Disusun Oleh :
AGUS SUSANTO
A01301713
i
ii
iii
Program Studi DIII Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
Karya Tulis Ilmiah, Juli 2016
Agus Susanto1, Podo Yuwono 2, M.Kep.Ns.,CWCS
ABSTRAK
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN
PERLINDUNGAN PADA TN.D DIRUANG BAROKAH PKU MUHAMMADIYAH
GOMBONG
Latar Belakang: Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi diintegritas pada tulang.
Penyebab terbanyaknya adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif dan
osteoporosis juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya fraktur.
Tujuan Umum Penulisan Karya Ilmiah: Untuk memberikan gambaran tentang asuhan
keperawatan pemenuhan kebutuhan perlindungan dan keamanan pada pasien fraktur femur post
orif.
Resume Keperawatan: Dari hasil pengkajian klien mengatakan nyeri, susah melakukan
mobilisasi, perubahan pola tidur dan terdapat selang drain pada luka. Telihat luka post operasi
yang masih tertutup perban. Berdasarkan data maka masalah keperawatan yang muncul Nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik, Hambatan mobilitas berhubungan dengan gangguan
neuromuskular, gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri. Resiko infeksi berhubungan
dengan tindakan invasif.
Intervensi dan Implementasi yang sudah dilakukan diantaranya melakukan relaksasi,
memberikan terapi analgetik, melatih dan menganjurkan klien melakukan ADL secara mandiri,
mengidentifikasi penyebab perubahan pola tidur, menganjurkan tidur siang, mengobservasi tanda-
tanda infeksi, melakukan perawatan luka.
Evaluasi yang dilakukan selama tiga hari nyeri berkurang, klien dapat melakukan mobilisasi
sesuai kemampuan, pola tidur klien membaik, tidak muncul tanda-tanda infeksi, klien merasa
nyaman setelah dilakukan perawatan luka.
iv
Diploma III of Nursing Program
Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong
Nursing Care Report, July 2016
Agus Susanto1, Podo Yuwono 2, M.Kep.Ns.,CWCS
ABSTRACT
NURSING CARE OF FULLFILLING NEED FOR SAFETY AND PROTECTION TO MR.D
IN BAROKAH WARD PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG
Background: Fracture is a situation where there diintegritas bone. The most direct cause of the
incident was an accident, but other factors such as degenerative processes and osteoporosis can
also affect the occurrence of fractures.
General Purpose Scientific Writing: To provide an overview of the nursing care needs of
protection and safety compliance in patients post orif femur fractures.
Nursing Resume: The nursing assessment showed that client said pain, difficulty in mobilitation,
changes in sleep patterns and there is a hose drain in the wound. Seemingly postoperative wounds
still covered in bandages. Based on these data the nursing diagnosis was management is acute pain
appertain with physical injury agents, imobility appertain with neuromuscular, sleep disorders
appertain with pain. Risk of infection appertain with procees invasive.
Intervention and Implementation that have been made include relaxation, providing analgesic
therapy, train and advise clients perform ADLs independently, identify the cause of the changes in
sleep patterns, recommends a nap, observed signs of infection, wound care.
Evaluations were conducted over three days the pain has subsided, the client can perform the
appropriate mobilization capabilities, clients sleep patterns improved, did not showed signs of
infection, clients feel comfortable after process wound care.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan
judul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Keamanan Dan Perlindungan
Pada Tn. D Di Ruang Barokah RS PKU Muhammadiyah Gombong”. Sholawat
serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW
sehingga penulis mendapat kemudahan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
ini. Sehubungan dengan itu penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak M. Madkhan Anis, S.Kep. Ns., selaku Ketua STIKES Muhammadiyah
Gombong.
2. Bapak Sawiji, S.Kep. Ns. M.Sc., selaku Ketua Prodi DIII Keperawatan
STIKES Muhammadiyah Gombong.
3. Bapak Podo Yuwono M.Kep. Ns. CWCS., selaku pembimbing yang telah
berkenan memberikan bimbingan dan pengarahan.
4. Bapak Dr. Ibnu Naser, S.Ag., M.M.R. selaku direktur RSU PKU
Muhammadiyah Gombong yang telah memberikan ijin dalam melaksanakan
asuhan keperawatan khususnya untuk penyelesaian laporan ini.
5. Tim Penguji Komperhensif yang telah memberikan saran dan arahan.
6. Segenap Dosen dan Karyawan STIKES Muhammadiyah Gombong yang
telah berkenan memberikan bimbingan dan arahan materi selama penulis
menempuh pendidikan.
7. Segenap Staf dan Karyawan RS PKU Muhammadiyah Gombong yang telah
memberikan bimbingan dan arahan.
8. Tn. D dan keluarga yang telah kooperatif dalam penyelesaian Asuhan
Keperawatan.
9. Bapak dan Ibu serta Adik tersayang yang selalu mendukung, memberikan
kasih sayang, bimbingan, nasihat, semangat, dan do’a yang tiada putus-
putusnya serta pelajaran berharga bagi penulis.
vi
10. Ananda Fitriana Puspitasari yang selalu memberikan doa dan semangat serta
dukungan untuk menyelesaikan laporan ini.
11. Teman-teman seperjuangan yang telah membantu dalam penyusunan karya
tulis ini dan mampu menjadi saudara yang dengan sabar menghadapi saya
selama menempuh pendidikan.
12. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu yang telah
memberikan saran sehingga laporan ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari betul bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
sempurna dan masih banyak kesalahan yang perlu dikoreksi dan diperbaiki. Oleh
karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan dikemudian hari.
Harapan penulis semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
semoga Allah SWT selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya. Amin.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ......................................................................iii
ABSTRAK .................................................................................................................iv
KATA PENGANTAR .................................................................................................vi
DAFTAR ISI ..............................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan .................................................................................................5
C. Manfaat Penulisan ...............................................................................................5
BAB II KONSEP DASAR
A. Definisi ................................................................................................................7
B. Konsep Luka .......................................................................................................7
C. Hasil inovasi tindakan keperawatan luka ............................................................14
BAB III RESUME KEPERAWATAN
A. Pengkajian ...........................................................................................................16
B. Analisa Data ........................................................................................................19
C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi ...............................................................20
BAB IV PEMBAHASAN
A. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Cidera Fisik ........................................25
B. Hambatan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Gangguan Neuromuskuler....27
C. Gangguan Pola Tidur Berhubungan Dengan Nyeri ............................................29
D. Resiko Infeksi Berhubungan Dengan Post Orif Femur ......................................30
E. Implementasi .......................................................................................................31
F. Analisa Inovasi Tindakan Keperawatan .............................................................36
viii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................................................40
B. Saran....................................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi diintegritas pada
tulang. Penyebab terbanyaknya adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain
seperti proses degeneratif dan osteoporosis juga dapat berpengaruh terhadap
terjadinya fraktur (Depkes RI, 2011).
Gangguan kesehatan yang banyak dijumpai dan menjadi salah satu
masalah dipusat-pusat pelayanan di seluruh dunia salah satunya adalah
fraktur (Budhiartha,2009). Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai
hilangnya atau adanya gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada
sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang ada disekitarnya. Fraktur
ekstrimitas adalah fraktur yang terjadi pada komponen ekstrimitas atas
(radius, ulna) dan ekstrimitas bawah (femur, tibia, fibula). Fraktur Femur
adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis
bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan
lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur
tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Helmi,
2012)
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih
dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3
juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang
memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas bawah
sekitar 40% dari insiden kecelakaan yang terjadi di ekstrimitas bagian bawah.
Sedangkan berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh
badan penelitian dan pengembangan Depkes RI tahun 2013 di Indonesia
terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh,
kecelakaan lalu lintas, dan trauma benda tajam atau tumpul. Sebanyak 84.774
orang yang mengalami cedera, penyebab cedera terbanyak yaitu jatuh 34.673
1
2
orang dan kecelakaan lalu lintas sepeda motor sebanyak 34.418 orang.
Selanjutnya penyebab cedera karena benda tajam tumpul 6.188 orang,
transportasi darat lainnya 6.018 orang, dan kejatuhan 2.119 orang. Sedangkan
untuk penyebab yang belum disebutkan proporsinya sangat kecil yang
mengalami fraktur sebanyak 4.917 orang se-Indonesia.
Kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja merupakan suatu keadaan
yang tidak di inginkan yang terjadi pada semua usia dan secara mendadak.
Angka kejadian kecelakaan lalu lintas di Jawa Tengah tahun pada 2015 tercatat
17.725 kecelakaan lalu ( Polda Jateng, 2015).
Hasil survey tim Depkes RI (2007),dari 8 juta pasien fraktur
didapatkan 25% pasien mengalami kematian, 45% mengalami kecacatan
fisik, 15% mengalami stres psikologis karena cemas dan bahkan depresi, dan
hanya 10% yang mengalami kesembuhan dengan baik. Berdasarkan data
dinas Kesehatan. Prevalensi fraktur yang cukup tinggi yaitu insiden fraktur
pada ekstremitas yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi
(Depkes RI, 2009).
Perawatan segera setelah operasi, harus dilakukan mobilisasi agar
fungsi kemandirian dapat dipertahankan. Manfaat dari mobilisasi yaitu untuk
peningkatan sirkulasi darah yang dapat menyebabkan pengurangan rasa nyeri,
mencegah tromboflebitis, memberi nutrisi untuk penyembuhan pada daerah
luka, dan meningkatkan kelancaran fungsi ginjal (Ningsih 2011).
Permasalahan paska pembedahan ortopedi berkaitan dengan nyeri,
perfusi jaringan, promosi kesehatan, mobilitas fisik, dan konsep diri (Bare &
Smeltzer, 2006). Permasalahan yang terjadi secara keseluruhan
mengakibatkan perubahan status fungsional. Perubahan status fungsional
selalu terjadi sebagai tanda pertama dari penyakit atau kelanjutan dari kondisi
kronis (Saltzman, 2011). Perubahan status fungsional selalu terjadi sebagai
tanda pertama dari penyakit atau kelanjutan dari kondisi kronis (Saltzman,
2011).
3
yang efektif dan efisien. Luka post ORIF (Open Reduksi Internal fiksasi)
merupakan luka akibat suatu pembedahan untuk memanipulasi fragmen –
fragmen tulang yang patah. (Kneale & Davis, 2011).
Tujuan merawat luka adalah kesembuhan, dan balutan yang dipilih
adalah balutan yang dapat mempertahankan kondisi lembab, mengontrol
kejadian infeksi, mempercepat penyembuhan luka, mengabsorbsi cairan luka
yang berlebihan, membuang jaringan mati, nyaman digunakan. Pada luka
akut dan luka kronis mengalami proses penyembuhan yang sama dari
inflamasi hingga maturasi. Beberapa hal yang juga harus diperhatikan dalam
luka akut pasca pembedahan adalah evaluasi balutan primer yang digunakan,
permukaan epitel, penutupan luka, garis sembuh dan perubahan lokal yang
mengarah ke infeksi. Balutan sangat berpengaruh dalam mendukung
penyembuhan luka sehingga pemilihan balutan pasca pembedahan sangat
penting difahami. Pada fraktur terbuka (yang berhubungan dengan luka
terbuka memanjang sampai permukaan kulit dan ke daerah cedera tulang)
terdapat resiko infeksi osteomielitis, gas gangren, dan tetanus. Tujuan
penanganan adalah meminimalkan kemungkinan infeksi luka, jaringan lunak
dan tulang untuk mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang
Berdasarkan pengkajian pada Tn.D didapatkan data subjektiv, bahwa
klien mengatakan nyeri di area luka dengan skala 6, terasa hilang timbul,
terdapat luka jahit di femur dextra, perban dan tempat tidur keliatan kotor.
Klien mengatakan sering terbangun ketika tidur, dan tidak bisa beraktivitas
hanya bisa miring kiri dan miring kanan, serta nyeri ketika bergerak. Hal ini
menunjukan bahwa pasien di rumah sakit mengalami berbagai masalah
keperawatan diantaranya Nyeri, Hambatan mobilitas, Resiko infeksi,
Gangguan pola tidur. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil dan
menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan
Pemenuhan Rasa Aman dan Perlindungan pada Tn.D Di Ruang Barokah
PKU Muhammadiyah Gombong.
5
B. Tujuan
Adapun dari penulisan karya ilmiah yaitu:
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan tentang
pemenuhan kebutuhan mobilisasi dengan pasien post orif femur.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien post orif
dengan masalah kebutuhan masalah mobilisasi.
b. Mahasiswa mampu menganalisa data untuk menemukan masalah
keperawatan yang muncul pada pasien post orif dengan masalah
kebutuhan masalah kebutuhan mobilitasi.
c. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa dan prioritas masalah
keperawatan pada pasien post orif dengan masalah pemenuhan
kebutuhan moblitasi.
d. Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan sesuai dengan
masalah keperawatan yang muncul pada pasien post orif dengan
pemenuhan kebutuhan mobilitasi.
e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada pasien post orif
dengan masalah pemenuhan kebutuhan mobilitasi.
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan
yang sudah dilakukan
g. Mahasiswa mampu menganalisa hasil dari tindakan yang telah
dilakukan
C. Manfaat
1. Secara keilmuan
Sebagai bahan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
peningkatan pendidikan dalam proses keperawatan di instusi perawatan
dan lembaga kesehatan.
6
2. Secara aplikatif
Sebagai pengetahuan untuk pembaca dan masyarakat dalam
mengenal proses keperawatan dan menambah pengetahuan tentang
penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
DISUSUN OLEH:
AGUS SUSANTO
A01301713
2016
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya
dialami hewan kecil akibat kecelakaan, terjatuh dan luka (Bleby & Bishop,
2003). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2005).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
B. ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
C. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang
cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
F. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam
ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi
cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot.
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan
kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak
terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.
Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan
oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernafas.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang
dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular
dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling
sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher),
saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi
suplai darah.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum
dan korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar
tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).
Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau
selama operasi.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan
fibrosa. Kadang –kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini.
Faktor – faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak
adanya mobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari
fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri,
namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan
juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur).
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
3. Agar terjadi penyatuan tulang kembali
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4
minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.
4. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula.
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan
kakunya sendi. Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat
mungkin.
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN
FRAKTUR
Di Susun oleh:
AGUS SUSANTO
A01301713
II. Materi
Terlampir
III.Metoda
Metode yang digunakanadalahceramahdan Tanya jawab/diskusi
IV.Media
- Leaflet
- Lembar balik
V.STRATEGI
a. Persiapan
- Pembuatan satuan penyuluhan
- Persiapan penyuluh dengan menggunakan referensi yang ada
b. Pelaksanaan
- Dimulai dengan memperkenalkan diri, maksud dan tujuan
penyuluhan
- Menjelaskan poin-poin penting isi penyuluhan
- Menyampaikan materi
c. Penutup
VI.Kegiatan
Uraian Kegiatan
No Kegiatan
Penyuluh Peserta
1. Pembukaan a. Mengucapkan salam. a. Menjawab salam.
2 Menit b. Menyampaikan tujuan b. Menyetujui tujuan
demonstrasi demonstrasi
c. Melakukan apersepsi c. Mengikuti apersepsi
V. Evaluasi
Untuk mengetahui sejauh manapemahaman keluraga setelah diberikan
penyuluhan selama 30menit diberikan pertanyaan:
1. Menjelaskan kembali pengertian fraktur
2. Menjelaskan penyebab frakttur
3. Menyebutkan tanda dan gejala fraktur
4. Menyebutkan sumber nutrisi yang dibutuhkan bagi penderita fraktur
Pembahasan Materi fraktur
1. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
2. Penyebab
a. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
rudapaksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
b. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
c. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan frakturpatologis.
d. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
ABSTRAC
1
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669
2
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669
3
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669
4
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669
5
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669
6
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669
7
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669
8
JURNAL KEBIDANAN Vol. 2 No. 4 April 2013 ISSN.2089-7669
9
PENELITIAN
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi perbedaan keefektifan penyembuhan luka menggunakan balutan madu dan balutan
normal salin-povidone iodine pada pasien trauma dengan luka terbuka yang dirawat di salah satu RS di Bukittinggi. Desain
penelitian ini adalah kuasi eksperimen, non-equivalent control group dengan pre dan post-test. Sampel berjumlah 6 responden
(3 responden untuk masing-masing kelompok intervensi madu serta normal salin-povidone iodine). Hasil penelitian menunjukkan
tidak ada perbedaan bermakna pada rerata skor perkembangan proses penyembuhan luka antara sebelum dan sesudah intervensi
perawatan luka dengan madu (P = 0.076) dan dengan normal salin-povidone iodine (P = 0,057). Rerata skor perkembangan
penyembuhan luka terbuka setelah intervensi tidak berbeda secara signifikan (P = 0,797) antara kelompok intervensi dengan
madu dengan kelompok kontrol. Namun, penurunan skor perkembangan proses penyembuhan luka pada balutan madu (11,52%)
lebih besar 6,67% dibandingkan balutan normal salin-povidone iodine (4,85%). Perawatan luka dengan madu membuat responden
tidak merasa nyeri, tidak terjadi perlengketan serta perdarahan saat membuka balutan ketika dibersihkan, sedangkan dengan
normal salin-povidone iodine, responden merasakan sebaliknya. Hasil penelitian ini merekomendasikan penggunaan balutan
madu untuk pasien dengan luka terbuka.
Kata kunci: luka terbuka, madu, proses penyembuhan
Abstract
The aim of this study was to compare the effectiveness of honey dressing and normal salin-povidone iodine dressing in the
open wound healing process at a hospital in Bukittinggi. This was a non-equivalent control group quasi experimental study
with pre & post test. The samples of this study were 6 respondents (3 respondents in each intervention and control group). The
finding from this study showed that there was no significant difference on the mean score of wound healing process before and
after wound care intervention using honey dressing (P = 0.076), and normal saline-povidone iodine dressing (P = 0.057).
There was also no significant difference on the mean score of wound healing process on traumatic open wound patient after
intervention on the control group using normal saline-povidone iodine dressing and intervention group using honey dressing
(P = 0,797) However, the wound healing score on the honey intervention group was 6,67% higher (11,52%) than on the wound
using normal saline-povidone iodine dressing (4,85%). Unlike patients in the control group, patients using honey dressing
were not complaining about pain and bleeding when change dressing. Therefore, the study recommended the honey application
for open wound.
Key words: healing process, honey, open wound
Tabel 3. Analisis kesetaraan umur dan status nutrisi Hasil uji statistik beda dua mean tidak
responden (n = 6) berpasangan (pooled t-test) didapatkan tidak ada
Vari- Kelompok N Mean SD t P perbedaan bermakna pada perkembangan proses
abel value penyembuhan luka sesudah dilakukan perawatan
1. Madu (A) 3 32.3 15.6 baik kelompok intervensi dengan madu maupun
Umur 0.3 0.762 pada kelompok intervensi dengan normal salin-
2. Normal salin- 3 28.3 14.4
povidone iodine povidone iodine (P = 0,797; α = 0,05). Rerata selisih
(B) skor penyembuhan luka pada kelompok intervensi
1. Madu(A) 3 20.5 2.53 dengan madu adalah 6,33 (standar deviasi/SD =
Status 0.6 0.556 3,2) sedangkan pada intervensi dengan normal
Nutrisi 2. Normal salin- 3 19.4 1.38 salin-povidone iodine adalah 2,66 (SD = 1,1). Hasil
povidone iodine
(B) pooled t-test juga tidak menemukan perbedaan
selisih skor perkembangan proses penyembuhan
luka antara kelompok intervensi dengan madu
C. Perbedaan perkembangan proses maupun kelompok intervensi dengan normal salin-
penyembuhan luka responden pada povidone iodine (P = 0,137, α = 0,05).
kelompok intervensi madu dan intervensi
normal salin-povidone iodine
PEMBAHASAN
Perkembangan proses penyembuhan luka pada
kelompok intervensi dengan madu selalu Hasil uji yang menunjukkan tidak adanya
meningkat tiap harinya, dimana terjadi penurunan perbedaan bermakna terhadap perkembangan
jumlah skor perkembangan luka yang proses penyembuhan luka sebelum dan sesudah
menunjukkan proses penyembuhan luka semakin perawatan dengan madu maupun normal salin-
baik. Pada hari pertama sampai ketiga dan hari povidone iodine dapat terjadi karena banyak faktor.
ketiga sampai keenam perkembangan cukup baik Faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan
dengan turunnya skor sebesar 2,67. Sedangkan luka diantaranya faktor intrinsik seperti umur,
pada hari keenam sampai kesepuluh skor status psikologis, proses penyakit serta faktor
perkembangan luka hanya turun 1. Pada kelompok ekstrinsik seperti merokok, terapi obat, dan lain-
intervensi dengan normal salin-povidone iodine lain (Bale & Jones, 2000). Selain itu, penyembuhan
tidak terjadi penurunan skor sampai hari ketiga. luka terbuka memerlukan waktu cukup lama untuk
Akan tetapi, skor turun cukup tajam pada hari proses penyembuhan terutama untuk granulasi luka
ketiga sampai keenam yaitu 2 dan dari hari keenam (Bale & Jones, 2000) sehingga perkembangan
sampai kesepuluh skor turun menjadi 1. Gambar 1 proses penyembuhan luka tidak terlihat nyata hanya
menjelaskan perkembangan proses penyembuhan dalam jangka waktu pengamatan 10 hari. Jumlah
luka terbuka yang bervariasi selama sepuluh hari responden juga sedikit sehingga tidak terlihat
pada kedua kelompok intervensi. adanya proses penyembuhan luka secara signifikan.
Gambar 1. Perkembangan proses penyembuhan luka Hal ini berbeda pada penelitian yang dilakukan
selama sepuluh hari perawatan luka
oleh Burlanda (dalam Molan,2007) yang
Perkembangan Skor Penyembuhan
menyampaikan penyembuhan luka dengan
35
32.67 30 perawatan madu yang cepat dan menakjubkan,
30 30 30 28
27 khususnya untuk luka bakar derajat I dan II.
25 27.33 26.33
Observasi klinik Bergman (dalam Molan, 2007)
Skor
20
15
Kel. Madu
juga menunjukkan bahwa penyembuhan luka
10 terbuka lebih cepat dengan madu. Madu
Kel.
5 Povidone mempunyai komposisi yang bermanfaat untuk
iodine
0
penyembuhan luka diantaranya molekul gula
Pretest Hari3 Hari6 Hari10
Perbandingan penyembuhan luka menggunakan balutan madu atau normal saline-povidone iodine (Zulfa,Elly Nurachmah, Dewi Gayatri) 38
(fruktosa, glukosa, sukrosa), air yang berfungsi proses penyembuhan luka antara kelompok
melembabkan luka, mineral (Ca, Mg, K, Na, Fe, intervensi dengan madu maupun kelompok
Cu, Zn, Iodium, Klorin, Sulfur, dan Fosfat), vitamin intervensi dengan normal salin-povidone iodine.
(B kompleks, K, dan B3), enzim (amilase, Ini berarti perawatan luka terbuka dengan balutan
invertase, fosfatase, katalase dan peroksidase) serta madu sama efektifnya dengan balutan normal salin-
asam organik antara lain asam glikolat, asam povidone iodine. Namun demikian, rerata selisih
format, asam laktat, asam sitrat, asam asetat, asam skor perkembangan proses penyembuhan luka pada
oksalat, asam tartarat, serta asetilkolin (Lelo, 2006). kelompok madu lebih besar dibandingkan dengan
kelompok normal salin-povidone iodine.
Penelitian random kontrol lainnya dilakukan
oleh Al-Waili dan Saloom (2007) meliputi pasien Tanggapan dari responden tentang perbedaan
dengan luka infeksi perioperatif, 26 pasien telah yang dirasakan terhadap penggunaan balutan madu
dilakukan tindakan dengan madu dan 24 pasien dan balutan normal salin-povidone iodine antara
lukanya dicuci dengan etanol dan aplikasi lain adanya rasa sejuk saat menggunakan madu.
povidone-iodine. Kelompok dengan madu Selain itu, tidak terjadi perlengketan saat
mencapai penyembuhan yang sukses dan bebas mengganti balutan sehingga nyeri berkurang dan
dari infeksi kurang dari separuh waktu tidak terjadi perdarahan. Tanggapan ini berbeda
dibandingkan terhadap kelompok antiseptik. dengan responden yang menggunakan balutan
normal salin-povidone iodine yang merasakan
Hasil yang tidak menunjukkan perbedaan
nyeri dan perdarahan saat balutan dilepas. Hal ini
bermakna antara perawatan madu dan normal
sesuai dengan pernyataan Molan (2007) bahwa
salin-povidone iodine pada luka terbuka bisa juga
kadar osmosis tinggi pada madu mencegah
disebabkan perbedaan luas dan kedalaman luka
melekatnya balutan, juga menghindari nyeri atau
pada masing-masing kelompok. Ukuran luas dan
rusaknya jaringan ketika balutan diganti.
kedalaman luka mempengaruhi proses
penyembuhan luka (Suriadi, 2007). Pada kelompok
madu, luas luka sebelum dilakukan intervensi ada
yang luasnya diantara 36,1-80 cm² (33.3%),
KESIMPULAN
sementara pada kelompok normal salin-povidone Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa
iodine hanya memiliki luas 16,1-36 cm² (66,7%). perawatan luka antara balutan madu dan balutan
Sementara itu, untuk kedalaman luka pada normal salin-povidone iodine sama efektifnya
kelompok madu kedalaman luka sebelum untuk pasien trauma dengan luka terbuka.
dilakukan intervensi ada yang menjadi kabur Perkembangan proses penyembuhan luka pada
karena nekrosis (33.3%) sementara pada kelompok pemakaian balutan madu maupun pada balutan
normal salin-povidone iodine hanya sampai pada normal salin-povidone iodine tidak berbeda antara
nekrosis subkutan (33,3%) dan tidak ada yang sebelum dan sesudah perawatan luka. Perawatan
menjadi kabur oleh nekrosis. Demikian juga pada luka antara balutan madu dengan balutan normal
penelitian Kurniati (1999) tentang gula-povidone salin-povidone iodine tidak mempunyai perbedaan
iodine 1% sebagai alternatif pengobatan luka tekan yang bermakna terhadap perkembangan proses
ditemukan adanya perbedaan yang bermakna untuk penyembuhan luka terbuka. Walaupun demikian,
pengurangan jaringan mati diantara dua kelompok balutan madu mempunyai beberapa kelebihan
(p = 0,003) dan peningkatan jaringan granulasi dibandingkan dengan balutan normal salin-
lebih baik pada kelompok gula-povidone iodine 1% povidone iodine.
(66,7%) dibandingkan dengan balutan modern
Hasil penelitian ini merekomendasikan
(hydrocolloid).
penggunaan balutan madu untuk pasien trauma
Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak dengan luka terbuka. Penelitian ulang perlu
ada perbedaan rerata selisih skor perkembangan dilakukan dengan jumlah sampel lebih banyak.
39 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 12, No. 1, Maret 2008; hal 34-39
Penelitian tentang efektifitas madu terhadap jenis-jenis Kurniati, A. (2004). Gula povidine-iodine 1% :
luka lainnya seperti luka bakar, luka operasi dan lain- Alternatif pengobatan luka tekan. Jurnal
lain juga perlu dilakukan (DW, MS). Keperawatan Indonesia, 8. 1. 8-12.
Lelo, A. (2006). Efek farmakologi madu lebah.
Jakarta: disampaikan pada seminar Efek
* Perawat Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr.
farmakologi produk perlebahan terhadap
Achmad Mochtar Bukittinggi.
kesehatan manusia, tidak dipublikasikan.
** Staf Akademik Keperawatan Medikal Bedah FIK
UI Mansjoer, A., et al. (2000). Kapita selekta
***Staf Akademik Dasar Keperawatan dan kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Keperawatan Dasar FIK UI FKUI.
Molan, P.C. (2007). A brief review of the clinical
KEPUSTAKAAN literature on the use of honey as a wound
dressing.ht tp://www.wave.co .nz/~whp/
Al-waili & Saloom. (2007). Evidence for efficacy
publicat3.htm, diperoleh 29 Januari 2007.
of honey in wound care. http://www.angelfire.
com/co4/honey_in_wounds/efficacy.htm, Molan, P.C. (2007). The evidence supporting the
diperoleh 29 Januari 2007. use of honey as a wound dressing. http://
www.wave.co.nz/~whp/publicat3.htm, diperoleh
Bale, S. & Jones, V. (2000). Wound care nursing: A
29 Januari 2007.
patient-centred approach. London: Bailliere
Tindall. Potter, P.A. and Perry, A.G. (2005). Fundamental
of nursing. 6th ed. Philadelphia: Mosby.
Gayatri, D. (1999). Perkembangan manajemen
perawat an luka: Dulu dan kini. Jurnal Sjamsuhidajat, R. dan Jong, W.D. (1998). Buku ajar
Keperawatan Indonesia, 2. 8. 304-308. ilmu bedah. Jakarta: EGC.
Ko zier, B., Erb, G., & Blais, K. (2004). Suriadi. (2007). Manajemen luka. Pontianak:
Fundamentals of nursing: Concepts, process, STIKEP Muhammadiyah.
and practice. Philadelphia: Pearson Prentice Hall.
Sussman, C, & Jensen, B.M.B. (1998). Wound
care: A collaborative practice manual for
physical therapists and nurses. Gaithersburg:
Aspen Publication.
Hindawi Publishing Corporation
Plastic Surgery International
Volume 2014, Article ID 907082, 6 pages
http://dx.doi.org/10.1155/2014/907082
Research Article
The Effect of Different Topical Agents
(Silver Sulfadiazine, Povidone-Iodine, and Sodium
Chloride 0.9%) on Burn Injuries in Rats
Emir Burak Yüksel,1 Alpagan Mustafa YJldJrJm,2 Ali Bal,3 and Tuncay Kuloglu4
1
Department of Plastic, Reconstructive & Esthetic Surgery, Elbistan State Hospital, Kahramanmaras, Turkey
2
Department of Plastic, Reconstructive & Esthetic Surgery, Afyon Kocatepe University, Afyon, Turkey
3
Department of Plastic, Reconstructive & Esthetic Surgery, Malatya State Hospital, Malatya, Turkey
4
Department of Histology & Embryology, Firat University, Elazıg, Turkey
Copyright © 2014 Emir Burak Yüksel et al. This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution
License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly
cited.
It was aimed to comparatively evaluate the effects of dressing methods with silver sulfadiazine, povidone-iodine, and saline which
have a common use in routine practices for burn injuries. Twenty-eight Sprague Dawley adult female rats were used in this study.
All the rats were divided into 4 groups: the control group, the povidone-iodine group, the saline group, and the silver sulfadiazine
group. On each rat, a second degree burn which covered less than 10% of the body surface area was created under general anesthesia
by a metal comb including four probes with 2 × 1 cm area. The control group did not have any treatment during the experiment.
Povidone-iodine, saline, and silver sulfadiazine administrations were performed under ether anesthesia every day. On 0, 7th, 14th,
and 21st days of the study, tissue samples were taken for histological analyses. The sections taken from the paraffin blocks were
stained and avidin-biotin-peroxidase method was used for collagen immune-reactivity. In the light microscope analyses, number
of inflammatory cells, vascularization, fibroblast proliferation, collagen formation and epithelialization were evaluated histologically
in all groups and analysed statistically. The agents that we used for injury healing in the treatment groups did not show any
significant better results in comparison with the control group. In conclusion, further studies with the use of sodium chloride,
silver sulfadiazine, and povidone-iodine by creating deeper and/or larger burn injury models are needed in order to accept these
agents in routine treatment.
(a) (b)
Figure 1: (a) The shaved view of the rats before the burn injury (b) and the view after the burn injury.
the burns did not exceed 10% of the body surfaces (Figures fibroblast proliferation, collagen formation, vascularization,
1 and 2). 2 mg/kg paracetamol was added to their drinking epithelisation, and inflammatory cell density. On the other
water as analgesic. In the control group, the burn injury was hand, it was observed that the epidermis layer was damaged
covered with sterile gauze bandage in day 0, after the burn due to the burn injury (Figures 2(a1), 3(a1), and 4(a1)). On
injury was performed. No treatments were applied during the the 7th day of the control group, severe inflammatory cell
experiment. Only the medical dressing was changed during increase was observed, and in some subjects a slight increase
the days of biopsy. in fibroblast proliferation, vascularization, and epithelisation
In the “10% povidone-iodine” group, 10% povidone- was observed (Figures 2(b1), 3(b1), and 4(b1)). On the 14th
iodine was applied to the burn injury every day under ether day of the control group, a decrease was observed in the
aesthesia. The injury area was covered with sterile gauze inflammatory cell density; and the fibroblast proliferation,
bandage and this process continued for 21 days. vascularization, and collagen formation were obvious. More-
In the “1% silver sulfadiazine” group, silver sulfadiazine over, the epithelisation level was detected at medium level
was applied to the burn injury every day under ether aesthe- (Figures 2(c1), 3(c1), and 4(c1)). On the 21st day of control
sia. The injury area was covered with sterile gauze bandage group, a decrease in the vascularization and an increase in
and this process continued for 21 days. inflammatory cell number were determined and the epithe-
In the “0.9% sodium chloride” group, the injury area was lisation, fibroblast proliferation, and collagen formation were
moisturized with serum physiologic twice everyday under observed (Figures 2(d1), 3(d1), and 4(d1)).
ether aesthesia, and the injury area was covered with sterile On day 0 of the 10% povidone-iodine group no changes
gauze bandage, and this process continued for 21 days. were observed in fibroblast proliferation, collagen formation,
On the 0, 7th, and 21st day of the experiment, tissue vascularization, epithelisation, and inflammatory cell den-
samples were taken under anesthesia from predetermined sity; and the epidermis layer was observed to be severely
areas from all subjects in all groups. damaged (Figures 2(a2), 3(a2), and 4(a2)). On the 7th day
Histological study: the tissue samples taken from each of the 10% povidone-iodine group, severe inflammatory cell
group were stained with Hematoxylin-eosin (H&E) and infiltration was observed, and in some subjects, a slight
Masson trichrome and assessed in light microscopy. For the increase was observed in fibroblast proliferation, vasculariza-
assessment of the recovery with immunohistochemical study, tion, and epithelisation (Figures 2(b2), 3(b2), and 4(b2)). On
the collagen I immune-reactivity was performed using the the 14th day of the 10% povidone-iodine group, a decrease
avidin-biotin-peroxidase complex method. was observed in the inflammatory cell infiltration, and the
fibroblast proliferation, vascularization, and collagen forma-
tion were obvious. The epithelisation was detected at medium
2.1. Statistical Analysis. The histological assessment results
level (Figures 2(c2), 3(c2), and 4(c2)). On the 21st day of
were analysed with one sample Kolmogorov-Smirnov test.
the 10% povidone-iodine group, a decrease was observed in
Since the groups showed normal distribution, the parametric
vascularization and inflammatory cell infiltration, and the
statistics methods were used for the analysis of the data.
epithelisation, fibroblast proliferation, and collagen forma-
The one-way ANOVA test was applied, and the Bonferroni
tion were observed as severe (Figures 2(d2), 3(d2), and 4(d2)).
test was used for the post hoc comparisons. The value 𝑃 <
No significant difference was observed between the treatment
0.05 was accepted as statistically significant. The SPSS 12.0
groups and control group.
statistical package program was used for the analysis of the
On day 0 of the 1% silver sulfadiazine group, no difference
data.
was observed in fibroblast proliferation, collagen formation,
vascularization, epithelisation, and inflammatory cell infiltra-
3. Findings tion, and the epidermis layer was observed as damaged due
to the burn injury (Figures 2(a3), 3(a3), and 4(a3)). On the
In the light microscopy examinations of control group, it was 7th day of the 1% silver sulfadiazine group, a severe inflam-
observed on day 0 that there were no significant changes in matory cell infiltration was observed, and in some subjects a
Plastic Surgery International 3
∗ ∗
∗ ∗ ∗
∗ ∗
∗ ∗
∗
Figure 2: Day 0 ((a1), (a2), (a3), and (a4)), day 7 ((b1), (b2), (b3), and (b4)), day 14 ((c1), (c2), (c3), and (c4)), and day 21 ((d1), (d2), (d3), and
(d4)) of hematoxylin and eosin staining. The arrows in (a1), (a2), (a3), and (a4) show the epidermis damage. The arrows in (b1), (b2), (b3),
and (b4) show slight epithelisation, the star (∗) shows inflammatory cell infiltration. The thin arrows in (c1), (c2), (c3), and (c4) ( → ) show
the vascularization; the thick arrows show the epithelisation. The thick arrows in (d1), (d2), (d3), and (d4) show the epithelisation. (×100).
slight increase in fibroblast proliferation, vascularization, and vascularization, epithelisation, and inflammatory cell infil-
epithelisation occurred (Figures 2(b3), 3(b3), and 4(b3)). On tration, and the epidermis layer was observed as damaged
the 14th day of the 1% silver sulfadiazine group, a decrease was due to the burn injury (Figures 2(a4), 3(a4), and 4(a4)). On
observed in inflammatory cell infiltration and the fibroblast the 7th day of the 0.9% sodium chloride group, a severe
proliferation, vascularization, and collagen formation were inflammatory cell infiltration was observed and in some
obvious. The epithelisation was detected at medium degree subjects there were slight increases in fibroblast proliferation,
(Figures 2(c3), 3(c3), and 4(c3)). On the 21st day of the vascularization, and epithelisation (Figures 2(b4), 3(b4), and
1% silver sulfadiazine group, a decrease in vascularization 4(b4)). On the 14th day of the 0.9% sodium chloride group,
and inflammatory cell infiltration was observed, and severe there was a decrease in the inflammatory cell increase, and the
fibroblast proliferation and collagen formation were observed fibroblast proliferation, vascularization, and collagen forma-
(Figures 2(d3), 3(d3), and 4(d3)). No significant difference tion were obvious. The epithelisation was detected at medium
was observed between the treatment groups and control degree (Figures 2(c4), 3(c4), and 4(c4)). On the 21st day of
group. the 0.9% sodium chloride group, a decrease was observed
On day 0 of the 0.9% sodium chloride group, no changes in vascularization and inflammatory cell infiltration, and
were observed in fibroblast proliferation, collagen formation, there were severe epithelisation, fibroblast proliferation, and
4 Plastic Surgery International
Figure 3: Day 0 ((a1), (a2), (a3), and (a4)), day 7 ((b1), (b2), (b3), and (b4)), day 14 ((c1), (c2), (c3), and (c4)), and day 21 ((d1), (d2), (d3), and
(d4)) of Masson trichrome staining. The arrows in (a1), (a2), (a3), and (a4) ( → ) show epidermis damage. The arrows in (b1), (b2), (b3), and
(b4) show the fibroblasts which are few in number. The arrows in (c1), (c2), (c3), and (c4) ( → ) show a clear fibroblast increase and collagen
formation. The arrows in (d1), (d2), (d3), and (d4) show a severe fibroblast increase and collagen formation. (×400).
collagen formation (Figures 2(d4), 3(d4), and 4(d4)). No agents that influence receptors of target tissue positively are
significant difference was observed between the treatment used for effective treatment of wound healing [12].
groups and control group. Maghsoudi et al. [13] have suggested the use of silver in
wound healing, since it has antimicrobial effects on wound
4. Discussion infections; silver has negative effects on wound healing
though.
Different surface agents are used in burn injury treatments. Povidone-iodine plays an indirect role in wound heal-
The basic purpose is to speed the epithelial healing up and ing through controlling the infection. But it is disputable
to choose the methods that will prevent the formation of a in the cases where iodine is absorbed excessively, which
scar in a wise manner [5]. The method in topical burn injury may cause systemic complications. Use of iodine is sug-
treatments depends on the depth of the injury and on the gested only in the cases where iodine absorption is limited
treatment targets [6]. [14, 15].
While growth hormones and cytokines considerably Khorasani et al. [16] conducted a study in which they
support the healing of burn wound, suppressor hormones formed an experimental burn injury and showed that the use
affect the healing of burn wound negatively [7–11]. There- of saffron gives better results when compared with the use of
fore, growth hormones, cytokines, and also pharmacological silver sulfadiazine.
Plastic Surgery International 5
Figure 4: Day 0 ((a1), (a2), (a3), and (a4)), day 7 ((b1), (b2), (b3), and (b4)), day 14 ((c1), (c2), (c3), and (c4)), and day 21 ((d1), (d2), (d3), and
(d4)) of type I collagen immune-reactivity (×200).
In the study conducted by Eski et al., they performed In our study we compared the effects of the sulfadiazine
experimental burn injuries and compared the use of cerium cream, antiseptic solution povidone-iodine, and 0.9% NaCl
nitrate and saline. They showed that the systemic increase in serum physiologic on the recovery process of the burn
neutrophil, indicating that the inflammation did not change injuries. This comparison was not performed before. In the
in the group receiving saline and decreased in the group study we performed second degree burns and determined
receiving cerium nitrate [17]. that there was inflammatory cell infiltration on the 7th day;
In the study by Sezer et al., they performed exper- vascularization, fibroblast proliferation, and collagen increase
imental burn injuries and performed the assessment of on the 14th day; and fibroblast proliferation on the 21st day.
the use of fucoidan-containing pharmaceutical agents in We also determined that there were no statistically significant
burn injuries treatment. They examined the fibroblast pro- differences between the groups in which the collagen increase
liferation, inflammatory cell infiltration, epithelisation, and was the highest.
collagen increase in the burn injuries which were similar No statistically significant differences were determined
to those of our study on the 7th, 14th, and 21st days of between the healing effects of the agents used in treatment
their experiments. They showed that the inflammatory cell groups in this study. The finding that there are no differences
increase was severe on the 7th day and that the fibroblast and might be related with the depth and/or width of the burn
collagen increase was at maximum levels on the 14th and 21st injury or there might not be any differences between the
days [18]. treatment groups in fact.
6 Plastic Surgery International
INFLAMMATION
BioMed
PPAR Research
Hindawi Publishing Corporation
Research International
Hindawi Publishing Corporation
http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014
Journal of
Obesity
Evidence-Based
Journal of Stem Cells Complementary and Journal of
Ophthalmology
Hindawi Publishing Corporation
International
Hindawi Publishing Corporation
Alternative Medicine
Hindawi Publishing Corporation Hindawi Publishing Corporation
Oncology
Hindawi Publishing Corporation
http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014
Parkinson’s
Disease
Computational and
Mathematical Methods
in Medicine
Behavioural
Neurology
AIDS
Research and Treatment
Oxidative Medicine and
Cellular Longevity
Hindawi Publishing Corporation Hindawi Publishing Corporation Hindawi Publishing Corporation Hindawi Publishing Corporation Hindawi Publishing Corporation
http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014 http://www.hindawi.com Volume 2014
PENYEBAB PATAH TULANG
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan
yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya
penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan
dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
1. Trauma langsung/ direct trauma 2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
6. Pembengkakan Lokal
3. Deformitas
NUTRISI UNTUK PATAH TULANG
1. Makanan Sumber Kalsium (susu, kedelai, gandum dan sayuran hijau.)satu nutrisi yang berperan menjaga
kesehatan tulang
2. Makanan Sumber Protein(, telur, ikan, susu, daging putih, kelapa muda, alpukat, dan kedelai.)Selain kalsium,
protein juga menjadi unsur penting dalam pembentukan tulang, sekitar 50% tulang terbentuk dari protein
3. Makanan Sumber Antioksidan ( teh hijau dan buah delima)Antioksidan akan membantu pemulihan patah
tulang dan mampu menghambat rusaknya sel tulang menjadi lebih parah. 3-5 cangkir teh hijau dapat
membantu pemulihan sel tubuh yang rusak karena kandungan antioksidannya yang sangat tinggi.
4. Sumber Vitamin D (seperti kuning telur, ikan dan daging. Berjemur di bawah matahari pagi)Vitamin D
penting dalam proses penyerapan kalsium ke dalam darah dan tulang, maka dari itu untuk mempercepat
penyembuhan patah tulang perlu mengonsumsi kalsium yang disempurnakan dengan asupan vitamin D
5. SumberVitaminK (Brokoli, kol, ikan, hati, daging merah, telur) Vitamin K bertugas memperkuat osteocalcin
yaitu komponen protein pada tulang. Dengan terpenuhinya kebutuhan vitamin K risiko retak tulang akan
menurun dan proses pemulihan patah tulang jadi lebih cepat.Fungsi utama vitamin K adalah membantu
proses pembekuan darah saat tubuh mengalami luka.
PENGERTIAN
1) Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma
dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
2) Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
LEAFLET C. TANDA GEJALA
NUTRISI UNTUK PENDERITA A. PENGERTIAN
FRAKTUR Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Nyeri
Hilangnya Fungsi,
B. PENYEBAB
DISUSUN OLEH
1. Trauma langsung/ direct trauma
AGUS SUSANTO
A01301713 2. Trauma yang tak langsung/ indirect
trauma Deformitas
3. Trauma Ringan (kerapuhan tulang)
SEKOLAH TINGGI ILMU
4. Kekerasan akibat tarikan otot
KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2016
Makanan Sumber Antioksidan ( teh
D. NUTRISI UNTUK PATAH hijau dan buah delima)
TULANG
Pemendekan Ektremitas,
Pembengkakan Local
Makanan Sumber Protein (telur,
ikan, susu, daging putih, kelapa
muda, alpukat, dan kedelai.)
Sumber Vitamin K
Perubahan warna Brokoli, kol, ikan, hati, daging
merah, telur.