Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kenyataannya manusia tidak terpisahkan dengan matematika.

Mulai dari menghitung sampai penalaran fakta. Kadang-kadang pada waktu

istirahat pun manusia tidak lepas dari Matematika. Pada waktu manusia

kelihatan diam, pada kenyataannya ia masih juga memakai pikirannya untuk

menghitung, karena Matematika adalah alat yang dipakainya untuk

membentuk pikiran yang rasional, dan untuk menyampaikan pendapat,

perbuatan, serta alat yang dipakai untuk mempengaruhi pemikiran manusia.

Bidang studi Matematika adalah dasar pertama yang akan membantu

siswa pada masalah hitungan dan rumus-rumus. Matematika juga dapat

mencerminkan kepandaian yang baik maupun yang buruk. Misalnya dari

perhitungan serta pendapat yang rasional kita dapat menangkap atau tidak

maksud dan keinginan orang tersebut, tetapi juga kenyataan keinginannya itu

dapat diterima oleh akal atau tidak. Fokus permasalahan yang diprioritaskan

dalam penelitian ini adalah adanya keinginan untuk mengembangkan

pembelajaran untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi guru kelas.

Permasalahan yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah

Bagaimana Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Materi pecahan desimal

pada siswa kelas VI SD Negeri 1 Sukorejo Kecamatan Gandusari Kabupaten

Trenggalek tahun 2013/2014.


2

Faktanya prestasi belajar siswa kelas VI SD Negeri 1 Sukorejo

Kecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek tentang pecahan desimal

rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai ulangan harian. Nilai ulangan harian

siswa secara rata-rata hanya mencapai 60. Hal tersebut di atas disebabkan

oleh guru yang hanya menggunakan metode ceramah, urutan materi mengajar

tidak runtut, guru hanya menggunakan papan tulis, dan guru tidak

menggunakan metode yang tepat.

Dalam penelitian ini, penelitian diarahkan kepada pengembangan

metode Kooperatif Jigsaw. Karena faktor penyebab yang lain menjadi bidang

penelitian tersendiri. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diterapkan metode

kooperatif Jigsaw untuk mengatasi masalah tersebut diatas.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka mendorong

peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul: Peningkatan Prestasi

Belajar Matematika Materi Pecahan Desimal Melalui Metode Kooperatif

Jigsaw Pada Siswa Kelas VI SD Negeri 1 Sukorejo Kecamatan Gandusari

Kabupaten Trenggalek Semester II Tahun 2013/ 2014.


3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah maka dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

Bagaimana Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Materi

Pecahan Desimal Melalui Metode Kooperatif Jigsaw Pada Siswa Kelas VI

SD Negeri 1 Sukorejo Kecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek

Semester II Tahun 2013/ 2014?

C. Tujuan Penelitian

Berpijak pada permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui gambaran objektif tentang Peningkatan Prestasi Belajar

Matematika Materi Pecahan Desimal Melalui Metode Kooperatif Jigsaw

Pada Siswa Kelas VI SD Negeri 1 Sukorejo Kecamatan Gandusari Kabupaten

Trenggalek Semester II Tahun 2013/ 2014.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada

pembelajaran Matematika. Kontribusi yang diberikan dalam hal ini sebagai

berikut:

1. Bagi siswa, penggunaan metode kooperatif Jigsaw ini dapat lebih

menyenangkan, mendorong, dan membiasakan siswa untuk belajar

mandiri, tidak bergantung kepada guru.


4

2. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk

mengembangkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan

penguasaan materi pecahan desimal bidang studi matematika kepada

siswa. Dari pengalaman tersebut diharapkan guru dapat mengembangkan

prestasi belajar siswanya untuk menerapkan pada pokok bahasan lain.

Selain itu juga dapat mengeluarkan pengalaman yang diperolehnya ini

kepada guru yang lain.

3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai masukan

dalam perumusan kebijakan dalam upaya meningkatkan pendidikan di

bidang matematika.
5

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Prestasi Belajar

a. Pengertian Belajar

Dalam membicarakan proses belajar mengajar ini terlebih dahulu

kita akan mengungkapkan daripada pengertian belajar, karena hal ini

sangat rumit sehingga sulit untuk mengetahui secara pasti Apakah

sebenarnya belajar itu. Menurut Herman Hudoyo, dalam bukunya

interaksi belajar mengajar, mengatakan: “Belajar adalah suatu proses

untuk mendapatkan pengetahuan pengalaman sehingga mampu merubah

tingkah laku itu menjadi tetap, tidak dapat berubah lagi dengan

modifikasi yang sama (Herman Hudoyo, 2006).

Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa belajar

membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak

hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga bentuk kecakapan,

penghargaan, minat, kebiasaan, sikap, pengertian dan penyesuaian diri.

Karena mereka lebih sanggup menghadapi kesulitan dalam memecahkan

masalah atau menyesuaikan diri dengan keadaan. Dengan kata lain

seorang yang terus belajar tidak sama dengan saat sebelumnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam belajar faktor perubahan

tingkah laku harus ada. Dan belum dikatakan belajar jika didalamnya
6

tidak ada perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut didapatkan dari

kecakapan baru dan terjadi karena usaha itu disengaja.

b. Pengertian Prestasi Belajar

Menurut WJS. Poerwodarminto dalam kamus bahasa Indonesia

memberikan batasan tentang pengertian dari pada prestasi belajar ini

yaitu, “prestasi belajar adalah hasil yang dicapai, dikerjakan atau

dilakukan” ( Poerwodarminto, 2008)

Dengan demikian prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil

yang diperoleh siswa mulai kegiatan belajar mengajar. Dalam proses

kegiatan belajar mengajar di sekolah merupakan harapan bagi setiap guru

agar siswa hanya dapat memperoleh hasil yang sebaik-baiknya.

Apabila prestasi belajar atau prestasi yang diperoleh siswanya

baik, berarti guru berhasil dalam menyajikan pelajaran yang telah

disajikan kepada siswanya. (Saifuddin Azwar, 2007)

Belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna

atau pemahaman. Dengan demikian, guru perlu memberikan dorongan

kepada siswa untuk menggunakan otoritasnya dalam membangun

gagasan. Tanggung jawab belajar berada pada diri siswa, tetapi guru

bertanggungjawab untuk menciptakan situasi yang mendorong prakarsa,

motivasi dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat

(Depdiknas, 2006).
7

Sedangkan prinsip-prinsip kegiatan pembelajaran adalah:

● Berpusat pada siswa

● Belajar dengan melakukan

● Mengembangkan kemampuan sosial

● Mengembangkan keingintahuan, imajinasi

● Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah

● Mengembangkan kreativitas siswa

● Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi

● Menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik

● Belajar sepanjang hayat

● Perpaduan kompetisi, kerjasama dan solidaritas (Depdiknas, 2006).

2. Bidang Studi Matematika

Menurut Suryana, matematika timbul karena pikiran pikiran

manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran.

Matematika terdiri dari empat kawasan yang luas ialah Aritmatika,

Aljabar, Geometri dan Analisis( analysiss) dimana arti aritmatika

mencakup antara lain teori bilangan dan statistik, selain itu Matematika

adalah ratunya ilmu (Matematice is the queen science) maksudnya

antara lain adalah bahwa Matematika itu tidak tergantung pada bidang

studi lain, misalnya bahasa, agar dapat dipahami orang dengan tepat kita

harus menggunakan simpul dan istilah yang cermat yang disepakati

secara bersama. (Suryana, 2012)


8

3. Metode Kooperatif Tipe Jigsaw

Nasution mengemukakan bahwa metode kooperatif Jigsaw

dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari Universitas

Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Melalui

metode Jigsaw kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri

dari 3 atau 4 siswa dengan karakteristik yang heterogen.

Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks dan tiap

siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan

akademik tersebut. Pada anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki

tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan

selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan

tersebut.

Kumpulan siswa semacam itu disebut “Kelompok Pakar” (Expert

Group). Selanjutnya para pakar siswa yang berada dalam kelompok pakar

kembali ke kelompoknya semula (home team) untuk mengajar anggota lain

mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok Pakar. Setelah

diadakan pertemuan dan diskusi dalam “Home Teams” para siswa dievaluasi

secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.

Dalam metode Jigsaw versi Slavin, penskoran dilakukan seperti dalam

secara individu atau tim yang memperoleh skor tinggi diberi penghargaan

oleh guru ( Nasution, 2008)


9

4. Langkah-langkah Metode Kooperatif Tipe Jigsaw

Adapun langkah-langkah pada metode kooperatif Jigsaw adalah sebagai

berikut:

a. Siswa dikelompokkan ke dalam 3 atau 4 anggota tim

b. Tiap orang dalam tem diberi bagian materi yang berbeda

c. Tiap orang dalam tem diberi bagian materi yang ditugaskan

d. Anggota dari tem yang berbeda yang telah mempelajari bagian / sub

bab yang sama bertemu dalam kelompok baru / kelompok ahli untuk

mendiskusikan sub bab mereka

e. Setelah selesai diskusi sebagai tem ahli tiap anggota kembali ke

kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tem mereka tetang

sub bab yang mereka kuasai. Dan tiap anggota lainnya mendengarkan

f. dengan sungguh – sungguh

Tiap tem ahli mempresentasikan hasil diskusi

Guru memberi evaluasi

Penutup

g.

B. Hipotesis Tindakan

Penelitian ini menggunakan hipotesis tindakan:


10

“Jika pembelajaran bidang studi matematika materi pecahan desimal

menerapkan metode kooperatif Jigsaw, angka prestasi belajar siswa kelas

VI semester II SD Negeri 1 Sukorejo Kecamatan Gandusari Kabupaten

Trenggalek tahun pelajaran 2013/2014 akan mengalami peningkatan.”

BAB III

METODE PENELITIAN
11

A. Rancangan Penelitian

Prosedur penelitian kelas ini terdiri dari 2 siklus. Setiap siklus sesuai

dengan perubahan yang ingin dicapai, seperti apa yang telah didesain dari

faktor yang diteliti. Nilai pada semester sebelumnya merupakan prestasi

belajar awal, sedangkan observasi awal dilakukan untuk dapat mengetahui

tindakan yang tepat yang diberikan dalam rangka meningkatkan prestasi

belajar siswa SD Negeri 1 Sukorejo Kecamatan Gandusari Kabupaten

Trenggalek.

Dari evaluasi dan observasi awal, maka memilih tindakan untuk

meningkatkan prestasi belajar siswa SD Negeri 1 Sukorejo Kecamatan

Gandusari Kabupaten Trenggalek adalah dengan menggunakan metode

kooperatif Jigsaw.

Dengan berpatokan pada refleksi awal tersebut maka dilaksanakan

penelitian tindakan kelas dengan 2 siklus. Dimana setiap siklus terdiri dari

tahap perencanaan, observasi, tindakan, dan refleksi. Siklus 2 akan

dilaksanakan jika hasil pada siklus 1 belum memenuhi target yang ditentukan.

Namun jika hasil pada siklus satu sudah memenuhi target, maka penelitian ini

berheti pada siklus 1 saja.

Cara lebih rinci prosedur penelitian tindakan untuk siklus pertama dapat

dijabarkan sebagai berikut:

a. Siklus I
12

1. Perencanaan

a. Menyusun satuan pembelajaran (SP) dan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada metode kooperatif Jigsaw.

b. Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi

belajar mengajar di kelas ketika metode tersebut diaplikasikan.

c. Membuat/mempersiapkan alat bantu mengajar yang diperlukan

dalam rangka memperlancar proses pembelajaran tersebut.

d. Mendesain alat evaluasi tes prestasi.

2. Tindakan

a. Memberikan tugas yang telah dipersiapkan kepada setiap kelompok

dan diberikan sebelum pembelajaran dimulai.

b. Melaksanakan pembelajaran sesuai RPP.

c. Pada akhir pembelajaran diadakan evaluasi (soal sesuai yang

terdapat di RPP).

d. Melaksanakan analisis evaluasi.

e. Memberikan tugas untuk materi berikutnya.

3. Observasi

Pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan

tindakan dengan menggunakan metode jigsaw dan lembar hasil


13

evaluasi akhir siswa. Dari hasil observasi inilah, peneliti dapat

membuat kesimpulan sebagai bahan refleksi diri.

4. Refleksi

Hal yang didapatkan dalam tahap observasi dikumpulkan serta

dianalisa dalam tahap ini. Dari hasil observasi, guru dapat

merefleksikan diri dengan melihat data hasil evaluasi siswa. Apakah

hasil evalusi siswa yang telah dianalisa telah memenuhi ketuntasan

klasikal yang telah ditentukan. Hasil analisa data yang dilaksanakan

dalam tahap ini akan dipergunakan sebagai acuan untuk

merencanakan siklus berikutnya dengan tujuan meningkatkan prestasi

belajar siswa SD Negeri 1 Sukorejo Kecamatan Gandusari Kabupaten

Trenggalek.

b. Siklus 2

Tahap-tahap penelitian pada siklus kedua pada prinsipnya sama

dengan siklus pertama, tetapi pada penelitian pada siklus kedua ini

berdasarkan hasil refleksi dari siklus pertama ditambah rencana perbaikan

untuk memperbaiki pembelajaran dengan metode kooperatif Jigsaw.

B. Subjek Penelitian
14

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VI

SD Negeri 1 Kecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek tahun 2013/2014

semester II yang berjumlah 18 siswa.

Alasan dilakukannya penelitian pada siswa kelas VI SD Negeri 1

Sukorejo Kecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek tahun 2013/2014

karena rata-rata nilai belajar siswa yang di bidang studi matematika masih

rendah, di bawah KKM sebesar 70.

C. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian tindakan kelas ini instrumen yang digunakan adalah

instrumen tes. Skor hasil tes siswa dalam mengerjakan soal yang meliputi tes

pada akhir siklus. Hasil dari tes tersebut akan digunakan untuk melihat

peningkatan prestasi belajar siswa.

Data berupa hasil tes tulis siswa juga dianalisa dengan acuan terhadap

ketuntasan belajar. Ketuntasan belajar yang digunakan adalah berdasarkan

KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan oleh sekolah yaitu

sebesar 70. Seorang siswa dianggap tuntas belajarnya apabila siswa tersebut

telah menyelesaikan sekurang-kurangnya 70% dari tujuan pembelajaran yang

harus dicapai. Sedangkan ketuntasan secara klasikal adalah 85% dari

banyaknya siswa pada kelas tersebut telah mendapatkan nilai di atas KKM.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠


%𝐾𝑒𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎

D. Teknik Pengumpulan Data


15

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tes untuk mengumpulkan

data. Tes adalah penyajian pertanyaan secara tertulis atau lisan untuk

mengetahui kemampuan. Nilai tes yang didapat setelah mengerjakan soal-

soal akan dijadikan sebagai landasan untuk tindakan selanjutnya. Hasil

pekerjaan tersebut akan digunakan untuk melihat peningkatan prestasi hasil

belajar siswa.

Dalam penelitian ini, rumus yang digunakan untuk mengetahui tingkat

pemahaman dan pencapaian skor hasil belajar siswa menurut Trianto

(2010: 241) adalah sebagai berikut:

a. Persentase Ketuntasan Individual

𝐓
𝐊𝐁 = 𝐱𝟏𝟎𝟎%
𝐓𝟏

KB : Prosentase Ketuntasan Individual

T : Jumlah skor yang dicapai siswa

T1 : Jumlah skor ideal

b. Presentasi Ketuntasan Klasikal

𝐧
𝐏 = 𝐱𝟏𝟎𝟎%
𝐍

P : Presentasi ketuntasan kelas

n : Jumlah siswa yang tuntas Individual

N : Jumlah seluruh siswa

c. KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)


16

KKM ditetapkan oleh sekolah pada awal tahun pelajaran. KKM

yang telah ditetapkan pada pelajaran matematika SD Negeri 1 Sukorejo

Kecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek adalah 70.

E. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektifan suatu metode dalam kegiatan

pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan

teknik analisis deskriptif kualitatif. Yaitu suatu metode penelitian yang

bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang

diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa.

Untuk menganalisis presentasi belajar siswa setelah proses belajar

mengajar pada setiap putarannya, dilakukan dengan cara memberikan

evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran. Analisis ini

dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:

1. Untuk menilai hasil akhir belajar siswa

Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang

selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut

sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

∑𝑿
̅𝒙 =
∑𝑵

𝑥̅ = Nilai rata-rata

∑𝑋 = Jumlah semua nilai siswa

∑𝑋 = Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan belajar


17

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan

secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar

kurikulum 2006 (Depdikbud, 2006) yaitu seorang siswa telah tuntas

belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65. Namun pada

penelitian ini peneliti menggunakan nilai individu berdasarkan pada

KKM, yaitu 70.

Sedangkan ketuntasan klasikal, apabila di kelas tersebut telah

terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama

dengan 85%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan

rumus sebagai berikut:

∑ 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑟


𝑃= × 100%
∑ 𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎

BAB IV
18

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pra Siklus

Pada tahan ini, peneliti mengidentifikasikan masalah yang terjadi

di kelas VI SD Negeri 1 Sukorejo Kecamatan Gandusari Kabupaten

Trenggalek Tahun Pelajaran 2013/2014, tentang rendahnya nilai prestasi

belajar siswa. Kegiatan yang dilakukan adalah dengan menjelaskan pelajaran

seperti biasa di depan kelas, lalu guru memberikan tes evaluasi. Setelah

diadakan tes evaluasi, nilai rata-rata siswa sebelum siklus sebesar 60 dengan

tingkat kelulusan sebesar 39%.

B. Siklus I

1. Perencanaan

a. Menyusun rencana pembelajaran (RPP) yang mengacu pada metode

kooperatif Jigsaw.

b. Membuat/mempersiapkan alat bantu mengajar yang diperlukan dalam

rangka memperlancar proses pembelajaran tersebut.

c. Mendesain alat evaluasi tes prestasi.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran untuk siklus I dengan langkah-langkah

pembelajaran sebagai berikut:

a. Kegiatan pendahuluan
19

❖ Guru dan siswa berdoa bersama, dilanjutkan dengan

melaksanakan absensi kehadiran siswa.

❖ Guru mengingatkan kembali siswa pada operasi hitung pecahan,

dengan melakukan tanya jawab

❖ Guru memberikan penjelasan tentang mengubah suatu pecahan ke

bentuk desimal atau sebaliknya.

b. Kegiatan inti

❖ Guru meminta siswa untuk membagi kelas menjadi 4 sampai 5

kelompok dan memberikan lembar kerja untuk masing-masing

kelompok. Tiap kelompok diberikan soal yang sama sejumlah 4.

❖ Tiap soal berkelompok wajib dikuasai oleh 1 siswa yang nantinya

akan didiskusikan bersama dengan kelompok ahli. Kelompok ahli

adalah kelompok yang membahas tentang satu topik pembahasan

yang sama.

❖ Siswa yang membahas pertanyaan nomor satu bergabung dengan

siswa dari kelompok lain yang juga membahas soal nomor 1.

Siswa yang membahas pertanyaan nomor 2 bergabung dengan

siswa dari kelompok lainnya juga membahas soal nomor 2 dan

begitu selanjutnya.

❖ Siswa mulai berdiskusi dengan kelompok ahli.

❖ Setelah selesai berdiskusi bersama kelompok ahli, siswa kembali

ke kelompok asal.

❖ Siswa mengerjakan tugas pada kelompok asal.


20

❖ Kelompok yang ditunjuk guru pengajar mempresentasikan

jawabannya di depan kelas.

❖ Guru dan siswa melakukan refleksi.

❖ Siswa mengerjakan soal individu

c. Penutup

❖ Guru memberi pekerjaan rumah

❖ Guru membimbing siswa untuk berdoa bersama mengakhiri

pembelajaran.

3. Observasi

Observasi adalah tindakan pengamatan dan pencatatan hasil selama

pelaksanaan penelitian. Pada penelitian ini peneliti memaparkan hasil dari

belajar siswa pada siklus 1. Adapun hasil tes belajar siswa pada siklus 1 dapat

dilihat dalam tabel berikut ini.

Hasil Evaluasi Belajar Siswa Siklus 1

No Nilai Frekuensi NxF Persentase Keterangan


1. 90 1 90 6% Tuntas
2. 80 8 640 44% Tuntas
3. 70 3 210 17% Tuntas
4. 60 6 360 33% Tidak Tuntas

(4.1 Tabel Hasil Evaluasi Belajar Siswa Siklus 1)


21

Dari tabel di atas, ada 1 siswa yang mendapat nilai 90 dengan


persentase klasikal sebesar 6%. 1 siswa tersebut mendapat nilai lebih dari
atau sama dengan 70. Dengan demikian, siswa tersebut telah masuk kategori
tuntas.
8 siswa mendapat nilai 80 dengan persentase 44%. 8 siswa tersebut
mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 70. Dengan demikian, siswa
tersebut telah masuk kategori tuntas.
3 siswa mendapat nilai 70 dengan persentase 17%. 3 siswa tersebut
mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 70. Dengan demikian, siswa
tersebut telah masuk kategori tuntas.
6 siswa mendapat nilai 60 dengan persentase 33%. 6 siswa tersebut
mendapat nilai kurang dari 70. Dengan demikian, siswa tersebut telah masuk
kategori tidak tuntas.
Berdasarkan pada uraian di atas, siswa yang mendapat nilai di bawah
70, dikategorikan tidak tuntas. Sedangkan siswa yang mendapat nilai lebih
dari 70 atau sama dengan 70, dikategorikan tuntas. Dengan demikian, dari
keseluruhan siswa kelas VI ada 11 siswa yang tuntas dan 7 siswa tidak tuntas.
Dengan demikian, siswa yang memperoleh nilai di bawah 70
dikatagorikan belum tuntas ada 7 siswa. Sedangkan banyak siswa yang tuntas
sebanyak 11 siswa. Sehingga perhitungan persentase ketuntasan klasikal pada
siklus ini adalah:

𝟏𝟐
𝒙 𝟏𝟎𝟎% = 𝟔𝟕%
𝟏𝟖

Dari hasil persentase tersebut, maka penelitian ini belum selesai.

Karena peningkatan hasil prestasi siswa baru mencapai 67%. Hai ini belum

memenuhi kriteria ketutasan yang diinginkan peneliti, yaitu 85% dari siswa

mendapat nilai di atas KKM..


22

4. Refleksi

Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan pada siklus I, maka dapat

direfleksikan sebagai berikut:

a. Semua tindakan efektif yang direncanakan dapat terlaksana meskipun

belum efektif.

b. Peneliti menyadari adanya kekurangan kekurangan yang timbul saat

proses pembelajaran.

c. Secara klasikal, hasil prestasi belajar siswa mengalami peningkatan.

Namun peningkatan yang dicapai belum memenuhi target awal yang

ditentukan peneliti. Sehiingga peneliti perlu melanjutkan penelitan

pada siklus 2.

C. Siklus 2

1. Perencanaan

Semua program Pada siklus I dilaksanakan kembali ditambah

dengan hasil refleksi peneliti sehingga menjadi lebih sesuai dengan situasi

di lapangan. Adapun tambahan kegiatan untuk memperbaiki kekurangan

yang terjadi pada siklus I adalah:

● Memberikan reward atau penghargaan kepada siswa yang aktif dalam

menjawab pertanyaan secara benar.

● Membagi kelompok belajar siswa secara heterogen baik dari segi jenis

kelamin maupun tingkat kemampuan siswa.


23

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran Pada siklus 2 dengan langkah-langkah

pembelajaran sebagai berikut:

a. Kegiatan Pendahuluan

 Guru dan siswa berdoa bersama, dilanjutkan dengan melaksanakan

absensi kehadiran siswa.

 Guru mengingatkan kembali siswa pada operasi hitung pecahan,

dengan melakukan tanya jawab.

 Guru memberikan penjelasan tentang mengubah pecahan biasa ke

bentuk persen atau sebaliknya.

b. Kegiatan inti

 Guru membagi kelas menjadi 4 sampai 5 kelompok secara

heterogen dari segi jenis kelamin atau tingkat kemampuan siswa.

 Guru memberikan lembar kerja untuk masing-masing kelompok.

tiap kelompok diberikan soal yang sama sejumlah 4 soal.

 Tiap soal berkelompok wajib dikuasai oleh 1 siswa, yang nantinya

akan didiskusikan bersama dengan kelompok ahli. Kelompok ahli

adalah kelompok yang membahas tentang satu topik pembahasan

yang sama.

 Siswa yang membahas pertanyaan nomor 1 bergabung dengan

siswa dari kelompok lain yang juga membahas soal nomor 1. Siswa

yang membahas pertanyaan nomor 2 bergabung dengan siswa dari

kelompok lain yang juga membahas soal nomor 2, dan seterusnya.


24

 Siswa mulai berdiskusi dengan kelompok ahli.

 Peneliti berkeliling membantu siswa yang masih kesulitan

mengerjakan soal.

 Setelah selesai berdiskusi bersama kelompok ahli siswa kembali ke

kelompok asal.

 Kelompok yang ditunjuk guru mengajar mempresentasikan

jawabannya di depan kelas.

 Guru dan siswa melakukan refleksi.

 Tanya jawab antara siswa dengan guru. Siswa yang mampu

menjawab pertanyaan secara tepat akan diberi hadiah oleh guru.

 Guru memberikan soal individu kepada siswa.

 Siswa mengerjakan soal individu.

D. Penutup

 Guru membimbing siswa untuk berdoa bersama mengakhiri

pembelajaran

3. Observasi

Pada tahap ini, peneliti melakukan observasi terhadap data hasil

evaluasi siswa pada siklus 2. Adapun hasil belajar siswa pada siklus 2 dapat

dinyatakan dalam tabel data sebagai berikut:


25

Hasil Evaluasi Belajar Siswa Siklus 2

No Nilai Frekuensi NxF Persentase Keterangan


1. 100 3 300 17% Tuntas
2. 90 4 320 22% Tuntas
3. 80 8 640 44% Tuntas
4. 70 3 210 17% Tuntas

(4.2 Tabel Hasil Evaluasi Belajar Siswa Siklus 2)

Dari tabel di atas, ada 3 siswa yang mendapat nilai 100 dengan
persentase klasikal sebesar 17%. 3 siswa tersebut mendapat nilai lebih dari
atau sama dengan 70. Dengan demikian, siswa tersebut telah masuk kategori
tuntas.
4 siswa mendapat nilai 90 dengan persentase 22%. 2 siswa tersebut
mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 70. Dengan demikian, siswa
tersebut telah masuk kategori tuntas.
8 siswa mendapat nilai 80 dengan persentase 44%. 8 siswa tersebut
mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 70. Dengan demikian, siswa
tersebut telah masuk kategori tuntas.
1 siswa mendapat nilai 70 dengan persentase 6%. 1 siswa tersebut
mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 70. Dengan demikian, siswa
tersebut telah masuk kategori tuntas.
Berdasarkan pada uraian di atas, siswa yang mendapat nilai di bawah
70, dikategorikan tidak tuntas. Sedangkan siswa yang mendapat nilai lebih
dari 70 atau sama dengan 70, dikategorikan tuntas. Dengan demikian, dari
keseluruhan siswa kelas VI ada 18 siswa tuntas semua.
26

Sehingga perhitungan jumlah persentase ketuntasan klasikal pada


siklus 2 ini adalah:
18
𝑥 100% = 100%
18

Dari hasil persentase tersebut, maka ketuntasan klasikal pada penelitian

ini mencapai 100%. Sengan demikian, maka penelitian ini telah selesai

dengan hasil yang sangat menggembirakan.

4. Observasi

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada proses

pembelajaran siklus 2 di Negeri 1 Sukorejo Kecamatan Gandusari

Kabupaten Trenggalek dikemukakan hal-hal sebagai berikut:

a. Semua siswa telah mencapai nilai di atas 70.

b. Ketuntasan klasikal pada siklus ini adalah 100%.

c. Dengan demikian, penelitian ini telah selesai.

D. Perbandingan Siklus 1 dan Siklus 2

Prestasi belajar siswa yang dinyatakan dengan rerata nilai tes formatif

untuk siklus I sebesar 72 dengan persentase ketuntasan 67%. Hasil ini cukup

tinggi bila dibandingkan pada nilai sebelumnya yaitu 60 dengan ketuntasan

klasikal sebesar 39%. Hal ini terjadi karena siswa lebih siap dalam mengikuti

pelajaran. Selain itu, model jigsaw masih terasa asing bagi siswa. Sehingga

mereka perlu waktu untuk menyesuaikan diri.


27

Pada siklus 2 rerata skor formatif sebesar 84 dengan ketuntasan

belajar mencapai 100%. Hasil dari siklus 2 jauh berbeda dengan siklus I,

karena siswa sudah mengerti model jigsaw dan mempersiapkan diri untuk

mengikuti pelajaran. Disamping itu siswa terdorong untuk belajar lebih baik,

serta merasa lebih terbuka kepada teman kelompoknya untuk pemahaman

konsep-konsep yang belum dimengerti.

Berikut adalah grafik peningkatan prestasi siswa dari tiap-tiap siklus.

(4.1 Grafik peningkatan prestasi siswa)


120%
100%
100%

80%
67%
60%
39%
40%

20%

0%
Pra siklus Siklus 1 Siklus 2
28

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama dua

siklus dapat disimpulkan bahwa dengan diterapkannya metode kooperatif

Jigsaw, meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini terbukti dari

meningkatnya nilai rata-rata siswa yaitu untuk siklus I sebesar 72 dengan

prosentasi ketuntasan 67%. Hasil ini cukup tinggi bila dibandingkan pada

sebelumnya yaitu nilai rerata 60 dengan ketuntasan hanya sebesar 39%. Hal

ini karena siswa lebih siap dalam mengikuti pelajaran. Pada siklus 2 rerata

nilai hasil evaluasi sebesar 84 dengan ketuntasan belajar mencapai 100%.

Hal ini berarti hipotesis yang diajukan “ Jika pembelajaran bidang

studi matematika materi pecahan desimal menerapkan metode kooperatif

Jigsaw maka prestasi belajar siswa kelas VI semester 2 SD Negeri 1 Sukorejo

Kecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek tahun pelajaran 2013/2014

akan mengalami peningkatan” dapat teruji kebenarannya.


29

B. Saran

1. Pelajaran yang menggunakan metode kooperatif Jigsaw perlu

dikembangkan pada mata pelajaran matematika untuk dapat

meningkatkan pemahaman siswa.

2. Perlu dicoba melakukan kombinasi pola pembelajaran dengan

menggunakan metode kooperatif Jigsaw dengan model belajar yang lain.

3. Penggunaan model pembelajaran yang menggunakan metode kooperatif

Jigsaw perlu terus dilakukan karena pembelajaran ini lebih

menyenangkan bagi siswa.

4. Metode ini mampu mendorong dan membiasakan siswa untuk belajar

mandiri, tidak tergantung kepada guru.

5. Untuk meningkatkan kemampuan guru dalam mengembangkan model

pembelajaran yang menggunakan metode kooperatif Jigsaw, pelatihan

perlu diberikan agar guru dapat mengembangkan kemampuannya.

Anda mungkin juga menyukai