Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelenjar Bartholini merupakan salah satu organ genitalia eksterna,


kelenjar bartholini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah
berbentuk bundar, berukuran sebesar kacang dan berada di sebelah dorsal
dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah
yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi hymen. Kelenjar ini
tertekan pada waktu koitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi
atau melicinkan permukaan vagina di bagian kaudal.1

Kelenjar Bartholini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti


infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini
mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain
dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak
dan membentuk satu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.2

Kista bartholini adalah salah satu bentuk tumor kistik (berisi cairan)
pada vulva. Kista bartholini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya
sumbatan pada duktus kelenjar bartholini, yang menyebabkan retensi dan
dilatasi kistik. Dimana isi di dalam kista ini dapat berupa nanah yang dapat
kel;uar melalui duktus atau bila tersumbat mengumpul di dalam menjadi
abses. Kista bartholini ini merupakan masalah pada wanita usia subur,
kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1
dalam 50 wanita akan mengalami kista bartholini atau abses dalam hidup
mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati.
Kista bartholini bisa tumbuh dari ukuran seperti kacang polong menjadi
besar dengan ukuran seperti telur.2,3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
Kelenjar bartholini merupakan salah satu organ genetalia eksterna,
kelenjar bartholini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah
berbentuk bundar, dan berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibuli. Saluran
keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat diantara labium
minus pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolog dengan glandula
bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktucoitus dan
mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan
vagina di bagian caudal. Kelenjar bartholini diperdarahi oleh arteri bulbi
vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendi dan nervus hemoroidal
inferior.1,2
Kelenjar bartholini terletak postolateral dari vertibulum arah jam
4 & 8. Kelenjar bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektildari bulbus,
jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan
kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai
lubrikan. Drainase pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira – kira 2
cm yang terbuka ke arah orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya
kelenjar bartholini tidak teraba pada pemeriksaan palpasi.1,2,3

Gambar : Anatomi Kelenjar Bartholini


2.2 FISIOLOGI
Pada introitus vagina terdapat kelenjar bartholini yang berfungsi untuk
membasahi dan mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumas vagina saat
hubungan seksual. Kelenjar bartholini mengeluarkan jumlah lendir yang
relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita
orgasme. Dalam keadaan normal kelenjar ini tidak teraba pada palpasi.1,4

2.3 DEFINISI KISTA BARTHOLINI


Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang
terbentuk dibawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar
bartholini terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar bartholini
bisa tersumpat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi
jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran
kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya
sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi,
menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses
terjadi bila kista menjadi terinfeksi.2,5,6
Kista bartholini merupakan kantung yang berisi cairan yang
terdapat pada kelenjar bartholini. Kelenjar ini adalah salah satu dari organ
genetalian eksterna yang memiliki fungsi untuk membasahi atau melicinkan
permukaan vagina saat terjadi hubungan seksual.

2.4 EPIDEMIOLOGI KISTA BARTHOLINI


Gangguan pada saluran kelenjar bartholini ini dapat menjadi
pembesaran kista yang bernilai hampir 2 % dari semua temuan kasus
genikologi. Dua persen wanita mengalami kista bartholini atau abses kelenjar
pada suatu dalam kehidupannya. Abses umumnya hampir terjadi tiga kali
lebih banyak daripada kista. Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan
bahwa wanita berkulit putih dan hitam lebih cenderung untuk mengalami
kista bartholini atau abses bartholini daripada wanita hispanik, dan bahwa
perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki resiko terendah. Kista
bartholini, yang paling umum terjadi pada labia majora. Involusi bertahap
dari kelenjar bartholini dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia
30 tahun. Hal ini mungkin menjelaskan lebih seringnya terjadi kista bartholini
dan abses selama usia reproduksi. Biopsi eksisional mungkin diperlukan lebih
dini karena massa pada wanita pascamenopause dapat berkembang
berkembang menjadi kanker. Beberapa penelitian telah menyarankan bahwa
eksisi pembedahan tidak diperlukan karena rendahnya resiko kanker kelenjar
bartholini (0,114 kanker per 100.000 wanita - tahun). Namun, jika diagnosis
kanker tertunda, prognosis dapat menjadi lebih buruk. Sekitar 1 dalam 50
wanita akan mengalami kista bartholini atau abses didalam hidup mereka.
Jadi, hari ini adalah masalah yang perlu dicermati. Kebanyakan kasusterjadi
pada wanita usia antara 20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup
kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda.

2.5 ETIOLOGI KISTA BARTHOLINI


Infeksi kelenjar bartholini terjadi oleh infeksi gonokokus, pada
bartholinitis kelenjar ini akan membesar, merah, dan nyeri kemudian isinya
akan menjadi nanah dan keluar pada duktusnya, karena adanya cairan tersebut
maka dapat terjadi sumbatan pada salah satu duktus yang dihasilkan oleh
kelenjar dan terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan
membentuk suatu kista.3,5
Penyebab sumbatan :
1. Infeksi
Sejumlah bakteri yang dapat menyebabkan infeksi, termasuk
bakteri yang umum, seperti Escherichia coli (E.coli), serta bakteri yang
menyebabkan penyakit menular seksual seperti gonore dan klamidia.
2. Non infeksi
 Stenosis / atresia congenital
 Trauma mekanik
 Inspissated mucous
2.6 MANIFESTASI KLINIS KISTA BARTHOLINI
Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi
kadang dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada
waktu koitus. Bila kista bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa
kurang nyaman saat berjalan atau duduk.5
Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak
nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada
daerah vulva. Jika kista terinfeksi, gejala klinis berupa:
 Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual
 Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan
mikrorganisme yang ditularkan melalui hubungan seksual atau
ditandai dengan adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal
 Dispareunia
 Biasanya adanya secret di vagina
 Dapat terjadi ruptur spontan.2,3

Gambar : Anatomi Kista Bartholini


Beberapa kondisi berikut ini dapat merupakan sugestif keganasan
kelenjar bartholini, sehingga perlu dilakukan periksaan yang lebih lanjut
hingga biopsi :
a. Usia yang lerbih tua dari 40 tahun
b. Massa yang tidak nyeri, kronis, dan bertambah besar secara
progresif
c. Massa yang solid, tidak fluktuasi, dan tidak nyeri
d. Terdapat riwayat keganasan labial sebelumnya
2.7 FAKTOR RESIKO KISTA BARTHOLINI
1. Frekuensi kontak seksual ibu yang jarang mengingat suami sering diluar
kota. Hal semacam ini seringkali menimbulkan kontak seksual yang amat
excited, apalagi bagi pengantin baru. Seringkali kemudian foreplay agak
dilupakan, akibatnya ketika terjadi penetrasi, lubrikasi belum memadai,
sehingga terjadilah iritasi. Iritasi inilah yang kemudian berpotensi untuk
berkembang menjadi bertholinitis. Dan kista bartholiniadalah dampak dari
bartholinitis.
2. penyakit keputihan sebelumnya. Mereka yang menderita flour albus,
cenderung memiliki daya tahan jaringan yang lemah, disamping ada
microorganism (bakteri, jamur, parasit) yang memudahkan terjadinya
acute exacerbation, yaitu munculnya keluhan klinis yang akut seperti
radang.
3. Tingkat higiene buruk.

2.8 PATOFISIOLOGI
Kista bartholini terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat,
sehingga menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan.
Sumbatan ini biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan
nonspesifik atau trauma. Kista bartholini dengan diameter 1 – 3 cm seringkali
asimptomatik. Sedangkan kista yang berukuran lebih besar, kadang
menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses bartholini merupakan akibat dari
infeksi primer dsari kelenjar, atau kista yang terinfeksi.2,3,5
Gambar : Patofisiologi Kista Bartholini
2.9 DIAGNOSA
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung
suatu diagnosis. Pada anamnesis dinyatakan tentang gejala seperti panas,
gatal, sudah berapa lama gejala berlangsung, kapan mulai muncul, apakah
pernah berganti pasangan seks, keluhan saat berhubungan, riwayat penyakit
menular sebelumnya, riwayat penyakit kelamin pada keluarga.6
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu
diagnosis. Pada anamnesis ditanyakan tentang gejala seperti :
 Panas
 Gatal
 Sudah berapa lama gejala berlangsung
 Kapan mulai muncul
 Faktor yang memperberat gejala
 Apakah pernah berganti pasangan seks
 Keluhan saat berhubungan
 Riwayat penyakit menular seks sebelumnya
 Riwayat penyakit kulit dalam keluarga
 Riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin
 Riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi
 Riwayat pengobatan sebelumnya

Hasil pemeriksaan fisik yang dapat diperoleh dari pemeriksaan


terhadap kista bartholini adalah sebagai berikut :
 Pasien mengeluhkan adanyan massa yang tidak disertai rasa sakit,
unilateral, dan tidak disertai dengan tanda – tanda selulitis di
sekitarnya
 Jika berukuran besar, kista dapat tender
 Discharge dari kista yang pecah bersifat nonpurulent
Gambar : Kelenjar Bartholini
Kista bartholini di diagnosis melalui pemeriksaan fisik, khusus
dengan pemeriksaan ginekologi pelvis. Pada pemeriksaan dengan posisi
litotomi, kista terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi
pembengkakan yang eritem pada posisi jam 4 atau jam 8 pada labium minus
posterior. Jika kista terinfeksi, maka pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan
untuk mengidentifikasi jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada
tahu tidaknya infeksi menular seksual seperti Gonorrhea dan Chlamydia. Untuk
kultur diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti serviks. Hasil tes ini
baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak dapat menunda
pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui antibiotik yang tepat yang perlu
diberikan. Biopsi dapat dilakukan pada kasus yang dicurigai keganasan.5,6

2.10 DIAGNOSA BANDING


Bila seorang wanita datang dengan keluhan terabanya benjolan
pada daerah kemaluannya terutama bagian introitus vagina, maka
kemungkinan dapat kita pertimbangkan adanya :
 Abses bartholini
Pasien dengan abses dapat memberikan gejala sebagai berikut :
a. Nyeri yang akut disertai pembengkakan labial unilateral
b. Dispareunia
c. Nyeri pada waktuy berjalan dan duduk
d. Nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan timbulnya discharge
(sangat mungkin menandakan adanya ruptur spontan dari abses)
Sedangkan hasil pemeriksaan fisik yang dapat diperoleh dari
pemeriksaan terhadapabses bartholini sebagai berikut :
a. Pada perabaan teraba massa yang tender, fluktuasi dengan daerah
sekitar yang eritema dan edema
b. Dalam beberapa kasus, didapatkan daerah selulitis di sekitar abses
c. Demam, meskipun tidakl khas pada pasien sehat, dapat terjadi
d. Jika abses telah pecah secara spontan, dapat terdapat discharge yang
purulen
 Ca bartholini
Karsinoma primer kelenjar bartholini jarang, estimasi kurang dari 5% dari
seluruh keganasan vulva. Banyak kanker muncul dari kelenjar dan duktus
bartholini adalah adenokarsinoma atau karsinoma sel skuamosa,
karsinoma kista adenoid, karsinoma sel transisional, dan karsinoma
adenokarsinoma lainnya.
Manifestasi klinis lainnya sering pada karsinoma kelenjar bartholini yaitu
massa vulva yang tidak nyeri. Massa dapat solid, kistik, abses, atau
daerah yang solid dapat dipalpasi sampai kista duktus bartholini. Fiksasi
jaringan dasar adalah kecurigaan terhadap keganasan.
 Tumor Benigna
Tumor solid benigna kelenjar bartholini lebih jarang daripada karsinoma,
sebanyak enam kasus dilaporkan dalam literatur sejak tahun 1966.
Lesi vagina dan vulva yang menyerupai gangguan kelenjar bartholini dan
dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis banding massa atau abses
vulvovagina, meliputi :
- Kista sebaceous pada vulva sangat sering ditemukan. Kista sebaseouse
ini merupakan suatu kista epidermal inklusi dan seringkali
asimtomatik. Pada keadaan terinfeksi, diperlukan incisi dan drainase
sederhana
- Dysontogenetic cysts merupakan kista jinak yang berisi mukus dan
berlokasi pada introitus atau labia minora. Terdiri dari jaringan yang
menyerupai mukosa rektum, dan seringkali asimptomatik
- Fibroma merupakan tumor solid jinak vulva yang sering ditemukan.
Indikasi untuk eksisi berupa timbulnya rasa nyeri, pertumbuhan yang
progresif, dan kosmetik.

2.11 PENATALAKSANAAN
Tujuan penanganan kista bartholini adalah memelihara dan
mengembalikan fungsi dari kelenjar bartholini. Metode penanganan kista
bartholini yaitu :
Tindakan Operatif
a. Insisi dan drainase abses
 Tindakan ini dilakukan bila terjadi symptomatic Bartholin’ gland
abcesse.
 Sering terjadi rekurensi.
Cara :
 Disinfeksi abses dengan betadine
 Dilakukan anestesi lokal (khlor etil)
 Insisi abses dengan skapel pada titik maksimum fluktuasi
 Dilakukan penjahitan

b. Definitive drainase menggunakan Word catheter


Word catheter biasanya digunakan ada penyembuhan kista duktus
bartholini dan abses bartholini. Panjang tangkai catheter 1 inch dan
mempunyai diameter seperti foley catheter no 10. Balon catheter hanya
bisa menampung 3 ml normal saline.
Indikasi : Kista bartholini
Keuntungan :
 Minimal trauma, nyeri sedikit
 Coitus tidak terganggu
 Tindakan sederhana
Cara :
 Desinfeksi dinding abses sampai labia dengan menggunakan
betadine
 Dilakukan lokal anestesi dengan menggunakan lidokain 1%
 Fiksasi abses dengan menggunakan forsep kecil sebelum dilakukan
tindakan insisi
 Insisi diatas abes dengan menggunakan mass no 11
 Insisi dilakukan vertikal di dalam introitus eksternal terletak bagian
luar ring himen. Jika insisi terlalu lebar, word chateter akan
kembali keluar
 Selipkan word chateter ke dalam lubang insisi
 Pompa balon word chateter dengan injeksi normal salin sebanyak 2
– 3 cc
 Ujung word chateter diletakkan pada vagina
Promo epitelisasi pada tindakan bedah terjadi setelah 4 – 6 minggu,
word chateter akan dilepas setelah 4 – 6 minggu, meskipun epithelisasi bisa
terbentuk pada 3 – 4 minggu. Bedrest selama 2 -3 hari mempercepat
penyembuhan. Meskipun dapat menimbulkan terjadinya selulitis (jarang).

c. Marsupialisasi
Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda –
tanda abses akut. Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian
anestesi lokal, dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu
dibuat insisi vertikal pada vestibular melewati bagian tengah kista dan
bagian luar dari hymenal ring. Insisi dapat dibuat sepanjang 1,5 hingga
3 cm, bergantung pada besarnya kista.
Banyak literatur menyebutkan tindakan marsupialisasi hanya
digunakan pada kista bartholini. Namun sekarang digunakan juga untuk
abses kelenjar bartholini karena memberi hasil yang sama efektifnya.
Marsupialisasi adalah suatu tehnik membuat muara saluran kelenjar
bartholini yang baru sebagai alternatif lain pasangan word kateter.
Komplikasi berupa dispareumi, hematoma, infeksi.
Indikasi : Kista bartholini kronik dan berulang
Keuntungan :
 Komplikasi < dari ekstirpasi
 Fungsi lubrikasi dipertahankan
Kerugian : Rekurensi 10 – 15% karena penutupan dan fibrosis orifisium
Cara :
 Desinfeksi dinding kista sampai labia dengan menggunakan
betadine
 Dilakukan lokal anestesi dengan menggunakan lidokain 1%
 Dibuat insisi vertikal pada kulit labium sedalam 0,5 cm (insisi
sampai diantara jaringan kulit dan kista / abses) pada sebelah
lateral dan sejajar dengan dasar selaput himen
 Dilakukan insisi pada kista dan dinding kista dijepit dengan
klem pada 4 sisi, sehingga rongga kista terbuka dan kemudian
dinding kista diirigasi dengan cairan salin
 Dinding kista dijahit dengan kulit labium dengan traumatik
catgut. Jika memungkinkan muara baru dibuat sebesar mungkin
(masuk 2 jari tangan), dan dalam waktu 1 minggu muara baru
akan mengecil separuhnya, dan dalam waktu 4 minggu muara
baru akan mempunyai ukuran sama dengan muara saluran
kelenjar bartholini sesungguhnya.

Setelah kista diinsisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat
diirigasi dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan
hemostat. Dinding kista ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada dinding
vestibular mukosa dengan jahitan interrupted menggunakan benang
absorbable 2 – 0,18. Kista bartholini setelah marsupialisasi adalah sekitar
5 – 10%.

e. Eksisi (Bartholinectomy)
Indikasi :
 Abses / kista persisten
 Abses / kista rekuren
 Terdapat indurasi pada basal kista yang sulit dicapai dengan
marsupialisasi
 Kista pada usia > 40 tahun (dapat menjadi ganas)
Keuntungan : kecil kemungkinan rekuren
Kerugian / komplikas :
 Perdarahan (a. Pudenda)
 Hematoma
 Selulitis
 Pembentukan scar yang nyeri
 Sisa jaringan kista yang tidak terangkat sepenuhnya → rekuren
 Fungsi lubrikasi (-)
Eksisi dilakukan jika terjadi rekurensi berulang. Sebaiknya
tindakan ini dilakukan dikamar operasi oleh karena biasanya akan
terjadi perdarahan yang banyak yang berasal dari plexus venosus bulbus
vestibuli, dan pernah dilaporkan terjadinya septik syok pasca tindakan.
Komplikasi lain adalah selulitis dan dyspareuni.
Eksisi dari kelenjar bartholini dapat dipertimbangkan pada pasien yang
tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan
saat tidak ada infeksi aktif. Eksisi kista bartholini karena memiliki
resiko perdarahan, maka sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan
menggunakan anestesi umum.
Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi
kulit terbentuk insisi kulit terbentuk linear yang memanjang sesuai
ukuran kista pada vestibulum deket ujung medial labia minora dan
sekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal ring hati – hati saat
melakukan insisi kulit agar tidak mengenai dinding kista. Struktur
vaskuler terbesar yang memberi supply pada kista terletak pada bagian
posterosuperior kista. Karena alasan ini, diseksi harus dimulai pada
bagian bawah kista dan mengarah ke superior. Bagian inferomedial
kista dipisahkan secara tumpul dan tajam di jaringan sekitar. Alur
diseksi harus dibuat dekat dengan dinding kista untuk menghindari
perdarahan plexus vena dan vestibular bulb dan untuk menghindari
trauma pada rectum.
Gambar : Diseksi Kista
Diseksi Kista
Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskularisasi
utama dari kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat. Lalu
dipotong dan diligasi menggunakan benang chromic atau benang
delayed absorbable 3 – 0.

Cool pack pada saat 24 jam setelah prosedur dapat mengurangi


nyeri, pembengkakan, dan pembentukan hematoma. Setelah itu, dapat
dianjurkan sitz bath hangat 1 – 2 kali sehari untuk mengurangi nyeri
post operasi.

2. Pengobatan Medikamentosa
Antibiotik sebagai terapi emperik untuk pengobatan menular seksual
biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonoccal dan chlamydia.
Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan ninsisi dan
drainase. Beberapa antibiotik yang digunakan dalam pengobatan:
a. Infeksi Neisseria gonorrhea
 Cefixim 400 mg oralo
 Olfoxacin 400 mg single dose
 Cefriaxone 200 mg i.m
Cefriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad
spectrum terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah
terhadap bakteri gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap
bakteri resisten. Dengan mengikat pada satu atau lebih penicilin-
binding protein, akan menghambat sintesis dari dinding sel bakteri dan
menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM
sebagai single dose.4,5
 Ciprofloxacin 500 mg sigle dose
Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik
tipe bakterisida yang menghambat sintesi DNA bakteri dan, oleh sebab
itu akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-
grayse pada bakteri. Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari.
b. Infeksi Chlamidia trachomatis
 Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari selama 7 hari, po
 Doxycycline 2 x 100 mg/hari selama 7 hari, po
Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara
berikatan dengan 30S dan 50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasi
untuk Ctra chomatis. Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari
selama 7 hari.
c. Infeksi Escherichia coli
 Ciprofloxacin 500 mg single dose
 Ofloxacin 400 mg single dose
 Cefixim 400 mg oral
d. Infeksi Staphylococcus dan Streptococcus
 Penisilin G prokain injeksi 1,6 – 1,2 juta IU im, 1 – 2 x hari
 Ampisilin 250 – 500 mg/dosis 4x/hari, po
 Amoxixillin 250 – 500 mg/dosis, 3x/hari, po
2.12 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebris, tes laboraturium darah
tidak diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista.
Kultur bakteri dapat bermanfaat dalam menentukan kuman dan pengobatan
yang tepat bagi abses bartholini.2,6

2.13 KOMPLIKASI
 Komplikasi yang paling umum dari abses bartholini adalah
kekambuhan
 Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fascitis setelah
dilakukan drainase abses
 Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati
 Timbul jaringan parut

2.14 PENCEGAHAN
Tidak ada cara untuk mencegah kista bartholini namun seks yang
aman khususnya menggunakan kondom dan menjaga kebersihan yang baik
dapat membantu mencegah infeksi kista dan pembentukan abses.

2.15 PROGNOSIS
Jika abses dengan didrainase dengan baik dan kekambuhan
dicegah, prognosisnya baik. Tingkaty kekambuhan umumnya dilaporkan
kurang dari 20 %.
BAB III

KESIMPULAN

Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang
terbentuk dibawah kulit atau suatu tempat didalam tubuh. Kista kelenjar bartholini
terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar bartholini bisa tersumbar
karena berbagain alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasii jangka panjang.
Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan
melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar
membengkan dan membentuk suatu kista. Suatu abses bila terjadi suatu kista
menjadi terinfeksi.

Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak
nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada
daerah vulva. Jika kita terinfeksi, gejala klinik berupa:

 Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual

 Umumnya tidak disertai demam kecuali jika terinfeksi dengan organisem


yang ditularkan melalui hubungan seksual

 Biasanya ada secret di vagina

 Dapat terjadi ruptur spontan (nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan
timbulnya discharge).2,3

Anda mungkin juga menyukai