Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

memperihatinkan, berbagai survey mengindikasikan bahwa praktik seks pranikah di

kalangan remaja semakin merebak dan meluas. Seperti survey yang dilakukan oleh

PKBI pada tahun 2007, menyebutkan 63 persen remaja di beberapa kota besar telah

melakukan seks pranikah Jabodetabek 51%; Bandung 54%; Surabaya 47%; dan

Medan 52% (PKBI, 2007). Berdasarkan penelitian diempat SMP Negeri di Mataram

terhadap 1415 siswa 14% telah melakukan masturbasi, 45% siswa telah berpacaran

dan 13% pernah berciuman mulut (Mariani & Bachtiar, 2010). Sedangkan didelapan

SMP di Kota Batu pada bulan Februari 2013 dari 1777 siswa SMP kelas VII dan VIII

usia 12-15 tahun, 8 diantaranya pernah melakukan hubungan seksual pra nikah.

Beberapa penyimpangan perilaku seksual yang pernah dilakukan remaja lainnya yaitu

melihat film khusus orang dewasa 501 siswa atau sekitar 28,28 % siswa dan melihat

gambar atau video porno 327 siswa atau 18,40%, 315 siswa atau 17,72 % pernah

melakukan sentuhan lebih dari pegangan tangan dan sebanyak 219 siswa atau 12,32

% pernah melakukan ciuman dengan pacar dengan intensitas satu kali dalam

seminggu (Sofia, 2013).

Sejalan perkembangan jaman yang semakin pesat, orang tua di tuntut untuk

selalu memberikan pengawasan pada anak-anaknya dalam hal pergaulan dan

seksualitas. Kurangnya pelajaran dan penyuluhan tentang perilaku seksual dan

kesehatan reproduksi, sehingga mempengaruhi gaya pacaran dan pergaulan. Apabila

1
2

remaja tidak mendapatkan pemahaman yang benar, serta peran pola asuh dari orang

tua yang baik maka remaja akan terjerumus pada prilaku seks bebas (BKKBN, 2008).

Orang tua adalah pendidik utama dan pertama sebelum anak memperoleh

pendidikan di sekolah, karena dari keluargalah anak pertama kalinya belajar. Jadi

keluarga tidak hanya berfungsi terbatas sebagai penerus keturunan saja, tetapi lebih

dari itu adalah pembentuk kepribadian anak. Pola asuh orang tua merupakan interaksi

antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini

berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak

untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat

(Stewart dan Koch dalam Aisyah, 2010). Orang tua memberikan dasar

pembentukkan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada anak. Pengaruh

pola asuh orang tua dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian sangatlah

besar artinya. Orang tua mempunyai berbagai macam fungsi salah satu diantaranya

ialah mengasuh anak-anaknya. Dalam mengasuh anaknya orang tua di pengaruhi oleh

budaya yang ada di lingkunganya. Disamping itu, orang tua juga di warnai oleh sikap-

sikap tertentu dalam memelihara, membimbing dan mengarahkan anaknya. Sikap

tersebut dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda, karena orang

tua mempunyai pola asuh tertentu (Rolas, 2010).

Selain orang tua mempunyai peran sebagai pengasuh, pendidik, dan

pembimbing, orang tua juga mempunyai peranan penting dalam pembentukan

identitas anak. Akan tetapi, banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara

mereka mendidik membuat anak merasa tidak diperhatikan, di batasi kebebasanya,

bahkan ada yang merasa tidak di sayang oleh orang tuanya. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Baumrind (Latifah. M, 2010) menunjukkan bahwa: “orang tua yang

demokratis lebih mendukung perkembangan anak terutama dalam kemandirian dan


3

tanggung jawab. Sementara, orang tua yang otoriter merugikan, karena anak tidak

mandiri, kurang bertanggung jawab serta agresif, sedangkan orang tua yang permisif

mengakibatkan anak kurang mampu dalam menyelesaikan diri di luar rumah”. Hal

tersebut diperkuat dengan pendapat dari Grotevant & Cooper (dalam Adwiyah,

2010) menyatakan bahwa keluarga dan pola asuh orang tua memiliki peran penting

dalam pembentukan identitas diri anak. Pada kenyataanya, dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui anak banyak ditemukan juga bahwa

tidak semua hal berjalan sesuai dengan harapan dan rencana apalagi ketika muncul

perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti perilaku seksual anak yang salah

ataupun menyimpang.

Menurut Sarwono (2011), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang

didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama

jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari membaca

buku porno, nonton film porno, perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan,

bercumbu, dan bersenggama. Perilaku seksual ini lebih baik diketahui dari orang

tuanya, dari pada si anak mendapatkannya dari pendapat atau khayalan sendiri,

teman, buku-buku, atau pun film-film porno yang kini dapat di akses secara bebas.

Khayalan itu bisa saja membuat mereka menyalahgunakan arti dan fungsi organ

seksualnya, maka salah satu yang mungkin bisa mengontrol perilaku seksual anak saat

beranjak remaja adalah monitoring orang tua. Jadi orang tua mempunyai peranan

penting karena yang pertama sekali saat anak beranjak remaja tumbuh di keluarganya

sendiri. Artinya orang tua harus menyediakan waktu yang ekstra untuk

memperhatikan anak remajanya terutama dalam perilaku seksual (Dianawati, 2003).


4

Masa remaja merupakan masa dimana terjadi transisi masa kanak-kanak

menuju dewasa, berkisar antara usia 13 sampai 20 tahun (Potter &Perry, 2009). Masa

ini tidak hanya menjanjikan kesempatan untuk menuju kehidupan yang berhasil

dimasa depan tetapi juga menawarkan risiko terpaparnya masalah kesehatan.

Perubahan fisik masa remaja terutama ditandai dengan perubahan seks primer dan

perubahan seks sekunder. Perubahan seks sekunder yang terjadi pada masa remaja

berkaitan dengan hormon seksual yang berperan terhadap fungsi reproduksi (Depkes,

2010). Kematangan pada organ-organ reproduksi dan perubahan-perubahan

hormonal menyebabkan munculnya dorongan-dorongan seksual pada masa remaja

(Desmita, 2009). Adanya dorongan-dorongan seksual dan ketertarikannya dengan

lawan jenis kelaminnya menyebabkan perilaku remaja mulai diarahkan kepada minat

terhadap kehidupan seksual (Kusmiran, 2011). Hal ini menjadi titik rawan karena

remaja mempunyai kecenderungan untuk mencoba hal-hal yang belum diketahuinya

berkaitan dengan perubahan yang dialaminya sehingga diharapkan perlu informasi

yang positif ke remaja (Depkes RI, 2011).

Survei yang dilakukan Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI)

pada tahun 2007 mendapatkan data bahwa perilaku seks bebas bukanlah sesuatu yang

aneh dalam kehidupan remaja Indonesia. Pada remaja laki-laki didapatkan data yang

pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, 6,4 persen remaja laki-laki

dan 1,3 persen remaja perempuan (SKRRI, 2007). Studi pendahuluan yang dilakukan

oleh peneliti pada bulan Juli 2014 di LP Anak Kelas (II) Kota Blitar, terhadap 10

orang remaja dari 104 narapidana anak selaku pidana pelaku pelecehan seksual dari

bulan Januari sampai Mei tahun 2014. Peneliti mencari data tentang latar belakang

permasalahan perilaku seksual si pelaku dan menemukan fenomena mengenai

perilaku seksual yang salah dan menyimpang berkaitannya dengan pola asuh orangtua
5

yang tidak benar. Sepuluh orang remaja yang di wawancarai mengatakan sudah

pernah berciuman pipi, bibir, dan meraba payudara pasangannya, bahkan juga ada

kasus dengan sodomi dan perilaku seksual yang disertai dengan kekerasan.

Dari uraian diatas perilaku seksual pada remaja dapat disebabkan karena

kondisi pengasuhan dari keluarga, khususnya dari pola asuh orang tua. Kesalahan

pengasuhan itu dapat berupa pola asuh yang tidak tepat sehingga berdampak

terhadap perilaku seksual remaja itu sendiri. Melihat kondisi seperti ini peneliti

tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan untuk mengetahui “Hubungan Pola Asuh

Orang tua Dengan Perilaku Seksual Remaja.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada hubungan pola asuh orang tua

dengan perilaku seksual pada remaja di LP anak kelas (II) kota blitar?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan pola asuh

Orang tua Dengan perilaku seksual remaja di LP Anak Kelas (II) Kota Blitar.
6

1.3.2 Tujuan Khusus

a) Mengidentifikasi pola asuh orang tua kepada anak usia remaja yang

berada di LP anak kelas(II) kota Blitar

b) Mengidentifikasi perilaku seksual pada anak usia remaja di LP anak

kelas(II) kota Blitar

c) Menganalisis hubungan pola asuh orangtua dengan perilaku seksual

remaja di LP anak kelas(II) kota Blitar

1.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk Pelayanan Keperawatan

Dapat mengetahui lebih dalam mengenai perilaku seksual remaja khususnya

kesehatan reproduksi sehingga dapat membantu di dalam pemberian pelayanan

yang tepat apabila berhadapan dengan pengguna jasa pelayanan keperawatan

khususnya remaja.

2. Untuk Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan untuk

persiapan materi penyuluhan yang berguna untuk meningkatkan kualitas

pendidikan keperawatan.

3. Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan data pada penelitian

selanjutnya yang sejenis.


7

4. Bagi Orang Tua

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran orang tua tentang

bagaimana pola asuh yang baik dan sesuai untuk remaja.

5. Bagi Responden

Penelitian ini diharapakan mampu memberikan gambaran bagi remaja tentang

perilaku seksual yang sesuai dan harus dihindari.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan peran orang tua dalam

memberikan seks edukasi dini dengan perilaku seksual remaja adalah:

1. Hubungan peran dan pengetahuan orang tua dalam pendidikan seks dengan

perilaku seksual remaja di SMK Pariwisata Satya Widya Surabaya

Metode penelitian yang digunakan oleh Putri Yuli Sapitri (2012) adalah

korelasi dengan pendekatan cross sectional dengan besar sampel 87 responden

beserta orang tuanya dengan cara simple random sampling. Analisis dengan uji chi-

square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan

dan peran orang tua dalam pendidikan seks dengan perilaku seksual remaja.

Perbedaan penelitian yang dilakukan Putri Yuli Sapitri (2012) yaitu

menggunakan subjek remaja yang ada di SMK Pariwisata Satya Widya Surabaya

sedangkan dalam penelitian ini berbeda dalam subjek yang digunakan, penelitian ini

menggunakan subjek remaja di LP Anak Kelas (II) kota Blitar. Variabel independen

dalam penelitian ini adalah pola asuh orang tua sedangkan penelitian Sapitri
8

menggunakan variabel independen peran dan pengetahuan orang tua dalam

pendidikan seks.

2. Hubungan pengetahuan dan peran keluarga dengan perilaku seksual pranikah pada

remaja anak jalanan di Kota Surakarta.

Menurut penelitian Maryatun & Wahyu Purwaningsih (2010) penelitian ini

menggunakan metode deskriptif korelasi dengan metode pendekatan cross sectional.

Pengambilan sampel menggunakan teknik quota sampling, menggunakan instrument

penelitian kuesioner. Analisis dengan menggunakan Uji chi-square test dengan taraf

signifikasi (α = 0,05). Penelitian ini menunjukkan bahwa remaja anak jalan yang

melakukan perilaku seksual pranikah mempunyai pengetahuan rendah dan peran

orang tua kurang baik. Hasil analisis korelasi diperoleh hasil yang signifikan ( P value

< 0,05) yang dapat diartikan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan

dan perilaku seksual pranikah anak jalanan Kota Surakarta.

Perbedaan penelitian yang dilakukan Maryatun & Wahyu Purwaningsih

(2010) dengan penelitian ini adalah subjek penelitian merupakan remaja di LP Anak

Kelas (II) kota Blitar dan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan simple

random sampling. Selain itu, penelitian ini menggunakan variabel dependen peran

orang tua dalam memberikan seks edukasi dini dan variabel dependen perilaku

seksual remaja.

Anda mungkin juga menyukai