Kelompok A11
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2014 - 2015
SKENARIO 3
Dr. Ahmad, 31 tahun, praktek di sebuah klinik dokter keluarga. Klinik ini
dikelola dengan baik sehingga dalam waktu yang relatif singkat mengalami kemajuan
yang cukup pesat dan dikenal luas di masyarakat. Suatu hari kedatangan seorang
pasien, Ny, A, 38 tahun dengan kehamilan trimester 1 pada G5P2A2. Pasien ingin
melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin di klinik Dr. Ahmad karena pasien
mendapat informasi bahwa pelayanan di klinik ini baik. Pasien mempunyai keluhan
sering mual, muntah, lemas, cepat lelah dan sesak. Dokter kemudian melakukan
pemeriksaan fisik bersama bidan. Pada pemeriksaan ditemukan bahwa kandungan
dalam kondisi yang baik namun ibu tampak pucat, takikardi, murmur, takipnea, dan
terdapat nyeri tekan epigastrium.
Dr. Ahmad menyarankan agar pasien mengikuti pemeriksaan ANC yang
teratur dan menjelang partus kelak pasien akan dirujuk ke spesialis Obgyn yang sudah
bekerja sama dengan klinik dokter keluarga tersebut. Pasien menanyakan ke dokter
tentang pilihan pembiayaan proses persalinan, mengingat kemungkinan membutuhkan
biaya yang lebih besar.
KATA-KATA SULIT
PERTANYAAN
1. Sejauh mana sebuah klinik dokter keluarga dapat bekerjasama dengan BPJS?
2. Bagaimana alur BPJS?
3. Perbedaan biaya antara klinik dokter keluarga dan rumah sakit?
4. Apa saja cakupan BPJS?
5. Siapa saja yang membiayai BPJS?
6. Bagaimana cara masuk program BPJS?
7. Bagaimana cara mengetahui tentang pembiayaan?
JAWABAN
HIPOTESIS
a. Anamnesis
Pelayanan dokter keluarga melaksanakan anamnesis dengan pendekatan
pasien (patient-centered approach) dalam rangka memperoleh keluhan
utama pasien, kekhawatiran dan harapan pasien mengenai keluhannya
tersebut, serta memperoleh keterangan untuk dapat menegakkan diagnosis
b. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Dalam rangka memperoleh tanda - tanda kelainan yang menunjang
diagnosis atau menyingkirkan diagnosis banding, dokter keluarga
melakukan pemeriksaan fisik secara holistik; dan bila perlu menganjurkan
pemeriksaan penunjang secara rasional, efektif dan efisien demi
kepentingan pasien semata.
c. Penegakkan diagnosis dan diagnosis banding
Pada setiap pertemuan, dokter keluarga menegakkan diagnosis kerja dan
beberapa diagnosis banding yang mungkin dengan pendekatan diagnosis
holistik.
d. Prognosis
Pada setiap penegakkan diagnosis, dokter keluarga menyimpulkan
prognosis pasien berdasarkan jenis diagnosis, derajat keparahan, serta tanda
bukti terkini (evidence based).
e. Konseling
Untuk membantu pasien (dan keluarga) menentukan pilihan terbaik
penatalaksanaan untuk dirinya, dokter keluarga melaksanakan konseling
dengan kepedulian terhadap perasaan dan persepsi pasien (dan keluarga)
pada keadaan di saat itu.
f. Konsultasi
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan konsultasi ke
dokter lain yang dianggap lebih piawai dan / atau berpengalaman.
Konsultasi dapat dilakukan kepada dokter keluarga lain, dokter keluarga
konsultan, dokter spesialis, atau dinas kesehatan, demi kepentingan pasien
semata.
g. Rujukan
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan rujukan ke dokter
lain yang dianggap lebih piawai dan/atau berpengalaman. Rujukan dapat
dilakukan kepada dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter
spesialis, rumah sakit atau dinas kesehatan, demi kepentingan pasien
semata.
h. Tindak lanjut
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga menganjurkan untuk dapat
dilaksanakan tindak lanjut pada pasien, baik dilaksanakan di klinik, maupun
di tempat pasien.
i. Tindakan
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga memberikan tindakan medis
yang rasional pada pasien, sesuai dengan kewenangan dokter praktik di
strata pertama, dan demi kepentingan pasien.
j. Pengobatan rasional
Pada setiap anjuran pengobatan, dokter keluarga melaksanakannya dengan
rasional, berdasarkan tanda bukti (evidence based) yang sahih dan terkini,
demi kepentingan pasien.
k. Pembinaan keluarga
Pada saat - saat dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan berhasil lebih
baik, bila adanya partisipasi keluarga, maka dokter keluarga menawarkan
pembinaan keluarga, termasuk konseling keluarga.
Ruang Tunggu:
Bersih
Terang
Ventilasi baik
Lantai tidak licin
Tidak berbau
Tidak bising
Suhu nyaman
Terpisah dari pasien infeksius
Alat Komunikasi:
Memiliki alat komunikasi yang biasa digunakan masyarakat sekitar
Papan Nama:
Posisi papan nama mudah dibaca
Tidak ada hiasan maupun lampu warna
Ukuran minimal 40x60cm maksimal 60x90cm
Warna dasar putih dengan huruf balok warna hitam
Memuat nama dokter, sip, alamat praktek dan jadwal praktek
Peralatan Klinik:
Memiliki alat alat pemeriksaan fisik sebagai berikut:
o Alat tes sensasi kulit
o Auriskop
o Lampu senter dan kepala
o Palu refleks
o Peak flow meter
o Ophtalmoscop
o Penekan lidah
o Pengukur tinggi badan
o Snellen chart
o Spekulum vagina
o Stetoskop
o Tensimeter
o Termometer
o Timbangan badan
o Memiliki alat laboratorium
o Alat monitoring gula darah
o Alat pengukur kadar hemoglobin
o Alat pemulas sediaan gram
o Alat pemulas sediaan basah
o Gelas obyek dan penutup
o Mikroskop
Persediaan obat:
o Adrenalin
o Kortokosteroid
o Antihistamin
o Analgetik
o Anti asma
o Anti konvulsan
o Cairan infus
o Parasetamol
o Nsaid
o Obat luka
o Anti konvulsan
o Spasmolitik
o Anestesi lokal
o Metode kontrasepsi
Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak
macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam:
Untuk paramedis:
o Kursus keperawatan
o Peer Review: Diskusi kelompok
o membahas satu masalah (rutin)
o Kursus Manajemen pengelolaan
o keperawatan di klinik (asuhan keperawatan,dll)
o Pendidikan formal seperti Akademi Keperawatan, Akademi
Kebidanan, dll
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi
kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang
telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial.
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) adalah Dewan yang berfungsi untuk
membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi
penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum
yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS
Kesehatan mulai operasional pada tanggal 1 Januari 2014.
Semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang
dikelola oleh BPJS termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat enam
bulan di Indonesia dan telah membayar iuran.
Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak mampu yang menjadi peserta PBI
dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang
statistik (Badan Pusat Statistik) yang diverifikasi dan divalidasi oleh Kementerian
Sosial.
Selain peserta PBI yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, juga terdapat
penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah
berdasarkan SK Gubernur/Bupati/Walikota bagi Pemda yang mengintegrasikan
program Jamkesda ke program JKN.
Untuk dapat tercatat sebagai anggota, masyarakat harus mendaftar melalui kantor
BPJS Kesehatan dengan membawa kartu identitas (KTP) serta pasfoto. Setelah
mengisi formulir pendaftaran dan membayar iuran lewat bank (BRI, BNI dan
Mandiri), calon anggota akan mendapat kartu BPJS Kesehatan yang bisa langsung
digunakan untuk mendapat pelayanan kesehatan.
Karena Program ini wajib, dan sangat penting diikuti oleh masyarakat Indonesia pada
kesempatan ini, Admin Tips Kesehatan untuk Keluarga akan berbagi pengalaman
bagaimana pendaftaran BPJS online, yang bisa dilakukan tidak lebih dari 1 jam.
Prosedur Umum
Tarif Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-
CBG’s
Tarif INACBGs adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada
pengelompokan diagnosis penyakit. Perhitungan tarif ini diberlakukan di fasilitas
kesehatan lanjutan dalam hal ini adalah rumah sakit baik itu milik pemerintah atau
milik swasta.
Perhitungannya lebih objektif berdasarkan pada biaya sebenarnya. INACBGs
merupakan sistem pengelompokkan penyakit berdasarkan ciri klinis yang sama dan
sumber daya yang digunakan dalam pengobatan. Pengelompokkan ini ditujukan untuk
pembiayaan kesehatan pada penyelenggara jaminan kesehatan sebagai pola
pembayaran yang bersifat prospektif. Dan agar lebih mudah, paket INACBGs
mencakup seluruh komponen biaya rumah sakit.
Berbasis pada data costing dan coding penyakit mengacu pada International
Classification of Diseases yang disusun WHO, Sehingga menggunakan ICD 10 untuk
mendiagnosis 14.500 kode dan ICD 9 Clinical Modification yang mencakup 7.500
kode. Sedangkan tarif INACBGs terdiri dari 1.077 kode CBG yang terdiri dari 789
rawat inap dan 288 rawat jalan dengan tingkat keparahannya.
Tarif INACBGs untuk JKN dikelompokkan menjadi 6 jenis rumah sakit (rumah sakit
kelas D, C, B dan A, rumah sakit umum dan rumah sakit rujukan nasional). Selain itu
Tarif Pelayanan Kesehatan Progjam JKN juga disusun berdasarkan perawatan kelas 1,
2 dan 3, yang saat ini memang tersedia pada program JKN.
Ringkasan:
Perhitungan Tarif kepada Fasilitas Kesehatan program JKN terbagi menjadi
tiga jenis,
Tiga jenis Tarif JKN untuk FasKes adalah; Kapitasi untuk fasilitas kesehatan
primer, Tarif Non Kapitasi dan Tarif INA-CBG’s.
3.3 Macam-Macam
Jaminan Kesehatan
Jaminan Kecelakaan Kerja
Jaminan Hari Tua
Jaminan Pensiun
Jaminan Kematian
Ringkasan:
Jumlah peserta dan anggota keluarga yang ditanggung BPJS Kesehatan adalah
5 orang,
5 orang yang ditanggung oleh BPJS kesehatan adalah peserta, suami atau istri
dan anak ke 1,2 dan 3.
Keterlambatan pembayaran iuran selama 3 bulan untuk PPU dan 6 bulan
untuk PBPU akan dikenakan sanksi pemberhentian pelayanan kesehatan untuk
sementara.
Dapat di lihat bentuk komunikasi atau kerjasama antara dokter dan teman
sejawatnya di lakukan dalam berbagai hal seperti:
1. Merujuk pasien
Pada pasien rawat jalan, karena alasan kompetensi dokter dan
keterbatasan fasilitas pelayanan, dokter yang merawat harua merujuk
pasiennya pada teman sejawat lainnya.
2. Bekerjasama dengan sejawat
Dokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membeda-bedakan
jenis kelamin, ras, usia, kecacatan, agama, status sosial atau perbedaan
kompetensi yang dapat merugikan hubungan profesional antar sejawat.
3. Bekerja dalam tim
Asuhan kesehatan selalu di ingatkan melalui kerjasama dalam tim
multidisiplin.
4. Mengatur dokter pengganti.
Ketika seorang dokter berhalangan, dokter tersebut harus menentukan
dokter pengganti serta mengatur proses mengalihkan yang efektif dan
komunikatif dengan dokter pengganti.
5. Mematuhi tugas
Seorang dokter yang bekerjapada institusi pelayanan atau pendidikan
kedokteran harus mematuhi tugas yang digariskan pimpinan institusi,
termasuk sebagai dokter pengganti.
6. Pendelegasian wewenang
Pendelegasian wewenang kepada perawat, peseta prograrm pendidikan
spesialis, mahasiswa kedokteran dalam hal pengobatan atau perawatan
atas nama dokter yang merawat, harus disesuaikan dengan kompetensi
dalam melaksanakan prosedur dan terapi yang sesuai dengan peraturan
baru.
1. Kolaborasi
▪ Pengertian Menurut Shortridge, et al (1986)
Hubungan timbal balik di mana [pemberi pelayanan] memegang
tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam
kerangka kerja bidang respektif mereka.
▪ Elemen-elemen Kolaborasi
1. Struktur
2. Proses
3. Hasil Akhir
▪ Model Kolaboratif Tipe I
1. Menekankan Komunikasi Dua Arah
2. Masih menempatkan Dokter pada posisi utama
3. Masih membatasi Hubungan Dokter dengan Pasien
▪ Model Kolaboratif Tipe II
1. Lebih berpusat pada Pasien
2. Semua Pemberi Pelayanan harus bekerja sama
3. Ada kerja sama dengan Pasien
4. Tidak ada pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus-
menerus
▪ Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi
yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada
pasien. Perspektif yang berbeda dalam memandang pasien, dalam
prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik
dalam melakukan proses kolaborasi. Kendala psikologis keilmuan
dan individual, factor sosial, serta budaya menempatkan kedua
profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborasi yang
dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat
kepentingan pasien.
▪ Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada
tingkat profesional dan institusional. Perbedaan status dan
kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang
membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi. Dokter
cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya
fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi
sosial masih medukung dominasi dokter. Inti sesungguhnya dari
konflik perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap
profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi
diantara keduanya.
▪ Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau
perawat klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan
pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek profesional
keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi
petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang
ditentukan oleh peraturan suatu negara dimana pelayanan
diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan
bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam
batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan
pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkontribusi
terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
▪ Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner
dapat digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team :
a) Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional.
b) Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber
daya
c) Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan
loyalitas
d) Meningkatnya kohesifitas antar profesional
e) Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
f) Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan
memahami orang lain
▪ Kesuksesan kolaborasi dalam suatu pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh faktor-faktor:
1. Faktor interaksi (interactional determinants):
Hubungan interpersonal diantara anggota tim yang terdiri dari
kemauan untuk berkolaborasi, percaya, saling menghargai
dan berkomunikasi.
2. Faktor organisasi (organizational determinants)
Kondisi di dalam organisasi tersebut yang terdiri dari:
Organizational structure (struktur horisontal dianggap
lebih berhasil daripada struktur hierarkis)
Organization’s philosophy (nilai nilai keterbukaan,
kejujuran, kebebasan berekspresi, saling ketergantungan,
integritas dan sikap saling percaya
Administrative support (kepemimpinan)
Team resource (tersedianya waktu untuk bertemu dan
berinteraksi, membagi lingkup praktek dengan
profesional lain, bekerja dalam suatu unit yang kecil)
Coordination mechanism (pertemuan formal untuk
diskusi, standarisasi prosedur dalam bekerja)
3. Faktor lingkungan organisasi( organization’s environment/
systemic determinants) yaitu elemen diluar organisasi, seperti
sistem sosial, budaya, pendidikan dan profesional.
Komunikasi Dokter-Apoteker
Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, dokter perlu mengetahui apa yang
menjadi tanggung jawab profesi apoteker dalam pelayanan farmasi. Pelayanan
farmasi dapat dilakukan di berbagai tempat seperti rumah sakit, Puskesmas,
Poliklinik, Apotek, dll. Adanya pemahaman masing-masing pada profesi mitra
kerjanya akan memudahkan terjadinya komunikasi yang baik antar profesi
Tatacara Rujukan
Pasien harus dijelaskan selengkap mungkin alasan akan dilakukan konsultasi dan
rujukan. Penjelasan ini sangat perlu, terutama jika menyangkut hal-hal yang peka,
seperti dokter ahli tertentu.
• Dokter yang melakukan konsultasi harus melakukan komunikasi langsung
dengan dokter yang dimintai konsultasi. Biasanya berupa surat atau
bentuk tertulis yang memuat informasi secara lengkap tentang identitas,
riwayat penyakit dan penanganan yang dilakukan oleh dokter keluarga.
• Keterangan yang disampaikan tentang pasien yang dikonsultasikan harus
selengkap mungkin. Tujuan konsultasi pun harus jelas, apakah hanya
untuk memastikan diagnosis, menginterpretasikan hasil pemeriksaaan
khusus, memintakan nasihat pengobatan atau yang lainnya.
• Sesuai dengan kode etik profesi, seyogianya dokter dimintakan konsultasi
wajib memberikan bantuan profesional yang diperlukan. Apabila merasa
diluar keahliannya, harus menasihatkan agar berkonsultasi ke dokter ahli
lain yang lebih sesuai.
• Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja
• Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta
rujukan
• Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-
masing pihak