ETIKA BISNIS
“Transfer Pricing Starbucks Sebagai Salah Satu Cara Menghindari Pajak”
Disusun Oleh:
NIM : 16812144020
PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2018
Pernyataan Anti Plagiarisme
A. Latar Belakang
Peningkatan teknology sangat berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi dan
bisnis di Dunia terutama bagi perusahaan multinasional. Dalam melaksanakan
bisnisnya, perusahaan multinasional biasanya memiliki cabang atau anak perusahaan
di berbagai negara. Setiap melakukan bisnis, perusahaan multinasional pasti akan
memanfaatkan harga transfer (transfer pricing) dari anak perusahaan sehingga dapat
menguntungkan bisnis tersebut. Hal ini dapat dikatakan sebagai transaksi pihak
berelasi. Menurut Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), transaksi pihak pihak
terkait dalam satu entitas bisnis adalah suatu peralihan sumber daya, jasa, atau
kewajiban terlepas apakah barang tersebut memiliki harga yang dibebankan (PSAK No.
7 Tahun 2010).
Dalam praktiknya, beberapa perusahaan multinasional memberlakukan sistem
transfer pricing yang bertentangan dengan peraturan yang ada dengan tujuan untuk
menghindari pajak. Dalam hal ini, perusahaan tersebut biasanya memindahkan laba ke
negara lain yang memiliki pajak lebih rendah. Namun, adanya praktik tersebut akan
merugikan beberapa pihak terutama pemerintah. Menurut Ita Salsalina (2012, 213)
dengan perpindahan pajak dari negara yang cenderung memiliki tarif pajak tinggi (high
tax countries) ke negara yang memiliki tarif pajak lebih rendah (low tax countries) akan
mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan pajak negara.
Sampai saat ini, banyak perusahaan multinasional yang masih melaksanakan
praktik transfer pricing dengan memanfaatkan celah peraturan yang ada untuk
melakukan tindakan yang amoral. Tidak hanya di Indonesia, negara maju pun masih
mengalami masalah yang sama mengenai hal ini. Salah satu kasus yang paling menarik
untuk dibahas yaitu perusahaan kopi terbesar di dunia yaitu Starbucks.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana analisis etika bisnis mengenai transfer pricing Starbucks menurut teori
etika utilitarian, deontology, dan virtue ?
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk menganalisis etika bisnis mengenai transfer
pricing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional Starbucks menggunakan teori
etika utilitarian, deontology, dan virtue.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Deontology
Dari sudut pandang perusahaan Induk, perusahaan memiliki motivasi
menerapkan harga transfer untuk menghindari pembayaran pajak oleh
Starbucks yaitu untuk mendapat keuntungan yang lebih besar secara
keseluruhan.
Kesimpulan dari teori deontology yaitu tidak etis. Karena tidak memenuhi
kedua categorical imperative teori deontology. Motivasi yang menjadi dasar
Starbucks melakukan hal tersebut memang sudah sewajarnya dilakukan oleh
setiap unit bisnis karena ingin mendapat keuntungan. Namun, hal tersebut akan
memperalat dan merugikan pihak lain.
3. Virtue
Motivasi Starbucks untuk menjadi lebih baik yaitu
a. Pride (Kebanggaan)
b. Liberality (keleluasaan)
c. Courage (keberanian)
d. Magnificence (kejayaan dan kemewahan)
Motivasi tersebut tidak dapat dikatakan untuk menjadi pribadi yang lebih baik
melainkan karena ingin mengembangkan bisnis sesuai semestinya suatu bisnis
berjalan. Teori Virtue yaitu teori yang menyatakan bahwa motivasi untuk
bertindak adalah untuk menjadi seseorang yang lebih baik bukan karna tuntutan
kewajiban. Sehingga kesimpulan dari teori virtue menjadi tidak etis.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Transaksi antar pihak berelasi dalam satu entitas bisnis merupakan salah satu
hal yang wajar dalam praktik akuntansi. Namun, beberapa perusahaan multinasional
memanfaatkan celah peraturan dalam transfer pricing sebagai salah satu cara untuk
menghindari pajak. Salah satu kasus penghindaran pajak dengan memanfaatkan harga
transfer yaitu Starbucks Inggris yang bekerja sama dengan anak perusahaan Starbucks
di Irland, Belanda, dan Swiss. Menurut analisis dari tiga teori etika bisnis yaitu
utilitarian, deontology, dan virtue yang menyatakan bahwa etis menurut utilitarian
karena lebih banyak pihak yang akan diuntungan. Namun dari teori deontology dan
virtue hal tersebut tidak dapat dikatakan etis karnena motivasi melakukan hal tersebut
akan memperalat dan merugikan pihak lain.
Dari ketiga teori tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa memanfaatkan
peraturan sebagai salah satu cara memperoleh keuntungan merupakan salah satu
tindakan amoral. Meskipun transaksi antar pihak berelasi merupakan hal yang legal
dalam praktik akuntansi, namun apabila dalam pelaksanaan nya merugikan banyak
pihak hal tersebut menjadi tidak wajar. Setiap unit bisnis harus melaksanakan kegiatan
bisnis nya sesuai peraturan yang berlaku di tempat ia mendirikan usaha. Membayar
pajak merupakan salah satu kewajiban sehingga tidak etis bagi suatu bisnis
menghindari pembayaran pajak dan merugikan pihak lain demi keuntungan diri
sendiri.
B. Saran
Untuk pemerintahan terutama di negara yang banyak didirikan perusahaan
multinasional sebaiknya meningkatkan pengetahuan pegawai pajak mengenai adanya
transfer pricing sehingga dalam pelaporan pajak, apabila terdapat penyimpangan oleh
perusahaan multinasional dapat dideteksi lebih cepat oleh pegawai pajak. Hal ini dapat
dilaksanakan dengan adanya pelatihan mengenai transfer pricing. Selain itu
memperbaiki aturan akuntansi mengenai transaksi pihak berelasi agar tidak terdapat
celah yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk melakukan transfer pricing.
Selain saran diatas, setiap negara dapat melakukan perjanjian seperti Mutual
Agreement Procedure (MAP). Hal ini dapat meningkatkan kerjasama untuk beberapa
negara sehingga penerimaan pajak untuk beberapa negara dapat lebih adil.
DAFTAR PUSTAKA