. PENYEBAB
DISUSUN OLEH
1. Trauma langsung/ direct trauma
AGUS SUSANTO
A01301713 2. Trauma yang tak langsung/ indirect
trauma Deformitas
3. Trauma Ringan (kerapuhan tulang)
SEKOLAH TINGGI ILMU
4. Kekerasan akibat tarikan otot
KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2016
Makanan Sumber Antioksidan ( teh
D. NUTRISI UNTUK PATAH hijau dan buah delima)
TULANG

Pemendekan Ektremitas,

Sumber Vitamin D (seperti


Makanan Sumber Kalsium
kuning telur, ikan dan daging.
Krepitus
(susu, kedelai, gandum dan sayuran
Berjemur di bawah matahari pagi)
hijau.)

Pembengkakan Local
Makanan Sumber Protein (telur,
ikan, susu, daging putih, kelapa
muda, alpukat, dan kedelai.)

Sumber Vitamin K
Perubahan warna Brokoli, kol, ikan, hati, daging
merah, telur.

Anda mungkin juga menyukai