Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya

penulisdapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Intervensi Trauma Dan Krisis

Perkembangan Pada Masuk Sekolah Krisis Situasional, Perceraian, Ditinggal Mati Pasangan,

Dan Hidu Sendiri” dengan sebaik-baiknya.Adapun maksud dari penyusunan makalah ini

adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah intervensi trauma dan krisis serta sebagai tugas

kelompok.

Dalam penyusunan makalah ini,penulis telah mengalami berbagai hal baik suka

maupun duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan

lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak.

Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus penulis sampaikan

terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik

pada teknik penulisan maupun materi.Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat

penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul
makalah ini.

Ungaran, 19 September 2017

Penyusun
A. Perceraian
1. Penyebab Perceraian Pengertian Dampak Makalah Menurut para Ahli
Penyebab Perceraian, Pengertian, Dampak, Makalah Menurut Para Ahli -
Perceraian seringkali berakhir menyakitkan bagi pihak-pihak yang terlibat,
termasuk didalamnya anak-anak. Perceraian juga dapat menimbulkan stres dan
trauma untuk memulai hubungan yang baru dengan lawan jenis. Menurut Holmes
dan Rahe, perceraian adalah penyebab stres kedua paling tinggi, setelah kematian
pasangan hidup.
Latar belakang Artikel Perceraian - Menurut Gunarsa (1999) perceraian adalah
pilihan paling menyakitkan bagi pasutri. Namun demikian, perceraian bisa jadi
pilihan terbaik yang bisa membukakan jalan bagi kehidupan baru yang
membahagiakan. Perceraian adalah perhentian hubungan perkawinan karena
kehendak pihak-pihak atau salah satu pihak yang terkait dalam hubungan
perkawinan tersebut. Perceraian mengakibatkan status seorang laki-laki bagi
suami, maupun status seorang perempuan sebagai istri akan berakhir. Namun
perceraian tidaklah menghentikan status mereka masing-masing sebagai ayah dan
ibu terhadap anak-anaknya. Hal ini karena hubungan antara ayah atau ibu dengan
anak-anaknya adalah hubungan darah yang non-kontraktual, yang karena itu
tidaklah akan bisa diputus begitu saja lewat suatu pernyataan kehendak.
Perceraian menurut Bell (1979) merupakan putusnya ikatan legal yang
menyatukan sepasang suami-istri dalam satu rumah tangga, secara sosial
perceraian membangun kesadaran pada masing-masing individu bahwa
perkawinan mereka telah berakhir. Istilah perceraian (Divorce) menurut Bell
(1979) harus dibedakan dengan kasus dimana salah satu pasangan meninggalkan
keluarganya dalam waktu yang cukup lama (desertion).
Pengertian Perceraian menurut para ahli Hurlock (1996), perceraian
merupakan kalminasi dari penyelesaian perkawinan yang buruk, dan yang terjadi
bila antara suami-istri sudah tidak mampu lagi mencari cara penyelesaian masalah
yang dapat memuaskan kedua belah pihak, perlu disadari bahwa banyak
perkawinan yang tidak membuahkan kebahagiaan tetapi tidak diakhiri dengan
perceraian. Hal ini karena perkawinan tersebut dilandasi dengan pertimbangan-
pertimbangan agama, moral, kondisi ekonomi, dan alasan lainnya. Perpisahan atau
pembatalan perkawinan dapat dilakukan secara hukum maupun dengan diam-diam
dan kadang ada juga kasus dimana salah satu pasangan (istri/suami) meninggalkan
keluarga (minggat).
Perceraian menurut Undang - Undang Republik Indonesia No.1 tahun 1994
(pasal 16), terjadi apabila antara suami-istri yang bersangkutan tidak mungkin lagi
didamaikan untuk hidup rukun dalam suatu rumah tangga. Perceraian terjadi
terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan didepan sidang pengadilan (pasal 18).
Gugatan perceraian dapat diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya pada
pengadilan dengan alasan–alasan yang dapat diterima oleh pengasilan yang
bersangkutan.
Undang Undang Perkawinan, 1974 Bab VIII, pasal 39 ayat 2 berbunyi : “
untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan antara suami istri untuk tidak
akan hidup rukun sebagai suami istri” Menurut Undang Undang Perkawinan no. 1/
1974, perceraian adalah keadaan terputusnya suatu ikatan perkawinan.
a) Macam- macam perceraian sesuai dengan Undang Undang Perkawinan no. 1/
1974 pasal 39 – 41, yaitu :
1) Cerai gugat
Cerai gugat adalah terputusnya ikatan suami istri dimana dalam hal ini sang
istri yang melayangkan gugatan cerai kepada sang suami.
2) Cerai talak
Cerai talak adalah putusnya ikatan suami istri yang mana dalam hal ini
sang suami memberikan talak kepada sang istri.
Inversion et. Al mendefinisikan sebagai pemutusan dan pengingkaran ikrar
pernikahan serta keseluruhan kewajiban moral, hukum dan jasmani yang tercakup
didalamnya. Perceraian adalah suatu proses yang menimbulkan pergolakan secara
emosional bagi orang-orang dewasa maupun anak-anak (Tomlinson & Keasey,
1985).
Emery (1999) mendefinisikan perceraian sebagai peristiwa berpisahnya
pasgan suami istri atau berakhirnya suatu ikatan perkawinan karena tercapainya kat
sepakat mengenai masalah hidup bersama. Emery (1999) mengemukakan bahwa
perpisahan suami istri seringkali terjadi karena tidak bisa menyelesaikan konflik
intern yang fundamental. Kinflik yang timbul sejalan dengan umur kebersamaan
suami istri, baik masalah yang datang dari dalam atau masalah dari luar keluarga.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perceraian adalah putusnya
hubungan perkawinan karena kehendak kedua belah pihak, baik itu perceraian
berdasarkan secara hukum maupun perceraian dengan diam-diam. Sehingga
mengakibatkan status suami atau istri berakhir. Perceraian ini diakibatkan karena
kegagalan dalam mencapai tujuan perkawinan yang bahagia, kekal, dan sejahtera.
b) Jenis – Jenis Perceraian
Perceraian berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi 2, yaitu :
1) Cerai hidup
Perceraian adalah berpisahnya pasangan suami istri atau berakhirnya suatu
ikatan perkawinan yang diakui oleh hukum atau legal. Emery (1999)
mendefinisikan perceraian hidup adalah berpisahnya pasangan suami istri
atau berakhirnya perkawinan krena tidak tercapainya kata kesepakatan
mengenai masalah hidup. Perceraian dilakukan karena tidak ada lagi jalan
lain yang ditempuh untuk menyelamatkan perkawinan mereka.
2) Cerai mati
Cerai mati merupakan meninggalnya salah satu dari pasangan hidup dan
sebagai pihak yang ditinggal harus sendiri dalam menjalani kehidupannya
(Emery, 1999). Salah satu pengalaman hidup yang paling menyakitkan
yang mungkin dihadapi oleh seseorang adalah meninggalnya pasangan
hidup yang dicintai.
Benaim (dalam Ulfasari, 2006) mengatakan bahwa meninggalnya pasangan
hidup bagi seorang wanita akan terasa lebih menyakitkan dibanding laki-laki,
karena itu seorang laki-laki yang ditinggal mati pasangan hidupnya cenderung
lebih cepat dapat melupakan atau menyelesaikan masalah tersebut dan memilih
untuk menikah kembali. Sebaliknya bagi para wanita yang ditinggal mati suaminya
biasanya akan memiliki masalah yang lebih kompleks. Mereka harus memikirkan
sumber masalah, sumber keuangan bagi kehidupan dan juga untuk anak-anaknya.
c) Penyebab Perceraian
Menurut Newman & Newman (1984) ada empat faktor yang memberikan
kontribusi terhadap perceraian, yaitu :
1) Usia saat menikah
Di Amerika Serikat, angka perceraian cukup tinggi diantara pasangan yang
menikah sebelum usia 20 tahun.
2) Tingkat pendapatan
Angka perceraian di populasi yang memiliki pendapatan dan tingkat
pendidikan rendah cenderung labih tinggi dibandingkan mereka yang ada
dikalangan menengah ke atas.
3) Perbedaan perkembangan sosio emosional diantara pasangan
Wanita dilaporkan lebih banyak mengalami stress dan problem
penyesuaian diri dalam perkawinan di bandingkan laki-laki. Kepuasan
dalam perkawinan juga tergantung pada kualitas-kualitas suami; seperti :
stabilitas identitas maskulin, kebahagiaan dari perkawinan orangtua, tingkat
pendidikan, dan status sosialnya.
4) Sejarah keluarga berkaitan dengan perceraian
Ada sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga
yang bercerai cenderung mengalami perceraian dalam kehidupan rumah
tangganya.
Alasan lain yang umumnya boleh diajukan oleh suami untuk menceraikan
istrinya adalah keadaan kesehatan istri, wataknya yang malas, dan keengganannya
bekerja melayani keperluan suami. Sementara itu, alasan yang dipandang sah
untuk seorang istri agar dapat melepaskan diri dari ikatan perkawinan dengan
suaminya umumnya berupa penelantaran dirinya oleh suami, atau oleh perlakuan
kejam suami terhadap dirinya.
Konflik, terhambatnya komunikasi, hilangnya kepercayaan dan kebencian
merupakan tahapan awal yang sangat berpengaruh dimana struktur perkawinan
menjadi runtuh dan motivasi bercerai mulai muncul (Turner & Helms, 1983).
Perkawinan menjadi gagal antara lain karena ketidakmampuan pasangan
suami istri dalam memecahkan masalah yang dihadapi (kurang adanya komunikasi
2 arah), saling cemburu, ketidakpuasan pelayanan suami/istri, kurang adanya saling
pengertian dan kepercayaan, kurang mampu menjalin hubungan baik dengan
keluarga pasangan, merasa kurang dengan penghasilan yang diperoleh, saling
menuntut dan ingin menang sendiri (Gunarsa, 1999).
Kehadiran pihak ketiga dalam sebuah rumah tangga menunjukkan kegagalan
dalam mengembangkan dan menyempurnakan cinta antara suami istri sehingga
mengakibatkan putusnya ikatan perkawinan (Hadiwardoyo, 1990). Menurut Fauzi
(2006) alasan-alasan untuk bercerai adalah:
1) Ketidakharmonisan dalam berumah tangga
Ketidakharmonisan merupakan alasan yang kerap dikemukakan bagi pasangan
yang hendak bercerai. Ketidakhrmonisan disebabkan bisa disebabkan oleh
berbagai hal antara lain, ketidakcocokan pandangan, krisis akhlak, perbedaan
pendapat yang sulit disatukan dan lain-lain.
2) Krisis moral dan akhlak
Perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak
misalnya kelalaian tanggung jawab baik suami maupun istri, poligami yang
tidak sehat, pengaiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya misalnya
mabuk-mabukkan, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.
3) Perzinahan
Terjadinya perzinahan yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan
baik suami maupun istri merupakan penyebab perceraian. Di dalam hukum
perkawinan Indonesia, perzinahan dimasukkan kedalam salah satu pasalnya
yang dapat mengakibatkan berakhirnya percereaian.
4) Pernikahan tanpa cinta
Alasan lain yang kerap dikemukakan baik oleh suami atau istri untuk
mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah
berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta.

d) Bentuk Dan Tahapan Perceraian


Perceraian menjadi salah satu persoalan yang paling menyakitkan dan
menyulitkan dalam kehidupan seseorang. Hal ini dikarenakan perceraian
menghadapkan seseorang dengan sejumlah proses dan pengambilan keputusan
yang penting.
Bohannon (dalam Fitria, 2004) mencatat sejumlah bentuk dan tahapan
perceraian yang harus dilalui oleh seseorang, yaitu :
1) Perceraian Emosional merupakan awal persoalan dari perkawinan yang
mulai memburuk. Bentuk perceraian ini adalah tahapan awal yang sangat
berpengaruh dimana struktur perkawinan menjadi runtuh dan motivasi
untuk bercerai mulai muncul. Perilaku-perilaku yang muncul diantanya
adalah konflik, terhambatnya komunikasi, hilangnya kepercayaan, dan
kebencian.
2) Perceraian Legal memerlukan lembaga pengaduan untuk memutuskan
ikatan perkawinan. Pasangan biasanya mengalami kelegaan, jika
perceraiannya telah diputuskan secara legal dimana berbagai ekspresi
emosional akan muncul pada tahap ini.
3) Perceraian Ekonomi menunjukkan pada tahap dimana pasangan telah
memutuskan untuk membagi kekayaan dan harta mereka masing-masing.
Pada tahap ini seringkali dibutuhkan seorang penengah karena biasanya
Kedua pasangan menunjukkan reaksi kebencian, kemarahan, dan
permusuhan berkaitan dengan pembagian harta kekayaan.
4) Perceraian antar orang tua merupakan tahapan keempat yang berkenan
dengan persoalan pengasuhan anak. Kekhawatiran dan perhaatian terhadap
dampak perceraian pada anak seringkali muncul dalam tahap ini.
5) Perceraian Komunitas menunjukkan bahwa status individu dalam
hubungan sosial menjadi berubah. Banyak individu yang bercerai merasa
bahwa mereka terisolasi dan kesepain.
6) Perceraian Psikis berkaitan dengan mendapatkan kembali otonomi
individual. Perubahan dari situasi yang berpasangan menjadi individu yang
sendirian, membutuhkan penyesuaian kembali peran-peran dan
penyesuaian mental.
Reaksi pertama yang dimunculkan oleh individu saat menghadapi perceraian
umumnya adalah reaksi–reaksi yang bersifat emosional. Rekasi tersebut tampak
dengan wujud penyangkalan terhadap kenyataan perceraian dan kemarahan yang
memuncak pada depresi. Individu pada akhirnya setuju untuk bercerai, hanya
ketika melihat kenyataan bahwa perceraian merupakan keputusan yang terbaik dari
pada mempertahankan perkawinan yang sudah tidak harmonis.

e) Dampak Perceraian
1) Traumatik
Setiap perubahan akan mengakibatkan stres pada orang yang mengalami
perubahan tersebut. Sebuah keluarga melakukan penyesuaian diri terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi, seperti pindah rumah atau lahirnya
seorang bayi dan kekacauan kecil lainnya, namun keretakan yang terjadi
pada keluarga dapat menyebabkan luka-luka emosional yang mendalam
dan butuh waktu bertahun-tahun untuk penyembuhan (Tomlinson &
Keasey, 1985). Hurlock (1996) dampak traumatik dari perceraian biasanya
lebih besar dari pada dampak kematian, karena sebelum dan sesudah
perceraian sudah timbul rasa sakit dan tekanan emosional, serta
mengakibatkan cela sosial. Stres akibat perpisahan dan perceraian yang
terjadi menempatkan laki-laki maupun perempuan dalam risiko kesulitan
fisik maupun psikis. (Coombs & Guttman, dalam Santrock. 2002). Laki-
laki dan perempuan yang bercerai memiliki tingkat kemungkinan yang
lebih tinggi mengalami gangguan psikiatris, masuk rumah sakit jiwa,
depresi klinis, alkoholisme, dan masalah psikosomatis, seperti gangguan
tidur, dari pada orang dewasa yang sudah menikah. Hurlock (1996) dampak
perceraian sangat berpengaruh pada anak-anak. Pada umumnya anak yang
orang tuanya bercerai merasa sangat luka karena loyalitas yang harus
dibagi dan mereka sangat menderita kecemasan karena faktor
ketidakpastian mengakibatkan terjadi perceraian dalam keluarganya.
Ketidakpastian ini khususnya akan lebih serius apabila masalah
keselamatan dan pemeliharaan anak menjadi bahan rebutan anatara ayah
dan ibu, sehingga anak akan mondar mandir antara rumah ayah dan ibu.
2) Perubahan Peran dan Status
Efek yang paling jelas dari perceraian akan mengubah peranan dan status
seseorang yaitu dari istri menjadi janda dan suami menjadi duda dan hidup
sendiri, serta menyebabkan pengujian ulang terhadap identitas mereka
(Schell & Hall, 1994). Baik pria mupun wanita yang bercerai merasa tidak
menentu dan kabur setelah terjadi perceraian. terutama bagi pihak wanita
yang sebelum bercerai identitasnya sangat tergantung pada suami. Hal ini
karena orang-orang yang bercerai seringkali menilai kegagalan perkawinan
mereka sebagai kebebalan personal. Mereka mencoba untuk
mengintegrasikan kegagalan perkawinan dengan definisi personal mereka
tentang maskulinitas ataupun feminitas, kemampuan mereka dalam
mencintai seseorang, dan aspirasi mereka untuk menjalankan peran sebagai
suami, istri, bapak, ibu dari pada anak-anak. Setelah bercerai baik pria
maupun wanita akan terhenti dalam melakukan hubungan seksual secara
rutin. Bagi pria biasanya dapat menyelesaikn masalahnya dengan menjalin
hubungan seksual dengan wanita lain atau kumpul kebo. Sedangkan janda
yang mempunyai anak sering kesulitan dalam menyelesaikan masalah
seksualnya. Menurut Campbell (dalam Schell & Hall, 1994) orang-orang
yang bercerai umumnya kurang merasa puas dengan kehidupan mereka
dibandingkan dengan orang-orang yang menikah, yang belum menikah,
atau bahkan janda / duda yang ditinggal mati. Perasaan tidak puas ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu diantaranya, orang-orang yang
bercerai seringkali menilai kegagalan perkawinan mereka sebagai
kegagalan personal.
3) Sulitnya Penyesuaian Diri
Kehilangan pasangan karena kematian maupun perceraian menimbulkan
masalah bagi pasangan itu sendiri. Hal ini lebih menyulitkan khususnya
bagi wanita. Wanita yang diceraikan oleh suaminya akan mengalami
kesepian yang mendalam. Bagi wanita yang bercerai, masalah sosial lebih
sulit diatasi dibandingkan bagi pria yang bercerai. Karena wanita yang
diceraikan cenderung dikucilkan dari kegiatan sosial, dan yang labih buruk
lagi seringkali ditinggalkan oleh teman-teman lamanya. Namun jika pria
yang diceraikan atau menduda akan mengalami kekacauan pola hidup
(Hurlock,1996). Beberapa individu, tidak pernah dapat menyesuaikan diri
dengan perceraian. Individu itu bereaksi terhadap perceraiannya dengan
mengalami depresi yang sangat dan kesedihan yang mendalam, bahkan
dalam beberapa kasus, sampai pada taraf bunuh diri. Bagaimanapun, tidak
semua pasangan yang bercerai mengakhirinya dengan permusuhan.
Beberapa diantaranya masih tetap berteman dan memelihara hubungan
dengan lain pihak melalui minat yang sama terhadap anak-anaknya.
Hozman dan Froiland (dalam Hurlock, 1996) menjelaskan tentang kesulitan
dan kerumitan penyesuaian diri setelah terjadi perceraian.

I. 5 tahap penyesuaian setelah terjadinya penyesuaian yaitu


 Menyangkal bahwa ada perceraian,
 Timbul kemarahan dimana masing-masing individu tidak ingin
saling terlibat,
 Dengan alasan pertimbangan anak mereka berusaha untuk tidak
bercerai,
 Mereka mengalami depresi mental ketika mereka tahu akibat
menyeluruh dari perceraian terhadap kelurga,
 Dan akhirnya mereka setuju untuk bercerai.
Dampak perceraian khususnya sangat berpengaruh pada anak-anak. Kenyataan
ini yang sering kali terlupakan oleh pasangan yang hendak bercerai (Papalia &
Diane, 2001). Perceraian menyebabkan problem penyesuaian bagi anak-anak.
Situasi perceraian ini, khususnya jika anak-anak memandang bahwa kehidupan
keluarganya selama ini sangat bahagia, dapat menjadi situasi yang mengacaukan
kognitifnya. Masa ketika perceraian terjadi merupakan masa kritis buat anak,
terutama menyangkut hubungan dengan orangtua yang tinggal bersama. Pada
masa ini anak harus mulai beradaptasi dengan perubahan hidupnya yang baru.
Proses adaptasi pada umumnya membutuhkan waktu. Pada awalnya anak akan sulit
menerima kenyataan bahwa orang tuanya tidak bersama lagi. Namun banyak
wanita dan pria yang merasa beruntung dengan adanya perceraian, dengan
pengertian bahwa perceraian tersebut memberikan kesempatan pada mereka untuk
memulai hidup yang baru (Hurlock, 1996). Hetherington dan kawan-kawan
(Hurlock, 1996), menjelaskan bahwa pasangan yang bercerai pada umumnya
berharap tekanan dan konflik batin berkurang dapat menikmati kebebasan lebih
besar dan akan menemukan kebahagiaan diri sendiri. Studi tentang akibat
perceraian pada anggota keluarga membawa dampak yang sangat besar, terutama
pada tahun pertama setelah perceraian kemudian bertahap akan terjadi penyesuaian
terhadap berbagai masalah yang ada dalam keluarga.

B. Hidup Sendiri
1. Dampak dari Kelamaan Hidup Sendiri
Manusia tak bisa hidup sendiri, itu sudah sering kita baca di buku
pelajaran ilmu sosial. Iya, manusia memang makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain sebagai teman di kehidupannya. Jika kebutuhan itu
tidak dipenuhi, atau Seseorang hidup sendirian dalam jangka waktu lama,
maka kesehatan fisik dan mental Seseorang bisa terganggu. Sebuah studi yang
dilakukan oleh Psychological Science dan dilansir oleh laman
news.health.com, terungkap bahwa manusia yang dalam kehidupannya lama
menghabiskan waktu sendiri, tak bersosialisasi, maka akan memseseorangng
wajah boneka seperti layaknya manusia. Jika seseorang sering merasa
kesepian sebaiknya jangan dianggap sepele. Sebab, efek buruk dari kesepian,
menurut ahli fisiologi Amerika, setara dengan kerugian akibat kebiasaan
merokok atau mengonsumsi minuman beralkohol. Ikatan emosional dari
keluarga dan para sahabat yang kuat dapat meningkatkan kualitas kesehatan
manusia. Bahkan, ikatan emosional semacam ini lebih efektif memberikan
kesehatan ketimbang latihan fisik dan menghindari kebiasaan yang berbahaya.
Serangkaian penelitian itu dilakukan dalam kurun waktu tujuh tahun.
Mereka meriset hampir 400 orang yang ikut berpartisipasi dalam proyek ini.
Hasilnya, orang yang sering berinteraksi sosial (dengan tetangga, teman,
keluarga) ternyata lebih kecil risiko terserang berbagai penyakit dibandingkan
dengan mereka yang jarang berhubungan dengan orang lain. Hasil penelitian
itu kemudian meyakinkan para ahli bahwa pengaruh kesepian sama dengan
dampak rokok dan alkohol. Jadi, dalam hal dampak negatif terhadap
kesehatan, kesepian itu identik dengan merokok 15 batang sehari. Orang-
orang yang merasa kesepian cenderung mengalami lebih banyak problem
kesehatan fisik maupun mental daripada mereka yang jarang kesepian dan
sering berinteraksi dengan orang lain. Hal ini dikemukakan oleh Bruce Rabin,
seorang direktur Program Lifestyle di University of Pittsburgh Medical
Center.
Mereka juga rentan mengalami masalah lain, yang tak dialami oleh
orang yang terhubung dengan orang lain setiap harinya, seperti misalnya yang
tercatat di bawah ini. Berikut dampak bahaya terlalu lama sendirian :
a) Sering sedih dan stress
Berdasarkan penelitian dari University of Chicago, semakin Seseorang
merasa kesepian dan sendiri maka kemungkinan Seseorang mengalami
sedih dan stres akan makin besar. Resiko depresi juga makin terbuka
lebar. Hormon kortisol pada seseorang yang kesepian cenderung makin
meningkat dan aktif. Ini adalah hormon pemicu stres dan depresi. Yang
mengejutkan, ternyata interaksi dengan banyak orang ternyata bisa lebih
efektif mengurangi gejala depresi daripada obat antidepresan.
b) Malas mengurus diri
Sebuah studi menyebutkan jika resiko kematian disebabkan oleh penyakit
jantung dapat meningkat apabila seseorang hidup sebatang kara. Ini
disebabkan karena ia enggan mengurus diri dan kesehatannya. Namun jika
ia memiliki orang lain atau mempunyai kegiatan interaksi dengan orang
lain, maka kemungkinan kematian akan berkurang. Ini karena dukungan
sosial akibat interaksi yang ia lakukan. Ia juga lebih mengurus
kesehatannya jika berada dalam lingkungan sosial yang baik.
c) Daya tahan tubuh lemah
Daya tahan orang yang hidup menyendiri lebih lemah dari pada orang
yang rajin bersosialisasi. Ini bahkan berlaku jika Seseorang rajin
mengonsumsi berbagai vitamin dan vitamin C. Bagaimana bisa terjadi?
Rahasianya ada di hormon endorfin atau dopamin yang keluar saat
Seseorang merasa bahagia saat berkumpul dengan keluarga dan sahabat.
Lucunya, meskipun Seseorang makan banyak makanan bernutrisi dan
vitamin C, namun jika Seseorang tidak mengimbanginya dengan
bersosialisasi dengan orang di sekitar Seseorang, Seseorang mungkin
sekali memiliki sistem imun yang lemah. Ini karena tubuh tidak
mengeluarkan hormon endorfin atau dopamin sehingga Seseorang tidak
bahagia. Hal inilah yang melemahkan tubuh Seseorang dari serangan
penyakit. Penelitian tahun 2013 oleh Ohio State University
memperlihatkan bahwa seseorang yang kesepian cenderung memiliki
sistem imunitas tubuh yang lebih lemah. Mereka jadi lebih rentan
mengalami peradangan yang terkait dengan penyakit kronis seperti
penyakit jantung, artritis, diabetes tipe 2, serta penyakit alzheimer.
Kesepian bisa bikin cepat meninggal. Rasa kesepian yang berlarut-larut
memang berdampak buruk bagi kesehatan Seseorang. Bahkan hal itu
dapat mempercepat kematian Seseorang! Berbagai riset menunjukkan
bahwa orang-orang yang sendirian dan merasa kesepian memiliki
peningkatan risiko kematian dini sebesar 30 persen.
d) Cendrung malas mengatasi diri sendiri
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa risiko kematian akibat penyakit
jantung bisa meningkat jika seseorang hidup sendirian dalam usia paruh
baya, dan risiko akan meningkat jika Seseorang tidak pernah menjalin
interaksi dengan orang di sekitar seseorang hingga Seseorang merasa
kesepian sendiri. Hal ini dikarenakan seseorang tidak memiliki teman
untuk berbagi dan mendapat dukungan sosial dari sekitar. Penelitian
menunjukkan bahwa orang yang makan sendirian, makan lebih sedikit
sayuran tiap harinya dibandingkan orang-orang yang hidup bersama orang
lain. Berbeda dengan orang yang hidup bersama keluarga, menurut Rabin,
apa yang dimasak akan cenderung disiapkan makanan sehat.
e) Mudah terserang penyakit
Ilustrasi : Perasaan kesepian bisa menurunkan produksi leukosit alias sel
darah putih. Kalau leukosit menurun, tubuh akan mudah terserang virus
maupun bakteri yang menyebabkan kita akan mudah terserang penyakit,
karena fungsi leukosit sebagai benteng yang melawan penyakit. Kesepian
menjadi kondisi emosi yang kompleks karena berpengaruh pada
kepribadian, kesehatan, dan kehidupan sosial. Sebuah riset di Harvard
pada tahun 2012 memperlihatkan bahwa orang dewasa yang hidup
sendirian dan merasa kesepian memiliki risiko kematian akibat penyakit
jantung sebanyak 24 persen. Rabin mengatakan bahwa orang yang tidak
mendapatkan dukungan sosial seringkali gampang stres dan hal tersebut
meningkatkan risikonya untuk terserang penyakit jantung. Penumpukan
hormon stres di dalam tubuh juga dapat turut menaikkan penumpukan
endapan kolesterol pada organ hati. Orang-orang yang kesepian juga
cenderung kurang minat untuk berolahraga dan biasanya tidak aktif
bergerak.
f) Menyebabkan masalah social
Ilustrasi : Bagi anak-anak, perasaan kesepian bisa menimbulkan masalah-
masalah lain seperti perasaan nggak betah di sekolah karena tidak bisa
bersosialisasi dengan baik. Orang dewasa yang merasa kesepian bisa
mengalami stres, depresi, hingga terjerumus pada hal-hal negatif. Bahkan
orang dewasa maupun anak muda yang tidak bisa mengatasi dan tidak
tahan dengan rasa kesepiannya bisa berujung pada bunuh diri.
g) Mengganggu kualitas tidur
Kesepian bisa menganggu kualitas waktu tidur. Orang yang kesepian akan
susah tidur, sering terbangun di malam hari, dan kekurangan waktu tidur.
h) Depresi
Rasa kesepian rentan membuat seseorang merasa pedih hati. Semakin ia
larut dalam keadaan bersedih, semakin besar juga kemungkinannya
mengalami depresi. Bruce Rabin mengungkapkan bahwa keadaan
kesepian memicu pengaktifan hormon otak yang berkaitan dengan stres,
misalnya kortisol, sehingga sanggup menimbulkan depresi. Salah satu
cara mengatasi depresi ialah dengan aktif berinteraksi sosial dengan orang
lain.

2. Beberapa Cara Untuk Menghadapi Kesepian


Memang ada waktunya seseorang merasa butuh waktu untuk sendirian di
tempat yang sunyi, entah itu untuk menyalurkan hobi seperti membaca buku, atau
supaya bisa berpikir dengan jernih. Tetapi menghabiskan terlalu banyak waktu sendiri
dapat menimbulkan rasa kesepian. Dan rasa kesepian bisa berdampak buruk bagi
kesehatan mental maupun fisik Seseorang. Kabar baiknya, Seseorang bisa
menghindarinya dengan cara mengatasi kesepian berikut ini :
a) Dibalik penyebab kesepian
1) Kesendirian dan kesepian bukanlah dua hal yang sama. Dari segi pengertian
menurut kamus, kesendirian memaksudkan situasi saat seseorang tidak
berinteraksi dengan orang lain atas keinginannya sendiri. Sedangkan kata
kesepian seringkali menyiratkan rasa keterasingan yang dibarengi dengan
keinginan yang besar untuk memiliki teman. Bisa disimpulkan, kesendirian
bisa jadi situasi yang menyenangkan dan bermanfaat. Misalnya ketika
Seseorang memang butuh waktu untuk menenangkan diri atau merenung.
Namun sebaliknya, kesepian merupakan bentuk perasaan yang menyakitkan.
Apa yang jadi penyebab kesepian?
2) Hubungan tanpa emosi. Teknologi seakan sudah menggantikan keinginan
orang-orang untuk saling bertemu dan bercakap-cakap. Banyak orang merasa
sudah cukup berkomunikasi hanya dengan mengirim SMS atau chatting dan
malas untuk bertemu langsung. Namun, hubungan komunikasi yang tanpa
emosi tersebut justru bisa membuat Seseorang semakin kesepian.
3) Berpindah-pindah rumah. Krisis ekonomi telah memaksa banyak orang untuk
pindah tempat tinggal akibat pindah pekerjaan. Karena pindah pekerjaan,
mereka terpaksa harus meninggalkan sekolah, tetangga, sahabat, dan bahkan
keluarga mereka. Keadaan lebih parah harus dirasakan mereka yang pindah ke
tempat yang berbeda bahasa, budaya, dan iklim. Seringkali mereka sulit
menyesuaikan diri dan tidak punya teman akrab.
4) Kematian orang yang dicintai. Kematian seorang teman hidup meninggalkan
luka dan perasaan hampa yang mendalam bagi pasangan hidupnya, terlebih
apabila mereka sudah hidup bersama untuk waktu yang lama. Perasaan
kesepian yang kuat akan sering muncul.
5) Kelajangan yang terpaksa. Rasa kesepian kadang kala dialami oleh mereka
yang belum menikah karena belum menemukan pasangan yang cocok.
Perasaaan kesepian bisa semakin kuat ketika ada yang mengajukan pertanyaan
yang kedengarannya menyakitkan, misalnya “kenapa kamu belum menikah
juga?”
6) Usia muda. Tak sedikit anak remaja yang mengaku merasa kesepian. Banyak
dari mereka yang ketagihan hiburan yang bisa dilakukan sendirian, misalnya
bermain game elektronik, menghabiskan berjam-jam untuk surfing di internet,
atau menonton TV. Karena keseringan menghabiskan waktu sendirian, mereka
tidak punya teman akrab dan kerap merasa kesepian.
7) Usia tua. Para lansia mungkin sering kesepian, meskipun anggota keluarganya
tidak mengabaikan mereka. Kerabat dan sahabat mereka mungkin datang
berkunjung di waktu-waktu tertentu, namun ada waktu-waktu lain—
adakalanya berhari-hari bahkan berminggu-minggu ketika tidak ada satupun
yang mengunjunginya.
Siapapun dapat mengalami kesepian, dan tampaknya problem ini semakin
banyak dirasakan bahkan oleh orang-orang yang kelihatannya punya banyak teman.
Bagaimana caranya kesepian bisa diatasi?

3. Bagaimana Cara Mengatasi Kesepian?


a) Apakah Seseorang kesepian?
Sebelum berpasrah pada keadaan, ada baiknya menanyai diri sendiri
pertanyaan-pertanyaan berikut yang bisa membantu evaluasi pribadi dan
menemukan solusi mengatasi perasaan kesepian.
b) “Perlukah Saya Mengubah Sudut Seseorang?”
Semua orang bisa kesepian, dan itu wajar. Tetapi yang jadi masalah adalah
ketika Seseorang terus-menerus merasa kesepian. Mungkin itu tseseorang ada
yang perlu disesuaikan dari cara pseseorangng Seseorang terhadap kehidupan.
Masalah bisa muncul dari cara Seseorang bersikap saat bersama orang lain. Ada
yang seolah menaruh pagar kawat berduri di sekitarnya sehingga orang lain tidak
mau berteman. Untuk mengatasinya, adakalanya hanya diperlukan mengubah
sudut pseseorangng. Ada pengalaman dari Sabine yang berimigrasi ke Inggris.
“Butuh waktu agar kepercayaan tumbuh diantara teman-teman baru supaya bisa
nyaman dan percaya diri ketika bergaul bersama. Cobalah tanya latar belakang
mereka. Kita bisa mencari sesuatu yang baik dari orang lain dan belajar
kebudayaan mereka.”
c) “Apakah Saya Menarik Diri dari Orang Lain?”
Tanyailah diri sendiri, “Apakah saya menjauhi orang lain? Mungkinkah orang lain
jadi lebih ramah kalau saya juga lebih ramah?” Kalau Seseorang merasa itu
penyebab dijauhi orang, cobalah untuk lebih supel. Berinisiatiflah mengajak
bicara orang lain yang tampaknya kesepian juga. Bisa jadi satu pertanyaan saja
menjadi awal dari persahabatan seumur hidup. Banyak orang yang kesepian
berusaha mengatasinya dengan berlama-lama bermain video game, surfing
internet, atau menonton TV. Namun justru kegiatan-kegiatan mengasingkan diri
ini dapat membuat mereka merasa kesepian lagi. Televisi dan game elektronik
dapat membuat seseorang jadi begitu kecanduan sampai-sampai tidak berminat
lagi menjalin pertemanan.
d) “Apakah Saya Sering Berpikiran Negatif?”
Pesimistis dan perasaan rendah diri seringkali jadi penghalang terciptanya suatu
persahabatan. Seorang remaja 15 tahun asal Ghana, Abigail, mengatakan,
“Adakalanya pikiran negatif bikin saya merasa kesepian. Saya jadi merasa tidak
berguna dan tidak disayangi.” Jadi, yakinkan diri bahwa dengan berinisiatif
mendekati dan membantu orang lain yang membutuhkan, orang tersebut tidak
akan menganggap Seseorang tidak berguna. Mungkin ia akan membalasnya
dengan menjadi sahabat Seseorang. Tidak ada cara kilat untuk mengatasi
kesepian. Namun Seseorang bisa berhasil mengatasinya dengan menerapkan
prinsip ini, “perlakukan orang lain sebagaimana Seseorang ingin diperlakukan
orang lain.” Dekatilah orang-orang yang bisa dijadikan sahabat untuk berbagi
cerita dan melepas kesepian. Jika ingin orang lain ramah, Seseorang mesti terlebih
dulu ramah kepadanya. Jika ingin orang lain berteman dengan Seseorang, terlebih
dulu jadilah teman baginya
Cara mengatasi kesepian lain yang praktis ialah dengan keluar dari rumah dan
lakukan sesuatu yang berguna. Misalnya dengan berjalan-jalan ke taman atau ke luar
kota, jika mungkin. Dan ketika tiba saatnya sendirian di rumah, jangan ratapi
kesendirian Seseorang. Sebaliknya lakukanlah pekerjaan yang kreatif, misalnya
menjahit, menggambar, memperbaiki sesuatu, atau membaca. Dengan mengasah
kreatifitas dan membuat diri sibuk, Seseorang bisa menghilangkan rasa kesepian yang
sering datang di kala sendirian. Berikut cara praktis mengatasi kesepian :
a) Pertama, meminimalisasi rasa sepi. Orang yang merasakan kesepian harus meredakan
kesepiannya. Berhenti untuk membesar-besarkannya dan jangan lagi membahasnya
berulang-ulang. Sebisa mungkin jangan membiarkan kesepian membuat kita pahit, dan
jangan membiarkan kemarahan berkembang dalam hidup.
b) Kedua, mengakuinya. Carilah orang yang dapat dipercaya atau profesional seperti
konselor atau psikolog. Bila belum menemukan orang yang cocok, berbicaralah
kepada Yang Maha Kuasa. Selama kita mengerti hal itu, kita tidak akan pernah benar-
benar merasa sendiri. Doa adalah jembatan penenang yang dapat digunakan dalam
masa-masa sepi.
c) Ketiga, perhatikan orang lain. Jangan berfokus kepada diri sendiri, tetapi berfokuslah
juga kepada orang lain. Mulailah membantu orang lain yang membutuhkan
pertolongan. Menolong orang lain dapat mengikis rasa kesepian dalam diri. Itu juga
berarti berhenti membangun tembok antara kita dan orang lain dan mulai membangun
jembatan-jembatan.
Yang perlu diingat bila kita sedang mengalami rasa kesepian adalah tunjukan
kasih. Kasih adalah obat penawar bagi kesepian. Jangan menunggu untuk dikasihi,
kita perlu memberikan kasih, dan kemudian kasih akan diberikan kembali kepada kita
dalam ukuran yang melimpah. Kemudian ingatlah pepatah lama ini, jika kehidupan
memberi seseorang sebuah lemon, buatlah segelas jus lemon. Kalau dalam bahasa
saya, jika kehidupan memberi seseorang terasi, buatlah sambal terasi yang nikmat biar
seseorang dan orang lain juga bisa merasakan nikmatnya.

C. Di Tinggal Pasangan Hidup


Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan pensiun salah satu atau
kedua pasangan, dan berakhir kematian pasangan yang lain (Duvall & Miller, 1985)
Kehilangan yang biasa terjadi pada lansia dan keluarga adalah :
1. Ekonomi
Meyesuaikan terhadap penurunan pendapatan pokok
2. Perumahan
Sering berpindah ke tempat tinggal yang lebih kecil, fasilitas hidup dibantu, dan
kemudian dipaksa untuk pindah ke panti wreda.
3. Sosial
Kehilangan (kematian) saudara kandung, teman dan pasangan.
4. Pekerjaan
Berhenti bekereja dengan mengundurkan diri
5. Kesehatan
Penurunan fungsi fisik, mental dan kehilangan peran kerja.
Penyesuaian kehilangan pasangan merupakan tugas berkembangan yang
paling membuat trauma. Wanita lansia lebih menderita akibat kehilangan
pasangannya jika dibandingkan pria. Dalam perbandingan dengan kelompok usia
muda, lansia menyadari bahwa kematian adalah bagian dari proses kehidupan yang
normal. Sebagian lansia lebih sedikit takut akan kematian dibandingkan individu yang
lebih muda dan lebih khawatir akan kematian individu yang dicintainya dari pada diri
mereka sendiri.
Akan tetapi kesadaran akan kematian tidak berarti bahwa pasangan yang telah
ditinggal pasangannya menemukan kemudahan dalam menyesuaikan diri terhadap
kehilangan. Kehilangan pasangan menimbulkan efek yang merugikan wanita
meninggal lebih awal dari pada pasangan barunya, dan kehidupan lebih cenderung
memiliki masalah kesehatan yang serius seperti : isolasi social, bunuh diri atau
gangguan jiwa). Selain itu kehilangan pasangan menuntut reorganisasi total fungsi
keluarga. Hal ini terutama sulit untuk mencapai kepuasan ,karena kehilangan telah
menghilangkan sumber emosional dan ekonomiyang dibutuhkan untuk beradaptasi
terhadap perubahan. Bagi wanita, hal ini berrati perpindahan dari saling
ketergantungan dan aktivitas kehidupan keluarga bersama-sama menjadi sendiri-
sendiri atau berhubungan dengan sekelompok lansia yang tidak terikat. Sementara
bagi pria, kehilangan pasangan berarti kehilangan pendamping, secara umum seperti
kehilangan penghubung ke keraba, keluarga, dan dunia social.
Adapaun akibat dari pria yang ditinggalkan pasangan antara lain:
1. Bunuh diri
2. Kehilangan kemandirian mobilitas
3. Kesepian
4. Isolasi social
5. Kehilangan kontrol
6. Depresi
7. Bingung
8. Perasaan hampa
DAFTAR PUSTAKA

Bell, R. R. (1979). Marriage and Family Interaction. 5th edition. Illinois : The Dorsey Press.
Daftar Pustaka - Penyebab Perceraian, Pengertian, Dampak, Makalah Menurut Para Ahli
Emery, E. R. (1999). Marriage, divorce, and children adjustment. 2nd edition . New York:
Prentice Hall International.
Fauzi, D.A. (2006). Perceraian Siapa Takut…!. Jakarta : Restu Agung
friedman, M Marylin, Bowden dan Jones. 2014 Buku Ajar Keperawatan Keluarga : EGC
Gunarsa, S. D. (1999). Psikologi untuk Keluarga. Cetakan ke-13. Jakarta : Gunung Agung
Mulia.
Hadiwardoyo, P. (1990). Perkawinan menurut Islam dan Katolik : Implikasinya dalam Kawin
Campur. Yogyakarta : Kanisius.
http://doktersehat.com/dampak-bahaya-terlalu-lama-sendirian/
http://googleweblight.com/?lite_url=http://www.sarjanaku.com/2013/01/penyebab-
perceraian-pengertian-dampak.html&ei=eEwEHwg8&lc=id-
ID&s=1&m=271&host=www.google.co.id&ts=1505721041&sig=ANTY_L05ayl587wl_YG
ufaT7W29QxdvVUg
http://ibudanmama.com/pola-asuh/apabila-anak-tidak-mau-sekolah-masalah-dan-solusinya/
http://sidomi.com/335304/ini-efek-buruk-kelamaan-hidup-sendiri/
http://www.al-maghribicendekia.com/2015/08/alasan-anak-tk-dan-paud-mogok-ke-
sekolah.html?m=1
http://www.gulalives.co/2016/04/12/6-dampak-buruk-kesepian-bagi-hidup-seseorang/#
http://www.kompasiana.com/enisulistiani/penyebab-anak-yang-tidak-mau-sekolah-dan-cara-
mengatasinya_555463f6b67e616118ba54c7
http://www.kompasiana.com/rumahshine/penyebab-orang-merasa-kesepian-dalam-
hidup_552863d1f17e61c6458b4620
https://www.deherba.com/rasa-kesepian-bisa-merugikan-diri-seseorang-bagaimana-cara-
mengatasi-kesepian.html
Hurlock, E. B. (1994). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Newman, B. M. & Newman, P. R. (1984). Development through Life : A Psychological
Approach. 3rd edition. Chicago : The Dorsey Press.
Papalia, Diane E. (2001). Human Development. 8th edition. New York : Mc Graw Hill.
Turner, J. S. & Helms, D. B. (1983). Lifespan Development. 2nd edition. New York : CBS
College Publishing.

Anda mungkin juga menyukai