Anda di halaman 1dari 28

PEDOMAN PELAYANAN K3RS

(KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA RUMAH SAKIT)

KH. ABDURRAHMAN SYAMSURI (RS. ARSY)

PACIRAN LAMONGAN

TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Rumah sakit sebagai industri jasa padat karya, padat pakar, padat modal, padat teknologi
dituntut untuk senantiasa mampu berkembang dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Menimbang hal ini maka perlu disadari dengan baik dan diantisipasi agar resiko timbulnya
Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Akibat Kerja baik dalam jangka waktu yang lama
maupun relatif singkat dapat dikurangi. Salah satu usaha awal yang dapat dilakukan untuk
mengurangi terjadinya PAK dan KAK adalah mengenali potensi bahaya yang ada di suatu
rumah sakit. Potensi bahaya di rumah sakit selain penyakit juga terdapat berbagai hal lain
yang secara umum adalah meliputi : potensi bahaya fisik, kimia, biologic, ergonomic,
mekanik, listrik, kecelakaan, limbah rumah sakit maupun psikososial.

Mengingat pentingnya permasalahan K3 di atas, maka pedoman, program dan panduan


terkait dengan pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat diperlukan untuk menciptakan keadaan
sehat dan selamat baik bagi pasien, keluarganya, pegawai maupun pengelola rumah sakit.

B. TUJUAN DAN SASARAN PEDOMAN

Tujuan dari pedoman K3RS tahun 2017 ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus
yang penjabarannya ditunjukkan sebagai berikut :

1. Tujuan umum

Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM Rumah Sakit,
aman dan sehat bagi pasien, pengunjung / pengantar pasien, masyarakat dan lingkungan
sekitar rumah sakit sehingga proses pelayanan rumah sakit berjalan baik dan lancar.

2. Tujuan khusus
a. Terwujudnya organisasi kerja yang menunjang tercapainya K3RS.
b. Meningkatkan kesadaran dalam K3 bagi manajemen, pelaksana dan pendukung
program.
c. Terpenuhinya syarat – syarat K3 di setiap unit kerja.
d. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK dan KAK.
e. Terselenggaranya program K3RS secara optimal dan menyeluruh.
f. Peningkatan mutu, citra dan produktivitas rumah sakit.

3. Sasaran K3RS Tahun 2017 adalah :


a. Pengelola rumah sakit (seluruh pegawai di semua unit kerja).
b. SDM yang ada di rumah sakit (pasien dan pengunjung pasien).
C. RUANG LINGKUP CAKUPAN PEDOMAN

Pedoman standar K3RS mencakup program dan kebijakan pelaksanaan K3RS, standar
pelayanan K3RS, standar sarana, prasarana dan peralatan K3RS, pengelola barang
berbahaya, standar sumber daya manusia K3RS, pembinaan, pengawasan, pencatatan dan
pelaporan yang di dalamnya tercakup :
1. Semua tata cara dan laksana kegiatan / tindakan baik medis maupun non medis.
2. Seluruh fasilitas yang ada di rumah sakit.
3. Seluruh lingkungan kerja, seluruh area rumah sakit.

D. BATASAN OPERASIONAL
Batasan operasional penyelenggaraan kegiatan K3 di RS ini adalah :
1. Batasan pelaksanaan K3 tidak hanya pada pegawai rumah sakit tetapi juga pada
pasien dan pengunjung pasien.
2. Alokasi anggaran keuangan pelaksanaan program dan kegiatan K3 ada di bawah
anggaran bidang umum dengan skala prioritas.

E. LANDASAN HUKUM
1. SK Direktur No: tentang Pembentukan Tim K3
2. SK Direktur No: tentang Petunjuk Keselamatan Kerja, Kebakaran dan
Kewaspadaan Bencana.
3. SK Direktur No: tentang Peraturan Umum Keselamatan Kerja, Kebakaran
dan Kewaspadaan Bencana.
4. Undang – undang No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
5. Undang – undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
6. Keputusan MENKES No 876/ MENKES/ SK/ VIII/ 2001 tentang Pedoman
Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan.
7. Keputusan MENKES No 1405/ MENKES/ SK/ XI/ 2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
8. Kepmen KLH 58/ 1995, mengatur tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Rumah Sakit.
9. PP 18 tahun 1990 jo PP 85 tahun 1999, mengatur tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
10. Kepdal 01 – 05 tahun 1995 tentang Pengelolaan Limbah B3. Limbah medis dari
suatu rumah sakit termasuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3)
sesuai dengan PP 18 Tahun 1999 lampiran I daftar limbah spesifik dengan kode limbah D
227.
11. Keputusan MENKES No 1204/ MENKES/ SK/ X/ 2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
12. Pedoman manajemen K3 RS No 432/ MENKES/ SK/ IV/ 2007.
13. Keputusan MENKES No 1087/ MENKES/ SK/ VIII/ 2010 tentang Standar K3RS
14. Peraturan MENKES No 1691/ MENKES/ PER/ VIII/ 2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Untuk menunjang pelaksanaan program K3 Rumah Sakit di tahun 2017, maka pada buku
Pedoman K3 Rumah Sakit, berdasarkan pada keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor 432
tahun 2007 di atur bahwa Organisasi K3RS berada di 1 tingkat dibawah direktur, bukan kerja
rangkap dan merupakan unit organisasi yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur
rumah sakit. Hal ini dikarenakan organisasi K3RS berkaitan langsung dengan regulasi,
kebijakan strategis, biaya, logistik dan SDM di Rumah Sakit. Adapun nama organisasi K3 di
Rumah Sakit adalah Tim Pembina K3RS yang beranggotakan seluruh unit kerja di rumah
sakit.
Keanggotaan tim diatur sebagai berikut:

1. Unit pelaksana K3RS beranggotakan unsur – usur dari pegawai dan jajaran
direksi rumah sakit, dan untuk menunjang efektivitas, maka diperlukan pegawai yang
berlatar belakang pendidikan K3.
2. Unit pelaksana K3RS terdiri dari ketua, sekertaris dan anggota. Pelaksana tugas
ketua dibantu oleh sekertaris dan anggota.
3. Ketua unit pelaksana K3RS adalah salah satu manajemen tertinggi di rumah sakit
atau sekurang – kurangnya manajemen di bawah langsung direktur rumah sakit.
4. Sedangkan sekertaris unit pelaksana K3RS adalah seorang tenaga profesional
K3RS yaitu menejer K3RS atau ahli K3 (berlatar belakang pendidikan K3) atau
setidaknya adalah Sarjana Teknik.
5. Anggota tim K3RS adalah perwakilan dari semua unit yang ada di rumah sakit
(baik yang pekerjaannya terkait medis maupun non medis).

B. Distribusi Tenaga

Tenaga K3 atau SDM Rumah Sakit yang tergabung dalam tim Pembina K3RS terdiri dari
perwakilan semua unit yang ada di rumah sakit, baik yang terkait medis maupun non medis,
baik pegawai yang masuk dalam sift rotasi kerja maupun non sift rotasi kerja. Adapun
pertimbangan yang diambil adalah agar tidak terjadi dalam suatu sift kerja tidak ada seorang
anggota tim pembina K3RS yang sedang bertugas.

C. Pengaturan Jaga

Pengaturan jaga dilakukan sedemikian rupa sehingga dalam suatu sift kerja selalu
terdapat anggota tim Pembina K3RS.
BAB III
STANDAR FASILITAS

Untuk menunjang pelaksanaan program K3 di rumah sakit tahun 2017, maka diperlukan
sarana dan prasarana yang dapat menunjang aktifitas pencapaian tujuan program. Adapun
beberapa sarana dan prasarana serta standarnya dapat diuraikan sebagai berikut :
A. Standar Teknis Sarana
1. Lokasi dan Bangunan
Secara umum lokasi rumah sakit hendaknya mudah dijangkau oleh masyarakat,
bebas dari pencermaran, banjir, dan tidak berdekatan dengan rel kereta api, tempat
bongkar muat barang, tempat bermain anak, pabrik industri, dan limbah pabrik. Dalam
UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit khususnya pasal 8 disebutkan bahwa
persyaratan lokasi rumah sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit. Sedangkan untuk persyaratan bangunan diatur
pada pasal 9 yakni bangunan Rumah Sakit harus memenuhi ; persyaratan administratif
dan persyaratan teknis bangunan gedung pada umumnya, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Untuk persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, harus
sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak
dan orang usia lanjut.
Luas lahan untuk bangunan tidak bertingkat minimal 1,5 kali luas bangunan. Luas
lahan untuk bangunan bertingkat minimal 2 kali luas bangunan lantai dasar. Luas
bangunan disesuaikan dengan jumlah tempat tidur (TT) dan klasifikasi rumah sakit yaitu
kelas D. Bangunan minimal adalah 50m2 per tempat tidur. Perbandingan jumlah tempat
tidur dengan luas lantai untuk ruang perawatan dan ruang perawatan dan isolasi adalah :
a. Ruang bayi :
 Ruang perawatan minimal 2 m2/ TT
 Ruang isolasi minimal 3,5 m2/ TT
b. Ruang dewasa anak :
 Ruang perawatan minimal 4,5 m2/ TT
 Ruang isolasi minimal 6m2/ TT
c. Persyaratan luas ruangan sebaiknya berukuran minimal :
 Ruang periksa 3 x 3 m2
 Ruang tindakan 3 x 4 m2
 Ruang tunggu 4 x 4 m2
 Ruang utility 3 x 3 m2
d. Ruang bangunan yang digunakan untuk ruang perawatan mempunyai :
 Rasio tempat tidur dengan kamar mandi 10 TT :1
 Bebas serangga dan tikus
 Kadar debu maksimal 150 µg/ m3 udara dalam pengukuran rata-rata 24
jam
 Pencahayaan 100 – 200 lux
 Suhu 26 – 27 Derajat Celsius (dengan AC) atau suhu kamar (tanpa AC)
dengan sirkulasi udara yang baik
 Kelembaban 40 – 50% (dengan AC) kelembaban udara ambient (tanpa
AC)
 Kebisingan <45 dBA

2. Lantai :
a. Lantai ruangan dari bahan yang kuat, kedap air, rata, tidak licin dan mudah
dibersihkan dan berwarna terang.
b. Lantai KM / WC dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan
mempunyai kemiringan yang cukup dan tidak ada genangan air.
c. Khusus ruang operasi lantai rata, tidak mempunyai pori dan lubang untuk
berkembang biaknya bakteri, menggunakan bahan vinyl anti elektrostatik dan tidak
mudah terbakar.

3. Dinding (Kepmenkes No. 1204 tahun 2004 tentang persyaratan Kesehatan


Lingkungan Rumah Sakit) :
a. Dinding berwarna terang, rata, cat tidak luntur dan tidak mengandung logam
berat.
b. Sudut dinding dengan dinding, dinding dengan lantai, dinding dengan langit-
langit, membentuk konus (tidak membentuk siku) khususnya pada bagian Kamar
Operasi (OK) untuk menjamin sterilitas ruangan.
c. Dinding KM / WC dari bahan kuat dan kedap air.
d. Permukaan dinding keramik rata, rapih, sisa permukaan kramik dibagi sama
kekanan dan ke kiri.
e. Khusus ruang radiologi dilapis PB yang tebalnya minimal 2 mm atau setara
dinding bata ketebalan 30cm serta dilengkapi jendela kaca anti radiasi.
f. Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik setinggi 1,5 m dari
lantai.

4. Pintu / Jendela :
a. Pintu harus cukup tinggi minimal 270 cm dan lebar minimal 120 cm.
b. Pintu dapat dibuka dari luar.
c. Ambang bawah jendela minimal 1 m dari lantai.
d. Khusus jendela yang berhubungan langsung keluar memakai jeruji.
e. Khusus ruang operasi, pintu terdiri dari dua daun pintu, mudah dibuka tetapi
harus dapat menutup sendiri (dipasang penutup pintu (door close)).
f. Khusus ruang radiologi, pintu terdiri dari dua daun pintu dan dilapisi PB minimal
2 mm atau sertara dinding bata ketebalan 30 cm dilengkapi dengan lampu merah
tanda bahaya radiasi serta dilengkapi jendela kaca anti radiasi.

5. Plafon :
a. Rangka plafon kuat dan anti rayap.
b. Permukaan plafon berwana terang, mudah dibersihkan tidak berbahan dasar
asbes.
c. Langit-langit dengan ketinggian 3 m dari lantai.
d. Langit-langit menggunakan cat anti jamur.

6. Ventilasi :
a. Pemasangan ventilasi alamiah dapat memberikan sirkulasi udara yang cukup, luas
minimum 15% dari luas lantai.
b. Ventilasi mekanik disesuaikan dengan peruntukan ruangan, untuk operasi
kombinasi antara fan, exhauster dan AC dapat memberikan sirkulasi udara dengan
tekanan positif.
c. Ventilasi AC dilengkapi dengan filter bakteri.

7. Atap :
a. Atap kuat , tidak bocor, tidak menjadi perindukan serangga, tikus dan binatang
pengganggu lain.
b. Atap dengan ketinggian lebih dari 10 meter harus menggunakan penangkal petir.

8. Sanitasi :
a. Closet, urinoir, wastafel dan bak mandi dari bahan kualitas baik, utuh dan tidak
cacat, serta mudah dibersihkan.
b. Urinoir dipasang/ ditempel pada dinding, kuat, berfungsi dengan baik.
c. Wastafel dipasang rata, tegak lurus dinding, kuat, tidak menimbulkan bau,
dilengkapi desinfektan dan dilengkapi tisu yang dapat dibuang (disposable tissues).
d. Bak mandi tidak berujung lancip, tidak menjadi sarang nyamuk dan mudah
dibersihkan.
e. Indek perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan kamar
mandi 10 : 1.
f. Indek perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah toiletnya dan kamar mandi
20 : 1.
g. Air untuk keperluan sanitair seperti mandi, cuci, urinoir, wastafel, closet, keluar
dengan lancar dan jumlahnya cukup.

9. Air Bersih :
a. Kapasitas resevoir sesuai dengan kebutuhan Rumah Sakit (250 – 500 liter /
tempat tidur).
b. Sistem penyediaan air bersih menggunakan jaringan PAM atau sumur dalam
(artesis).
c. Air bersih dilakukan pemeriksaan fisik, kimia dan biologi setiap 6 bulan sekali.
d. Sumber air bersih dimungkinkan dapat digunakan sebagai sumber air dalam
penanggulangan kebakaran.

10. Pemipaan (plumping) :


a. Sistem pemipaan di Rumah Sakit adalah pemipaan air bersih sedangkan untuk
pemipaan kebakaran terintegrasin dengan Hydrant.
b. Pipa air bersih tidak boleh bersilangan dengan pipa air kotor.
c. Instalasi pemipaan tidak berdekatan atau berdampingan dengan insalasi listrik

11. Saluran (drainase) :


a. Saluran keliling bangunan drainase dari bahan yang kuat, kedap air dan
berkualitas baik dengan dasar mempunyai kemiringan yang cukup ke arah aliran
pembuangan.
b. Saluran air hujan tertutup telah dilengkapi bak kontrol dalam jarak tertentu dan
ditiap sudut pertemuan, bak kontrol dilengkapi penutup yang mudah dibuka/ ditutup
memenuhi syarat teknis, serta berfungsi dengan baik.

12. Jalur yang melandai / lereng(ramp) :


a. Kemiringan rata-rata 10-25 derajat.
b. Ramp untuk evakuasi satu arah dengan lebar rata-rata 140 cm, khusus ramp
koridor dapat dibuat dua arah dengan lebar minimal 240 cm, kedua ramp tersebut
dilengkapi pegangan rambatan, kuat, ketinggian 80 cm.
c. Area awal dan akhir ramp bebas dan daftar, mudah untuk berputar , tidak licin.
d. Setiap ramp dilengkapi lampu penerangan darurat.

13. Tangga :
a. Lebar tangga minimum 120 cm jalan searah dan 160 cm jalan dua arah.
b. Lebar injakan minimum 28 cm
c. Tinggi injakan maksimum 21 cm
d. Tidak berbentuk bulat/ spiral.
e. Memiliki kemiringan injakan < 90 derajat.
f. Dilengkapi pegangan, minimum pada salah satu sisinya. Peganan rambat mudah
dipegang, ketinggian 60-80 cm dari lantai, bebas dari segala instalasi. Tangga diluar
bangunan dirancang ada penutup tidak kena air hujan secara langsung.
14. Jalur pejalan kaki (Pedestrian track)
a. Tersedia jalur kursi roda dengan permukaan keras/ stabil, kuat dan tidak licin.
b. Tidak terdapat sambungan atau gundukan permukaan.
c. Kemiringan 15 derajat.
d. Drainase searah jalur.
e. Ukuran minimum 120 cm (jalur searah), 160 (jalur 2 arah) terdapat tepi jalur
pengaman.

15. Area parkir :


a. Area parkir tertata dengan baik
b. Mempunyai ruangan bebas disekitarnya
c. Untuk penyandang cacat berkursi roda disediakan ramp trotoar untuk akses di
lantai 1 sedangkan untuk akses ke lantai dua sementara belum difasilitasi.
d. Memberikan rambu bagi penyandang cacat yang bisa membedakan untuk
mempermudah dan membedakan dengan fasilias parkir bagi umum
e. Parkir dasar (basement) dilengkapi dengan exhauster yang memadai untuk
menghilangkan udara tercemar di dalam ruang dasar (basement), dilengkapi petunjuk
arah dan disediakan tempat sampah yang memadai serta pemadam kebakaran.

16. Pemandangan (Landscape) : Jalan, Taman


a. Akses Jalan lancar dengan rambu-rambu yang jelas
b. Saluran pembuangan yang melewati jalan tertutup dengan baik dan tidak
menimbulkan bau
c. Tanam-tanaman tertata dengan baik dan tidak menutupi rambu-rambu yang ada
d. Jalan dalam area rumah sakit dirawat
e. Tersedia area untuk tempat berkumpul (public corner).
f. Pintu gerbang untuk masuk dan keluar sementara melalui pintu yang sama karena
keterbatasan lahan yang ada tetapi walaupun begitu, untuk menunjang keamanan
dilengkapi dengan gerdu jaga.
g. Papan nama Rumah Sakit dibuat rapi, kuat, jelas atau mudah dibaca untuk umum,
terpampang di bagian depan Rumah Sakit
h. Taman tertata rapi, terpelihara, dan berfungsi memberikan keindahan, kesejukan ,
kenyamanan bagi pengunjung maupun pekerja dan pasien Rumah Sakit.

B. Standar Teknis Prasarana


1. Penyediaan listrik :
a. Rumah Sakit memiliki Gardu Listrik/ Trafo Listrik Tersendiri untuk menjamin
suplai kebutuhan rumah sakit dengan daya sebesar 131 KVA.
b. Kapasitas dan instalasi listrik terpasang memenuhi standar PUIL
c. Untuk kamar beda, HCU, menggunakan catu daya khusus dengan sistem catu
daya cadangan otomatis dua lapis (generator dan UPS/ Uninteruptable Power
Supply).
d. Tersedia ruang UPS minimal 2 x 3 m2 (sesuai kebutuhan) terletak di gedung
HCU dan diberi pendingin ruangan.
e. Kapasitas UPS disesuaikan dengan kebutuhan.
f. Kapasitas generator (Gen set) disediakan adalah 40 (KVA) dengan satu Gen Set
pendukung yang berdaya 18, 6 KVA dan setara dengan 75% dari daya terpasang dan
dilengkapi AMF dan ATS system
g. Grounding system harus terpisah antar grounding panel gedung dan panel alat.
Nilai grounding peralatan rata-rata terukur adalah 0,5 Ohm.

2. Instalasi penangkal petir :


Pengawasan instalasi penangkal petir sesuai dengan ketentuan Permenaker No. 2
tahun 1989. Dan telah dilakukan dan pengawasan oleh pihak berwenang yang dalam hal
ini adalah Dinsosnakertrans Kabupaten Tulungagung.

3. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran :


a. Tersedia APAR sesuai dengan Norma Standar Pedoman dan Manual (NSPM)
kebakaran seperti yang diatur oleh Permenaker No. 4 tahun 1980.
b. Alat pemadam Api dengan Air bertekanan dengan menggunakan Genset
terpasang dan berfungsi dengan baik dan tersedia air yang cukup dengan adanya
kolam penampungan air, sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
c. Tersedia dan tercukupi air untuk pemadaman kebakaran.
d. Tersedia instalasi alarm kebakaran automatik sesuai dengan Permenaker No. 2
Tahun 1983.

4. Sistem Komunikasi :
a. Tersedia saluran telepon intenal dan eksternal dan berfungsi dengan baik.
b. Tersedia saluran telepon khusus untuk keadan darurat (untuk IGD, sentral telepon
dan posko tanggap darurat).
c. Instalasi kabel telah terpasang rapi, aman dan berfungsi dengan baik
d. Tersedia komunikasi lain (HT, paging sistem dan alarm) untuk mendukung
komunikasi tanggap darurat.
e. Tersedia sistem panggilan perawat (nurse call ) yang terpasangan berfungsi
dengan baik.
f. Tersedia sistem tata suara pusat (central sound system)
g. Tersedia peralatan pemantau keamanan/ CCTV (Close circuit television) yang
tepsang tersebar di seluruh area rumah sakit (terdapat setidaknya 24 titik pantau
kamera CCTV di seluruh area rumah sakit.

5. Gas Medis :
a. Tersedianya gas medis dengan sistem sentral dan tabung.
b. Sentral gas medis dengan sistem jaringan dan outlet terpasang, berfungsi dengan
baik dilengkapi dengan ALARM untuk menunjukkan kondisi sentral gas medis
dalam keadaan rusak/ ketersediaan gas tidak cukup.
c. Tersedia pengisap (suction pump) pada jaringan sentral gas medik
d. Kapasitas central gas medis telah sesuai dengan kebutuhan
e. Kelengkapan sentral gas berupa gas oxigen (O2), gas nitrous oxida (NO2), gas
tekan dan vacum.

6. Limbah cair :
Tersedianya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan perizinannya

7. Pengolahan Limbah Padat :


a. Tersedianya tempat/ ontainer penampungan limbah sesuai dengan kriterian
limbah
b. Tersedia pembakaran sampah/ limbah padat atau sejenisnya, terpelihara dan
berfungsi dengan baik
c. Tersedia tempat pembuangan limbah padat sementara, tetutup dan berfungsi
dengan baik

C. Standar Peralatan Rumah Sakit


1. Memiliki perizinan
2. Diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/
atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang
3. Tersertifikasi badan atau lembaga terkait
4. Peralatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan dan harus
diawasi oleh lembaga yang berwenang
5. Penggunaan peralatan medis dan non medis di Rumah Sakit harus dilakukan
sesuai dengan indikasi medis pasien
6. Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan Rumah Sakit harus dilakukan oleh
petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya
7. Pemeliharaan peralatan didokumentasikan dan dievakuasi secara berkala dan
berkesinambungan

D. Denah Ruang
Adapun denah ruangan di Rumah Sakit dapat ditunjukkan pada Lampiran Gambar Denah
RS.
BAB IV
TATA LAKSANA

TATA LAKSANA K3 RUMAH SAKIT


Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan K3 di Rumah Sakit, selanjutnya perlu dibuat
Tata Laksana Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit tahun 2017. Adapun perincian dari tata
laksana tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
A. Komitmen dan Kebijakan
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah
dimengerti serta diketahui oleh seluruh pegawai rumah sakit. Manajemen rumah sakit
mengidentifikasikan dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan,
tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3RS. Kebijakan K3 di rumah sakit
diwujudkan dalam bentuk wadah K3RS dalam struktur organisasi Rumah Sakit.
Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3RS, perlu disusun beberapa strategi
yang antara lain meliputi :
1. Sosialisasi program K3RS
2. Menetapkan tujuan yang jelas
3. Organisasi dan penugasan yang jelas
4. Meningkatkan kualitas SDM di bidang K3RS pada setiap unit kerja di lingkungan
RS
5. Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak
6. Kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif
7. Membuat program kerja K3RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan
pencegahan kejadian terkait K3
8. Monitoring dan evaluasi secara internal maupun eksternal dengan melibatkan
Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lamongan secara berkala

B. Perencanaan
Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan
penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan
K3 di RS dapat mengacu pada sistem standar Sistem Manajemen K3RS diantaranya self
assesment akreditasi K3RS
Perencanaan meliputi :
1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko. RS harus
melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian seta pengedalian faktor
risiko.
a. Identifikasi sumber bahaya
Dapat dilakukan dengan mempertimbangkan :
1) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya
2) Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi
Sumber bahaya yang ada di rumah sakit harus diidentifikasi dan dinilai
untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolak ukur kemungkinan
terjadinya kecelakaan dalam PAK.
Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan RS meliputi :

No Bahaya Potensial Lokasi Pekerja yang berisiko


FISIK : UPS-RS, laundry, dapur, Pegawai yang bekerja di
Bising gedung genset, IPAL lokasi tsb.
Getaran Ruang mesin-mesin dan Pegawai yang bekerja di
menghasilkan getaran lokasi tsb.
(ruang gigi dll.)
Debu Genset, bengkel kerja, Teknisi gigi/ petugas UPS dan
laboratorium gigi, gudang rekam medis
rekam medis, tempat
1
pembakaran sampah
Panas Dapur, laundry, tempat Pekerja dapur, pekerja
sampah laundry, cleaning service, dan
petugas, UPS-RS
Radiasi X-ray, OK, ruang Ahli radiologi,radioterapist
fisioterapi, unit gigi dan radiografer, ahli
fisiotherapi dan petugas
rontgen gigi
KIMIA : Semua area Cleaning service, perawat
disinfektan
Cytotoxics Farmasi, tempat Pegawai farmasi, perawat,
pembuangan limbah, petugas pengumpul sampah
bangsal
Ethylene oxide Kamar operasi Dokter, perawat
Formaldehyde Laboratorium, kamar mayat, Petugas kamar mayat,
gudang farmasi petugas laboratorium dan
2 farmasi
Methyl : Methacrylate, Ruang pemeriksaan gigi Petugas/ doktergigi, dokter
Hg (amalgam) bedah, perawat
Solvents Laboratorium, bengkel Teknisi, petugas
kerja, semua area di RS laboratorium, petugas
pembersih
Gas-gas anaestesi Ruang operasi gigi, OK, Dokter gigi, perawat, dokter
ruang pemulihan (RR) bedah, dokter/ perawat
anaestesi
BIOLOGIK : IGD, kamar Operasi, ruang Dokter, dokter gigi, perawat,
AIDS, Hepatitis B dan pemeriksaan gigi, petugas laboratorium, dan
Non A-non B laboratorium, laundry laundry
Cytomegalovirus Ruang kebidanan, ruang Perawat, dokter yang bekerja
3
anak di bagian ibu dan anak
Rubella Ruang ibu dan anak Dokter dan perawat
Tuberculosis Bangsal, laboratorium, Perawat, petugas
ruang isolasi laboratorium, fisioterapis
4 ERNONOMIK Area pasien dan tempat Petugas yang menangani
Pekerjaan yang penyimpanan barang pasien dan barang
dilakukan secara (gudang)
manual
Pekerjaan yang Semua area Dokter gigi, cleaning service,
berulang fisioterapis, sopir, operator
komputer, yang berhubungan
dengan pekerjaan sekretaris
Postur yang salah Semua area Semua pegawai
dalam melakukan
pekerjaan
PSIKOSOSIAL Semua area Semua pegawai
Sering kontak dengan
5 pasien, kerja bergilir,
kerja berlebih, ancaman
secara fisik

b. Penilaian faktor risiko


Adalah proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan melakukan
penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.
c. Pengendalian faktor risiko
Dilaksanakan melalui 4 tingkatan pengendalian risiko yakni menghilangkan bahaya
mengantkan sumber risiko dengan sarana/ peralatan lain yang tingkat risikonya lebih
rendah/ tidak ada (engineering/ rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi
(APP)

2. Membuat peraturan
Rumah Sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional
prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3
lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievakuasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan
serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait.

3. Tujuan dan sasaran


Rumah Sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya potensial
dan risiko K3 yang bisa diukur, sautuan/ indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan
jangka waktu pencapaian (SMART)

4. Indikator kinerja
Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus
merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian K3RS.

5. Program K3
RS harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, untuk mencapai sasaran haru
ada monitoring, evaluasi dan dicatata serta dilaporkan.

C. Mekanisme Kerja

Ketua organisasi/ unit pelaksana K3RS memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan


organisasi/ unit pelaksana K3RS
Sekretaris organisasi/ unit pelaksana K3 RS memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas
kesekretariatan dan melaksanakan keputusan organisasi/ unit pelaksana K3RS.
Anggota organisasi/ unit pelaksana K3RS mengikuti rapat organisasi/ unit pelaksana K3RS
dan melakukan pembahasan atas persoalan yang diajukan dalam rapat, serta melaksanakan
tugas-tugas yang diberikan organisasi/ unit pelaksana K3RS.
Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, organisasi/ unit pelaksana K3RS
mengumpulan data dan informasi mengenai pelaksanaan K3 di RS. Sumber data antara lain dari
bagian personalia meliputi angka sakit, tidak hadir tanpa keterangan, angka kecelakaan, catatan
lama sakit dan perawatan RS, khususnya yang berkaitan dengan akibat kecelakaan. Dan sumber
yang lain bisa dari tempat pengobatan RS sendiri antara lain jumlah kunjungan, P3K dan
tindakan medik karena kecelakaan, rujukan ke RS bila perlu pengobatan lanjutan dan lama
perawatan dan lama berobat. Dari bagian teknik bisa didapat data kerusakan akibat kecelakaan
dan biaya perbaikan.
Informasi juga dikumpulkan dari hasil monitoring tempat kerja dan lingkungan kerja RS,
terutama yang berkaitan dengan sumber bahaya potensial baik yang berasa dari kondisi
barbahaya maupun tindakan berbahaya serta data dari bagian K3 berupa laporan pelaksanaan K3
dan analisisnya.
Data dan informasi dibahas dalam organisasi/ unit pelaksana K3RS, untuk menemukan
penyebab masalah dan merumuskan tindakan korektif maupun tindakan preventif. Hasil
rumusan disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada direktur RS. Rekomendasi berisi saran
tindak lanjut dari organisasi/ satuan pelaksana K3RS serta alternatif-alternatif pilihan serta
pemikiran hasil/konsekuensi setiap pilihan.
Organisasi/ unit pelaksana K3RS membantu melakukan upaya promosi di lingkungan RS
baik pada petugas, pasien meupun pengunjung yaitu mengenai segala upaya pencegahan KAK
dan PAK di RS. Untuk memacu semangat pegawai RS agar dapat mengikuti dengan baik dan
pro aktrif kegiatan K3 ini, kemudian diadakan lomba pelaksanaan K3 antar bagian atau unit
kerja yang ada di lingkungan kerja RS dan yang terbaik atau terbagus pelaksanaannya dan
penerapannya K3 nya mendapat reward dari direktur RS.

D. Pengelolaan Barang Berbahaya dan Beracun

Limbah medis rumah sakit kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun yang sangat
penting untuk dikelola secara benar. Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah
berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infesius.
Oleh sebab itu Rumah Sakit harus memberikan perhatian lebih pada limbah medis
berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan
wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infesius
merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada SDM rumah
sakit, pasien, pengunjung, pengantar pasien ataupun masyarakat disekitar lingkungan rumah
sakit. Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban,
biakan kultur, bahan atau perlengkapan ang bersentuhan dengan penyakit menular atau media
lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak
tepat akan beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin
ditimbuakan akibat keberadaan rumah sakit antara lain : penyakit menular (hepatitis, diare,
campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko bahaya
kimia.
Dalam penanganan (menyimpan, memindahkan, menangani tumpahan, menggunakan, dll)
B3, setiap pegawai wajib mengetahui betul jenis bahan dan cara penanganannya dengan melihat
SOP yang telah ditetapkan.

1. Penanganan untuk personil


a. Kenali dengan seksama jenis bahan yang akan digunakan atau disimpan
b. Baca petunjuk yang tertera pada kemasan
c. Letakkan bahan sesuai dengan ketentuan
d. Tempat bahan pada ruang penyimpanan yang sesuai dengan petunjuk
e. Perhatikan batas waktu pemakaian bahan yang disimpan
f. Jangan menyimpan bahan yang mudah beraksi di lokasi yang sama
g. Jangan menyimpan bahan yang melebihi pandangan mata
h. Pastikan kerja aman sesuai prosedur dalam pengambilan dan penempatan bahan,
hindari terjadi tumpahan/ kebocoran
i. Laporkan segera bila terjadi kebocoran bahan kimia atau gas
j. Laporkan setiap kejadian atau emungkinan kejadian yang menimbulakn bahaya/
kecelakaan atau nyaris celaka melalui formulr yang telah disediakan dan alur yang telah
ditetapkan.

2. Penanganan berdasaran lokasi


Daerah – daerah yang beresiko (laboratorium, radiologi, farmasi dan tempat
penyimpanan, penggunaan dan penggolahan B3 yang ada di RS harus ditetapkan sebagai
daerah berbahaya dengan menggunakan kode warna di area bersangkutan, serta dibuat dalam
denah RS yang disebarluaskan/ disosialisasikan kepada seluruh penghuni RS.

3. Penanganan Administratif
Di setiap tempat penyimpanan, penggunaan dan penggolahan B3 harus diberi tanda sesuai
potensi bahaya yang ada, dan di lokasi tersebut SOP untuk menangani B3 antara lain:
a. Cara penanganan bila terjadi kontaminasi
b. Cara penanggulangan apabila terjadi kedaruratan
c. Cara penanganan B3 dll.
BAB V
LOGISTIK

Pengadaan barang dan jasa terkait dengan kegiatan K3 secara umum dapat dibagi menjadi
2 kelompok besar, yaitu:

1. Pengadaan Jasa dan Bahan Umum


Untuk menunjang tujuan kegiatan K3, maka diperlukan sarana dan prasarana umum yang
pengadaannya mengikuti sistem dan prosedur serta SOP pengadaan barang umum di RS Era
Medika. Contoh barang umum terkait dengan K3 diantaranya : pengadaan kran air, dll.

2. Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya


RS harus melakukan seleksi rekanan berdasarka barang yang diperlukan. Rekanan yang
akan diseleksi diminta memberikan proposal berikut profil perusahaan (company profile).
Informasi yang diperlukan menyangkut spesifikasi lengkap dari material atau produk,
kapabilitas rekanan, harga, pelayanan, persyaratan K3 dan lingkungan serta informasi lain
yang dibutuhkan oleh RS.
Setiap unit kerja/ instalasi/ satker yang menggunakan, menyimpan, mengelola B3 harus
menginformasikan kepada Bidang logistik sebagai unit pengadaan barang setiap kali
mengajukan permintaan bahwa barang yang diminta termasuk jenis B3.
Untuk memudahkan melakukan proses seleksi, dibuat formulir seleksi yang memuat
kriteria wajib yang harus dipenuhi oleh rekanan serta sistem penilaian untuk masing –
masing kriteria yang ditentukan. Hal – hal yang menjadi kriteria penilaian:
a. Kapabilitas
Kemampuan dan kompetensi rekanan dalam memenuhi apa yang tertulis dalam
kontak kerjasama.
b. Kualitas dan garansi
Kualitas barang yag diberikan memuaskan dan sudah sesuai dengan spesifikasi yag
sudah disepakati. Jaminan garansi yang disediakan baik waktu maupun jenis garansi
yang diberikan
c. Persyaratan K3 dan lingkungan
1) Menyertakan MSDS
2) Melaksanakan Sistem Manajemen Lingkungan atau ISO 14001
3) Kemasan produk memenuhi persyaratan K3 dan lingkungan
4) Mengikuti ketentuan K3 yang berlaku di RS
d. Sistem mutu
1) Metodoligi bagus
2) Dokumen sistem mutu lengkap
3) Sudah sertifikasi ISO 9000
e. Pelayanan
1) Kesesuaian waku pelayanan dengan kontrak yang ada
2) Pendekatan yang dilakukan supplier dalam melaksanakan tugasnya
3) Penanganan setiap masalah yang timbul pada saat pelaksanaan
4) Memberikan pelayanan jual yang memadai dan dukungan teknisi disertai sumber
daya manusia yang handal.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien harus diutamakan dalam proses pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Untuk itu keselamatan pasien dalam program K3 diuraikan secara lebih terperinci dengan
beberapa penekanan prioritas.
Patient safety atau keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien di
rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.
Terkait dengan usaha pencapaian K3 di RS, maka kemudian dilakukan penekanan dengan
terintegrasi pada pedoman keselamatan dan kesehatan kerja di Rumah Sakit Tahun 2017.
Pelaksanaan kegiatannya terkait dengan keselamatan pasien selalu mengacu pada sasaran
keselamatan pasien yang antara lain adalah:
1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat - lokasi, tepat - prosedur, tepat - pasien operasi
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan resiko pasien jatuh
Adapun langkah menuju keselamatan pasien di rumah sakit dilakukan dengan
pembentukan tim KPRS (Keselamatan Pasien Rumah Sakit) yang diketuai langsung oleh dokter
umum sebagai motor pelaksana keselamatan pasien di rumah sakit. Adapun usaha yang
dilakukan terkait dengan kondisi mencapai tingkat keselamatan pasien yang baik antara lain:
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Memimpin dan mendukung pegawai rumah sakit
3. Mengintegrasi aktivitas pengelola resiko
4. Mengembangkan sistem pelaporan
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien juga keluarganya
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien dengan rumah sakit lain
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
BAB IX
PELAYANAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

A. Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit


Setiap Rumah Sakit wajib melaksanakan pelayanan kesehatan kerja seperti tercantum
pada pasal 23 UU kesehatan no.36 tahun 2009 dan peraturan Menteri tenaga kerja dan
Transmigrasi RI No.03/men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja. Adapun bentuk
pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan, sebagai berikut :

1. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi pekerja :


a. Pemeriksaan fisik lengkap
b. Kesegaran jasmani
c. Pemeriksaan penunjang dasar (foto thorax, laboratorium rutin, EKG)
d. Pemeriksaan khusus sesuai dengan jenis pekerjaannya.
e. Pemeriksaan yang sesuai dengan kebutuhan guna mencegah bahaya yang
diperkirakan timbul khusus untuk pekerjaan tertentu
f. Jika tiga bulan sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter
(pemeriksa berkala), tidak ada keragu raguan maka tidak perlu dilakukan
pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja.
2. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/ pelatihan tentang kesehatan kerja dan
memberikan bantuan kepada pekerja di Rumah Sakit dalam penyesuaian diri baik fisik
maupun mental terhadap pekerjaannya. Yang diperlukan antara lain :
a. Informasi umum rumah sakit dan fasilitas atau sarana yang terkait dengan K3
b. Informasi tentang resiko dan bahaya khusus di tepat kerjanya.
c. SOP kerja, SOP peralatan, SOP penggunaan alat pelindung diri dan
kewajibannya.
d. Orientasi K3 di tempat kerja.
e. Melaksanakan pendidikan, pelatihan ataupun promosi/ penyuluhan kesehatan
kerja secara berkala dan berkesinambungan sesuai kebutuhan dalam rangka
menciptakan budaya K3.
3. Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan pajanan
di Rumah Sakit :
a. Setiap pekerja rumah sakit wajib mendapatkan pemeriksaan berkala minimal
setahun sekali.
b. Sedangkan untuk pemeriksaan khusus disesuaikan dengan jenis dan besar
pajanan serta umur dari pekerja.
c. Adapun jenis pemeriksaan khusus yang perlu dilakukan antara lain sebagai
berikut :
1) Pemeriksaan audiometri untuk pekerja yang terpajan bising seperti
pekerja unit pemeliharaan sarana rumah sakit, operator telephone, dll.
2) Pemeriksaan gambaran darah tepi untuk pekerja radiologi.
3) Melakukan upaya preventiv (vaksinasi hepatitis B pada pekerja yang
terpajang produk tubuh manusia)
4) Pemeriksaan kesehatan HbsAG dan HIV untuk pekerja yang berhubungan
dengan darah dan produk tubuh manusia (dokter, dokter gigi, perawat,
laboratorium, petugas kesling, dll)
5) Pemeriksaan fungsi paru untuk pekerja yang terpajang debu seperti
petugas incenerator.
4. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik
SDM Rumah Sakit :
a. Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi untuk SDM Rumah
Sakit yang dinas malam, petugas radiologi, petugas lab, petugas kesling dan lain -
lain.
b. Pemberian imunisasi bagi SDM Rumah Sakit.
c. Olah raga, senam kesehatan dan rekreasi.
d. Pembinaan mental/rohani.
5. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM Rumah Sakit
yang menderita sakit :
a. Memberikan pengobatan dasar secara gratis kepada seluruh SDM Rumah Sakit.
b. Memberikan pengobatan dan menanggung biaya pengobatan untuk SDM Rumah
Sakit yang terkena Penyakit Akibat Kerja (PAK)
c. Menindak lanjuti hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan
kesehatan khusus
d. Melakukan upaya rehabilitasi sesuai penyakit terkait.
6. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja Rumah Sakit yang akan
pensiun atau pindah kerja:
a. Pemeriksaan kesehatan fisik
b. Pemeriksaan laboratorium legkap, EKG, paru (foto torak dan fungsi paru)
7. Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
mengenai penularan infeksi terhadap SDM Rumah Sakit dan pasien :
a. Pertemuan koordinasi.
b. pembahasan kasus.
c. Penanggulangan kejadian infeksi nosokomial.
8. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja :
a. Melakukan pemetaan (mapping) tempat kerja untuk mengidentifikasi jenis
bahaya dan besarnya risiko.
b. Melakukan identifikasi pekerja berdasarkan jenis pekerjaannya, lama pajanan dan
dosis pajanan.
c. Melakukan analisa hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus.
d. Melakukan tindak lanjut analisa pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus
(dirujuk ke spesialis terkait, rotasi kerja, merekomendasikan pemberian istirahat
kerja).
e. Melakukan pemantauan perkembangan kesehatan SDM Rumah Sakit.
9. Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan
dengan kesehatan kerja ( Pemantauan/ pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi,
psikososial dan ergonomi).
10. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan K3RS yang disampaikan
kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah kerja Rumah Sakit.

B. Standar Pelayanan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit


Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana, prasarana,
dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang dilakukan :

1. Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana, prasarana, dan


peralatan kesehatan:
Lokasi RS memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata
ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan RS.
a. Teknis bangunan RS, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam
pemberian pelayanan serta perlindungan dengan keselamatan bagi semua orang
termasuk penyandang cacat, anak - anak, dan orang usia lanjut.
b. Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan
kesehatan kerja penyelenggara RS
c. Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, prasarana dan peralatan RS harus
dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya (sertifikasi
personil petugas/ operator sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan RS)
d. Membuat program pengoperasian, perbaikan dan pemeliharaan rutin dan berkala
sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan dan selanjutnya didokumentasikan
dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
e. Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis dan non medis dan harus memenuhi
standar pelayanan, pesyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan layak pakai.
f. Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan, peralatan
kesehatan harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Pengujian Fasilitas
Kesehatan dan / atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang
g. Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan
dan harus diawasi oleh lembaga yang berwenang.
h. Melengkapi perizinan dan sertifikasi sarana dan prasarana serta peralatan
kesehatan.

2. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap pekerja


a. Melakukan identifikasi dan penilaian resiko ergonomi terhadap peralatan kerja
dan SDM RS.
b. Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan mengendalikan
resiko ergonomi.
3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
a. Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang
memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial
b. Pemantauan / pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan
psikososial secara rutin dan berkala
c. Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan lingkungan
kerja.
4. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitasi
Manajemen harus menyediakan, memelihara, mengawasi sarana dan prasarana
sanitair, yang memenuhi syarat, meliputi:
a. Penyehatan makanan dan minuman
b. Penyehatan air
c. Penyehatan tempat pencucian
d. Penanganan sampah dan limbah
e. Pengendalian serangga dan tikus
f. Sterilisasi/ desinfeksi
g. Perlindungan radiasi
h. Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan
5. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja
a. Pembuatan rambu - rambu arah dan tanda - tanda keselamatan
b. Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan alat pelindung diri (APD)
c. Membuat SOP peralatan keselamatan kerja dan APD
d. Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap keputusan penggunaan
peralatan keselamatan dan APD
6. Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja
a. Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi seluruh SDM Rumah Sakit
b. Melaksanakan pelatihan dan sertifikasi K3RS kepada petugas K3RS
7. Memberi rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, pembuatan tempat kerja
dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait keselamatan/ keamanan
a. Melibatkan petugas K3RS di dalam perencanaan, desain pembuatan tempat kerja
dan pemilihan serta pengadaan sarana, prasaran dan peralatan keselamatan kerja
b. Mengevaluasi dan mendokumentasikan kondisi sarana, prasarana dan peralatan
keselamatan kerja dan membuat rekomendasi sesuai dengan persyaratan yang
berlaku dan standar keamanan dan keselamatan.
8. Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
a. Membuat alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka
b. Membuat SOP pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris celaka
dan celaka.
9. Pembinaan dan pengawasan Manajemen Sistem Penanggulangan Kebakaran
(MSPK)
a. Manajemen menyediakan sarana dan prasarana pencegahan dan penanggulangan
kebakaran
b. Membentuk tim penanggulangan kebakaran
c. Membuat SOP
d. Melakukan sosialisasi dan pelatihan pencegahan dan penanggulangan kebakaran
e. Melakukan audit internal terhadap sistem pencegahan dan penanggulangan
kebakaran.
10. Membuat evaluasi, pencatatan, dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan
kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah
kerja kerja Rumah Sakit
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3RS adalah salah satu fungsi manajemen K3 di
Rumah Sakit yang berupa suatu langkah yang diambil untuk mengetahui dan menilai sejauh
mana proses kegiatan K3 di Rumah Sakit itu berjalan, dan mempertanyakan efektifitas dan
efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3 dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pemantauan dan evaluasi meliputi:

1. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan RS (SPRS) yang


dilaporkan secara triwulan
a. Pencatatan dan pelaporan K3
b. Pencatatan semua kegiatan K3
c. Pencatatan dan pelaporan KAK
d. Pencatatan dan pelaporan PAK

2. Inspeksi dan pengujian


Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3 secara umum dan tidak
terlalu mendalam. Inspeksi K3 di RS dilakukan secara berkala, terutama oleh petugas K3 RS
sehingga kejadian PAK dan KAK dapat dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian
baik terhadap lingkungan maupun pemeriksaan terhadap pekerja beresiko seperti bilogical
monitoring (Pemantauan secara biologis). Selain terkair dengan pegawai, pengujian berkala juga
dilakukan terkait dengan fasilitas, sarana dan prasarana Rumah Sakit melalui pengujian baik
secara internal maupun secara eksternal kepada lembaga/ organisasi yang terkait.

3. Melaksanakan audit internal K3


Audit K3 yang meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan, karyawan dan
pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebiajakan dan prosedur, pengembangan karyawan dan
program pendidikan, evaluasi dan pengendalian.
Tujuan Audit K3:
a. Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan
b. Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai ketentuan
c. Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta pengembangan
mutu.
Audit ini dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk mengetahui pencapaian pelaksanaan
kegiatan K3 di Rumah Sakit. Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil dari audit internal,
identifikasi, penilaian resiko direkomendasikan kepada manajemen puncak. Tinjauan ulang dan
peningkatan oleh pihak manajemen secara berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian dan
keefektifan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3.
BAB IX
PENUTUP

Buku Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Keja di Rumah Sakit Tahun 2017. Buku
pedoman ini diharapkan mampu memberikan tuntunan untuk pelaksanaan K3 di Rumah Sakit
dan menjadi acuan dan dasar bagi perencanaan dan penulisan panduan maupun program K3
yang akan disusun kemudian.

Tim penulis menyadari sepenuhnya bahwa walaupun telah berusaha maksimal untuk
menyelesaikan buku ini, tetapi masih terdapat kekurangan dan untuk itu maka saran, masukan
dan ide yang membangun senantiasa diperlukan untuk memperbaiki Buku Pedoma K3RS.

Anda mungkin juga menyukai