Anda di halaman 1dari 2

Badan Layannan Umum Dapat Menggunakan Surplus Anggarannya Untuk Kepentingan Badan

Layannan Umum Tersebut.

Dalam pasal 29 PP 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum disebutkan

bahwa “Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas

perintah Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya,

disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan mempertimbangkan

posisi likuiditas BLU”. Surplus anggaran BLU yang dimaksud disini adalah selisih lebih antara

pendapatan dengan belanja BLU yang dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional

berbasis akrual pada suatu periode anggaran. Surplus tersebut diestimasikan dalam RBA tahun

anggaran berikut untuk disetujui penggunaannya.

Padahal, sesuai dengan pasal 3 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, disebutkan

bahwa “Surplus penerimaan/negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran

negara/daerah tahun anggaran berikutnya”. Selanjutnya pada ayat berikutnya dijelaskan

“Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) untuk

membentuk dana cadangan atau penyertaan Perusahaan Negara/Daerah harus memperoleh

persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD”. Berdasarkan ketentuan ini dapat diketahui bahwa

kaidah perlakuan surplus adalah dimanfaatkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Peruntukan lain terhadap surplus anggaran ini harus memperoleh persetujuan DPR/DPRD.

Perbandingan kedua aturan yang mengatur surplus anggaran ini menunjukkan bahwa BLU

memiliki daya tawar keuangan yang lebih tinggi dibandingkan Perusahaan Negara/Daerah.
Solusi untuk masalah ini sebenarnya agak susah karena ada dua hal yang bisa diajukan

sebagai argumen dalam mempertahankan pendapat mengenai aturan mana yang harus dipakai.

Argumen tersebut adalah :

a) Menurut pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan aturan yang seharusnya dipakai adalah aturan mengenai surplus yang ada di UU

No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hal ini disebabkan karena peraturan yang

berada lebih rendah dalam hirarki tidak boleh bertentangan dengan peraturan hukum yang

lebih tinggi.

b) Akan tetapi, mengingat adanya asas lex specialis derogat lex generalisdimana apabila ada

aturan yang lebih khusus, maka aturan tersebut mengesampingkan aturan yang bersifat

umum, maka aturan mengenai surplus yang harus dipakai adalah aturan khusus yang

mengatur tentang BLU yaitu PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan

Umum.

Sebenarnya permasalahan seperti di atas tidak perlu terjadi apabila pembuat-pembuat keputusan

lebih banyak melakukan pencarian referensi dalam menyusun peraturan, sehingga di kemudian

hari tidak diharapkan terjadi lagi pertentangan seperti ini. Pertentangan seperti ini tentu akan

merugikan bagi level-level pelaksana peraturan dikarenakan adanya kebingungan dalam memilih

aturan mana yang harus dipakai.

Anda mungkin juga menyukai