Anda di halaman 1dari 13

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

TANGERANG SELATAN

Perbedaan Perlakuan Pemajakan Penghasilan Dividen

Dosen Pengampu :

Nur Arif Nugraha

Oleh:

Mohamad Sulahudin

23 / 2301160479

Kelas 4-11

Mahasiswa Program Diploma III Pajak Tahun 2016

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Lab PPh Potput

Tahun 2018
Daftar Isi

Abstraksi ................................................................................................................. 1

Pendahuluan ............................................................................................................ 1

Pembahasan ............................................................................................................. 2

A. Penghasilan dividen sebagai Objek Pajak. ................................................... 4


B. Penghasilan Dividen sebagai Penghasilan Bukan Objek Pajak ................... 4
C. Penghasilan Dividen sebagai Objek Pajak Final .......................................... 5
D. Perlakuan penghasilan dividen yang bersumber dari dalam negeri ............. 6
E. Penghasilan Dividen dari Luar Negeri ......................................................... 7
F. Saat terutang Pajak dan Contoh soal Pembahasan ....................................... 8
Kesimpulan ........................................................................................................... 10

Referensi ............................................................................................................... 11
Abstraksi

Dalam undang-undang perpajakan Indonesia, perlakuan pemajakan terhadap


penghasilan dividen dapat berbeda-beda tergantung dari sumber dan penerima
penghasilan tersebut. Penghasilan dividen dapat berupa objek pajak atau bukan
objek pajak. Dalam pemajakannya, penghasilan dividen dapat dikenai tarif pajak
final atau bukan final. Membedakan perlakuan pemajakan ini dengan mengenali
sumber dan penerima penghasilan ini merupakan kunci dalam memahami
perbedaan ini.

Pendahuluan

Dividen merupakan suatu bentuk pembagian keuntungan atau laba kepada para
pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang dimiliki. Pemaknaan
dividen seperti demikian sering kita temui penggunaannya dalam surat kabar dan
majalah bisnis. Pemaknaan yang umum seperti itulah yang paling banyak
diketahui oleh masyarakat awam. Namun, apakah ketika membahas tentang
perpajakan, pengertian tersebut cukup untuk mengantarkan kita dalam memahami
keseluruhan perlakuan pemajakan dividen melalui Undang Undang Perpajakan di
negara ini?

Dalam prakteknya di bidang perpajakan, dividen, sebagaimana akan diuraikan


dalam pembahasan dibawah, memiliki pengertian yang sangat luas. Ketika
pengertiannya yang diperluas tadi nampaknya belum cukup untuk membuat
pemajakan terhadap dividen ini lebih rumit, Undang Undang Perpajakan kita juga
membedakan perlakuan pemajakannya dengan terlebih dahulu
mengelompokkannya berdasarkan sumber dan penerima dividen tersebut.

Mengetahui perbedaan ini merupakan hal vital yang harus diketahui oleh wajib
pajak maupun pegawai pajak. Pasalnya, dalam pembedaan perlakuan perpajakan
ini dapat menimbulkan kesalahan pemotongan atau pemungutan serta penyetoran
pajak apabila terjadi kesalahan dalam mengenali objek pajaknya. Hal ini tentunya
akan merugikan wajib pajak karena, selain harus membayar sanksi dan denda
administrasi pajak apabila terjadi kesalahan, wajib pajak juga melewatkan

1
kesempatan untuk menikmati fasilitas yang diberikan oleh Undang Undang
Perpajakan.

Untuk pegawai pajak, tentunya mengetahui perbedaan perlakuan ini adalah hal
yang wajib. Selain dapat mengakibatkan hilangnya sebagian potensi penerimaan
negara, ketika terjadi kecolongan dalam administrasi perpajakannya, kesalahan
yang dilakukan oleh pegawai pajak dapat mengurangi rasa percaya dalam diri
masyarakat kepada pemerintahnya.

Dalam tulisan ini, pembahasan akan dilakukan dengan menggunakan referensi


peraturan perpajakan terbaru dengan mengombinasikan contoh kasus fiktif namun
realistis. Pembahasan juga didampingi dengan tabel yang akan mempermudah
dalam memahami maksud penulis dalam pembahasan ini.

Pembahasan

Dividen bukanlah istilah yang asing lagi bagi kebanyakan orang. Masyarakat
awam akan memaknai dividen sebagai pembagian sisa laba bagi pemegang
saham, yang mana tidak sepenuhnya salah, meskipun dalam kenyataannya
pemaknaan dengan seperti demikian dapat dikatakan terlalu sempit dan kurang
komprehensif. Hal tersebut juga dapat dikatakan tentang bagaimana wajib pajak
memahami dividen sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan
kita.

Seperti yang telah diterangkan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dalam


Pasal 4 ayat (1) huruf g bahwa yang termasuk dalam penghasilan adalah dividen,
dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi kecuali
ditentukan lain oleh ketentuan perpajakan. Dari kutipan singkat diatas, kita sudah
dapat memperkirakan bahwa Undang-Undang Pajak Penghasilan berniat untuk
memberikan penjelasan yang lebih rinci atas uraian diatas termasuk perlakuan
perpajakannya.

Dalam penjelasan Undang-Undang Pajak Penghasilan ditegaskan kembali apa saja


yang termasuk dalam pengertian dividen. Sesuai dengan Lampiran Undang-

2
Undang Pajak Penghasilan tentang penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g
menjelaskan bahwa yang termasuk dalam dividen adalah:

1. pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan


nama dan dalam bentuk apapun;
2. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang
disetor;
3. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham
bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
4. pembagian laba dalam bentuk saham;
5. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau
diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh
perseroan yang bersangkutan;
7. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan,
jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika
pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar
(statuter) yang dilakukan secara sah;
8. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima
sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
9. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10. bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11. pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
12. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Dengan memahami penjelasan diatas, telah didapat cukup pengetahuan untuk


melakukan penggolongan tentang transaksi apa saja yang dapat digolongkan
sebagai penghasilan dividen sesuai yang dimaksud oleh Undang-Undang Pajak
Penghasilan. Namun, mengetahui apakah suatu transaksi merupakan penghasilan
dividen atau bukan, belum cukup dalam memahami perlakuan pemajakan dividen
secara keseluruhan.

3
Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, penghasilan yang diperoleh oleh
subjek pajak belum tentu termasuk dalam objek pajak. Meskipun sampai saat ini
masih menyusuri permukaannya saja, namun dengan pengetahuan ini,
pembahasan berikutnya akan lebih mudah dipahami.

A. Penghasilan dividen sebagai Objek Pajak.

Dalam pembahasan sebelumnya, muncul permasalahan baru yang mana tidak


semua penghasilan dividen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g
Undang-Undang Pajak Penghasilan, merupakan objek pajak. Dalam membaca
undang-undang secara umum, disarankan untuk membaca undang-undang
tersebut secara menyeluruh dan memperhatikan keterkaitan tiap-tiap pasal dengan
pasal lainnya. Penting pula untuk membaca peraturan-peraturan turunan dari
undang-undang ini, meskipun dalam pembahasan ini hal tersebut tidak perlu
dilakukan.

Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan disebutkan


secara tertulis bahwa terdapat penjelasan lebih rinci terhadap pemajakan atas
penghasilan dividen ini setidaknya dalam pasal lain di Undang-Undang Pajak
Penghasilan tersebut. Selanjutnya, dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-Undang
Pajak Penghasilan menyebutkan bahwa penghasilan dividen merupakan
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak. Tapi, penghasilan dividen seperti
apa saja yang dianggap sebagai bukan objek pajak?

Pada saat ini sebagian orang awam yang mencoba memahami Undang-Undang
Pajak Penghasilan pasti mulai menggerutu tentang bagaimana rumitnya sistem
perpajakan negara ini. Hal itu tidak salah, namun seperti yang dijelaskan di atas
tadi, Undang-Undang Pajak Penghasilan juga memberikan fasilitas dan
kemudahan bagi wajib pajak nya. Pasal 4 ayat (3) itulah yang mengatur tentang
fasilitas yang dimaksud penulis ini.

B. Penghasilan Dividen sebagai Penghasilan Bukan Objek Pajak

Pasal 4 ayat (3) huruf f mengatur tentang jenis penghasilan dividen apa saja yang
termasuk dalam kategori bukan objek pajak. Dan ketika suatu penghasilan
dikategorikan sebagai penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, maka

4
penghasilan tersebut tidak perlu dibayar pajaknya dan hanya perlu dilaporkan
dalam laporan Surat Pemberitahuan Tahunan wajib pajak.

Penghasilan dividen yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f adalah
penghasilan dividen yang diterima oleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak
badan dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik
daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia. Tentu saja penjelasan tidak berhenti sampai disitu.
Penyertaan modal oleh penerima dividen kepada badan usaha yang membagikan
dividen tersebut harus sekurang kurangnya 25 persen dari penyertaan modal total,
dan pembayaran dividen tersebut harus bersumber dari cadangan laba yang
ditahan.

Jadi selama wajib pajak penerima penghasilan mencukupi persyaratan yang


diundangkan oleh peraturan ini, dan pemberi dividen mencukupi persyaratan
tersebut, penghasilan dividen yang diberikan bukan merupakan objek pajak.
Contoh akan dielaborasikan di akhir pembahasan, namun sebelum itu kita dapat
menambah kesimpulan dari kesimpulan yang kita buat diawal tadi.

Jika suatu pembayan merupakan suatu pembayaran yang dimaksud sebagai


penghasilan menurut Pasal 4 ayat (1) dan bukan merupakan penghasilan yang
termasuk dalam bukan objek pajak sesuai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3),
bukankah aman bagi pembaca untuk menggolongkan penghasilan tersebut dalam
penghasilan yang merupakan objek pajak dan memperhitungkannya dalam
penghasilan tahunan.?

Ternyata ada beberapa hal lagi yang harus dimengerti agar pembaca dapat secara
lengkap memahami tentang perbedaan perlakuan pemajakan kepada penghasilan
dividen, yaitu apakah penghasilan tersebut termasuk dalam objek pajak final atau
bukan.

C. Penghasilan Dividen sebagai Objek Pajak Final

Pembaca mungkin telah membaca Pasal 4 ayat (1) hingga ayat (3) dalam Undang-
Undang Pajak Penghasilan secara urut. Dan untuk pembaca yang teliti menyimak
dan tidak melewati membaca ayat (2) dari Pasal 4 ini, mungkin akan menyadari

5
bahwa penghasilan dividen bukan merupakan objek pajak final sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Meskipun benar kalau didalam Pasal 4 ayat (2) tidak menyinggung penghasilan
dividen sebagai penghasilan yang merupakan objek pajak final sama sekali, tapi di
Pasal 17 ayat (2c) menyatakan sebaliknya. Mungkin terasa aneh mengapa
penghasilan dividen diterangkan dalam pasal lain yang jaraknya cukup jauh dari
pasal serupa yang menjelaskan hal yang sama.

Secara historis, ayat (2c) dalam Pasal 17 merupakan ayat yang ditambahkan
dalam perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan disusun untuk
mengakomodasi kebutuhan perpajakan di masa tersebut. Disisi lain,
pemberlakuan penghasilan dividen sebagai objek pajak final berkaitan dengan
pemberian tarifnya. Secara filosofis, penghasilan dividen ini bukan merupakan
objek pajak final. Namun ketika beberapa kondisi dipenuhi, pemberian tarif pajak
terhadap penghasilannyalah yang membuat penghasilan tersebut dikategorikan
sebagai objek pajak final. Kemudian, kondisi apa saja yang disyaratkan dalam
Pasal 17 ayat (2c) ini?

Pasal 17 ayat (2c) menyatakan bahwa untuk setiap penghasilan dividen yang
diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri akan dikenakan tarif 10
persen dan bersifat final. Ketentuan yang disyaratkan dalam Pasal 17 ayat (2c)
hanyalah penerima penghasilan dividen tersebut haruslah wajib pajak dalam
negeri untuk menikmati tarif 10 persen final ini. Lalu, jika wajib pajak yang
menerima penghasilan dividen merupakan wajib pajak badan dalam negeri yang
tidak termasuk dalam penerima dividen yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3),
bagaimanaka perlakuan pemajakannya?

D. Perlakuan penghasilan dividen yang bersumber dari dalam negeri

Penghasilan dividen yang diterima oleh wajib pajak badan pada umumnya akan
menambah penghasilan tahun berjalannya dan akan diperhitungkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunannya. Meskipun begitu, penghasilan dividen yang diterima
wajib pajak badan akan dipotong dengan menggunakan tarif 15 persen sesuai
dengan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Penghasilan tersebut

6
terutang sejak dividen tersebut tersedia untuk dibayarkan dan dapat dijadikan
kredit pajak sebagai pengurang pajak penghasilan tahun tersebut.

Lalu bagaimana jika penerima dividen tersebut merupakan wajib pajak luar
negeri? Jika disimak dengan baik, Undang-Undang Pajak Penghasilan selalu
berhati-hati dalam melakukan penyebutan wajib pajak dengan wajib pajak dalam
negeri. Peraturan yang mengikat dividen diatas, baik ketika diterima oleh wajib
pajak orang pribadi atau wajib pajak badan, hanya berlaku untuk wajib pajak
dalam negeri. Ketika penerima penghasilan dividen tersebut merupakan wajib
pajak luar negeri, penghasilan dividen tersebut akan dikenakan pajak dengan tarif
20 persen sesuai dengan yang ditentukan dalam Pasal 26 Undang-Undang Pajak
Penghasilan, kecuali terdapat P3B antara Indonesia dengan negara lain yang
menjadi domisili wajib pajak luar negeri.

Dalam pemajakan penghasilan dividen, untuk wajib pajak dalam negeri


khususnya, penghasilan yang diperoleh akan diperhitungkan di akhir tahun untuk
mengetahui jumlah pajak terutang dalam satu tahun tersebut. Undang-Undang
Pajak Penghasilan memberikan kemudahan kepada wajib pajak untuk
meringankan beban pajaknya diakhir tahun dengan kredit pajak. Seperti yang
dibahas sebelumnya, untuk penghasilan yang diterima, tergantung jenisnya, oleh
wajib pajak akan dipotong pajaknya pada saat pajak tersebut mulai terutang,
meskipun tidak semua pajak yang dipotong dapat dikreditkan.

E. Penghasilan Dividen dari Luar Negeri

Terakhir, bagaimana dengan pemajakan dividen yang diterima dari luar negeri?
Seperti yang terjadi pada contoh sebelumnya, Undang-Undang hanya mengatur
penghasilan dari sumber tertentu yang diterima oleh wajib pajak tertentu selama
hal tersebut masih masuk kedalam jurisdiksi Undang-Undang Pajak Penghasilan
tersebut. Dalam hal ini, penghasilan dividen yang diterima dari luar negeri akan
diperlakukan sama seperti penghasilan lainnya yang bersumber dari luar negeri.
Dengan melihat penerimanya, dapat diketahui apakah Indonesia berhak atas pajak
dari penghasilan tersebut. Penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dalam
negeri Indonesia akan menambah penghasilan tahun berjalan yang kemudian akan
diperhitungkan pada akhir tahun.

7
F. Saat terutang Pajak dan Contoh soal Pembahasan

Yang dimaksud sebagai waktu dimana dividen tersebut tersedia untuk dibayarkan
terdiri dari dua waktu. Apabila perusahaan pembagi dividen merupakan
perusahaan privat yang mana sahamnya tidak diperjualbelikan dalam bursa, maka
yang dianggap sebagai waktu dimana dividen tersebut tersedia untuk dibayarkan
adalah saat dimana pembagian dividen ditentukan dalam rapat umum pemegang
saham (RUPS). Sedangkan untuk perusahaan yang go public, saat tersedianya
dividen untuk dibayarkan terhitung ketika tanggal dimana kepemilikan saham
dicatat oleh perusahaan (recording date).

Contoh 1 :

PT. Atlus (tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia) pada tanggal 23 April 2016
mengumumkan pembagian dividen dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS). Pada tanggal 11 Agustus 2016 perusahaan membagikan dividen tunai
kepada para pemegang sahamnya, yang mana dividen tersebut berasal dari
cadangan laba yang ditahan. Total jumlah dividen yang dibagikan adalah sebesar
Rp.1.000.000.000,-. Susunan pemegang saham beserta persentase kepemilikan
sahamnya adalah sbb :

Pemegang Saham % kepemilikan saham


PT Sega (ber-npwp) 35%
PT Kakean Mulih (ber-npwp) 20%
CV Yongenjaya (tidak ber-npwp) 10%
Tuan Wibu (ber-npwp) 5%
Index Corp (tidak punya BUT) 30%
(contoh disadur dari www.ortax.org)

Jawaban 1 :

Karena PT Sega merupakan wajib pajak dalam negeri, dengan kepemilikan 35%
atas PT Atlus maka dividen yang diterimanya dari PT Atlus merupakan
penghasilan yang termasuk bukan objek pajak.

8
Untuk PT Kakean Mulih, dengan penyetoran modal sebesar 20% atas PT Atlus,
maka dividen yang diterimanya dari PT Atlus merupakan penghasilan yang
termasuk objek pajak penghasilan. Pemotongan pajak akan dilakukan PT Atlus
pada tanggal diumumkannya pembagian dividen yaitu 23 April 2016, mengingat
PT Atlus bukanlah perusahaan yang go public.

PPh 23 terutang = 15% X (20% X 1.000.000.000)

= 15% X 200.000.000

= 30.000.000 (dipotong oleh PT. Atlus)

Untuk CV Yongenjaya, kurang lebih sama dengan PT Kakean Mulih. Namun


dikarenakan CV Yongenjaya tidak memiliki NPWP, pajak yang dikenakan akan
lebih tinggi 100%.

PPh 23 terutang = 200% X 15% X (10% X 1.000.000.000)

= 200% X 15% X 100.000.000

= 30.000.000 (dipotong oleh PT. Atlus)

Untuk Tuan Wibu, karena dia merupakan wajib pajak orang pribadi, penghasilan
dividen yang dia terima akan dipotong pajaknya oleh PT Atlus dengan
menggunakan tarif final pasal 17 ayat (2c).

PPh 4 ayat (2) = 10% X (5% X 1.000.000.000)

= 5.000.000

Untuk Index Corp, yang mana merupakan wajib pajak luar negeri, penghasilan
yang mereka terima akan dipajaki dengan pasal 26 Undang-Undang Pajak
Penghasilan. Pasal 4 ayat (3) f juga tidak berlaku bagi Index Corp karena mereka
bukan wajib pajak dalam negeri Indonesia. Dengan asumsi tidak ada P3B antara
Indonesia dengan negara domisili Index Corp, maka penghasilan tersebut akan
dipotong dengan tarif 20%.

PPh 26 = 20% X (30% X 1.000.000.000)

= 60.000.000 (dipotong oleh PT Atlus)

9
Kesimpulan

Undang-undang perpajakan Indonesia memberikan perlakuan pemajakan yang


berbeda beda terhadap penghasilan dividen tergantung dari sumber dan penerima
penghasilannya. Dividen yang dimaksud dalam undang-undang perpajakan
mencakup berbagai jenis dan bentuk pembayaran dividen. Penghasilan dividen
juga dapat digolongkan menjadi objek pajak dan bukan objek pajak. Ketika
penghasilan dividen yang dimaksud tergolong dalam objek pajak, perlakuan
pemajakan akan melihat penerima penghasilan sebagai acuan, apakah dikenakan
tarif final untuk wajib pajak orang pribadi, ataukah tarif pemotongan pajak
penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan, ataukah justru menjadi
objek dari pajak penghasilan pasal 26 Undang Undang Pajak Penghasilan.

Sedangkan untuk dividen yang diterima dari luar negeri, perlakuannya


dipersamakan seperti penghasilan lainnya yang bersumber dari luar negeri, yaitu
menambah kekayaan netto wajib pajak di akhir tahun.

10
Referensi

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang


Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2009 tentang
Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak
Orang Pribadi Dalam Negeri
3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
111/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan
Pelaporan Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 30/PJ/2012 tentang
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas
Penghasilan Berupa Dividen
5. http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=57

11

Anda mungkin juga menyukai