Anda di halaman 1dari 23

Teknologi Pengolahan Air Gambut

1. Air Gambut

Menurut Hilman Zulkhairi. 2015. Air merupakan kebutuhan pokok manusia.


Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu memerlukan air terutama untuk
minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Pemenuhan kebutuhan air bersih
sudah menjadi masalah yang sangat umum. Di daerah-daerah yang belum
mendapatkan pelayanan air bersih, biasanya menggunakan air sumur galian, air
sungai yang kadang air yang digunakan tidak memenuhi standar air bersih.
Daerah yang bergambut atau rawa biasanya mengandung air berwarna coklat,
berkadar asam humus, zat organik, dan besi yang tinggi.untuk sumur yang
dangkal sedangkan sumur yang agak dalam air berwarna jernih dan memiliki
kandungan besi dan mangan yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan sistem
pengolahan air untuk mengatasi kondisi air gambut agar menjadi air bersih.

Gambut terbentuk dari akumulasi tanaman berbahan organik pada kondisi


rawa yang stagnan, sehingga proses dekomposisi lambat dan terdapat akumulasi
bahan organik. Bahan organik tersebut adalah asam humat dan asam fulvat. Tanah
gambut adalah asam dan mengandung kation seperti Fe dan Mn.

Air gambut dapat mengganggu kesehatan jika dikonsumsi namun


merupakan sumber air yang potensial karena ketersediaannya. Keasaman air yang
tinggi dapat merusak gigi dan menyebabkan sakit perut jika dikonsumsi.
Sementara tingginya kandungan organik dari air gambut dapat menyebabkan bau .
Akibat dari keasaman dan tingginya konsentrasi bahan organik dari air gambut,
diperlukan treatment yang selektif dari air gambut untuk keperluan air bersih. Saat
ini, sudah banyak metode yang telah dibuat dan dibuktikan keefektifan dari
treating air baku seperti koagulasi dan flokulasi, absorbsi, filtrasi, dan kombinasi.
Pertimbangan dalam menentukan metode yang cocok untuk kondisi air gambut
sangat penting dan metode yang memungkinkan cukup mudah untuk dilakukan
dalam menghasilkan air dengan kualitas yang tinggi pada lokasi tertentu

1
2

1.1 karakteristik air gambut

Air gambut adalah air permukaan atau air tanah yang banyak terdapat di
daerah pasang surut, berawa dan dataran rendah, berwarna merah kecoklatan,
berasa asam (tingkat keasaman tinggi), dan memiliki kandungan organik tinggi.
Gambut sendiri didefinisikan sebagai material organik yang terbentuk dari
dekomposisi tidak sempurna dari tumbuhan daerah basah dan dalam kondisi
sangat lembab serta kekurangan oksigen. Air gambut secara umum tidak
memenuhi persyaratan kualitas air bersih yang distandarkan oleh Departemen
Kesehatan RI melalui Permenkes No.416/Menkes/Per/IX1990.
Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa
maupun dataran rendah terutama di Sumatera dan Kalimantan, yang mempunyai
ciri-ciri: intensitas warna yang tinggi, pH rendah, kandungan organik tinggi,
kekeruhan dan kandungan partikel tersupsensi yang rendah dan kandungan kation
rendah (Susilawati, 2011)
Air gambut merupakan air permukaan yang berasal dari daerah dengan
kondisi tanah bergambut. Di Indonesia, air tersebut banyak kita jumpai di daerah
Kalimantan dan Sumatra. Air gambut memiliki ciri-ciri intensitas warna yang
tinggi, tingkat keasaman rendah dan kandungan zat organik yang tinggi. Warna
coklat kemerahan dan rendahnya tingkat keasaman pada air gambut merupakan
akibat dari tingginya kandungan zat organik yang terdapat didalamnya. Zat-zat
organik tersebut biasanya biasanya dalam bentuk asam humus yang berasal dari
dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon atau kayu (Hilman Zulkhairi.
2015)

1.1 Metode Pengolahan Air Gambut

Menurut Soerhartono, 2013 proses pengolahan air secara umum terbagi menjadi 3
yaitu :

1. Pengolahan Physics : Suatu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk


mengurangi/menghilangkan kotorankotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan
pasir, serta mengurangi kadar zat-zat organik yang ada dalam air yang akan diolah
3

proses pengolahan ini dilakukan secara fisik, contoh untuk proses fisika
adalah :
a. screening atau penyaringan (untuk memisahkan benda dengan diameter
yang lebih besar agar tidak terikut dalam proses beikutnya).
b. Sedimentasi fisik dengan gaya gravitasi (untuk benda benda yang
mempunyai berat jenis lebih besar dari air).
c. Bak penampung lemak (Proses yang dilakukan dengan mengatur laju alir
air limbah, untuk memisahkan benda benda terapung atau berat jenisnya
lebih kecil dari berat jenis air).
d. Proses perajangan ( untuk mengecilkan ukuran diameter dari padatan yang
terikut dalam air limbah).

2. Pengolahan Kimia : Suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat-zat


kimia untuk membantu proses pengolahan selanjutnya

proses pengolahan dengan menambah bahan kimia agar diperoleh baku mutu
air yang sesuai dengan yang dikehendaki. Sebagai contoh pengolahan secara
kimia adalah :

a. Penambahan chemical agent untuk menurunkan padatan yang terlarut


maupun yang terikut pada badan air, sebagai contoh penambahan tersebut
adalah : penambahan ferro sulfat, alum sulfat dan atau PAC. Penambahan
ini mengakibatkan terbentuknya flok –flok yang lebih besar sehingga
mengalami koagulasi yang akhirnya mengendap.
b. Penambahan tersebut memerlukan bak sedimentasi untuk mengendapkan
koagulan yang terbentuk, dengan mengatur debit air dan bak koagulasi.

3. Pengolahan Bakteriologis : Suatu tingkat pengolahan untuk membunuh bakteri-


bakteri yang terkandung dalam air minum

proses pengolahan ini dilakukan secara biologi untuk mendegradasi limbah


organik agar terurai menjadi lebih sederhana lagi. Sebagai contoh pengolahan
biologi adalah :
4

a. Bak aerob pada pengolahan biologi, menguraikan kandungan senyawa


organic menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan mikroba
aerob.
b. Bak Anaerob pada pengolahan biologi menguraikan kandungan senyawa
organik menjadi yang lebih sederhana dengan bantuan mikroba an-aerob

A). Proses Konvensional (koagulasi dan flokulasi)


merupakan proses penggumpalan partikel-partikel halus yang tidak dapat
diendapkan secara gravitasi, menjadi partikel yang lebih besar sehingga dapat
diendapkan dengan jalan penambahan bahan koagulasi. Koagulasi dilakukan
dengan pembubuhan bahan koagulan ke dalam air baku, sehingga kotoran yang
berupa koloid maupun suspensi yang ada di dalamnya menggumpal dan mudah
diendapkan. Kotoran yang berupa koloid maupun suspensi halus, yaitu zat warna
organik, lumpur halus, bakteri, dan algae serta lainnya tidak dapat mengendap
karena partikelnya yang sangat halus. Selain itu partikel-partikel kotoran tersebut
umumnya mempunyai kelebihan muatan elektron negatif sehingga terjadi tolak-
menolak partikel yang menyebabkan sulit mengendap. Oleh karena itu, koagulasi
dapat berjalan dengan baik apabila penyebabnya dapat dihilangkan yaitu dengan
netralisasi kelebihan muatan negatif partikel kotoran. Netralisasi tersebut dapat
dilakukan dengan cara pembubuhan bahan koagulan yaitu bahan atau alat yang
mempunyai kemampuan netralisir muatan negatif partikel kotoran dan
kemampuan mengikat partikel-partikel tersebut. Pemilihan bahan koagulan harus
berdasarkan pertimbangan antara lain : jumlah kualitas air yang akan di olah,
kekeruhan air baku, metode filtrasi serta sistem pembuangan lumpur endapan.
Untuk pengolahan air gambut beberapa bahan koagulan beberapa zat koagulan
yang umum dipakai antara lain adalah aluminium sulfat atau tawas dan Poly
Aluminium Chloride (PAC). Hal ini disebabkan karena harganya relatif murah,
mudah didapat dan hasilnya cukup baik (Nusa dkk, BPPT).
Flokulasi adalah kelanjutan dari proses koagulasi yaitu proses terjadinya
gumpalan kotoran atau flok akibat pembubuhan koagulan. Untuk mendapatkan
flok yang besar dan kuat(stabil) perlu dilakukan pengadukan lambat. Pengadukan
yang cepat dilakukan segera setelah pembubuhan koagulan agar zat koagulan
5

dapat tercampur dengan cepat, sedangkan pengadukan lambat dilakukan untuk


memberikan kesempatan agar gumpalan partikel kotoran yang terjadi tumbuh
menjadi besar dan kuat sehingga mudah atau cepat mengendap (Nusa dkk, BPPT).
Dalam metode konvensional dibutuhkan bahan kimia yang cukup banyak,
sedangkan untuk sistem mebrane MF/UF tidak membutuhkan bahan kimia yang
terlalu banyak. Kebutuhan energi pada proses pretreatment dalam sistem
membrane MF/UF lebih besar dibandingkan metode konvensional. Kebutuhan
pompa untuk melewatkan air melalui membrane itu bergantung dari membrane
dan kualitas dari air baku. Metode MF/UF dapat menghasilkan hasil yang baik
dengan pengeluaran yang kecil jika dibandingkan dengan metode konvensional
yang dapat mengurangi kemampuan sistem RO karena rendahnya flux dan
terbentuknya fouling
Pada proses koagulasi dan flokulasi digunakan bahan koagulan yang
merupakan zat kimia. Penentuan dosis bahan koagulan dan kondisi operasi dari
proses koagulasi dan flokulasi merupakan hal sangat penting karena jika tidak
sesuai dapat menghasilkan hasil samping dari pencampuran bahan koagulan
tersebut. Pada proses ini biasanya digunakan aluminium sulfat sebagai bahan
koagulan. Akhir-akhir ini alum cair banyak digunakan karena cara pengerjaannya
maupun transportasinya mudah. Tetapi pada suhu yang rendah dan konsentrasi
tinggi akan terjadi pengkristalan Al2O3 yang menyebabkan penyumbatan pada
perpipaan. Oleh karena itu konsentrasi yang digunakan harus diatur pada
konsentrasi tertentu. Garam aluminium sulfat jika ditambahkan kedalam air
dengan mudah akan larut dan bereaksi dengan HCO3- menghasilkan aluminium
hdroksida yang mempunyai muatan positif. Sementra itu partikel-partikel koloidal
yang terdapat dalam air baku biasanya bermuatan negatif dan sukar mengendap
karena adanya gaya tolak menolak antar partikel koloid tersebut. Dengan adanya
hidroksida aluminium yang bermuatan positif makan akan terjadi tarik menarik
antara partikel koloid yang bermuatan negatif dengan partikel aluminium
hidroksida yang bermuatan positif sehingga terbentuk gumpalan partikel yang
makin lama makin besar dan berat dan cepat mengendap. Selain partikel-partikel
koloid juga partikel zat organic tersuspensi, zat anorgaik, bakteri dan
mikroorganisme yang lain dapat bersama-sama membentuk gumpalan partikel
6

yang akan mengendap bersama-sama. Jika alkalinitas air baku tidak cukup untuk
dapat bereaksi dengan alum makan dapat ditambahkan kapur atau soda abu agar
reaksi dapat berjalan baik. Selain aluminium sulfat, bahan koagulan lain yang
digunakan adalah Poly Aluminium Chloride (PAC). PAC merupakan bentuk
polimerisasi kondensasi dari garam aluminium berbentuk cair dan merupakan
koagulan yang sangat baik. Mempunyai dosis yang bervariasi dan sedikit
menurunkan alkalinitas. Daya koagulasinya lebih besar dan pada alum dan dapat
menghasilkan flok yang stabil walaupun pada suhu yang rendah serta
pengerjaannya pun mudah. Dibandingkan dengan aluminium sulfat, PAC
mempunyai beberapa kelebihan yakni kecepatan pembentukan floknya cepat dan
flok yang dihasilkan mempunyai kecepatan pengendapan yang besar dan dapat
menghasilkan flok yang baik meskipun pada suhu rendah. Dari segi teknik dan
ekonomi, alum biasanya dipakai pada saat kondisi air baku yang normal
sedangkan PAC dipakain pada saat temperatur rendah atau pada saat kekeruhan
air baku yang sangat tinggi

B). Absorpsi atau penyerapan


Dalam kimia adalah suatu fenomena fisik atau kimiawi atau suatu proses
sewaktu atom, molekul, atau ion memasuki suatu fase limbak (bulk) lain yang bisa
berupa gas, cairan, ataupun padatan. Proses ini berbeda dengan adsorpsi karena
pengikatan molekul dilakukan melalui volume dan bukan permukaan. Beberapa
penelitian mengenai penggunaan absorben untuk pengolahan air gambut telah
dilakukan. Zulfikar dkk telah melakukan eksperimen dalam mensintesis Chitosan
Silica Composites (CSC) yang dapat digunakan sebagai absorben dalam
pengolahan air gambut. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa absorpsi
asam humat meningkat dengan meningkatkan waktu kontak dan suhu. Kondisi
dengan pH asam sangat baik dalam absorpsi asam humat dari air gambut. Syafalni
dkk juga menggunakan metode absorpsi dalam pengolahan air gambut. Dalam
penelitiannya digunakan beberapa absorben diantara adalah batu kapur, Granular
Actvated Carbon (GAC), dan Cationic Surfactant Modified Zeolite (CSMZ).
Kondisi optimum untuk menghilangkan warna, COD dan turbiditas dari semua
absorben telah teramati pada kondisi asam dengan nilai pH sekitar 2-4. Ketiga
7

jenis absorben tersebut dikombinasikan dan menghasilkan hasil optimal dalam


proses absorpsi dengan urutan layer pertama CSMZ, layer kedua GAC, dan layer
ketiga batu kapur (Hilman Zulkhairi. 2015)

Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan
maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan dan akhirnya membentuk
suatu lapisan tipis pada permukaannya. Adsorben adalah padatan atau cairan yang
mengadsorpsi sedang adsorbat adalah padatan, cairan atau gas yang diadsorpsi.
Jadi proses adsorpsi dapat terjadi antara padatan dengan padatan, gas dengan
padatan, gas dengan cairan dan cairan dengan padatan (Ketaren, 1986).
Walstra (2003) mendefinisikan adsorpsi sebagai proses difusi suatu
komponen pada suatu permukaan atau antar partikel. Komponen yang terserap
disebut adsorbat dan bahan yang dapat menyerap disebut adsorben. Adsorben
dapat berupa padatan atau cairan. Adsorbat terlarut dalam cairan atau berada
dalam gas.
Menurut Setyaningsih (1995), mekanisme adsorpsi dapat diterangkan
sebagai berikut : molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke
permukaan luar adsorben (disebut difusi eksternal); sebagian ada yang teradsorpsi
di permukaan luar, sebagian besar berdifusi lanjut di dalam pori-pori adsorben
(disebut difusi internal). Proses adsorpsi pada arang aktif terjadi melalui tiga tahap
dasar, yaitu : zat terjerap pada bagian luar, zat bergerak menuju pori-pori arang
dan zat terjerap ke dinding bagian dalam dari arang.
Kirk dan Othmer (1957) menyebutkan bahwa faktor faktor yang
mempengaruhi adsorpsi arang aktif antara lain adalah :
1. Karakteristik fisis dan kimia adsorben, seperti luas permukaan, ukuran pori dan
komposisi kimia permukaan arang aktif.
2. Karakteristik fisis dan kimia adsorbat, seperti ukuran molekul, kepolaran
molekul dan komposisi kimianya.
3. Konsentrasi adsorbat dalam fasa cair.
4. Karakteristik fasa cair, yaitu pH dan temperatur.
5. Lamanya proses adsorpsi berlangsung
8

Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah rawa
maupun dataran rendah. Beberapa karakteristik air gambut adalah:
1. Kadar pH rendah (3-4) sehingga bersifat sangat asam
2. Kadar organik tinggi
3. Kadar besi dan mangan tinggi
4. Berwarna kuning hingga coklat tua (pekat)
Warna coklat kemerahan dan beberapa kandungan pada air gambut merupakan
akibat dari tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama
dalam bentuk asam humus dan turunannya. Asam humus tersebut berasal dari
dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon atau kayu dengan berbagai
tingkat dekomposisi, namun secara umum telah mencapai dekomposisi yang stabil

Ditinjau dari segi derajat adsorpsi pada suatu jenis adsorben secara umum
mengikuti aturan sebagai berikut
1. Adsorpsi berlangsung baik pada semua senyawa halogen dan senyawa alifatik.
2. Adsorpsi berlangsung sangat baik terhadap semua senyawa aromatik, makin
banyak kandungan benzennya makin baik adsorpsinya.
Berdasarkan kriteria di atas maka, pengolahan air berwarna (air gambut)
dapat dilakukan dengan cara adsorpsi karena asam humus mempunyai gugus
senyawa aromatik. Dalam pengolahan air gambut dengan proses adsorpsi pada
perinsipnya adalah menarik molekul asam-asam humus ke permukaan suatu
adsorben.
Kecocokan kriteria adsorpsi arang aktif dengan air gambut tersebut
memiliki beberapa keuntungan seperti :
1. Menjernikan air gambut
2. Mengurangi limbah cangkang sawit dari industri kelapa sawit
3. Mengatasi masalah air pump yang sering tidak beroperasi dengan baik di
daerah pedesaan
4. Lebih ekonomis dan mudah dibuat

C). Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan
melewatkannya pada medium penyaringan, atau septum, yang di atasnya padatan
9

akan terendapkan. Filtrasi yang sekarang biasa digunakan saat ini adalah
menggunakan teknologi membran. Membran dapat dibedakan dari ukuran pori
yang terdapat didalamnya, mikrofiltrasi memiliki ukuran 0,1-10 μm, ultrafiltrasi
memiliki ukuran 0,1 μm sampai 20 nm dan nanofiltrasi dari 1 sampai 10 anstrom
(Hilman Zulkhairi. 2015)

Untuk pengolahan air gambut, proses yang digunakan sanggat tergantung pada
kondisi kualitas air bakunya, serta tingkat kualitas air olahan yang diinginkan.
Tahapan prses pengolahan yang umum digunakan terdiri dari beberapa tahapan
proses yakni proses netralisasi, oksidasi untuk menghilangkan kandungan zat besi
atau mangan, proses koagulasi-flokulasi, proses pengendapan, proses penyaringan
atau filtrasi serta proses disinfeksi untuk membunuh kuman yang ada didalam air.
Menurut Ernawati 2013, berikut adalah metode filtrasi untuk pengolahan air :
1. Saringan Kain Katun.
Pembuatan saringan air dengan menggunakan kain katun merupakan
teknik penyaringan yang paling sederhana / mudah. Air keruh disaring dengan
menggunakan kain katun yang bersih. Saringan ini dapat membersihkan air dari
kotoran dan organisme kecil yang ada dalam air keruh. Air hasil saringan
tergantung pada ketebalan dan kerapatan kain yang digunakan.
2. Saringan Kapas
Teknik saringan air ini dapat memberikan hasil yang lebih baik dari teknik
sebelumnya. Seperti halnya penyaringan dengan kain katun, penyaringan dengan
kapas juga dapat membersihkan air dari kotoran dan organisme kecil yang ada
dalam air keruh. Hasil saringan juga tergantung pada ketebalan dan kerapatan
kapas yang digunakan.

3. Aerasi
Aerasi merupakan proses penjernihan dengan cara mengisikan oksigen ke
dalam air. Dengan diisikannya oksigen ke dalam air maka zat-zat seperti karbon
dioksida serta hidrogen sulfida dan metana yang mempengaruhi rasa dan bau dari
air dapat dikurangi atau dihilangkan. Selain itu partikel mineral yang terlarut
dalam air seperti besi dan mangan akan teroksidasi dan secara cepat akan
10

membentuk lapisan endapan yang nantinya dapat dihilangkan melalui proses


sedimentasi atau filtrasi.

4. Saringan Pasir Lambat (SPL)


Saringan pasir lambat merupakan saringan air yang dibuat dengan
menggunakan lapisan pasir pada bagian atas dan kerikil pada bagian bawah. Air
bersih didapatkan dengan jalan menyaring air baku melewati lapisan pasir terlebih
dahulu baru kemudian melewati lapisan kerikil. Untuk keterangan lebih lanjut
dapat temukan pada artikel Saringan Pasir Lambat (SPL).

5. Saringan Pasir Cepat (SPC)


Saringan pasir cepat seperti halnya saringan pasir lambat, terdiri atas
lapisan pasir pada bagian atas dan kerikil pada bagian bawah. Tetapi arah
penyaringan air terbalik bila dibandingkan dengan Saringan Pasir Lambat, yakni
dari bawah ke atas (up flow). Air bersih didapatkan dengan jalan menyaring air
baku melewati lapisan kerikil terlebih dahulu baru kemudian melewati lapisan
pasir. Untuk keterangan lebih lanjut dapat temukan pada artikelSaringan Pasir
Cepat (SPC).

6. Gravity-Fed Filtering System


Gravity-Fed Filtering System merupakan gabungan dari Saringan Pasir
Cepat(SPC) dan Saringan Pasir Lambat(SPL). Air bersih dihasilkan melalui dua
tahap. Pertama-tama air disaring menggunakan Saringan Pasir Cepat(SPC). Air
hasil penyaringan tersebut dan kemudian hasilnya disaring kembali menggunakan
Saringan Pasir Lambat. Dengan dua kali penyaringan tersebut diharapkan kualitas
air bersih yang dihasilkan tersebut dapat lebih baik. Untuk mengantisipasi debit
air hasil penyaringan yang keluar dari Saringan Pasir Cepat, dapat digunakan
beberapa / multi Saringan Pasir Lambat.

7. Saringan Arang
Saringan arang dapat dikatakan sebagai saringan pasir arang dengan
tambahan satu buah lapisan arang. Lapisan arang ini sangat efektif dalam
11

menghilangkan bau dan rasa yang ada pada air baku. Arang yang digunakan dapat
berupa arang kayu atau arang batok kelapa. Untuk hasil yang lebih baik dapat
digunakan arang aktif.

8. Saringan air sederhana / tradisional


Saringan air sederhana/tradisional merupakan modifikasi dari saringan
pasir arang dan saringan pasir lambat. Pada saringan tradisional ini selain
menggunakan pasir, kerikil, batu dan arang juga ditambah satu buah lapisan injuk
/ ijuk yang berasal dari sabut kelapa.

9. Saringan Keramik
Saringan keramik dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama sehingga
dapat dipersiapkan dan digunakan untuk keadaan darurat. Air bersih didapatkan
dengan jalan penyaringan melalui elemen filter keramik. Beberapa filter kramik
menggunakan campuran perak yang berfungsi sebagai disinfektan dan membunuh
bakteri. Ketika proses penyaringan, kotoran yang ada dalam air baku akan
tertahan dan lama kelamaan akan menumpuk dan menyumbat permukaan filter.
Sehingga untuk mencegah penyumbatan yang terlalu sering maka air baku yang
dimasukkan jangan terlalu keruh atau kotor. Untuk perawatan saringn keramik ini
dapat dilakukan dengan cara menyikat filter keramik tersebut pada air yang
mengalir.
10. Saringan Cadas / Jempeng / Lumpang Batu
Saringan cadas atau jempeng ini mirip dengan saringan keramik. Air
disaring dengan menggunakan pori-pori dari batu cadas. Saringan ini umum
digunakan oleh masyarakat desa Kerobokan, Bali. Saringan tersebut digunakan
untuk menyaring air yang berasal dari sumur gali ataupun dari saluran irigasi
sawah. Seperti halnya saringan keramik, kecepatan air hasil saringan dari jempeng
relatif rendah bila dibandingkan dengan SPL terlebih lagi SPC.

11. Saringan Tanah Liat.


Kendi atau belanga dari tanah liat yang dibakar terlebih dahulu dibentuk
khusus pada bagian bawahnya agar air bersih dapat keluar dari pori-pori pada
bagian dasarnya.
12

Secara umum diagram proses pengolahan air gambut seperti gambar


berikut
a. Proses Netralisasi
Netralisasi adalah merupkan suatu upaya agar Ph air itu normal.
Ketidaknormalan Ph air ini disebabkan oleh pemasukan asam atau basa. Ph air
secara alami berkisar antara 4 sampai 9, dan secara teoritis ph dari 0 sampai 14.
Ph = 0 disebut sangat basa. Sedangkan ph 7 menunjukkan netral pada suhu 25 °C.
Netralisasi dalam pengolahan air gambut adalah mengatur ph air baku atau
gambut yang bershat asam menjadi netral dengan cara pembubuhan alkali. Cara
yang paling mudah dan murah yaitu dengan membubuhn CaO atau kapur tohor
atau CaCO3
Tujuan netralisasi ini adalah untuk membantu efektifitas proses selanjutnya
antara lain ;
 Pada proses oksodasi dengan udara, pengurangan Fe dan Mn efektif pada
PH 7 sampai 8
 Pada proses oksidasi dengan chlorine reaksi efektif pada ph 7 sampai 8,5.
Sedangkan pada ph 7 sampai 8,5 , sedangkan pada Ph <6 dan >8,5 hanya
bereaksi < 40 %
 Pada proses koagulasi dengan menggunkan alum efektif pada Ph >6
 Pengendapan semua logam akan terjadi pada Ph > 8,3 Fe pada Ph 8 sampai
9 an Mn pada Ph 11
Zat alkali dipakai untuk pengolahan air dengan tujuan untuk pengaturan air
dengan tujuan untuk pengaturan Ph atau menaikkan ph air yang rendah dan
menaikkan alkalinitas air baku agar proses koagulasi – flokulasi dapat berjalan
dengan baik dan efektif. Zat zat lakli yang sering digunakan yakni kapur mati atau
slake lime, soda abu, batu kapur banyak dipakai karena harganya murah dan
hasilnya baik.

a. Oksidasi untuk menghilangkan zat besi atau mangan

Baik besi ataupun mangan, dalam air biasanya terlarut dalam


bentuksenyawa atau garam bikarbonat, garam sulfat, hidroksida dan juga dalam
13

bentuk koloid atau dalam keadaan bergabung dengan senyawa organik. Oleh
karena itu cara penggolongan harus disesuaikan dengan bentu ksenyawa besi dan
mangan dalam air yang akan diolah. Ada bbeberapa cara untuk menghilangkan zat
besi dan mangan dalam air salah satu diantaranya yakni dengan cara oksidasi ,
dengan cara koaguasi, cara elektronil, cara pertukaran ion, cara filtrasi kontak,
proses , soda lime, pengolahan dengan bakteri besi dan cara lsinnys
Proses penghilangan besi dan mangan dengan cara oksidasi dapat dilakukan
dengan tiga macam, yakni ;
I. Oksidasi dengan udara aerasi
II. Oksidasi dengan khlorine
III. Oksidasi dengan kalium permanganat

a. Proses koagulasi – floukulasi


Partikel partikel kotoran dalam air baku yang mempunyai ukuran dengan
diameter 0,02 milimeter dengan cara pengendapan biasa tanpa bahan kimia.
Tetapi untuk partikel yang sangat halus dengan ukuran lebih kecil 0,02 milimeter
dan jug apartikel partikel koloid sulit untuk dipisahkan dengan pengendapan tanpa
bahan kimia serta masih tetap lolos jika disaring dengan saringan pasir cepat.
Proses koagulasi dibagi menjadi dua tahay, yaitu ;
 Koagulasi partikel-partikel kotoran menjadi flok flok yang masih
halus/kecil dengan cara pengadukan cepat serta atau micing basin
 Proses pertumbuhan flok agar menjadi besar dan satabil yaitu
dengan cara engadukan lambat pada bak flokulator. Proses tersebut
dinamakan flokulasi
Koagulasi flokulasi merupakan proses penggumpalan partikel partikel
halus yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi, menjadi partikel yang lebih
besar sehingga dapat diendapkan dengan jalan penambahan bahan koagulasi.
b. Proses sedimentasi atau pengandapan
Adalah proses pengendapan dimana masing masing aprtikel tidak
mengalami perubahan bentuk, ukuran, maupun kerapatan selama proses
pengendapan berlangsung. Partikel partikel padat akan mengendap bila gaya
14

gravitai lebig besar dari pada kekentalan dan gaya inersia atau kelembaman dalam
cairan
c. Proses penyaringan

Proses Penyaringan atau menghilangkan zat padat tersusppensi dalam air


melalui media berpori. Zat padat tersuspensi dihilangkan pada waktu air melalui
lapisan media filter. Media filter biasanya pasir atau kombinasi dan pasir
antracite, garnet, ileminet, polystirene dan lainnya. Proses filtrasi tergantung pada
gabungan mekanisme kimia dan fisika yang kompleks dan yang terpenting adalah
adsorbsi. Pada waktu air melalui lapisan filter, zat padat terlarut vbersentuhan dan
melekat pada butirangumpalan partikel atau flok yang terjadi tidak seuanya dapat
engendap. Flok flok yang relatif kecil atau halus masih melayang melayang dalam
air. Oleh karena itu, untuk mendaatkan air yang betul betul jernih harus dilakukan
penyaringan atau filtrasi.

Menurt Stephan, G, et al. 1994. Sistem dan metode pengolahan limbah yang
terdiri dari langkah-langkah berurutan dari:

1. menundukkan air limbah untuk diolah ke sarana pengendapan utama untuk


menghilangkan padatan yang dapat padatan dan padatan tersuspensi dan
menghasilkan buangan yang terselesaikan;
2. meneruskan aliran limbah melalui filter gambut; dan
3. mengumpulkan efluen dari filter gambut dan meneruskannya melalui
lahan basah yang dibangun di bawah permukaan.

Filter gambut memberikan pengolahan air limbah tingkat tinggi melalui proses
fisik, kimia dan biologi. Pengurangan signifikan karbon organik, nitrogen, fosfor,
padatan tersuspensi, jejak logam, dan mikroorganisme tersebut dapat dicapai
dalam filter. Efisiensi pengobatan lebih tinggi di lingkungan yang lebih dingin
karena peran penting jamur dalam proses pengobatan. Filter cenderung
mengurangi pH dan meningkatkan oksigen terlarut dari air limbah yang
melewatinya. Komponen lahan basah yang dibangun selanjutnya akan beroperasi
lebih efisien dengan oksigen terlarut yang tinggi dan menyediakan buffer untuk
membantu menetralisir pengaruh pH yang lebih rendah. Lahan basah sangat
15

efektif dalam menyaring padatan tersuspensi, bahan organik, dan nutrisi dari air
yang mengalir melaluinya. Baru-baru ini, lahan basah buatan manusia, atau lahan
basah yang dibangun, telah dibangun untuk menangani berbagai limbah. Alat ini
sederhana namun efektif dan saat ini digunakan untuk menangani limbah cair
domestik, pertanian, industri dan bahkan. Di lahan basah alami, biasanya lebih
dari sembilan puluh persen (90%) aliran air melewatinya hanya mengalir melalui
saluran kecil. Namun, aliran melalui lahan basah yang dibangun dapat dikontrol
sehingga air didistribusikan secara merata di antara tanaman yang tumbuh di
dalamnya. Dengan mengendalikan aliran melalui lahan basah yang dibangun,
proses filtrasi dan dekomposisi alami dalam fungsi lahan basah pada efisiensi
tinggi untuk membersihkan air limbah yang dialihkan ke dalam sistem (Stephan,
G, et al. 1994)

Air limbah, setelah perawatan dalam filter gambut diarahkan ke lahan


basah yang dibangun. Air limbah dibiarkan mengalir di atas permukaan tanah
yang ada (aliran darat) atau melalui media berpori seperti kerikil (aliran sub-
permukaan). Aliran didistribusikan di seluruh lebar lahan basah yang dibangun
yang biasanya dibangun dalam bentuk sel persegi panjang dalam depresi dangkal
memiliki dasar kerikil. Sebuah kapal tahan air sering digunakan di sisi dan bagian
bawah sel untuk mencegah penetrasi aliran air limbah ke air tanah di bawah sel
dan juga untuk memastikan pasokan air yang cukup untuk lantai lahan basah. Sel
lahan basah yang dibangun umumnya ditanam dengan Air limbah, setelah
perawatan dalam filter gambut diarahkan ke lahan basah yang dibangun. Air
limbah dibiarkan mengalir di atas permukaan tanah yang ada (aliran darat) atau
melalui media berpori seperti kerikil (aliran sub-permukaan).

Aliran didistribusikan di seluruh lebar lahan basah yang dibangun yang biasanya
dibangun dalam bentuk sel persegi panjang dalam depresi dangkal memiliki dasar
kerikil. Sebuah kapal tahan air sering digunakan di sisi dan bagian bawah sel
untuk mencegah penetrasi aliran air limbah ke air tanah di bawah sel dan juga
untuk memastikan pasokan air yang cukup untuk lantai lahan basah. Sel lahan
basah yang dibangun umumnya ditanam dengan Tikar akar meliputi interaksi akar
tanaman buluh, berbagai jenis bakteri, tanah, udara, matahari dan air. Tumbuhan
16

seperti buluh umum (Phragmites communis) melakukan oksigen melalui


batangnya ke dalam sistem akar, kondisi optimal untuk pertumbuhan bakteri
diciptakan. Bakteri ini mengoksidasi kotoran dalam air limbah dan, karena proses
ini terjadi di bawah tanah, zona oksidasi aerob dan anaerobik dibuat
berdampingan menyediakan berbagai jenis reaksi kimia dan pertumbuhan bakteri
yang seimbang. Jejak logam diserap oleh tanaman dan juga mengendap dari
larutan dan disimpan dalam matriks tanah. Fosfat, sulfur dan nitrogen dikeluarkan
dari air limbah dan direduksi menjadi bentuk-bentuk unsur.

Ketinggian air dikendalikan baik di permukaan maupun di bawah permukaan


sistem dalam lahan basah yang dibangun. Dalam sistem di bawah permukaan,
tingkat air normal disimpan 3 cm sampai 4 cm di bawah permukaan tanah karena
ini adalah yang paling efektif dalam memperlakukan air limbah dan juga memiliki
keuntungan mengurangi insiden vektor serangga, yang merupakan pertimbangan
penting ketika lahan basah dekat dengan area yang dihuni.Lahan basah yang
dibangun dapat dioperasikan sepanjang tahun. Pada akhir musim tanam, vegetasi
di atas tanah mati tetapi tetap berdiri sampai muncul tunas baru di musim semi.
Jadi oksigen tersedia untuk akar bahkan di musim dingin Utara (Stephan, G, et al.
1994)

Lahan basah yang dibangun saat ini digunakan untuk kota-kota kecil dan
daerah pedesaan yang sering kekurangan sistem pengolahan air limbah pusat.
Mereka memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan fasilitas pengolahan
air limbah yang dibangun karena mereka membutuhkan perawatan yang rendah,
mereka tahan lama, bersih dan efisien, musim dingin, dan tidak memerlukan
energi luar untuk beroperasi. Selain itu, mereka tidak mahal untuk beroperasi.
Namun, lahan basah yang dibangun sendiri tidak selalu memadai untuk memenuhi
standar kualitas air yang tinggi. Kelemahan utama dengan lahan basah yang
dibangun sendiri adalah kemampuan terbatas untuk akar untuk mentransfer
oksigen yang diperlukan ke cairan. Tingkat oksigen terlarut yang lebih tinggi yang
disediakan oleh filtrasi melalui gambut akan secara signifikan meningkatkan
efisiensi perawatan lahan basah yang dibangun. Penyaringan pasir dapat
digunakan, sebagai alternatif, langsung di bawah filter gambut, antara filter
17

gambut dan lahan basah yang dibangun, dan / atau setelah lahan basah yang
dibangun, untuk lebih meningkatkan perawatan, terutama untuk pengurangan
fosfor, untuk memenuhi kriteria pembuangan di yurisdiksi tertentu (Stephan, G, et
al. 1994

2. Proses Pengolahan

2.1 Diagram Alir

Air Gambut Aluminium Sulfat

Clarifing

Settling

Filtration

Adsorbtion

Desinfekting

Air Bersih

Gambar 1.1 Diagram Alir


18

2.2Flowsheet

Air Gambut Aluminium


Sulfat
T-02

CY-01

P-01

C-01
T: Tanki
P: Pompa
CY : Conveyor
C: Clarifier
ST : Settling Tank
SF : Sand Filter ST-01
CF : Carbon Filter
D: Desinfektor

SF-01

CF-01

Desifektant
additive

T-04
Air Bersih

D-01 T-03

Gambar 1.2 Flowsheet


19

2.3 Uraian Proses

Air Gambut dipompakan menggunkan pompa (P-01) menuju Clarifier (C-


01) dan ditambahkan Aluminium sulfat kemudian terjadi proses Koagulasi,
koagulasi adalah suatu mekanisme penetralan dimana partikel partikel koloid
yang bermuatan (ionic) dinetralkan muatannya, setelah muatannya netral maka
partikel – partikel tersebut bias / akan saling mendekat / menempel satu sama lain
dan mulai terbentu floc yang kecil (pin floc), yang kemudian terjadi proses
flokulasi, flokulasi adalah suatu mekanisme dimana floc kecil yang sudah
terbentuk dalam proses koagulasi tadi, melalui suatu media flokulan digabungkan
menjadi floc yang lebih besar sehingga cukup berat untuk bias mengendap
(settling). Kemudian air tersebut masuk kedalam settling tank (ST-01), di settling
tank terjadi proses pengendapan atau sedimentasi, sedimentasi adalah suatu
mekanisme dimana floc yang sudah cukup besar tadi akan mengendap dan turun
ke bawah permukaan air dibawah pengaruh gaya gravitasi.
Setelah masuk ke settling tank (ST-01) lalu air dimasukkan kedalam sand
Filter (SF-01) yang dilakukan dengan menggunakan pasir (sand), koral (gravel),
dan anthrasit untuk menghilangkan / merduksi zat tersuspensi (pin-floc) yang
terikut bersama air umpan (dari outlet clarifier). Secara periodik (24 jam),
saringan harus di backwash untuk menghilangkan flok yang tersaring di
permukaan filter, kemudian masuk lagi kedalam Carbon Filter
(CF-01) yang menggunkan karbon aktif / arang aktif sebagai adsorben,
mekanisme adsorpsi dapat diterangkan sebagai berikut : molekul adsorbat
berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben (disebut difusi
eksternal); sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar, sebagian besar
berdifusi lanjut di dalam pori-pori adsorben (disebut difusi internal). Proses
adsorpsi pada arang aktif terjadi melalui tiga tahap dasar, yaitu : zat terjerap pada
bagian luar, zat bergerak menuju pori-pori arang dan zat terjerap ke dinding
bagian dalam dari arang.
Setelah keluar dari Carbon Filter (CF-01) air dimasukkan kedalam
desinfektor (D-01) untuk menghilangkan bakteri patogen atau kuman-kuman
dengan menambahkan desinfektant Additive dari tanki (T-04), ketika sudah keluar
20

dari desinfektor air sudah dapat dikatakan lebih bersih dari pada sebelumnya,
tatapi air ini belum layak untuk diminum atau dikonsumsi
DAFTAR PUSTAKA

Djatmiko, B., S. Ketaren dan S. Setyahartini. 1985. Pengolahan Arang dan


Kegunaannya. Agro Industri Press. Bogor.
Ernawati.2013. PENINGKATAN KUALITAS AIR BERSIH DENGAN ALAT
PENJERNIH AIR. Journal of Rural and Develompment. Vol.IV No.2
Guerrero, A.E, M.F Collamates dan L.A. Reyes. 1970. Preparation of Actived
Carbon from Coconut Cor Dust. Coconut Research and Development,
Volume 3, United Coconut Association of The Philippines Inc, Manila
Kirk, R.E. dan D.F. Othmer. 1964. Encyclopedia of Chemical Technology. The
Intersience Inc, New York.Mason, C.F. 1993. Biology of Freshwater
Pollution. Second Edition. Longman Scientific and Technical, New York.
351 p.
Noerhadi Wiyono, dkk. 2017. Sistem Pengolahan Air Minum Sederhana
(Portable Water Treatment). Kalimantan Selatan : Universitas Lambung
Mangkurat

Ricky Susanto. 2008. Optimasi Koagulasi-flokulasi dan Analisis Kualitas Air


pada Industri Semen. Jakarta : Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah

Roy, G.M. 1985. Actived Carbon Application in the Food and Pharmacuetical
Industries. Tachnomic, Lancaster.
Soehartono.2013. PENJERNIHAN AIR DENGAN SARINGAN PASIR DAN
DESINFEKTAN ALAM. Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Pandanaran
Sudrajat, R dan S. Soleh. 1994. Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.
Susilawati, 2011. Pengolahan Limbah Cair Industri Perkebunan dan Air Gambut
menjadi Air Bersih. Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara. USU Press Medan.
W Keith, 1971. Water Treatment. Patent. US3577341A

21

Anda mungkin juga menyukai