Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dari dulu sampai sekarang, rumah sakit selain sebagai tempat berobat untuk peyakit yang
diklasifikasikan berat, rumah sakit juga menjadi tempat bersarangnya bibit penyakit, bibit
penyakit di rumah sakit bukan jenis bibit penyakit biasa, melainkan bibit penyakit yang sudah
resisten terhadap antiiotika, jenis kuman resisten seperti ini yang bercokol di pelosok ruangan
rumah sakit, bisa saja melekat di alat-alat pemeriksaan medis, alat-alat bantu medis, alat-alat
bedah, serta perlengkapan rumah sakit lainnya yang mungkin lolos dari prosedur sanitasi dan
sterilisasi.
Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang
berisiko mendapat infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien
kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun
dari petugas kepada pasien.
Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting untuk mahasiswa kesehatan yang
nantinya akan menjadi petugas di Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya merupakan sarana
umum yang rawan untuk terjadi infeksi. Cara penanggulangan dalam penularan infeksi di Rumah
Sakit, dan upaya pencegahan infeksi adalah hal yang harus diperhatikan dalam mengatasi infeksi
nosokomial. Namun selain itu, alat medis yang menjadi salah satu faktor penting yang sangat
berpengaruh dalam penularan infeksi tersebut. Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas
pengaruh alat medis terhadap penyebaran infeksi nosokomial. Untuk seorang petugas kesehatan,
kemampuan dalam penggunaan alat medis memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan,
karena mencakup setiap aspek penanganan pasien, sehingga petugas harus sangat berhati-hati
dalam penggunaannya.

1
B. Tujuan Penulisan

1. Apa pengertian dari infeksi nosokomial ?


2. Bagaimana cara penyebaran infeksi nosokomial ?
3. Alat apa saja yang dapat menyebabkan infeksi ini ?
4. Organisme apa saja yang menyebabkan infeksi ini?
5. Gejala apa saja yang ditimbulkan infeksi ini?
6. Bagaimanakah cara mencegah dan pengendaliannya?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui tentang infeksi nosokomial.


2. Untuk mengetahui penyebaran infeksi nosokomial.
3. Untuk mengetahui alat yang mempengaruhi penyebaran infeksi nosokomial.
4. Untuk mengetahui penyakit atau infeksi yang dipengaruhi alat medis serta organisme
penyebabnya.
5. Untuk mengetahui gejala–gejala yang ditimbulkan infeksi nosokomial.
6. Untuk mengetahui cara pencegahan penularan dan pengendalian infeksi nosokomial.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi yang berkaitan
dengan penyebaran infeksi nisokomial tentang dampak penggunaan alat medis dan penyebaran
infeksi nosokomial. Sebab, alat medis sangat berpengaruh terhadap penyebaran infeksi
nosokomial.

2
E. Ruang Lingkup
Masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah berkaitan dengan
pengertian infeksi nosokomial, cara penyebarannya, alat-alat yang berpengaruh terhadap
penyebaran infeksi nosokomial, penyaki-penyakit atau infeksi yang dipengaruhi oleh alat medis,
organisme penyebab, cara penyebarannya, serta upaya-upaya yang dilakukan dalam mencegah
penyebaran infeksi nosokomial.

F. Metode Penelitian
Penyusunan makalah ini disusun dengan menggunakan metode studi pustaka dan
browsing di internet.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Infeksi Nosokomial


Infeksi adalah Adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu
gejala klinis baik lokal maupun sistemik.Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut di rawat
di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat disebut infeksi
nosokomial.
Infeksi Nosokomial, berasal dari kata yunani nosos (penyakit) dan komeion (merawat)
nosocomion berarti”Rumah Sakit” jadi infeksi nosokomial ialah infeksi yang di peroleh selama
dalam perawatan di rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya timbul ketika, pasien di rawat 3 x
24 jam di rumah sakit dan infeksi ini sangat sulit diatasi karena di timbulka oleh mikroorganisme
dan bakteri. Infeksi di rumah sakit ini juga dinamakan disebut juga sebagai ”Health-care
Associated Infections” atau ”Hospital-Acquired Infections (HAIs)”, infeksi nosokomial ini
merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak lagsung
kematian pasien, kalaupun tak berakibat kematian, infeksi yang bisa terjadi melalui penularan
antar pasien, bisa terjadi dari pasien ke pengunjung atau petugas rumah sakit dan dari petugas
rumah sakit ke pasien, hal ini mengakibatkan pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus
membayar biaya rumah sakit lebih banyak.

B. Epidemiologi Infeksi Nosokomial


Epidemologi adalah telah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dan
penyebaran penyakit pada sekelompok orang. Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia
dengan kejadian terbanyak di Negara termiskin dan Negara yang sedang berkembang karena
penyakit-penyakit infeksi masih menjadi masalah utama yang masih sulit untuk di atasi.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7 % dari 55 rumah
sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur-Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik masih
menunjukkan adanya infeksi nosokomial dan yang terbanyak terjadi di Asia Tenggara dengan
Prosentase 10 %.

4
Tiga faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi (termasuk infeksi yang di peroleh dari Rumah
Sakit yakni Infeksi Nosokomial) :
1. Sumber Mikroorganisme yang dapat menmbulkan infeksi.
2. Rute penyebaran mikroorganisme tersebut.
3. Inang yang rentan terhadap infeksi oleh mikroorganisme tersebut.

C. Skema Penularan Nosokomial


Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab, yang ada pada sumber. Kuman keluar
dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu masuk ke tempat
tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi (terutama
Odha yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit
‘tambahan’. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan meneruskan rantai
penularan lagi.

D. Sumber Infeksi Nosokomial


Sumber yang paling vital dan sebagai penyebab utama dari infeksi nosokomial adalah
mikroorganisme.Bermacam-macam mikroorganisme yang bisa menyebabkan infeksi ini yang
biasanya terjadi di rumah sakit dan sebagian besar terdapat dalam tubuh inang manusia yang
sehat,seperti, Escherichia Coli, Klebsiella pneumonia, Candica albicans, Staphylococus
aureus, Serratia marcescens, Proteus mirabilis, Dan beberapa Actinomyces spp.
Mikroorganisme penyebab infeksi disebabkan oleh perubahan resistensi inang dan modifikasi
mikrobiota inang, bila ketahanan tubuh pasien rendah akibat luka berat, operasi,maka pathogen
dapat berkembang biak dan menyebabkan sakit.

5
Tabel Bakteri Penyebab Infeksi:
Tempat Infeksi Bakteri

Sal. Cerna e. coli, salmonella, shigella compylobacter

Sal. pernapasan atas h. influenzae, s. pyogenes, s. pneumoniae

Sal. pernapasan bawah s. pneumoniae, p. aeroginosa, k. pneumoniae,


l. Pneumophila

Septikemi e. coli, p. aeroginosa, s. Auerus

Luka bakar p. aeroginosa, e. coli, s. aureus pyogenes

Luka s. aureus, s. epidermidis, klebsiella


bacteroides, p. mirabilis marcescens

Sal. Kemih e. coli, p. aeruginosa, proteus aerogenes, s.


marcescens, klebsiella, s. Faecalis

Menurut Setyawati (2002), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya


infeksi nosokomial antara lain :

1. Kuman penyakit (jumlah dan jenis kuman, lama kontak dan virulensi)
2. Sumber infeksi
3. Perantara atau pembawa kuman,
4. Tempat masuk kuman pada hospes baru,
5. Daya tahan tubuh hospes baru,
6. Keadaan rumah sakit meliputi; Prosedur kerja, alat, hygene, kebersihan, jumlah pasien dan
konstruksi rumah sakit,
7. Pemakaian antibiotik yang irasional,
8. Pemakaian obat seperti imunosupresi, kortikosteroid, dan sitostatika, tindakan invasif dan
instrumentasi,
9. Berat penyakit yang diderita

6
E. Gejala-gejala Infeksi Nosokomial :

a. Demam
b. Bernapas cepat,
c. Kebingungan mental,
d. Tekanan darah rendah,
e. Dikurangi urine output, Pasien dengan urinary tract infection Mei ada rasa sakit
f. Ketika kencing dan darah dalam air seni
g. Tinggi sel darah putih dihitung.
h. Radang paru-paru mungkin termasuk kesulitan bernapas dan ketidak mampuan untuk
batuk.
i. Infeksi diterjemahkan: pembengkakan, kemerahan, dan kesakitan pada kulit atau luka di
sekitar bedah atau luka.

F. Faktor Penyebab perkembangan infeksi nosokomial


A. Agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama dirawat di rumah sakit.
Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala
klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial.
Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:

1. Karakteristik mikroorganisme
2. Resistensi terhadap zat-zat antibiotika
3. Tingkat virulensi, dan
4. Banyaknya materi infeksius.

Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan
infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang
lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous
infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor
eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-
bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan

7
oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau
jarang menyebabkan penyakit pada orang normal.

B. Respon dan toleransi tubuh pasien


Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal
ini adalah:

1. Usia
2. Status imunitas penderita
3. Penyakit yang diderita
4. Obesitas dan malnutrisi
5. Orang yang menggunakan obat-obatan
6. Imunosupresan dan steroid
7. Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.

Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi
kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia,
leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan
toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan
yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya
prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan
tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.

C. Infeksi melalui kontak langsung dan tidak langsung


Infeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung dengan penyebab
infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju, seperti golongan
staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena dan jarum suntik,
hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen kedokteran, makanan yang tidak steril, tidak dimasak
dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan terjadinya infeksi silang.

8
d. Resistensi antibiotika
Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun 1950-1970,
banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun
juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan dari antibiotika.
Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat
meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien yang immunocompromised. Resitensi
dari bakteri ditransmisikan antar pasien dan faktor resistensinya dipindahkan antara bakteri.
Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan multiplikasi dan penyebaran
strain yang resisten. Penyebab utamanya karena:

1. Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol


2. Dosis antibiotika yang tidak optimal
3. Terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat
4. Kesalahan diagnose

Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten
terhadap antibiotika mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap obat-obatan
tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor
utama terjadinya resistensi. Banyak strain dari pneumococci, staphylococci, enterococci, dan
tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibiotika, begitu juga klebsiella dan pseudomonas
aeruginosa juga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negara-
negara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia.
Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit,
serta menjadi sangat penting karena meningkatnya jumlah penderita yang dirawat, seringnya
imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur, mikororganisme yang baru
(mutasi), dan Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika.
e. Faktor alat
Infeksi nosokomial sering disebabkan karena infeksi dari kateter urin, infeksi jarum
infus,jarum suntik, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia.
Selain itu pemakaian infus dan kateter urin yang lama tidak diganti-ganti, juga menjadi penyebab
utamanya. Di ruang penyakit, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus.

9
Ada berbagai komplikasi kanulasi intravena yang berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi.
Komplikasi tersebut berupa:

1. Ekstravasasi infiltrate : Cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula


2. Penyumbatan : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat dideteksi
adanya gangguan lain
3. Flebitis : Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena
4. Trombosis : Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena

yang menghambat aliran infuse

5. Kolonisasi kanul : Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula
yang ada dalam pembuluh dara
6. Septikemia : Bila kuman menyebar hematogen dari kanul
7. Supurasi : Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanula

Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu: jenis
kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam,
kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan infus
yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan mikroorganisme,
peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada
kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan
bakteremia.
Berikut ini adalah beberapa alat yang sering menjadi media transmisi dalam penyebaran
infeksi nosokomial :
a. Kateter
Kateter adalah sebuah pipa yang kosong yang terbuat dari logam, gelas, karet, plastik, yang
cara penggunaannya adalah dimasukkan kedalam rongga tubuh melalui saluran.
Kateter dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Katetera adalah kateter yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah vena.
Kegunaan : berlaku sebagai vena tambahan untuk pangobatan dalam jangka lama yang lebih dari
48jam.Kateter ini terbuat dari bahan TEFLON dan plastic PVC.

10
b. Non kateter
a. Nelaton Catheter
Kateter yang dimasukkan dalam uretra yang berfungsi supaya mempermudah kencing.
b. Balloon Catheter
Disebut juga Folley Catheter
Kegunaan :Untuk pengambilan air kencing dalam system tertutup, bebas dari udara dan
polusi disekitarnya. Biasanya dihubungkan dengan suatu urinovolumeter dan
suatu urine untuk keperluan pemeriksaan klinis.
c. Oxygen Catheter
Kateter yang digunakan untuk mengalirkan gas oxygen ke dalam lubang hidung.
d. Stomach Tube/Maag Sonde
Kegunaan :Untuk mengumpulkan getah lambung
Untuk membilas atau mencuci isi perut
Untuk pemberian obat-obatan.
e. Feeding Tube
Digunakan sebagai jalan memasukkan cairan makanan melalui tube yang dimasukkan
dalam hidung atau mulut.
f. Rectal Tube/Flatus Buis
Kegunaan : Untuk mengeluarkan gas-gas dari usus.
Untuk membersihkan rectum.
g. Biasanya ujung yang satu dimasukkan ke dalam anus, dan satunyan dihubungkan dengan
alat Glycerin – spuit.
h. Suction Catheter/Mucus Extractor
Kegunaan :Untuk menyedot lendir dari trachea bayi yang baru lahir.
Untuk menyedot cairan amniotik.
i. Kondom Catheter
Adalah alat yang digunakan untuk menghubungkan penis dengan urine bag melalui ujung
tube-nya, terutama pada pasien yang suka kencing dengan tidak sadar.
b. Jarum Suntik
Jarum suntik atau Injection Needles adalah alat yang digunakan untuk menyuntik, dan
tentunya digabung dengan alat suntik (spuit).

11
G. Penyakit Akibat Pengaruh Alat Medis
1. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi ini merupakan kejadian tersering, infeksinya dihubungkan dengan penggunaan
kateter urin. Walaupun tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya
bakteremia dan mengakibatkan kematian. Infeksi yang terjadi lebih awal lebih
disebabkan karena mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi yang terjadi setelah
beberapa waktu yang lama biasanya karena mikroorganisme eksogen.
2. Pneumonia Nosokomial
Pneumonia nosokomial dapat muncul, terutama pasien yang menggunakan ventilator,
tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi.
3. Bakteremi Nosokomial
Infeksi ini berisiko tinggi. Karena dapat menyebabkan kematian.
4. Tuberkulosis
Organisme penyebab infeksi : Mycobacterium tuberculose
5. Diarrhea dan gastroenteritis
6. Infeksi pembuluh darah
Penyebarannya melalui infus, kateter jantung dan suntikan.
7. Dipteri, tetanus dan pertusis

H. Sejarah Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit


Pada 1847, seorang dokter bernama Ignaz Semmelweis bekerja di bagian kebidanan di
sebuah rumah sakit di Vienna, Austria. Semmelweis mengamati bahwa angka kematian di antara
ibu di bangsal yang dilayani oleh mahasiswa kedokteran tiga kali lebih tinggi dibandingkan
bangsal yang dilayani oleh bidan. Semmelweis mendalilkan bahwa hal ini terjadi karena
mahasiswa langsung ke bangsal kebidanan setelah belajar otopsi (bedah mayat), dan membawa
infeksi dari mayat ke ibu yang melahirkan. Dia memerintahkan dokter dan mahasiswa untuk
mencuci tangannya dengan larutan klorin sebelum memeriksakan ibu tersebut. Setelah aturan ini
diterapkan, angka kematian menurun menjadi serupa dengan bangsal yang dilayani oleh bidan.
Dengan masalah infeksi nosokomial menjadi semakin jelas, dicari kebijakan baru untuk
menguranginya. Solusi pertama pada 1877 adalah mendirikan rumah sakit khusus untuk penyakit
menular. Pengenalan sarung tangan lateks pada 1887 membantu mengurangi penularan. Tetapi

12
dengan peningkatan mortalitas (angka kematian) di 1960-an, Departemen Kesehatan di AS pada
1970 mengeluarkan kebijakan untuk mengisolasikan semua pasien yang diketahui tertular infeksi
menular. Namun kebijakan ini kurang berhasil serta menimbulkan banyak masalah lain.
Perhatian pada masalah ini menjadi semakin tinggi dengan munculnya HIV pada 1985,
kebijakan kewaspadaan universal dikenalkan pada 1985.
Menurut definisi Centers for Disease Control (CDC), kewaspadaan Universal (Universal
Prcautions) merupakan suatu pedoman yang ditetapkan untuk mencegah penyebaran dari
berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan rumah sakit maupun sarana
pelayanan kesehatan lainnya. Konsep yang dianut adalah bahwa semua darah dan cairan tubuh
tertentu harus dikelola sebagai sumber yang dapat menularkan HIV, HBV, dan berbagai penyakit
lain yang ditularkan melalui darah. Bentuk kewaspadaan universal untuk meminimalisasi
resiko infeksi nosokomial ini antara lain :
Seluruh petugas kesehatan harus rutin menggunakan sarana yang dapat mencegah kontak
kulit dan selaput lendir dengan darah atau cairan tubuh lainnya dari setiap pasien yang dilayani.
Detail tindakan antara lain

a) Menggunakan sarung tangan apabila menyentuh darah atau cairan tubuh, selaput lendir
atau kulit yang tidak utuh; mengelola berbagai peralatan dan sarana kesehatan/kedokteran yang
tercemar darah atau cairan tubuh; mengerjakan fungsi vena atau segala prosedur yang
menyangkut pembuluh darah,
b) Sarung tangan harus selalu diganti setiap selesai kontak dengan pasien.
c) Menggunakan masker saat mengerjakan prosedur yang beresiko kontak darah atau cairan tubuh
untuk mencegah terpaparnya selaput lendir pada mulut, hidung dan mata,
d) Memakai jubah khusus selama melaksanakan tindakan yang mungkin akan menimbulkan
cipratan darah atau cairan tubuh lainnya.
e) Tangan dan bagian tubuh lainnya harus segera dicuci bersih mungkin bila terkontaminasi
darah dan cairan tubuh lainnya. Setiap usai melepas sarung tangan harus segera mencuci tangan.
f) Seluruh petugas harus selalu waspada terhadap kemungkinan tertusuk jarum, pisau dan
benda atau alat tajam lainnya selama pelaksanaan tindakan, saat mencuci peralatan, membuang
sampah, atau ketika membenahi peralatan setelah berlangsungnya prosedur atau tindakan.

13
Sterilisasi dan Desinfeksi
Sterilisasi dilakukan untuk membunuh atau memisahkan semua mikroorganisme.
Sedangkan teknik sterilisasi antara lain sterilisasi dengan pemanasan, baik pemanasan basah
dengan autoclave dan pemanasan kering dengan pemijaran dan udara panas.
Berbeda dengan sterilisasi, desinfeksi merupakan suatu proses kimiawi atau fisika
dimana bahan patogenik atau mikroba penyebab penyakit dihancurkan dengan suatu desinfektan
dan antiseptik. Sedangkan desinfektan adalah zat yang bebas dari infeksi yang umumnya berupa
zat kimia yang dapat membunuh kuman penyakit atau mikroorganisme berbahaya,
menginaktifkan virus. Sementara pengertian antiseptik merupakan zat yang dapat membunuh
atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam jaringan hidup.
Terkait dengan proses diatas, menurut Pedoman Penanggulangan SARS Nasional (2003),
terdapat juga pengertian dekontaminasiyaitu satu tahap perlakuan yang harus dilakukan sebelum
instrumen dikirim ke bagian sterilsasi. Langkah dekontaminasi berupa prosesing alat dan sarung
tangan yang kotor (telah kontak dengan darah atau cairan tubuh), untuk dilakukan proses
perendaman dalam larutan klorin 0.5 % selama 10 menit. Tindakan ini akan mematikan berbagai
virus sehingga aman untuk ditangani oleh petugas pencuci. Sterilisasi atau desinfeksi tingkat
tinggi dilakukan setelah dekontaminasi dan pencucian selesai dilakukan.

I. Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial


Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi,
monitoring dan program yang termasuk:

1. Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan
penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
2. Mengontrol resiko penularan dan lingkungan.
3. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan
vaksinasi.
4. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasive
5. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.

14
Cara pencegahan infeksi Nosokomial yaitu :
a. Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melaiui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari
tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, Karena banyaknya
alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan
mengenai pentingnya hal ini, clan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan
sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien
dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah : memakai sarung tangan ketika
akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa
dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, clan segera mencuci tangan setelah melepas
sarung tangan.

b. Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit


Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan di
negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung atau keduanya yang dipakai
berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak penting (misalnya penyuntikan
antibiotika).Tujuannya untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka
diperlukan:

1. Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan


2. Pergunakan jarum steril
3. Penggunaan alat suntik yang disposable.
Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitupun
dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan masker saat
keluar dari kamar penderita.
Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses
maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka
atau terkena benda yang kotor, sanrung tangan harus segera diganti
Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan
suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.

15
c. Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih
dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari
kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk
membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat
medis yang telah dipakai berkalikali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya
pemakaian penyaring udara, terutama bagi pendenita dengan status imun yang rendah atau bagi
penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara
yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu,
rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan
serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit
dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk
mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi
disinfektan.
Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi yang
dipakai adalah
1. Mempunyai kriteria mernbunuh kuman
2. Mempunyai efek sebagai detergen
3. Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.
4. Tidak sulit digunakan
5. Tidak mudah menguap
6. Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun pasien
7. Efektif
8. Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak

d. Perbaiki ketahanan tubuh


Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang
secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan
tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad

16
renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna
manusia.
Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan
jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam
mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian
bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus
menggunakan antibiotika.
e. Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu permisahan
pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui
udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan
yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi
rendah seperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar
dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang
isolasi juga sangat penting.
Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar sebaiknya
satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan
penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama
mereka menderita penyakit yang sama.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang timbul ketika di rumah sakit. Infeksi ini dapat
menular melalui alat medis dan menyerang pasien maupun tenaga medis.
2. Ada 6 komponen dalam penyebaran infeksi nosokomial, yaitu penyebab infeksi, sumber,
tempat keluar, cara penularan, tempat masuk, dan penjamu rentan.
3. Alat-alat medis yang biasanya menjadi media transmisi adalah kateter, jarum suntik, dan
alat–alat untuk mengambil atau memberikan darah atau cairan.
4. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan karena penggunaan alat medis adalah infeksi
saluran kemih, pneumonia nosokomial, bakteremi nosokomial, tuberkulosis, diarrhea dan
gastroenteritis, infeksi pembuluh darah, dipteri, tetanus dan pertusis.
5. Cara mencegah penularan infeksi nosokomial melalui alat, yaitu dengan cara
mensterilkan alat-alat secara baik dan benar.
B. Saran

1. Sterilkan alat dengan benar sesuai dengan prosedur.


2. Jagalah alat dari kontaminasi lingkungan sekitar.
3. Tangani dengan benar limbah rumah sakit.

18
DAFTAR PUSTAKA

Setyawati, L.2002.Infeksi Nosokomial, Kumpulan Bahan Kuliah Higiene Industri. UGM

Depkes.2003.Pedoman PelaksanaanKewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan.


Kurniadi,H.1993.Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial di RS Mitra Keluarga Jakarta, Cermin
Dunia Kedokteran No. 82 tahun 1993.
Sjamsuhidayat & De Jong (2004) Buku ajar Ilmu Bedah, EGC: Jakarta
www.infeksi.com
www.depkes.com

19

Anda mungkin juga menyukai