Anda di halaman 1dari 6

KARAKTER DOKTER DAN APOTEKER DIDUNIA MODERN DALAM

MENJALANKAN PELAYANAN KESEHATAN

Zahra Hanifa Baharriski


362015712277
Program Studi Farmasi Universitas Darussalam Gontor

Abstrak
Problematika Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat kesalahan
pengobatan selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang seringkali terjadi. Dalam dunia
kedokteran hampir seluruhnya memiliki permasalahan, dimana terjadi praktek asusila baik
yang tak sejenis hetero seksual, maupun yang sejenis homoseksual antara dokter dan pasien.
Begitu pula dengan apoteker dalam pemberian obat yang dikonsumsi pasien, sumber atau
bahan dasarnya banyak menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Pelayanan
kesehatan dalam Islam mengajarkan bagaimana praktek hubungan sosial dan kepedulian
terhadap sesama dari segi akhlaq, yang diamalkan atau dipraktekkan yang mengandung unsur
aqidah dan syar’iah, bukan sebaliknya menimbulkan fitnah. Dokter dan apoteker bukan hanya
berkewajiban berusaha menyembuhkan pasien tetapi juga harus memiliki etika atau karakter
yang sangat diperlukan saat fase penyembuhan seperti sikap saling percaya, jujur dengan
pasien sehingga dapat mewujudkan perilaku etis profesi dokter maupun apoteker demi
terpeliharanya kesehatan dan kebahagiaan masyarakat secara umum. Istilah darurat seringkali
ditemukan dalam dunia medis, Allah SWT telah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa segala
sesuatu yang bersifat darurat “dharurat yang bermakna seseorang sangat membutuhkan
sesuatu. Jadi darurah adalah sebuah kalimat yang menunjukkan atas arti kebutuhan atau
kesulitan yang berlebihan.
Kata kunci : dokter, apoteker, karakter, adh-dharar

Pendahuluan
Dokter dan apoteker merupakan tenaga medis yang mempunyai kewajiban untuk
mengusahakan kesehatan pasien. Dokter memiliki tugas untuk menangani masalah pasien
seperti pembedahan, penjahitan, dan sebagainya. Dokter juga dapat memberikan rujukan
kepada dokter yang lebih ahli. Dan yang tak kalah penting, dokter berperan sebagai
pengedukasi pasien dan keluarganya dalam perencanaan tatalaksana dan pelaksana pelayanan
terpusat pada pasien. Begitupula apoteker memilki peran untuk memastikan apakah obat yang
diresepkan sudah tepat atau belum, sesuai dengan profil pasien. Apoteker berhak untuk
menelepon dokter untuk mengganti obat yang diresepkan dengan obat serupa yang lebih tepat
guna mencapai penyambuhan yang tepat.
Kewajiban Dokter Terhadap Pasien
1. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien.
2. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka
atas persetujuan pasien, ia wajib
3. merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
4. Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam
masalah lainnya.
5. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
6. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.

Dapat kita lihat di tempat pelayanan kesehatan bahwa baik dokter, perawat ataupun
apoteker lainnya akan melakukan berbagai interaksi dengan pasien. Tindakan-tindakan
tersebut merupakan serangkaian prosedur yang mesti dijalani menurut profesi masing-masing.
Diantaranya seperti dokter atau perawat yang harus melakukan pemeriksaan fisik terhadap
pasiennya yang pastinya harus menyentuh tubuh pasien, melakukan injeksi(suntikan) dibagian
tertentu yang kadang harus mmbuat pasien membuka pakaiannya. Tidak hanya itu, bahkan
kadang dokter atau perawat harus memegang alat vital dari kliennya untuk berbagai keperluan
seperti pada pemasangan kateter atau operasi pada bagian tersebut yangtidak jarang bahwa
petugas medis yang berlainan jenis kelaminlah yang melakukan tindakan tersebut.

Kompetensi Apoteker adalah kemampuan manusia yang merupakan sejumlah


karakteristik, baik berupa bakat, motif, sikap, keterampilan, pengetahuan, perilaku yang
membuat seorang pegawai berhasil dalam pekerjaannya. Dengan kata lain, yang dapat
membedakan pegawai yang memiliki kinerja rata-rata dengan pegawai yang memiliki kinerja
unggul (kinerja lebih baik) dengan secara efektif membantu dan membedakan kinerja dalam
melakukan pekerjaan sehari-hari.

Karakter sangat identik dengan akhlak, sehingga karakter dapat diartikan sebagai
perwujudan dari nilai-nilai perilaku manusia yang universal serta meliputi seluruh aktivitas
manusia, baik hubungan antar manusia dengan tuhan (hablumminallah), hubungan manusia
dengan manusia (hablumminannas) serta hubungan manusia dengan lingkungannya.

Darurat secara bahasa bermakna keperluan yang sangat mendesak atau teramat dibutuhkan.
Yang dimaksud darurat dalam kaidah ini adalah seseorang apabila tidak melakukan hal tersebut
maka ia akan binasa atau hampir binasa. Contohnya, kebutuhan makan demi kelangsungan
hidup di saat ia sangat kelaparan. Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam rahimahullah
mendefinisikan makna darurat sebagai uzur yang menyebabkan bolehnya melakukan suatu
perkara yang terlarang.
Sedangkan mahzhurat adalah hal-hal yang dilarang atau diharamkan oleh syariat Islam.
Mahzhurat mencakup segala hal terlarang yang berasal dari seseorang, baik berupa ucapan
yang diharamkan semisal gibah, adu domba, dan sejenisnya, atau berupa amalan hati seperti
dengki, hasad, dan semisalnya, atau juga berupa perbuatan lahir semacam mencuri, berzina,
minum khamr, dan sebagainya.

Pembahasan
Islam merupakan satu-satunya agama yang bersifat menyeluruh (syumul). Sejak
bangun tidur hingga akan tidur lagi, kita tidak bisa lepas dari ketentuan Allah. Dalam ruang
lingkup yang lebih luas, Islam mengatur segala aspek kehidupan ini, mulai dari sosial, politik,
ekonomi, budaya, hukum, dan tak lupa dalam dunia kesehatan.

Profesi dokter dan apoteker bagi umat Islam diyakini suatu profesi yang bernilai ibadah,
mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan (humanistik), mendahulukan kepentingan
kesehatan dari individu, keluarga, kelompok dan masyarakat di atas kepentingan sendiri
dengan menggunakan pendekatan holistik. Dengan demikian paradigma pelayanan kesehatan
Islam memiliki komponen utama, yaitu; manusia-kemanusiaan, lingkungan, sehat-kesehatan,
medis dan keperawatan. Islam telah mengajarkan tentang pelayanan kesehatan yang
memberikan pelayanan komprehensif baik bio-psiko-sosio-kultural maupun spritual yang
ditujukan kepada individu maupun masyarakat.
Abu al-Fadl merinci karakteristik dokter Islam atas tiga hal. Pertama, percaya akan
adanya kematian yang tidak terelakkan seperti banyak ditegaskan dalam al-Quran dan hadits
Nabi. Untuk mendukung prinsip ini ia mengutip pernyataan Ibnu Sina yang menyatakan, yang
harus diingat bahwa pengetahuan mengenai pemeliharaan kesehatan itu tidak bisa mernbantu
untuk menghindari kematian maupun membebaskan diri dari, penderitaan lahir. Ia juga tidak
memberikan cara-cara untuk ' memperpanjang usia agar hidup selamanya. Dengan pemahaman
demikian, tidak berarti dokter muslim menentang teknologi biomedis bila berarti upaya
mempertahankan kehidupan dengan memberikan pasien suatu pernapasan at au alat lain yang
sejenis.

Sebab, berupaya menyelamatkan hidup adalah tugas mulia, siapa yang menyelamatkan
hidup seorang manusia, seolah dia menyelamatkan hidup seluruh manusia. Ini sejalan dengan
penegasan ayat al-Quran: Artinya:“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan
karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan seorang
manusia semuanya”.(QS.Al Maidah 5: 32)

Kedua, menghormati pasien, diantaranya berbicara dengan baik kepada pasien tidak
membocorkan rahasia dan perasaan pasien, dan tidak melakukan pelecehan seksual, itulah
sebabnya disarankan pasien didampingi orang ketiga. Dokter tidak memberati pasien, dan lain-
lain. Dan Ketiga, pasrah kepada Allah sebagai Dzat Penyembuh. Ini tidak berarti membebaskan
dokter dari segala upaya diagnosis dan pengobatan. Dengan kepasrahan demikian, maka akan
menghindarkan perasaan bersalah jika segala upaya yang dilakukannya mendapatkan
kegagalan.
Karakter atau etika untuk mencegah fitnah dan godaan syaitan maka sebaiknya sewaktu
dokter memeriksa pasien dihadiri orang ketiga baik dari keluarga maupun dari tenaga medis
itu sendiri. Akan lebih baik lagi jika pasien diperiksa oleh dokter sejenis, pasien perempuan
diperiksa oleh dokter perempuan dan pasien laki-laki diperiksa oleh dokter laki-laki, demikian
hubungan antara dokter dan perawat. Karena dalam dunia kedokteran sendiri banyak cerita-
cerita bertebaran di seluruh dunia, di mana terjadi praktek asusila baik yang tak sejenis hetero
seksual, maupun yang sejenis homoseksual antara dokter dan pasien.

Bagaimana dengan dokter spesialis obsestri dan ginekologi, kandunganan kebidanan


(Sp.OG), untuk menjahui hal tersebut dari sini calon dokter seharusnya lebih baik dari awal
mencari suatu pekerjaan yang tidak membawanya pada hal-hal yang menjauhkannya dari
perbuatan yang tidak disukai Allah SWT. Karena jika dia berusaha terlebih dahulu Allah akan
mempermudahkan jalan baginya.

Dalam batas-batas tertentu, mayoritas ulama memperbolehakan berobat kepada lawan


jenis jika sekiranya yang sejenis tidak ada, dengan syarat ditunggui oleh mahram atau orang
yang sejenis. Alasannya, karena berobat hukumnya hanya sunnah dan bersikap pasrah
(tawakkal) dinilai sebagai suatu keutamaan (fadlilah). Ulama sepakat bahawa pembolehan
yang diharamkan dalam keadaan darurat, termasuk pembolehan melihat aurat orang lain,ada
batasnya yang secara umum ditegaskan dalam al-qur’an ( Q.S Al-baqarah : 173; Al-an’am :145
;An-nahl : 115) dengan menjauhi kezaliman dan lewat batas.

Dari segi kaidah fiqhiyyah tentang darurat maka terdapat dua kaidah yaitu kaidah pokok
dan kaidah cabang. Kaidah pokok disini menjelaskan bahwa kemudharatan harus dilenyapkan
yang bersumber dari Q.S Al- Qashash:77), contohnya meminum khamar dan zat adiktif lainnya
yang dapat merusak akal, menghancurkan potensi sosio ekonomi, bagi peminumnya kan
menurunkan produktivitasnya. Para ulama menganggap keadaan darurat sebagai suatu
kesempitan, dan jika kesempitan itu datang agama justru memberikan keluasan. Namun darurat
itu bukan sesuatu yang bersifat rutin dan gampang dilakukan. Umumnya darurat baru dijadikan
pilihan manakala memang kondisinya akan menjadi kritis dan tidak ada alternatif lain. Itu pun
masih diiringi dengan resiko fitnah dan sebagainya.

Seorang Apoteker menurut Al Biruni, farmasis (al-Saydanani) didefinisikan sebagai


sosok yang profesional dalam peracikan dan peramuan obat, memilih bahan terbaik,
menyediakan obat terbaik berdasarkan tata cara dan teknik yang tepat, serta mampu
menjelaskan asal mula obat, obat-obatan yang penting, dan dosis obat.

Tetapi pengobatan dengan sesuatu yang haram sering terjadi sebagai contoh pada
produksi obat-obatan sintetis. Sediaan yang berbentuk cair seringkali menggunakan etanol
sebagai pelarutnya, terutama pada obat batuk. Selain itu, cangkang kapsul yang dibuat dari
gelatin dapat berasal dari tulang atau kulit babi, sapi, atau ikan. Hormon, enzim, dan vitamin
yang merupakan produk hasil bioteknologi bisa menggunakan mikroba maupun media yang
haram. Plasenta yang terkadang berasal dari manusia mampu meregenerasi sel-sel kulit dan
mencegah penuaan, sehingga dimanfaatkan sebagai kosmetik. Sebenarnya hal tersebut dilarang
Allah SWT dalam Q.S Al-maidah 103 : “Allah tidak menetapkan kesembuhan bagi umatku,
atau dengan kata lain, ia tidak memerintahkan kepada umatnya untuk berobat menggunakan
sesuatu yang Allah haramkan atas mereka”.

Adapun pemakaian obat yang haram dibatasi dengan beberapa syarat, antara lain, sakit
yang diderita pasien sangat akut dan dikhawatirkan meninggal, nihilnya obat alternatif, dan
atas rekomendasi dokter yang berkompeten. Argumentasinya merujuk pada dalil-dalil tentang
bolehnya berobat menggunakan perkara haram dalam kondisi darurat. Terutama untuk obat
bagi penyakit gula atas dasar darurat dengan tetap memperhatikan ketentuan syar’inya. Tetapi,
seiring dengan perkembangan kedokteran, insulin jenis ini harus ditinggalkan sebab insulin
halal sudah ditemukan.
Pandangan ini disampaikan Syekh Abd al-Fatah Idris, Muhammad az-Zuhaili, dan
Ahmad al-Hajji al-Kurdi. Kapsul yang terbuat dari gelatin babi itu dianggap najis yang tidak
boleh dikonsumsi ketika ada alternatif yang halal. Jenis obat ini boleh digunakan bila lemak
tersebut telah disterilkan atau disucikan. Penegasan ini diutarakan, antara lain, oleh Syekh Abd
al-Majid Shalahin dan Syekh Ibrahim Bayudh, juga dikuatkan dalam Kongres Fikih
Kedokteran ke-8 OKI. Lembaga ini menyatakan penggunaan enzim babi dalam obat atas dasar
darurat lantaran belum ada obat pengganti yang halal, hukumnya boleh. Bila obat dengan
kategori seperti itu dilarang, bisa berefek buruk bagi pasien.

"Darurat harus diukur sesuai batasnya." Meskipun melihat, menyingkap, menyentuh


dan sebagainya dibolehkan karena darurat dan kebutuhan yang sangat mendesak, tetapi tidak
dibolehkan melampaui dan melanggar batasa-batas syariat.

Kesimpulan
Karakter dokter dan apoteker muslim yaitu beriman dan bertakwa, sabar, rendah hati,
toleran, tenang sekalipun dalam keadaan kritis, peduli terhadap pasien, suci hatinya dan dapat
dipercaya, berilmu pengetahuan, selalu berusaha, dan bertawakal. Dari karakter tersebut
insyaAllah dapat menjauhkan seorang pasien ataupu keluarganya dari hal -hal yang
menimbulkan fitnah entah disaat perawatan ataupun pengobatan. Karena karakter seorang
profesi memiliki pengaruh yang besar bagi kondisi seorang pasien.
Asuhan medik dan penyembuhan dengan obat merupakan bagian dari akhlaq, maka
seorang muslim yang menjalankan fungsi khalifah harus mampu berjalan seiring dengan
fungsi manusia sebagai hamba Allah sehingga dengan demikian melaksanakan pelayanan
kesehatan adalah bagian dari ibadah.
Daftar Pustaka
Az-Zuhaili, Dr. Muhammad. 1427 H. Al-Qawaid al-Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha fi al-Madzahib
al-Arba’ah. Dar al-Fikr: Damaskus – Suriah. Cetakan ke-1. Jilid ke-1.

Dr. H. Yurnalis Uddin, Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan ksehatan 1(Jakarta, 1995),
hal. 89-122

Kelly DV, Bishop L, Young S, Hawboldt J, Phillips L, Keough M. Pharmacist and physician
views on collaborative practice: Findings from the community pharmaceutical care
project. Can Pharm J. 2013;146(4): 218–26.

UT-Interprofessional education. Physician Role [Internet]. Texas: University of Texas; [date


unknown] [cited 2016 Jul 31]. Available from: http://www.healthipe.org/healthcare-
roles/physician

Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2 (Jakarta, 2003), hal.88-
133.

Anda mungkin juga menyukai