Anda di halaman 1dari 12

ARAH DAN KINERJA INVESTASI BIDANG JALAN

Oleh :

Dr. Ir. Hermanto Dardak


Direktur Jenderal Bina Marga

Disampaikan pada :
Konferensi Nasional Teknik Jalan (KNTJ) 8
Jakarta, 4 – 5 September 2007

1. UMUM

Penyelenggaraan jalan pada hakikatnya dimaksudkan untuk menyediakan akses


bagi berbagai kegiatan masyarakat termasuk dunia usaha secara efisien. Untuk
itu, terdapat ukuran kinerja pencapaian terhadap hakikat penyelenggaraan jalan
tersebut seiring dengan terbatasnya investasi pendanaan di bidang jalan Tingkat
kinerja pelayanan jalan merupakan pertanggungjawaban Direktorat Jenderal
Bina Marga, kepada pemerintah dan masyarakat.

Makalah ini mencoba memberikan gambaran tentang peranan dan tantangan


penyelenggaraan jalan, rancangan rencana strategis dan arah investasi
penyelenggaraan jalan agar dapat memberikan pelayanan yang baik kepada
publik.

2. PERAN DAN KONDISI ASET JALAN

Transportasi merupakan urat-nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial-budaya


dan pertahanan-keamanan nasional yang sangat vital perannya dalam
memperkokoh ketahanan nasional. Transportasi memiliki peranan yang besar
dalam melayani masyarakat. Dominasi moda jalan dalam pergerakan ekonomi
terlihat dari besarnya mobilitas pergerakan barang dan orang yang
menggunakan moda jalan. Dari data yang ada, lebih dari sembilan puluh persen
pergerakan di pulau-pulau utama menggunakan moda transportasi jalan.
Dengan peran yang luar biasa dari sektor jalan tersebut diperlukan manajemen
aset jalan yang memadai agar terjaganya tingkat pelayanan kepada masyarakat.
Aset Pemerintah berupa infrastruktur jalan yang telah dibangun selama ini pada
hakikatnya dimaksudkan untuk menciptakan pondasi yang amat kuat dan
mantap bagi tercapainya pembangunan ekonomi yang berkesinambungana di
negeri ini. Dengan infrastruktur jalan yang secara geometrik mantap dan secara
konstruksi kuat maka akan terbentuk jaringan jalan yang handal bagi mobilitas
orang, barang, dan jasa, sehingga terjadi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi
secara seimbang. Oleh karana itu, jaringan infrastruktur jalan nasional
merupakan aset ekonomi milik publik yang amat strategis dan mendasar yang
tingkat pelayanan dan kondisinya harus dipelihara secara berkesinambungan.
Jaringan jalan nasional ini telah menyerap investasi publik yang sangat besar
dan agar selalu fungsional diperlukan preservasi melalui manajemen aset yang
baik.

Sesuai dengan hakikat infrastruktur jalan, semakin, meningkat pertumbuhan


ekonomi nasional yang membawa implikasi kenaikan beban volume dan berat
kendaraan yang menggunakan jaringan jalan, maka semakin tinggi pula
kebutuhan dana untuk menjaga nilai aset yang ada. Sesuai dengan telaahan
singat ADB terhadap total jaringan yang ada di Indonesia, maka nilai aset
infrastruktur jalan secara keseluruhan diperkirakan mencapai Rp. 674 Triliun
(US$ 73,652 miliar).

3. TANTANGAN PENYELENGGARAAN JALAN

Tantangan yang dihadapi terutama (i) percepatan terbentuknya sistem


transportasi nasional dan internasional dengan intermoda-nya (ii) perwujudan
keseimbangan pembangunan wilayah (termasuk wilayah terisolir, daerah
perbatasan dan pulau-pulau kecil; (iii) peningktan daya saing produk-produk
ekspor; (iv) percepatan pengembangan jalan bebas hambatan (freeway) melalui
pembangunan jalan tol; (v) optimalisasi penggunaan dana pembangunan
prasarna jalandengan memantapkan preservasi dan memperluas kapasitas jalan;
(vi) perkuatan dan peningkatan kemampuan pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan jalan.

Tantangan lainnya adalah kenyataan persyaratan kondisi kebutuhan jaringan


jalan masih belum memadai sesuai dengan amanat UU No. 38 tahun 2004,
terutama dalam penyediaan jalan dengan spesifikasi jalan raya dan
jalansedangn. Ditambah lagi kenyataan bahwa sampai dengan saat ini keutuhan
sistem jaringan jalan terutama sistem yang menerus untuk jalan nasional dengan
jalan provinsi, dn jalan strategis penghubung daerah industri dan pelabuhan
masih belum menyeluruh.

Terkait pemograman dan pengangaran perlu penajaman dalam menentukan


prioritas, baik untuk preservasi terhadap jaringan jalan yang ada maupun
peningkatan kapasitas jalan dan pembangunan jalan baru. Tantangan lain adalah
kebutuhan peningkatn daya dukung jalan terhadap bencana alam, tercermin
dari banyaknya muatan lebih, terbatasnya aksesibilitas di kawasan terpencil, dan
kesulitan pembebasan lahan.

Tabel di bawah ini menggambarkan spesifikasi jalan untuk klasifikasi


berdasarkan penyediaan prasarana :
Tabel 1 : SPESIFIKASI JALAN

Spesifikasi Bebas Raya Sedang Kecil Sub


Hambatan Standard
Jumlah 2 per Arah 2 per Arah 2 per 2 Arah 2 per
Lajur 2 Arah
< 5,5 meter
Lebar Jalur Lalin ≥ 14 Meter ≥ 14 Meter ≥ 7 Meter ≥ 5,5 Meter, Beraspal
Minimal < 14 Meter < 7 Meter atau tanpa
aspal
Ketersediaan Lengkap Lengkap - - -
Median
Pagar Lengkap /
Rumija / Kontrol Kontrol
Akses penuh Kontrol - - -
Terhadap Parsial
akses

4. INDIKATOR KINERJA DARI INVESTAI JALAN

Salah satu aspek yang penting didalam manajemen aset adalah utilisasi aset
yang indikatornya antara lain tercermin dari besaran kondisi kerataan
permukaan jalan, jumlah lajur kilometer maupun kecepatan kendaraan.
Indikator tersebut marupakan ukuran kinerja penyelenggaraan subsektor jalan.

Dengan demikian, arah kebijakan investasi ditetapkan sesuai dengan kebutuhan


pencapaian kinerja tersebut sesuai tuntutan kebutuhan pelayanan oleh
masyarakat dan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan oleh pemerintah.

Pencapaian target kinerja untuk sistem jaringan jalan nasional merefleksikan


kebutuhan dana penyelenggaraan jalan nasional sepanjang sekitar 34.600 km
dan jembatan sekitar 35.250 m.

Gambaran alokasi dana antara kebutuhan (Renstra) dengan alokasi pada DIPA
adalah sebagai berikut :

Tabel 2 : KEBUTUHAN RENSTRA DAN ALOKASI DIPA (dalam triliun)

TA Alokasi Renstra Alokasi DIPA Backlog Keterangan


2005 8.5 6.9 1.6
9.8 7.3 2.5
2006
11.4 9.8 1.6
2007

Keretaan jalan pada hakikatnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan


preservasi jalan dengan melalui pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala
dengan pelapisan ulang, peningkatan struktur dengan pelapisan ulang beberapa
lapis maupun penunjangan apabila diperlukan penanganan transisi akibat
belum tersedianya pendanaan untuk peningkatan struktur jalan.

Sesuai dengan karakteristik ekonomi infrastruktur lainnya, maka preservasi


dengan pemeliharaan jalan yang tidak tepat waktu akan menyebabkan kondisi
jalan semakin menurun, kondisi menurun akan mengakibatkan biaya perbaikan
jalan semakin meningkat yang pada kondisi mendekati umum rencan atingkat
kerusakan menjadi eskalatif. Untuk itu, dimensi waktu sangat esebsual dalam
penyelenggraan pemeliharaan jalan.

Di sisi lain, kerusakan jalan menyebabkan meningkatnya biaya operasi


kendaraan secara signifikan. Padahal total biaya prasarana dan sarana
kendaraan yang menggunakan jalan mencerminkan secara langsung nilai
ekonomi jalan, dimana biaya fisik prasarana jalan sekitar 20 – 25 % termasuk 2 %
untuk kebutuhan biaya pemeliharaan dan sisanya merupakan biaya operasi dan
kendaraan yang menggunakan jalan. Apabila tidk ada investasi untuk
pemeliharana jalan sebesar 2 % tersebut, maka biaya operasi kendaraan
meningkat sekitar 50 %. Besaran ini mencerminkan tingginya beban ekonomi
apabila pemeliharaan jalan tidak dilakukan tepat waktu.

Di sisi lain, peningkatan jumlah lajur kilometer yang dilakukan melalui


pelebaran jalan, pembangunan jalan layang maupun underpass serta
pembangunan jalan baru dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh peningkatan besaran
kendaraan kilometer dan tonase kilometer. Apabila peningkatan ekonomi yang
dicerminkan oleh besaran kendaraan kilometer dan tonase kilometer tidak
mampun dipenuhi oleh peningkatan kapasitas jalan yang dicerminkan oleh
besaran lajur kilometer secara proporsional, maka kecepatan rata-rata kendaraan
akan menurun, sehingga meningkatkan biaya ekonomi dan pada gilirannya
menurunkan daya saing nasional.

5. RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KINERJA

Undang-Undang No. 17/2003 dan No. 21/2004, mengamanatkan untuk


mengintegrasikan sistem akuntabilitas kinerja dengan sistem penganggaran
dalam suatu Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure
Framework). Untuk itu, ditetapkan Rencana Strategis dan Rencana Kinerja yang
berisikan indikator-indikator kinerja baik kinerja keluaran (Output) maupun
indikator kinerja manfaat (outcome) dalam rangka menyusun usulan anggaran
untuk periode yang bersangukutan yang kemudian dibahas bersama dengan
DPR.

Indikator kinerja tersebut merupakan ukuran kuantitatif dan kualitatif yang


menggambarkan tingkat pencapaian suatu Kegiatan yang telah ditetapkan yang
dikategorikan kedalam kelompok masukan (inputs), keluaran (Outpits), hasil
(outcomes), manfaat (benefit), dan dampak (impacts). Di dalam Rencana Kinerja
dan Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Marga maka diarahkan
indikator masukan berupa alokasi anggaran DIPA, keluaran berupa output fisik
penyelenggaraan jalan dan jembatan (km/meter dan lajur kilometer), hasil
berupa data kondisi (IRI), kendaraan kilometer dan tonase kilometer serta
kecepatan tempuh rata-rata (km/jam) yang merefleksikan tugas dan tanggung
jawab Departemen dalam penyelenggaraan jalan sebagai refleksi
pertanggungjawaban kepada masyarakat.

Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Bina Marga didasarkan kepada tugas


pokok dan fungsinya berdasarkan arah kebijakan dalam RP JM seperti termuat
dalam PP No. 17 tahun 2005 tentang RP JM tahun 2004 – 2009.

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Bina Marga meliputi visi, misi, tujuan, dan
sasaran, serta kebijakan, program, dan sasaran kegiatan sebagaimana ditetapkan
dalam Renstra Ditjen. Bina Marga 2005 – 2009 sesuai Permen PU No.
03/PRT/M/2007 sebagai perubahan Permen PU No. 51/PRT/M/2005 tentang
Rencana Strategis Departemen PU tahun 2005 – 2009.

Berdasarkan Review Renstra 2005 – 2009, Direktorat Jenderal Bina Marga


mempunyai visi ”Tersedianya Jaringan Jalan yang Handal”.

Dalam mewujudkan visi tersebut Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai


misi, yaitu :
 Melaksanakan penyelenggaraan jalan yang efektif dan efisien,
 Mengembangkan SDM yang profesional dan tanggap untuk mendukung
penyelenggaraan jaringan jalan,
 Mengembangkan teknologi tepat guna dan kompetitif serta meningkatkan
keandalan mutu infrastruktur jalan.
 Mendorong partisipasi pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan
jalan.

Misi tersebut untuk mewujudkan tujuan mewujudkan jaringan jalan nasional


yang handal dan mampu memberikan pelayanan transportasi yang memedai
dan secara sinergis guna mendukung tercapainya Indonesia yang aman dan
damai, membuka peluang keterlilbatan pemangku kepentingan (stkeholders)
penyelenggaraan jalan dalam mendukung tercapainya Indonesia yang adil dan
demokratis, dan meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas barang dan jasa dari
pusat-pusat produksi ke daerah pemasaran mendukung tercapainya Indonesia
yang lebih sejahtera.

Adapun kebijakan Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 2006 untuk dijadikan
pedoman dalam pelaksanaan program/kegiatan guna tercapainya sasaran,
tujuan, misi dan visinya meli[puti 3 (tiga) kebijakan yang dirinci kedlaam 14
(empat belas) sasaran, meliputi :

1) Kebijakan Terselenggaranya jaringan jalan Nasional yang handal dan


terhubung secara sinergis mendukung tercapainya Indonesia yang aman
dan Damai, dengan program diarahkan pada :

 Penanganan jaringan jalan untuk mendukung kawasan perbatasan


sebagai beranda depan dan pintu gerbang internasional.
 Penanganan jaringan jalan di daerah rawan bencana serta akibat
kerusuhan sosial.
 Penanganan jaringan jalan di daerah terisolisasi dan pulau kecil
terpencil.
2) Kebijakan membuka peluang keterlibatan pemangku kepentingan
termasuk pemerintah daerah, mitra kerja dan masyarakat dalam
penyelenggaraan jalan mendukung tercapainya Indonesia yang adil dan
demokratis, dengan program diarahkan pada :

 Mewujudkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif,


SDM yang professional dengan menerapkan prinsip-prinsip good
governance.
 Meningkatkan kapasitas manajemen pemerintah daerah, dunia
usaha di daerah dan masyarakat dalam penyelenggaraan jalan.
 Fasilitas bahan jalan dan jembatan untuk mendorong
pembangunan daerah.
 Penyusunan norma, estándar, pedoman dan manual (NSPM)
penyelenggaraan jalan.
3) Kebijakan meningkatkan aksesibilitas dari pusat-pusat produksi ke
daerah pemasaran mendukung tercapainya Indonesia yang lebih
sejahtera, dengan program diarahkan pada :

 Pemeliharaan jalan mendukung berfungsinya asset yang ada.


 Penanganan jalan mendukung pusat-pusat produksi pada kawasan
yang telah berkembang.
 Penanganan jalan mendukung pengembangan wilayah.
 Penanganan jalan mendukung pusat pelayanan distribusi pada
kawasan perkotaan.

Sesuai Permen PU No. 286/PRT/M/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja


Dep. PU, tugas pokok Direktorat Jenderal Bina Marga adalah merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang bina marga dengan
menyelenggarakan fungsi, antara lain perumusan kebijakan teknik di bidang
jalan sesuai per-UU-an; penyusunan program dan anggaran serta evaluasi
kinerja pelaksanaan kebijakan di bidang jalanl pelaksanaan kebijakan teknik di
bidang jalan nasional meliputi jalan nasional, jalan bebas hambatan, dan
sebagian jalan kota; pembinaan teknis penyelenggaraan jalan prop/kab/kota;
pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasi bidang jalan; dan
penyusunan norma, standar, pedoman, dan manual di bidang jalan.

Dalam menyelenggatakan fungsi tersebut, sesuai UU No. 38 tahun 2004 tentang


Jalan, peran penyelenggaraan halan di pusat meliputi penyelenggaraan jalan
secara umum dan penyelenggaraan jalan nasional.
Wewenang penyelenggaraan jalan secara umum adalah penyelenggaraan jalan
secara makro yang mencakup seluruh status jalan, baik nasional, provinsi,
kabupaten, kota dan desa Wewenang Penyelenggaraan jalan secara umum dan
Penyelenggaraan jalan nasional meliputi: pengaturan, pembinaan pembangunan
dan pengawasan (TURBINBANGWAS) atas jalan nasional.

6. INVESTASI BIDANG JALAN DAN JEMBATAN

a. Investasi Jalan Nasional

Seperti telah disebutkan di depan, bahwa karakteristik ekonomi infrastruktur


Jalan menyebabkan sebagian besar pembiayaan jalan masih ditanggung oleh
pemerintah, artinya pendanaan melalui anggaran belanja pemerintah.
Anggaran penyelenggaraan jalan pada tahun 2005 terserap Rp. 5,721 Trilyun
(82%) dari Rp. 6,978 Trilyun yang dianggarkan, dan pada tahun 2006 sebesar Rp.
6,719 Trilyun (92%) dari Rp. 7,309 Trilyun yang dianggarkan. Belum optimalnya
kemampyan penyerapan dana tersebut diakibatkan antara lain masih rencahnya
kemampuan penyerapan dana pinjaman luar negeri.
Pencapaian kinerja keluaran tahun 2005 dan 2006, berupa :

a. Preservasi Jalan

 Kegiatan pemeliharaan jalan (rutin dan berkala), rata-rata tahunan


sekitar 30.000 km.
 Kegiatan peningkatan jalan meliputi peningkatan struktur dan
pelebaran minor sepanjang sekitar 4.392 Km, dengan perincian 1.508 km
tahun 2005 dan 2.884 km tahun 2006.
 Pemeliharaan jembatan sepanjang sekitar 33.544 M pada tahun 2005
dan sepanjang 35.251 M pada tahun 2006.

b. Peningkatan Kapasitas Jalan

 Peningkatan struktur dan kapasitas jalan sekitar 3.379 km dengan


perincian 2.622 km tahun 2005 dan 757 km tahun 2006.
 Pembangunan baru jalan sekitar 809 km dengan perincian 413 Km
tahun 2005 dan 396 Km tahun 2006.

Untuk tahun 2008 prioritas dikelompokkan atas 3 fokus :

Fokus 1 : Meningkatkan pelayana infrastruktur sesuai dengan standar


pelayanan minimum

 Pemeliharaan jalan nasional 30.139 km dan 50.500 m jembatan tersebar.


 Pembangunan jalan di kawasan perbatasan 40 km khususnya di
perbatasan provinsi kalbar dan kaltim.
 Pembangunan jalan di pulau-pulau terpencil dan terluar 118 km dan
jembatan 139 m khususnya Pulau Maluku, Maluku Utara, NTT, Sulut
Sultra dan Papua.

Fokus 2 : Peningkatan daya saing sector riil.

 Peningkatan jalan nasional penghubung lintas 350 km yang tersebar di


seluruh provinsi
 Peningkatan jalan lintas timar Sumatera dan pantai utara Jawa 949
Km.
 Peningkatan/pembangunan 3.642 Km pada jalan lintas Sumatera,
Trans Kalimantan, Trans Sulawesi, Trans Maluku, Bali, Nusa Tenggara,
Papua dan Lintas Kota Metropolilta.
 Relokasi Jalan arteri Porong-Gempol 15 Km
 Penyelesaian pembangunan jembatan Suramadu
 Pembangunan jalan baru dan peningkaan jalan di kota strategis 24 Km
 Pembangunan Flyover di Jabodetabek, Pantura Jawa dan Kota
Metropolitan 3.845 m
 Pembangunan jalan lintas pantai selatan Jawa 42 Km
 Pembangunan jalan akses ke Bandara Kuala Namu sepanjang 15 Km
 Pembangunan jalan akses Tanjung Priok 0,4 Km

Fokus 3 : Peningkatan investasi proyek-proyek infrastruktur yang dilakukan


oleh swasta melalui skema kerjasama antara pemerintah dan
swasta.
 Dukungan pembangunan jalan tol berupa pengadaan tanah.

Adapun realisasi pengnanggaran diberikan pada Gambar 1. Untuk kinerja


pelayanan jalan menunjukkan akhir tahun 2006 ruas jalan yang mantap 80,8 %
sedangkan yang tidak mantap 19,2 % dengan rusak ringan 9,2 % dan rusak berat
10 %.

GAMBAR SCAN

Sedangkan dalam rangka mengurangi beban pemerintah, beberapa model


pembiayaan investasi jalan dikembangkan. Salah satu model yang pernah
diajukan dalam rancangan undangan-undang jalan adalah model pembiayaan
pemeliharaan jalan melalui mekanisme road fund. Melalui mekanisme ini,
pengguna jalan yang notabene perusak jalan, karena menggunakan jalan
diberikan kesempatan untuk ikut mengawasai penyelenggaraan jalan melalui
mekanisme badan pemeliharaan jalan, yang anggotanya terdiri dari semua
stakeholder jalan. Pembiyaan dengan mode ini, menarik biaya pemeliharaan
jalan dari pengguna jalan melalui retribusi yang dikenakan baik pada pajak
Kendaraan Bermotor, Bahan Bakar Minyak dan lain sebagainya yang dpaat
dibuktikan sebagai pendapatan bagi sektor jalan. Memang konsep Road Fund,
dalam kaitannya dengan pilot project, idealnya dilakukan pada koridor pulau,
dan pulau bali merupakan contoh yang potensial untuk memberlakukan Road
Fund. Konsep Road Fund yang memberikan prinsip fee for service akan terus
diupayakan sebagai regulasi melalui koordinasi dengan Departemen Keuangan.

.b Investasi Jalan Bebas Hambatan dengan Sistem Tol

Jalan bebas hambatan dengan sistem tol yang merupakan alternatif dari jalan
umum non tol yang ada merupakan bagian dari jaringan jalan nasional, yang
dibiayai oleh pengguna jalan untuk mendapatkan kenyamanan sekaligus
pengurangan biaya operasi kendaraan (BOK). Setelah mulai tahun 1975
membangun jalan tol, telah dioperasikan sekitar 600 km jalan tol. Sejak tahun
2005, pemerintah telah melakukan komitmen untuk memprioritaskan
pembangunan infrastruktur melalui keterlibatan pihak swasta.
Tercatat sekitar 1.000 km Jalan tol akan dibangun termasuk di dalamnya Jalan
Tol yang sudah diaward pemenangnya akan tetapi belum financial close,
ataupun jalan tol yang sudah financial close akan tetapi terhambat
pembangunannya karena kebijakan pemerintah pada saat pasca krisis yang tidak
menyetujui pembangunan jalan tol untuk mencegah economy overheating.

Sejak tahun 2006 dalam ajang internasional yang disebut dengan Indonesia
infrastruktur Conference and Exhibition, pemerintah menyipkan 2 Model proyek
jalan tol, yang diharapkan akan menjadi model proyek, karena penyiapan jalan
tol tersebut harus berdasarkan best practices, termasuk didalamnya pembagian
resiko antara pemerintah dengan pihak swasta yang sampai saat ini masih terus
dipertajam. Sesuai dengan Undang-undang Jalan, model pembiayaan jalan tol
dapat penuh oleh ionvestor apabila secara ekonomi maupun finansial layak,
maka pemerintah dapat membiayai sebagian biaya investasi agar menjadi layak
bagi investor. Adapun dua model proyek jalan tol yang ditetapkan adalah
Proyek Jalan Tol Medan-Kualanamu dan proyek jalan tol Solo-Kertosono, yang
kebetulan keduanya belum layak secara financial dan untuk itu kontribusi
pemerintah berupa subsidi harus diberikan yang dianggarkan melalui APBN.

Masih berkaitan reformasi kelembagaan jalan tol, Badan Pengatur Jalan Tol yang
selain bertanggung jawab terhadap pengusahaan jalan tol, juga berfungsi ganda
sebagai Badan Layanan Umum yang bertugas melakukan ”bridging financing”
pembebasan lahan jalan tol dan saat ini dana yang tersedia untuk pembebasan
lahan pada BLU BPJT namun proses Pembebasan lahan (panitia pengadaan
lahan) tetap melalui Ditjen Bina Marga. Permasalahan yang dihadapi atas belum
lancarnya pemanfaatan BLU BPJT adalah keharusan BPJT untuk membayar
bunga atas penggunaan uang pembebasan lahan, yang otomatis nantinya
pertnggung jawab pembiayaannya akan dibebankan kepada investor jalan tol
dan adanya Surety Bond yang harus diberikan investor saat mengajukan dana
pembebasan tanah pada BLU.

Adapun prioritas percepatan saat ini adalah pembangunan jalan tol trans Java
dimulai dari Jakarta ke Surabaya. Beberapa pemikiran dalam pembangunan
Jalan Tol Jakarta – Surabaya antara lain dilaksanakan bersamaan menunjuk SPV
(Special Purpose Vehicle) terdiri dari gabungan SPV atau pemegang konsesi
jalan tol Jakarta – Surabaya, atau secara ”cluster” seperti cluster Jakarta – Solo
dan Solo – Surabaya, namun yang dedang berjalan pada saat ini ditangani
masing-masing ruas seperti diilustrasikan pada Gambar 2.

Gambar 2 : RENCANA JALAN TOL TRANS JAWA


scan

7. ARAH PENYELENGGARAAN JALAN

Direktorat Jenderal Bina Marga saat ini telah menyiapkan Medium Term
Expenditures Plan sebagai suatu master plan penyelenggaraan sektor jalan ke
depan termasuk penyertaan biaya dari pinjaman luar negeri.

Rencana pembangunan jalan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dengan


mengacu kepada rencana tata ruang dan mempertimbangkan aspek sosial
penyediaan sarana angkutan umum dan sekaligus aspek lingkungan, sebagai
sistem pengembangan terpadu mendukung ”quality of life” masyarakat secara
keseluruhan. Sumber pendanaan melalui Road Fund akan terus diupayakan
agar pemeliharaan jalan dapat efektif dan berkelanjutan.

Semakin jelas adanya kesulitan pemerintah untuk dapat memikul seluruh


pembiayaan dalam menyediakan penambahan ruas baru, sehingga upaya terus
dilakukan mendorong pelibatan peran serta swasta. Demikian pula manejemen
pemeliharaan jalan dan jembatan yang mantap dan berkesinambungan terus
dikembangkan agar jalan dan jembatan dapat memberi pelayanan yang handal.
Pilihan memanfaatkan bahan lokal dan upaya menumbuhkan inovasi produk-
produk baru Yang lebih kuat, awet, dan murah serta terjamin kesinambungan
penyediaannya terus didorong seperti melalui pemanfaatan asbuton ekstraksi,
beton semen maupun daur ulang.

Untuk melayani lalu-lintas antar-pulau dan melintasi sungai besar, terus


dikembangkan teknologi jembatan panjang antara lain cable-stay yang saat ini
diterapkan di jembatan Suramadu dan suspensi. Dalam pelaksanaan konstruksi
terus dikembangkan upaya menjamin kecepatan dan kualitas pelaksanaan
antara lain melalui penerapan kontrak tahun-jamak yang telah terbukti
menghemat waktu dan biaya.

Disamping itu, akan dikembangkan pula penerapan antara lain jaminan


pemeliharaan pekerjaan yang lebih lama misalnya 2 sampai 3 tahun, penerapan
kontrak design and build, dan penerapan performance based contract. Demikian
pula, penerapan sinkronisasi mengenai konfigurasi beban kendaraan truk dan
dimensi kendaraan agar sesuai dengan muatan sumbu terberat yang
direncanakan pada jaringan jalan, untuk menjamin umur jalan dan untuk
keselamatan pengguna jalan. Konsep ini telah mulai diterapkan dengan
mengatur tarif tol atas 5 golongan sesuai kontribusinya pada kinerja jalan
terutama terkait daya rusak dan pemanfaatab ulang.

Selain berfungsi sebagai prasarna transportasi, jalan juga berfungsi sebagai


sarana yang berfungsi memperindah dan memperkaya ruang terbuka hijau,
untuk itu, melengkapi jalan dengan gardu pandang dan tempat istirahat
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pariwisata Sebagai
penunjang kegiatan pariwisata.

8. PENUTUP

Dari realisasi investasi di bidang jalan sejauh ini, memang kinerja jaringan jalan
nasional masih perlu terus ditingkat untuk melayani masyarakat pengguna jalan.
Dengan akan meningkatnya alokasi anggaran untuk prasarfana jalan pada tahun
2008 – 2009, diharapkan kinerja jalan nasional pada akhir tahun anggaran 2009
dapat semakin handal, baik kondisi permukaan jalan maupun kapasitasnya.
Untuk itu diharapkan dukungan para pemangku kepentingan termasuh anggota
HPJI dan peserta KNTJ – 8 untuk secara kolektif berupaya mewujudkannya yang
pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai