PACIRAN LAMONGAN
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit sebagai industri jasa padat karya, padat pakar, padat modal, padat teknologi
dituntut untuk senantiasa mampu berkembang dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Menimbang hal ini maka perlu disadari dengan baik dan diantisipasi agar resiko timbulnya
Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Akibat Kerja baik dalam jangka waktu yang lama
maupun relatif singkat dapat dikurangi. Salah satu usaha awal yang dapat dilakukan untuk
mengurangi terjadinya PAK dan KAK adalah mengenali potensi bahaya yang ada di suatu
rumah sakit. Potensi bahaya di rumah sakit selain penyakit juga terdapat berbagai hal lain
yang secara umum adalah meliputi : potensi bahaya fisik, kimia, biologic, ergonomic,
mekanik, listrik, kecelakaan, limbah rumah sakit maupun psikososial.
Tujuan dari pedoman K3RS tahun 2017 ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus
yang penjabarannya ditunjukkan sebagai berikut :
1. Tujuan umum
Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM Rumah Sakit,
aman dan sehat bagi pasien, pengunjung / pengantar pasien, masyarakat dan lingkungan
sekitar rumah sakit sehingga proses pelayanan rumah sakit berjalan baik dan lancar.
2. Tujuan khusus
a. Terwujudnya organisasi kerja yang menunjang tercapainya K3RS.
b. Meningkatkan kesadaran dalam K3 bagi manajemen, pelaksana dan pendukung
program.
c. Terpenuhinya syarat – syarat K3 di setiap unit kerja.
d. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK dan KAK.
e. Terselenggaranya program K3RS secara optimal dan menyeluruh.
f. Peningkatan mutu, citra dan produktivitas rumah sakit.
Pedoman standar K3RS mencakup program dan kebijakan pelaksanaan K3RS, standar
pelayanan K3RS, standar sarana, prasarana dan peralatan K3RS, pengelola barang
berbahaya, standar sumber daya manusia K3RS, pembinaan, pengawasan, pencatatan dan
pelaporan yang di dalamnya tercakup :
1. Semua tata cara dan laksana kegiatan / tindakan baik medis maupun non medis.
2. Seluruh fasilitas yang ada di rumah sakit.
3. Seluruh lingkungan kerja, seluruh area rumah sakit.
D. BATASAN OPERASIONAL
Batasan operasional penyelenggaraan kegiatan K3 di RS ini adalah :
1. Batasan pelaksanaan K3 tidak hanya pada pegawai rumah sakit tetapi juga pada
pasien dan pengunjung pasien.
2. Alokasi anggaran keuangan pelaksanaan program dan kegiatan K3 ada di bawah
anggaran bidang umum dengan skala prioritas.
E. LANDASAN HUKUM
1. SK Direktur No: tentang Pembentukan Tim K3
2. SK Direktur No: tentang Petunjuk Keselamatan Kerja, Kebakaran dan
Kewaspadaan Bencana.
3. SK Direktur No: tentang Peraturan Umum Keselamatan Kerja, Kebakaran
dan Kewaspadaan Bencana.
4. Undang – undang No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
5. Undang – undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
6. Keputusan MENKES No 876/ MENKES/ SK/ VIII/ 2001 tentang Pedoman
Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan.
7. Keputusan MENKES No 1405/ MENKES/ SK/ XI/ 2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
8. Kepmen KLH 58/ 1995, mengatur tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Rumah Sakit.
9. PP 18 tahun 1990 jo PP 85 tahun 1999, mengatur tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
10. Kepdal 01 – 05 tahun 1995 tentang Pengelolaan Limbah B3. Limbah medis dari
suatu rumah sakit termasuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3)
sesuai dengan PP 18 Tahun 1999 lampiran I daftar limbah spesifik dengan kode limbah D
227.
11. Keputusan MENKES No 1204/ MENKES/ SK/ X/ 2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
12. Pedoman manajemen K3 RS No 432/ MENKES/ SK/ IV/ 2007.
13. Keputusan MENKES No 1087/ MENKES/ SK/ VIII/ 2010 tentang Standar K3RS
14. Peraturan MENKES No 1691/ MENKES/ PER/ VIII/ 2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Untuk menunjang pelaksanaan program K3 Rumah Sakit di tahun 2017, maka pada buku
Pedoman K3 Rumah Sakit, berdasarkan pada keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor 432
tahun 2007 di atur bahwa Organisasi K3RS berada di 1 tingkat dibawah direktur, bukan kerja
rangkap dan merupakan unit organisasi yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur
rumah sakit. Hal ini dikarenakan organisasi K3RS berkaitan langsung dengan regulasi,
kebijakan strategis, biaya, logistik dan SDM di Rumah Sakit. Adapun nama organisasi K3 di
Rumah Sakit adalah Tim Pembina K3RS yang beranggotakan seluruh unit kerja di rumah
sakit.
Keanggotaan tim diatur sebagai berikut:
1. Unit pelaksana K3RS beranggotakan unsur – usur dari pegawai dan jajaran
direksi rumah sakit, dan untuk menunjang efektivitas, maka diperlukan pegawai yang
berlatar belakang pendidikan K3.
2. Unit pelaksana K3RS terdiri dari ketua, sekertaris dan anggota. Pelaksana tugas
ketua dibantu oleh sekertaris dan anggota.
3. Ketua unit pelaksana K3RS adalah salah satu manajemen tertinggi di rumah sakit
atau sekurang – kurangnya manajemen di bawah langsung direktur rumah sakit.
4. Sedangkan sekertaris unit pelaksana K3RS adalah seorang tenaga profesional
K3RS yaitu menejer K3RS atau ahli K3 (berlatar belakang pendidikan K3) atau
setidaknya adalah Sarjana Teknik.
5. Anggota tim K3RS adalah perwakilan dari semua unit yang ada di rumah sakit
(baik yang pekerjaannya terkait medis maupun non medis).
B. Distribusi Tenaga
Tenaga K3 atau SDM Rumah Sakit yang tergabung dalam tim Pembina K3RS terdiri dari
perwakilan semua unit yang ada di rumah sakit, baik yang terkait medis maupun non medis,
baik pegawai yang masuk dalam sift rotasi kerja maupun non sift rotasi kerja. Adapun
pertimbangan yang diambil adalah agar tidak terjadi dalam suatu sift kerja tidak ada seorang
anggota tim pembina K3RS yang sedang bertugas.
C. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga dilakukan sedemikian rupa sehingga dalam suatu sift kerja selalu
terdapat anggota tim Pembina K3RS.
BAB III
STANDAR FASILITAS
Untuk menunjang pelaksanaan program K3 di rumah sakit tahun 2017, maka diperlukan
sarana dan prasarana yang dapat menunjang aktifitas pencapaian tujuan program. Adapun
beberapa sarana dan prasarana serta standarnya dapat diuraikan sebagai berikut :
A. Standar Teknis Sarana
1. Lokasi dan Bangunan
Secara umum lokasi rumah sakit hendaknya mudah dijangkau oleh masyarakat,
bebas dari pencermaran, banjir, dan tidak berdekatan dengan rel kereta api, tempat
bongkar muat barang, tempat bermain anak, pabrik industri, dan limbah pabrik. Dalam
UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit khususnya pasal 8 disebutkan bahwa
persyaratan lokasi rumah sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit. Sedangkan untuk persyaratan bangunan diatur
pada pasal 9 yakni bangunan Rumah Sakit harus memenuhi ; persyaratan administratif
dan persyaratan teknis bangunan gedung pada umumnya, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Untuk persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, harus
sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak
dan orang usia lanjut.
Luas lahan untuk bangunan tidak bertingkat minimal 1,5 kali luas bangunan. Luas
lahan untuk bangunan bertingkat minimal 2 kali luas bangunan lantai dasar. Luas
bangunan disesuaikan dengan jumlah tempat tidur (TT) dan klasifikasi rumah sakit yaitu
kelas D. Bangunan minimal adalah 50m2 per tempat tidur. Perbandingan jumlah tempat
tidur dengan luas lantai untuk ruang perawatan dan ruang perawatan dan isolasi adalah :
a. Ruang bayi :
Ruang perawatan minimal 2 m2/ TT
Ruang isolasi minimal 3,5 m2/ TT
b. Ruang dewasa anak :
Ruang perawatan minimal 4,5 m2/ TT
Ruang isolasi minimal 6m2/ TT
c. Persyaratan luas ruangan sebaiknya berukuran minimal :
Ruang periksa 3 x 3 m2
Ruang tindakan 3 x 4 m2
Ruang tunggu 4 x 4 m2
Ruang utility 3 x 3 m2
d. Ruang bangunan yang digunakan untuk ruang perawatan mempunyai :
Rasio tempat tidur dengan kamar mandi 10 TT :1
Bebas serangga dan tikus
Kadar debu maksimal 150 µg/ m3 udara dalam pengukuran rata-rata 24
jam
Pencahayaan 100 – 200 lux
Suhu 26 – 27 Derajat Celsius (dengan AC) atau suhu kamar (tanpa AC)
dengan sirkulasi udara yang baik
Kelembaban 40 – 50% (dengan AC) kelembaban udara ambient (tanpa
AC)
Kebisingan <45 dBA
2. Lantai :
a. Lantai ruangan dari bahan yang kuat, kedap air, rata, tidak licin dan mudah
dibersihkan dan berwarna terang.
b. Lantai KM / WC dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan
mempunyai kemiringan yang cukup dan tidak ada genangan air.
c. Khusus ruang operasi lantai rata, tidak mempunyai pori dan lubang untuk
berkembang biaknya bakteri, menggunakan bahan vinyl anti elektrostatik dan tidak
mudah terbakar.
4. Pintu / Jendela :
a. Pintu harus cukup tinggi minimal 270 cm dan lebar minimal 120 cm.
b. Pintu dapat dibuka dari luar.
c. Ambang bawah jendela minimal 1 m dari lantai.
d. Khusus jendela yang berhubungan langsung keluar memakai jeruji.
e. Khusus ruang operasi, pintu terdiri dari dua daun pintu, mudah dibuka tetapi
harus dapat menutup sendiri (dipasang penutup pintu (door close)).
f. Khusus ruang radiologi, pintu terdiri dari dua daun pintu dan dilapisi PB minimal
2 mm atau sertara dinding bata ketebalan 30 cm dilengkapi dengan lampu merah
tanda bahaya radiasi serta dilengkapi jendela kaca anti radiasi.
5. Plafon :
a. Rangka plafon kuat dan anti rayap.
b. Permukaan plafon berwana terang, mudah dibersihkan tidak berbahan dasar
asbes.
c. Langit-langit dengan ketinggian 3 m dari lantai.
d. Langit-langit menggunakan cat anti jamur.
6. Ventilasi :
a. Pemasangan ventilasi alamiah dapat memberikan sirkulasi udara yang cukup, luas
minimum 15% dari luas lantai.
b. Ventilasi mekanik disesuaikan dengan peruntukan ruangan, untuk operasi
kombinasi antara fan, exhauster dan AC dapat memberikan sirkulasi udara dengan
tekanan positif.
c. Ventilasi AC dilengkapi dengan filter bakteri.
7. Atap :
a. Atap kuat , tidak bocor, tidak menjadi perindukan serangga, tikus dan binatang
pengganggu lain.
b. Atap dengan ketinggian lebih dari 10 meter harus menggunakan penangkal petir.
8. Sanitasi :
a. Closet, urinoir, wastafel dan bak mandi dari bahan kualitas baik, utuh dan tidak
cacat, serta mudah dibersihkan.
b. Urinoir dipasang/ ditempel pada dinding, kuat, berfungsi dengan baik.
c. Wastafel dipasang rata, tegak lurus dinding, kuat, tidak menimbulkan bau,
dilengkapi desinfektan dan dilengkapi tisu yang dapat dibuang (disposable tissues).
d. Bak mandi tidak berujung lancip, tidak menjadi sarang nyamuk dan mudah
dibersihkan.
e. Indek perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan kamar
mandi 10 : 1.
f. Indek perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah toiletnya dan kamar mandi
20 : 1.
g. Air untuk keperluan sanitair seperti mandi, cuci, urinoir, wastafel, closet, keluar
dengan lancar dan jumlahnya cukup.
9. Air Bersih :
a. Kapasitas resevoir sesuai dengan kebutuhan Rumah Sakit (250 – 500 liter /
tempat tidur).
b. Sistem penyediaan air bersih menggunakan jaringan PAM atau sumur dalam
(artesis).
c. Air bersih dilakukan pemeriksaan fisik, kimia dan biologi setiap 6 bulan sekali.
d. Sumber air bersih dimungkinkan dapat digunakan sebagai sumber air dalam
penanggulangan kebakaran.
13. Tangga :
a. Lebar tangga minimum 120 cm jalan searah dan 160 cm jalan dua arah.
b. Lebar injakan minimum 28 cm
c. Tinggi injakan maksimum 21 cm
d. Tidak berbentuk bulat/ spiral.
e. Memiliki kemiringan injakan < 90 derajat.
f. Dilengkapi pegangan, minimum pada salah satu sisinya. Peganan rambat mudah
dipegang, ketinggian 60-80 cm dari lantai, bebas dari segala instalasi. Tangga diluar
bangunan dirancang ada penutup tidak kena air hujan secara langsung.
14. Jalur pejalan kaki (Pedestrian track)
a. Tersedia jalur kursi roda dengan permukaan keras/ stabil, kuat dan tidak licin.
b. Tidak terdapat sambungan atau gundukan permukaan.
c. Kemiringan 15 derajat.
d. Drainase searah jalur.
e. Ukuran minimum 120 cm (jalur searah), 160 (jalur 2 arah) terdapat tepi jalur
pengaman.
4. Sistem Komunikasi :
a. Tersedia saluran telepon intenal dan eksternal dan berfungsi dengan baik.
b. Tersedia saluran telepon khusus untuk keadan darurat (untuk IGD, sentral telepon
dan posko tanggap darurat).
c. Instalasi kabel telah terpasang rapi, aman dan berfungsi dengan baik
d. Tersedia komunikasi lain (HT, paging sistem dan alarm) untuk mendukung
komunikasi tanggap darurat.
e. Tersedia sistem panggilan perawat (nurse call ) yang terpasangan berfungsi
dengan baik.
f. Tersedia sistem tata suara pusat (central sound system)
g. Tersedia peralatan pemantau keamanan/ CCTV (Close circuit television) yang
tepsang tersebar di seluruh area rumah sakit (terdapat setidaknya 24 titik pantau
kamera CCTV di seluruh area rumah sakit.
5. Gas Medis :
a. Tersedianya gas medis dengan sistem sentral dan tabung.
b. Sentral gas medis dengan sistem jaringan dan outlet terpasang, berfungsi dengan
baik dilengkapi dengan ALARM untuk menunjukkan kondisi sentral gas medis
dalam keadaan rusak/ ketersediaan gas tidak cukup.
c. Tersedia pengisap (suction pump) pada jaringan sentral gas medik
d. Kapasitas central gas medis telah sesuai dengan kebutuhan
e. Kelengkapan sentral gas berupa gas oxigen (O2), gas nitrous oxida (NO2), gas
tekan dan vacum.
6. Limbah cair :
Tersedianya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan perizinannya
D. Denah Ruang
Adapun denah ruangan di Rumah Sakit dapat ditunjukkan pada Lampiran Gambar Denah
RS.
BAB IV
TATA LAKSANA
B. Perencanaan
Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan
penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan
K3 di RS dapat mengacu pada sistem standar Sistem Manajemen K3RS diantaranya self
assesment akreditasi K3RS
Perencanaan meliputi :
1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko. RS harus
melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian seta pengedalian faktor
risiko.
a. Identifikasi sumber bahaya
Dapat dilakukan dengan mempertimbangkan :
1) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya
2) Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi
Sumber bahaya yang ada di rumah sakit harus diidentifikasi dan dinilai
untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolak ukur kemungkinan
terjadinya kecelakaan dalam PAK.
Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan RS meliputi :
2. Membuat peraturan
Rumah Sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional
prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3
lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievakuasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan
serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait.
4. Indikator kinerja
Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus
merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian K3RS.
5. Program K3
RS harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, untuk mencapai sasaran haru
ada monitoring, evaluasi dan dicatata serta dilaporkan.
C. Mekanisme Kerja
Limbah medis rumah sakit kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun yang sangat
penting untuk dikelola secara benar. Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah
berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infesius.
Oleh sebab itu Rumah Sakit harus memberikan perhatian lebih pada limbah medis
berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan
wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infesius
merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada SDM rumah
sakit, pasien, pengunjung, pengantar pasien ataupun masyarakat disekitar lingkungan rumah
sakit. Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban,
biakan kultur, bahan atau perlengkapan ang bersentuhan dengan penyakit menular atau media
lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak
tepat akan beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin
ditimbuakan akibat keberadaan rumah sakit antara lain : penyakit menular (hepatitis, diare,
campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko bahaya
kimia.
Dalam penanganan (menyimpan, memindahkan, menangani tumpahan, menggunakan, dll)
B3, setiap pegawai wajib mengetahui betul jenis bahan dan cara penanganannya dengan melihat
SOP yang telah ditetapkan.
3. Penanganan Administratif
Di setiap tempat penyimpanan, penggunaan dan penggolahan B3 harus diberi tanda sesuai
potensi bahaya yang ada, dan di lokasi tersebut SOP untuk menangani B3 antara lain:
a. Cara penanganan bila terjadi kontaminasi
b. Cara penanggulangan apabila terjadi kedaruratan
c. Cara penanganan B3 dll.
BAB V
LOGISTIK
Pengadaan barang dan jasa terkait dengan kegiatan K3 secara umum dapat dibagi menjadi
2 kelompok besar, yaitu:
Keselamatan pasien harus diutamakan dalam proses pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Untuk itu keselamatan pasien dalam program K3 diuraikan secara lebih terperinci dengan
beberapa penekanan prioritas.
Patient safety atau keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien di
rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.
Terkait dengan usaha pencapaian K3 di RS, maka kemudian dilakukan penekanan dengan
terintegrasi pada pedoman keselamatan dan kesehatan kerja di Rumah Sakit Tahun 2017.
Pelaksanaan kegiatannya terkait dengan keselamatan pasien selalu mengacu pada sasaran
keselamatan pasien yang antara lain adalah:
1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat - lokasi, tepat - prosedur, tepat - pasien operasi
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan resiko pasien jatuh
Adapun langkah menuju keselamatan pasien di rumah sakit dilakukan dengan
pembentukan tim KPRS (Keselamatan Pasien Rumah Sakit) yang diketuai langsung oleh dokter
umum sebagai motor pelaksana keselamatan pasien di rumah sakit. Adapun usaha yang
dilakukan terkait dengan kondisi mencapai tingkat keselamatan pasien yang baik antara lain:
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Memimpin dan mendukung pegawai rumah sakit
3. Mengintegrasi aktivitas pengelola resiko
4. Mengembangkan sistem pelaporan
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien juga keluarganya
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien dengan rumah sakit lain
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
BAB IX
PELAYANAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3RS adalah salah satu fungsi manajemen K3 di
Rumah Sakit yang berupa suatu langkah yang diambil untuk mengetahui dan menilai sejauh
mana proses kegiatan K3 di Rumah Sakit itu berjalan, dan mempertanyakan efektifitas dan
efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3 dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pemantauan dan evaluasi meliputi:
Buku Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Keja di Rumah Sakit Tahun 2017. Buku
pedoman ini diharapkan mampu memberikan tuntunan untuk pelaksanaan K3 di Rumah Sakit
dan menjadi acuan dan dasar bagi perencanaan dan penulisan panduan maupun program K3
yang akan disusun kemudian.
Tim penulis menyadari sepenuhnya bahwa walaupun telah berusaha maksimal untuk
menyelesaikan buku ini, tetapi masih terdapat kekurangan dan untuk itu maka saran, masukan
dan ide yang membangun senantiasa diperlukan untuk memperbaiki Buku Pedoma K3RS.