Astri Yuliya Kista Bartolini
Astri Yuliya Kista Bartolini
PENDAHULUAN
Kista bartholini adalah salah satu bentuk tumor kistik (berisi cairan)
pada vulva. Kista bartholini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya
sumbatan pada duktus kelenjar bartholini, yang menyebabkan retensi dan
dilatasi kistik. Dimana isi di dalam kista ini dapat berupa nanah yang dapat
kel;uar melalui duktus atau bila tersumbat mengumpul di dalam menjadi
abses. Kista bartholini ini merupakan masalah pada wanita usia subur,
kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1
dalam 50 wanita akan mengalami kista bartholini atau abses dalam hidup
mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati.
Kista bartholini bisa tumbuh dari ukuran seperti kacang polong menjadi
besar dengan ukuran seperti telur.2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Kelenjar bartholini merupakan salah satu organ genetalia eksterna,
kelenjar bartholini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah
berbentuk bundar, dan berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibuli. Saluran
keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat diantara labium
minus pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolog dengan glandula
bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktucoitus dan
mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan
vagina di bagian caudal. Kelenjar bartholini diperdarahi oleh arteri bulbi
vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendi dan nervus hemoroidal
inferior.1,2
Kelenjar bartholini terletak postolateral dari vertibulum arah jam
4 & 8. Kelenjar bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektildari bulbus,
jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan
kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai
lubrikan. Drainase pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira – kira 2
cm yang terbuka ke arah orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya
kelenjar bartholini tidak teraba pada pemeriksaan palpasi.1,2,3
2.8 PATOFISIOLOGI
Kista bartholini terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat,
sehingga menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan.
Sumbatan ini biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan
nonspesifik atau trauma. Kista bartholini dengan diameter 1 – 3 cm seringkali
asimptomatik. Sedangkan kista yang berukuran lebih besar, kadang
menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses bartholini merupakan akibat dari
infeksi primer dsari kelenjar, atau kista yang terinfeksi.2,3,5
Gambar : Patofisiologi Kista Bartholini
2.9 DIAGNOSA
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung
suatu diagnosis. Pada anamnesis dinyatakan tentang gejala seperti panas,
gatal, sudah berapa lama gejala berlangsung, kapan mulai muncul, apakah
pernah berganti pasangan seks, keluhan saat berhubungan, riwayat penyakit
menular sebelumnya, riwayat penyakit kelamin pada keluarga.6
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu
diagnosis. Pada anamnesis ditanyakan tentang gejala seperti :
Panas
Gatal
Sudah berapa lama gejala berlangsung
Kapan mulai muncul
Faktor yang memperberat gejala
Apakah pernah berganti pasangan seks
Keluhan saat berhubungan
Riwayat penyakit menular seks sebelumnya
Riwayat penyakit kulit dalam keluarga
Riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin
Riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi
Riwayat pengobatan sebelumnya
2.11 PENATALAKSANAAN
Tujuan penanganan kista bartholini adalah memelihara dan
mengembalikan fungsi dari kelenjar bartholini. Metode penanganan kista
bartholini yaitu :
Tindakan Operatif
a. Insisi dan drainase abses
Tindakan ini dilakukan bila terjadi symptomatic Bartholin’ gland
abcesse.
Sering terjadi rekurensi.
Cara :
Disinfeksi abses dengan betadine
Dilakukan anestesi lokal (khlor etil)
Insisi abses dengan skapel pada titik maksimum fluktuasi
Dilakukan penjahitan
c. Marsupialisasi
Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda –
tanda abses akut. Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian
anestesi lokal, dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu
dibuat insisi vertikal pada vestibular melewati bagian tengah kista dan
bagian luar dari hymenal ring. Insisi dapat dibuat sepanjang 1,5 hingga
3 cm, bergantung pada besarnya kista.
Banyak literatur menyebutkan tindakan marsupialisasi hanya
digunakan pada kista bartholini. Namun sekarang digunakan juga untuk
abses kelenjar bartholini karena memberi hasil yang sama efektifnya.
Marsupialisasi adalah suatu tehnik membuat muara saluran kelenjar
bartholini yang baru sebagai alternatif lain pasangan word kateter.
Komplikasi berupa dispareumi, hematoma, infeksi.
Indikasi : Kista bartholini kronik dan berulang
Keuntungan :
Komplikasi < dari ekstirpasi
Fungsi lubrikasi dipertahankan
Kerugian : Rekurensi 10 – 15% karena penutupan dan fibrosis orifisium
Cara :
Desinfeksi dinding kista sampai labia dengan menggunakan
betadine
Dilakukan lokal anestesi dengan menggunakan lidokain 1%
Dibuat insisi vertikal pada kulit labium sedalam 0,5 cm (insisi
sampai diantara jaringan kulit dan kista / abses) pada sebelah
lateral dan sejajar dengan dasar selaput himen
Dilakukan insisi pada kista dan dinding kista dijepit dengan
klem pada 4 sisi, sehingga rongga kista terbuka dan kemudian
dinding kista diirigasi dengan cairan salin
Dinding kista dijahit dengan kulit labium dengan traumatik
catgut. Jika memungkinkan muara baru dibuat sebesar mungkin
(masuk 2 jari tangan), dan dalam waktu 1 minggu muara baru
akan mengecil separuhnya, dan dalam waktu 4 minggu muara
baru akan mempunyai ukuran sama dengan muara saluran
kelenjar bartholini sesungguhnya.
Setelah kista diinsisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat
diirigasi dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan
hemostat. Dinding kista ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada dinding
vestibular mukosa dengan jahitan interrupted menggunakan benang
absorbable 2 – 0,18. Kista bartholini setelah marsupialisasi adalah sekitar
5 – 10%.
e. Eksisi (Bartholinectomy)
Indikasi :
Abses / kista persisten
Abses / kista rekuren
Terdapat indurasi pada basal kista yang sulit dicapai dengan
marsupialisasi
Kista pada usia > 40 tahun (dapat menjadi ganas)
Keuntungan : kecil kemungkinan rekuren
Kerugian / komplikas :
Perdarahan (a. Pudenda)
Hematoma
Selulitis
Pembentukan scar yang nyeri
Sisa jaringan kista yang tidak terangkat sepenuhnya → rekuren
Fungsi lubrikasi (-)
Eksisi dilakukan jika terjadi rekurensi berulang. Sebaiknya
tindakan ini dilakukan dikamar operasi oleh karena biasanya akan
terjadi perdarahan yang banyak yang berasal dari plexus venosus bulbus
vestibuli, dan pernah dilaporkan terjadinya septik syok pasca tindakan.
Komplikasi lain adalah selulitis dan dyspareuni.
Eksisi dari kelenjar bartholini dapat dipertimbangkan pada pasien yang
tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan
saat tidak ada infeksi aktif. Eksisi kista bartholini karena memiliki
resiko perdarahan, maka sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan
menggunakan anestesi umum.
Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi
kulit terbentuk insisi kulit terbentuk linear yang memanjang sesuai
ukuran kista pada vestibulum deket ujung medial labia minora dan
sekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal ring hati – hati saat
melakukan insisi kulit agar tidak mengenai dinding kista. Struktur
vaskuler terbesar yang memberi supply pada kista terletak pada bagian
posterosuperior kista. Karena alasan ini, diseksi harus dimulai pada
bagian bawah kista dan mengarah ke superior. Bagian inferomedial
kista dipisahkan secara tumpul dan tajam di jaringan sekitar. Alur
diseksi harus dibuat dekat dengan dinding kista untuk menghindari
perdarahan plexus vena dan vestibular bulb dan untuk menghindari
trauma pada rectum.
Gambar : Diseksi Kista
Diseksi Kista
Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskularisasi
utama dari kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat. Lalu
dipotong dan diligasi menggunakan benang chromic atau benang
delayed absorbable 3 – 0.
2. Pengobatan Medikamentosa
Antibiotik sebagai terapi emperik untuk pengobatan menular seksual
biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonoccal dan chlamydia.
Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan ninsisi dan
drainase. Beberapa antibiotik yang digunakan dalam pengobatan:
a. Infeksi Neisseria gonorrhea
Cefixim 400 mg oralo
Olfoxacin 400 mg single dose
Cefriaxone 200 mg i.m
Cefriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad
spectrum terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah
terhadap bakteri gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap
bakteri resisten. Dengan mengikat pada satu atau lebih penicilin-
binding protein, akan menghambat sintesis dari dinding sel bakteri dan
menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM
sebagai single dose.4,5
Ciprofloxacin 500 mg sigle dose
Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik
tipe bakterisida yang menghambat sintesi DNA bakteri dan, oleh sebab
itu akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-
grayse pada bakteri. Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari.
b. Infeksi Chlamidia trachomatis
Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari selama 7 hari, po
Doxycycline 2 x 100 mg/hari selama 7 hari, po
Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara
berikatan dengan 30S dan 50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasi
untuk Ctra chomatis. Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari
selama 7 hari.
c. Infeksi Escherichia coli
Ciprofloxacin 500 mg single dose
Ofloxacin 400 mg single dose
Cefixim 400 mg oral
d. Infeksi Staphylococcus dan Streptococcus
Penisilin G prokain injeksi 1,6 – 1,2 juta IU im, 1 – 2 x hari
Ampisilin 250 – 500 mg/dosis 4x/hari, po
Amoxixillin 250 – 500 mg/dosis, 3x/hari, po
2.12 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebris, tes laboraturium darah
tidak diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista.
Kultur bakteri dapat bermanfaat dalam menentukan kuman dan pengobatan
yang tepat bagi abses bartholini.2,6
2.13 KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling umum dari abses bartholini adalah
kekambuhan
Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fascitis setelah
dilakukan drainase abses
Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati
Timbul jaringan parut
2.14 PENCEGAHAN
Tidak ada cara untuk mencegah kista bartholini namun seks yang
aman khususnya menggunakan kondom dan menjaga kebersihan yang baik
dapat membantu mencegah infeksi kista dan pembentukan abses.
2.15 PROGNOSIS
Jika abses dengan didrainase dengan baik dan kekambuhan
dicegah, prognosisnya baik. Tingkaty kekambuhan umumnya dilaporkan
kurang dari 20 %.
BAB III
KESIMPULAN
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang
terbentuk dibawah kulit atau suatu tempat didalam tubuh. Kista kelenjar bartholini
terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar bartholini bisa tersumbar
karena berbagain alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasii jangka panjang.
Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan
melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar
membengkan dan membentuk suatu kista. Suatu abses bila terjadi suatu kista
menjadi terinfeksi.
Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak
nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada
daerah vulva. Jika kita terinfeksi, gejala klinik berupa:
Dapat terjadi ruptur spontan (nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan
timbulnya discharge).2,3