Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
HIPERTENSI
KELAS B2 KELOMPOK I
JURUSAN FARMASI
2017
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi penyakit hipertensi.
2. Mengetahui klasifikasi penyakit hipertensi.
3. Mengatahui patofisiologi penyakit hipertensi.
4. Mengetahui tatalaksana penyakit hipertensi (Farmakologi & Non-Farmakologi).
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait penyakit hipertensi secara mandiri dengan
menggunakan metode SOAP.
Tabel 2.2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa Menurut ESC guideline
(sumber : ESH and ESC guideline, 2013)
Kategori SBP (mmHg) DBP (mmHg)
Optimal <120 dan <80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
High normal 130-139 dan/atau 85-89
Grade 1 Hypertension 140-159 dan/atau 90-99
Grade 2 Hypertension 160-179 dan/atau 100-109
Grade 3 Hypertension >180 dan/atau >110
Isolated Systolic >140 dan <90
Hypertension
2.3 Patofisiologi
2.3.1 Tekanan Darah Arteri
Tekanan darah arteri merupakan tekanan pada dinding arteri yang dinyatakan
dalam. Ada 2 bentuk tekanan darah yaitu tekanan darah sistolik (Systolic Blood
Pressure) dan diastolik (Diastolic Blood Pressure). Tekanan darah sistolik dicapai
setelah kontraksi jantung dan merupakan puncak nilai sistolik. Tekanan darah diastolic
dicapai setelah kontraksi ketika mengisi ruang-ruang jantung. Perbedaan antara tekanan
darah sistolik dengan tekanan darah diastolic disebut dengan tekanan nadi dan
merupakan ukuran ketegangan dinding arteri. Oleh karena itu, tekanan darah arteri
adalah tekanan darah rata-rata sepanjang siklus kontraksi jantung. Hal ini kadang-
kadang digunakan secara klinis untuk mewakili keseluruhan tekanan darah arteri,
terutama untuk kasus hipertensi yang darurat. Selama siklus jantung, dua pertiga dari
waktu yang dihabiskan di diastole dan sepertiga di sistol. Jadi, rata-rata tekanan darah
arteri dapat diperkirakan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Rata-rata Tekanan Darah Arteri = (Systolic Blood Pressure x 1/3) + (Diastolic
Blood Pressure x 2/3)
Tekanan darah arteri merupakan hemodinamik yang dihasilkan oleh interaksi
antara aliran darah dan resistensi terhadap aliran darah. Secara matematis didefinisikan
sebagai produk dari curah jantung dan jumlah resiste perifer dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut :
Tekanan Darah = Curah Jantung x Resisten Perifer Total
Curah jantung merupakan penentu utama dari tekanan darah sistolik, sedangkan
jumlah resisten perifer sangat menentukan tekanan darah diastolik Pada dasarnya, curah
jantung memiliki fungsi pada volume stroke, denyut jantung dan kapasitas vena. Tabel
2.3.1 berisikan penyebab fisiologi meningkatnya curah jantung dan resistensi perifer
total yang akan berkolerasi sehingga berpotensi pada mekanisme pathogenesis. Pada
kondisi fisiologis normal, tekanan darah arteri berfluktuasi sepanjang hari.
Tabel 2.3.1 Pengaruh Peningkatan Curah Jantung dan Peningkatan Resistensi
Perifer Pada Tekanan Darah (sumber : Dipiro et al, 2008)
Tekanan darah merupakan produk hasil dari curah jantung dan resisten perifer.
Tekanan darah tinggi dapat dihasilkan dari peningkatan curah jantung dan atau
peningkatan total dari resisten perifer.
Peningkatan curah jantung Peningkatan curah jantung
Peningkatan volume cairan karena
kelebihan asupan natrium atau retensi
natrium pada ginjal (berkurangnya
jumlah nefron atau penurunan filtrasi
glomerulus)
Penyempitan vena :
Kelebihan stimulasi Renin
Angiotensin Aldosterone System
(RAAS)
Overaktifnya sistem saraf simpatis
Peningkatan resisten perifer Penyempitan pembuluh darah :
Stimulasi berlebih dari Renin
Angiotensin Aldosterone System
Overaktifnya sistem saraf simpatis
Perubahan genetik dari membrane sel
Faktor endotel yang diturunkan
Struktur hipertrofi vaskuler
Stimulasi berlebih dari Renin
Angiotensin Aldosterone System
Overaktifnya sistem saraf simpatis
Perubahan genetik dari membrane sel
Faktor endotel yang diturnkan
Hiperinsulinemia akibat obesitas atau
sindrom metabolik.
a. Rokok
Merokok dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah secara akut dan
heart rate dan bertahan selama lebih dari 15 menit setelah merokok satu batang
rokok. Mekanismenya adalah adanya stimulasi pada sistem saraf simpatetik
sehingga terjadi peningkatan kathekolamin plasma, selain itu merokok dapat
menyebabkan pembuluh darah arteri menjadi kaku dan keras akibatnya tekanan
darah meningkat. Berhenti merokok adalah suatu tindakan preventif yang paling
efektif pada penyakit-penyakit kardiovaskular, termasuk pada infark miokard.
b. Penurunan Berat Badan
Beberapa studi observasional memaparkan adanya hubungan antara berat
badan dan tekanan darah. Pada suatu penelitian secara meta-analysis, penurunan
rata-rata tekanan sistolik dan diastolik yang berhubungan dengan rata-rata
penurunan berat badan 5,1 kg adalah 4,4 dan 3,6 mmHg.
Peningkatan intake kalium dan diet DASH (diet yang kaya buah-buahan,
sayuran dan produk rendah lemak) juga memiliki efek menurunkan tekanan
darah.
c. Konsumsi Alkohol
Mekanisme alkohol dalam meningkatkan tekanan darah masih belum jelas,
tetapi ada kaitannya dengan aktivitas saraf simpatik dan terdapat peran dari
perubahan konsentrasi kortisol dan kalsium dalam sel.
Orang yang mengkonsumsi alkohol sebanyak 5 kali atau lebih per hari dapat
menyebabkan tekanan darah orang tersebut naik setelah terjadi acute alcohol
withdrawal. Pria hipertensi yang mengkonsumsi alkohol sebaiknya disarankan
untuk membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 20-30 g etanol per hari,
sedangkan pada wanita yang hipertensi konsumsinya tidak lebih dari 10-20 g
etanol per hari.
d. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang sedikit merupakan predictor yang kuat terhadap tekanan
darah dan faktor risiko kardiovaskular lainnya. Manfaat aktivitas fisik yaitu
mengurangi berat badan, lemak tubuh, lingkar pinggang, meningkatkan
sensitivitas insulin, dan HDL dan menurunan tekanan darah istirahat terutama
pada pasien hipertensi. Pasien hipertensi sangat disarankan melakukan aktivitas
fisik intensif seperti 30-45 menit/ hari. Jenis aktivitas fisik yang dilakukan yaitu
berjalan, jogging, berenang.
e. Diet rendah garam
Peningkatan konsumsi natrium akan diikuti dengan kenaikan tekanan darah,
sebaliknya peningkatan konsumsi kalium justru akan menurunkan tekanan
darah. Pembatasan konsumsi garam efektif untuk menurunkan tekanan darah.
Sebuah studi RCT pada pasien hipertensi menunjukkan bahwa dengan
menurunkan intake garam sebanyak 4,7-5,8 g NaCl per hari dapat menurunkan
tekanan darah dengan rata-rata penurunan 4-6 mmHg. Kelebihan intake garam
dapat menyebabkan resistant hypertension. Konsumsi garam yang
direkomendasikan adalah kurang dari 5 g / hari NaCl.
2.4.3 Terapi Farmakologi
Gambar 2.4.3.1 Rekomendasi Terapi Farmakologi Hipertensi (sumber : Koda
Kimble et al, 2013)
IV. PEMBAHASAN
Berdasarkan kasus Tuan DK berusia 43 tahun, masuk rumah sakit di UGD
dengan tanda-tanda vital, TKD 195/ 136 mmHg, Nadi 141 x/menit, dan Temperatur
37,5 °C disertai keluhan pusing, tidak mual, tidak demam, mimisan 3 hari lalu, namun
sudah berhenti, kemudian mimisan kembali esok harinya satu kali, sudah berhenti dan
pukul 2 hari ini mimisan lagi. Dari kasus tersebut diselesaikan menggunakan metode
SOAP berikut penyelesaiannya antara lain :
4.1 Subjective
Berdasarkan kasus tersebut data subjective yaitu gejala pasien yang terdiri dari
pusing, mimisan 3 hari lalu, namun sudah berhenti, kemudian mimisan kembali esok
harinya satu kali kemudian sudah berhenti dan pukul 2 hari mimisan lagi.
4.2 Objective
Dari kasus tersebut data objective antara lain tekanan darah 195/136 mmHf,
nadi 141 x/menit, dan temperature 37,5 °C.
4.3 Assesment
Sebelum dilakukan assessment sebaiknya diajukan informasi yang mendukung
seperti data lab dan informasi mengenai riwayat keluarga atau medication history.
Dari kasus tersebut pasien mengalami hipertensi urgensi yaitu kenaikan tekanan
darah yang parah tanpa kerusakan organ target yang akut atau progresif (Dipiro et al,
2008). Pada kasus ini pasien hanya mengalami epistaksis yang merupakan keadaan
pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung ataupun karena kelainan
yang terjadi di tempat lain dari tubuh.
Tekanan darah Tuan DK pada kasus ini adalah 195/136 mmHg, berdasarkan
ESC Guidelines dikategorikan sebagai hipertensi grade 3 dimana tekanan darah sistol
>180 mmHg dan tekanan darah diastole >110 mmHg. Karena tekanan darah Tuan DK
dikategorikan sebagai hipertensi grade 3 maka treatmen yang diberikan berdasarkan
Dipiro et al, 2008 adalah sebagai berikut :
Gambar 4.3.1 Pemilihan Terapi Hipertensi (sumber : Dipiro et al, 2008)
Maka pemilihan terapi yang diberikan kepada Tuan DK yaitu kombinasi dua obat yang
terdiri dari diuretic thiazide dan CCB.
Pemilihan golongan diuretic thiazide yang digunakan yaitu chlorthalidone.
Pemilihan ini berdasarkan sebuah meta-analisis baru-baru ini, Chen et al melaporkan
bahwa 53 uji coba mengevaluasi efek diuretik thiazide sebagai agen lini kedua (add-on)
pada hipertensi. Dalam penelitian ini, singkatnya, tampaknya ada perbedaan kecil dalam
khasiat antihipertensi di antara agen, menunjukkan bahwa tiazid kerja jangka panjang
(chlorthalidone, indapamide) memberikan kontrol BP 24 jam lebih baik daripada HCTZ
(Chen et al, 2009). Di antara penelitian di mana thiazides digunakan sebagai terapi
primer, analisis rangkuman perbedaan antara rejimen chlorthalidone dan
nonchlorthalidone tidak signifikan (Psaty et al, 2004). Namun, meta-analisis singkat ini
tidak mencakup serangkaian pengamatan menarik dari Triwulanan Intervensi Faktor
Risiko (MRFIT). Dalam percobaan ini 8.012 subjek hipertensi awalnya ditugaskan ke
diuretik, baik HCTZ (sembilan lokasi penelitian) atau chlorthalidone (enam tempat
penelitian), keduanya pada dosis 50 sampai 100 mg setiap hari. Beberapa tahun setelah
persidangan, Dewan Penasehat Kebijakan MRFIT merekomendasikan agar semua
subjek beralih ke chlorthalidone (pada dosis 25 sampai 50 mg setiap hari), karena
analisis sementara menunjukkan hasil yang lebih baik pada penggunaan chlorthalidone.
Penggunaan HCTZ dikaitkan dengan risiko kematian koroner 44% dalam analisis
sementara, sedangkan chlorthalidone dikaitkan dengan penurunan risiko 55% (Elliott et
al, 2008). Tindak lanjut kohort ini menunjukkan bahwa perubahan dari HCTZ menjadi
chlorthalidone dikaitkan dengan pembalikan profil buruk yang dialami sebelumnya
dalam persidangan. Selain itu, chlorthalidone telah seragam efektif sebagai terapi utama
dalam uji klinis, sedangkan HCTZ telah dilakukan di bawah terapi lain dalam beberapa
penelitian. Oleh karena itu, kemungkinan bahwa chlorthalidone adalah pilihan yang
lebih baik daripada HCTZ dalam hipertensi (Wing et al, 2003).
Untuk pemilihan terapi calcium channel blocker direkomendasikan Nicardipine
adalah golongan calcium channel blocker yang sering digunakan pada pasien dengan
hipertensi urgensi. Pada penelitian yang dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi
urgensi secara random terhadap penggunaan nicardipine atau placebo. Nicardipine
memiliki efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan placebo yang mencapai 22%
(p=0,002). Penggunaan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap 8 jam hingga
tercapai tekanan darah. Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang
memiliki pucak kerja antara 10-20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan oleh
FDA untuk terapi hipertensi urgensi karena dapat menurunkan tekanan darah yang
mendadak dan tidak dapat diprediksikan sehingga berhubungan dengan kejadian stroke.
(Devicaesaria A, 2014).
4.4 Plan
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi
tidak membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-obatan oral aksi cepat akan
memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal Mean Arterial
Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal
penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg. Optimalisasi
penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan
hipertensi urgensi (Devicaesaria A, 2014).
Berdasarkan evidence base medicine yang telah dijelaskan di assessment
kombinasi terapi yang direkomendasikan yaitu diuretic golongan thiazide yaitu
chlorthalidone dengan dosis 12,5 sampai 30 mg dan golongan calcium channel blocker
yaitu nicardifine dengan dosis 30 mg tiap 8 jam.
Untuk terapi non farmakologi bagi pasien yaitu menerapkan gaya hidup sehat
karena sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian
yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan
hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Perubahan yang sudah terlihat
menurunkan tekanan darah dapat terlihat pada tabel sesuai dengan rekomendasi dari
JNC VII. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi,
modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi
pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi. Modifikasi gaya hidup yang
penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk
individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to
Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas
fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan
pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi;
mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat.
(Depkes, 2006).
Untuk monitoring yang dilakukan yaitu terdiri dari monitoring efektifitas obat
yang diberikan karena sebaiknya beberapa jam sampai beberapa hari pasien dengan
hipertensi urgensi seharusnya dievaluasi ulang dalam waktu 7 hari (sebaiknya setelah 1
sampai 3 hari) dan monitoring efek samping obat juga harus diamati.
Pemeriksaan laboratorium lebih lanjut diperlukan untuk memberikan bukti
adanya faktor risiko tambahan dan untuk mengetahui ada tidaknya kerusakan organ
antara lain (ESH and ESC guideline, 2013) :
1 Tes Rutin
a.) Hemoglobin dan/atau hematocrit
b.) Gula darah puasa
c.) Total serum kolesterol, LDL, dan HDL
d.) Serum trigliserida
e.) Serum kalium dan sodium
f.) Asam urat
g.) Serum kreatinin (perkiraan dengan GFR)
h.) Analisis urin, pemeriksaan mikroskopis, protein urin dengan uji dipstick, tes
untuk mikroalbuminuria
i.) EKG 12-lead
2 Tes tambahan berdasarkan riwayat pemeriksaan fisik dan temuan dari tes
laboratorium rutin
a.) Hemoglobin A1c (jika gula darah puasa > 5,6 mmol/L (102 mg/dL) atau
diagnosis diabetes sebelumnya)
b.) Proteinuria kuantitatif (jika uji dengan dipstick positif), konsentrasi
potassium dan natrium kemih dan rasionya
c.) Home blood pressure dan ambulatory monitoring blood pressure selama 24
jam.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan antara lain :
1 Tuan DK diklasifikasikan kedalam hipertensi grade 3 berdasarkan ESC
Guideline 2013.
2 Tuan DK mengalami mengalami hipertensi urgensi yaitu kenaikan tekanan darah
yang parah tanpa kerusakan organ target yang akut atau progresif (Dipiro et al,
2008). Pada kasus ini pasien hanya mengalami epistaksis yang merupakan
keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung ataupun
karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh.
3 Terapi farmakologi yang diberikan yaitu golongan diuretic thiazide yaitu
chlorthalidone dan golongan calcium channel blocker yaitu nicardipine.
4 Terapi non farmakologi yaitu dengan modifikasi gaya hidup dengan adopsi pola
makan DASH, aktifita fisik, dan kurangi konsumsi alkohol.
5 Goal terapi yang ingin dicapai menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal
Mean Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase
awal standard goal penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110
mmHg.
DAFTAR PUSTAKA
Chen JM, Heran BS, Wright JM: Blood pressure lowering efficacy of diuretics as
second-line therapy for primary hypertension. Cochrane Database Syst Rev
CD007187, 2009
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan. Pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi.
Departemen Kesehatan, 2006.
Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM. Pharmacotherapy a
pathophysiologic approach 7th edition. New York:McGraw-Hill; 2008.p.589-606.
Grundy, SM. Cleeman, JI. Daniels, SR., et al. Diagnosis and Management of the
Metabolic Syndrome. An American Heart Association/National Heart, Lung, and
Blood Institute Scientific Statement. Executive summary. Circulation
2005;112(17):2735-2752
Koda-kimble MA, Young LD, Kradjan WA, Guglielmo BJ, editors. Applied
therapeutics: the clinical use of drugs 9th edition. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; 2009.
Wing LM, Reid CM, Ryan P, Beilin LJ, Brown MA, Jennings GL, Johnston CI, McNeil
JJ, Macdonald GJ, Marley JE, Morgan TO, West MJ: A comparison of outcomes
with angiotensin-converting-enzyme inhibitors and diuretics for hypertension in the
elderly. N Engl J Med 348: 583–592, 2003
Pertanyaan Pada Saat Diskusi
1 Skor Framingham
Steps 1
Di kolom "poin" masukkan nilai yang sesuai sesuai usia pasien, HDL-C,
kolesterol total, tekanan darah sistolik, dan jika pasien merokok atau menderita
diabetes. Hitung total poin
Steps 2
Dengan menggunakan poin total dari Steps 1, tentukan risiko CVD 10 tahun *
(%)
Steps 4
Framingham Coronary Risk Score in British Men: Prospective Cohort Study. British
Medical Journal. Vol 327 29 November 2003.