Disusun oleh :
Disusun oleh:
Pembimbing
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Kedokteran Keluarga dengan
kasus Penyakit Menular Tuberkulosis Paru. Laporan ini dibuat guna melengkapi
tugas Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro. Tentunya penulis juga berharap agar studi
kasus Kedokteran Keluarga ini dapat bermanfaat untuk kemudian hari dalam hal
penatalaksanaan pasien secara komprehensif dan berkesinambungan, selain itu
juga melatih penulis dalam membangun komunikasi efektif kepada pasien dan
membangun pelayanan kedokteran yang bersifat pendekatan individual.
Untuk terlaksananya Laporan ini penulis mengucapkan terimakasih yang
sedalam-dalamnya kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu, yaitu
pasien dan keluarga, para dosen yang telah membimbing dan rekan-rekan satu
kelompok yang telah bekerjasa mamelaksanakan Laporan ini. Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan kritik yang
membangun guna penyempurnaan tugas laporan ini.
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keadaan sehat merupakan kehendak semua pihak. Tidak hanya oleh orang perorang
atau keluarga, tetapi juga oleh kelompok dan bahkan oleh seluruh anggota masyarakat.
Adapun yang dimaksud dengan sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.1
Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak upaya yang harus
dilaksanakan. Salah satu di antaranya yang dianggap penting adalah penyelenggaraan
pelayanan kesehatan (Blum, 1976). Jika pelayanan kesehatan tidak tersedia (available), tidak
tercapai (accesible), tidak terjangkau (affordable), tidak berkesinambungan (continue), tidak
menyeluruh (comprehensive), tidak terpadu (integrated), dan atau tidak bermutu (quality)
tentu sulit diharapkan terwujudnya keadaan sehat tersebut.1
Secara umum bentuk dan jenis pelayanan kesehatan dapat dibedakan atas dua macam.
Pertama, pelayanan kesehatan personal (personal health services) atau sering disebut pula
sebagai pelayanan kedokteran (medical services). Kedua, pelayanan kesehatan lingkungan
(environmental health services) atau sering disebut pula sebagai pelayanan kesehatan
masyarakat (public health services).2
Dokter keluarga merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang berorientasi
komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai
individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara
pasif, tapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya. Sebagai salah satu ujung
tombak dalam pelayanan kesehatan, pelayanan dokter keluarga disiapkan sebagai pelayanan
medik bermutu tnggi untuk strata pertama di Indonesia.4
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex (M.TB) dan sering menginfeksi paru.. Orang–orang yang terinfeksi
oleh kuman M.tuberculosis (M.TB) mempunyai risiko untuk menderita TB sebesar 10%
terutama pada orang–orang dengan sistem imun yang mengalami penurunan, seperti HIV,
malnutrisi, Diabetes Mellitus, dan perokok.3
1
2
Menurut Data yang diperoleh dari WHO secara global pada tahun 2017 ada sekitar
10,4 juta kasus insiden TB (kisaran, 8,8 juta hingga 12,2 juta), setara dengan 140 kasus per
100.000 penduduk dan Insidensi kasus TB di dunia yaitu wilayah Asia Tenggara sekitar 45
%, bagian wilayah Afrika (25%), wilayah Pasifik Barat (17%), wilayah Miditerania (7%),
wilayah Eropa (3%), wilayah Amerika (3%).3
Pasien TB di Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 690.000 dengan
prevalence rate 289 per 100.000 penduduk. Diperkirakan terdapat 450 ribu kasus baru pada
tahun 2010 dengan incident rate 189 setiap 100.000 penduduk. Indonesia menjadi negara
dengan pasien TB tertinggi ke-3 pada tahun 2007 dan menjadi yang kelima pada tahun 2010.3
TB merupakan penyakit dengan pengobatan yang cukup lama. Kesembuhan pasien
TB tidak hanya bergangtung pada obat yang dikonsumsi, akan tetapi faktor-faktor seperti
dukungan keluarga, masalah kesehatan keluarga dan masalah ekonomi keluarga tersebut juga
menjadi faktor keberhaslan terapi.
Oleh karena itu dibutuhkan penilaian dan pengamatan mengenai penanganan kasus TB
melalui pendekatan kedokteran keluarga.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dibuat perumusan masalah yaitu
bagaimana pendekatan kedokteran keluarga untuk menangani kasus TB?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan dan menerapkan konsep kedokteran keluarga pada seorang pasien
yang menderita penyakit Tuberkulosis paru.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan keluarga, termasuk masalah lingkungan dan
sosial ekonomi keluarga.
b. Membantu seluruh anggota keluarga untuk mengenali masalah yang ada di dalam
keluarga tersebut yang akan mempengaruhi derajat kesehatan anggota keluarga.
c. Membantu keluarga untuk memahami fungsi-fungsi anggota keluarga (biologis,
psikologis,sosial,ekonomi dan pemenuhan kebutuhan, serta penguasaan masalah
dan kemampuan beradaptasi).
d. Meningkatkan kualitas kesehatan seluruh anggota keluarga dengan Membentuk
perilaku hidup sehat di dalam keluarga.
3
D. Manfaat
1. Menambah pengalaman pendekatan kedokteran keluarga pada pasien TB paru dan
menambah wawasan pengetahuan tentang TB paru.
2. Membantu keluarga menjadi lebih memahami mengenai masalah kesehatan yang ada
dalam lingkungan keluarga.
3. Membantu keluarga mampu untuk mengatasi permasalahan kesehatan keluarga secara
mandiri.
4. Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar dapat memberikan pelayanan
kepada pasien Tuberkulosis paru secara holistik dan komprehensif serta
mempertimbangkan aspek keluarga dalam proses kesembuhan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Bentuk Keluarga
Menurut Goldenberg, bentuk keluarga terdiri sembilan macam, antara lain:
a. Keluarga inti (nuclear family)
b. Keluarga besar (extended family)
c. Keluarga campuran (blended family)
d. Keluarga menurut hukum umum (common law family)
e. Keluarga orang tua tunggal
f.Keluarga hidup bersama (commune family)
g. Keluarga serial (serial family)
h. Keluarga gabungan (composive family)
i. Hidup bersama dan tinggal bersama (co habitation family)
4
3. Fungsi dan Siklus Keluarga
Berdasarkan peraturan pemerintah No. 21 Tahun 1994 fungsi keluarga dibagi menjadi
delapan jenis, yaitu fungsi keagamaan, fungsi budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi,
fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan
lingkungan. Apabila fungsi keluarga terlaksana dengan baik, maka dapat diharapkan
terwujudnya keluarga yang sejahtera. Yang dimaksud keluarga sejahtera adalah keluarga
yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kehidupan spiritual, dan
materiil yang layak.1
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ogburn (1969), telah terbukti adanya
perubahan pelaksanaan fungsi keluarga. Olehnya disebutkan, bahwa keluarga memiliki
fungsi:3
a. Fungsi ekonomi
b. Fungsi pelindungan
c. Fungsi agama
d. Fungsi rekreasi
e. Fungsi pendidikan
f. Fungsi status sosial
Terdapat 8 tahap pokok yang terjadi dalam keluarga (siklus keluarga), yaitu:3
a. Tahap awal perkawinan (newly married family)
b. Tahap keluarga dengan bayi (birth of the first child)
c. Tahap keluarga dengan anak usia pra sekolah (family with children in school)
d. Tahap keluarga dengan anak usia sekolah (family with children in school)
e. Tahap keluarga dengan anak usia remaja
f. Tahap keluarga dengan anak-anak yang meninggalkan keluarga
g. Tahap orang tua usia menengah
h. Tahap keluarga dalam masa pensiun dan lansia
B. Tubekulosis
1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, paling banyak mengenai paru. Infeksi ini dapat ditularkan dari satu orang ke
orang lain melalui droplet dari tenggorokan dan paru orang yang sedang memiliki penyakit
paru.9
2. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4 x 3
mikrometer. Bakteri ini merupakan bakteri “tahan asam”, karena dengan 95% etil alkohol
mengandung 3% asam hidroklorat dengan cepat menghilangkan semua bakteri kecuali
6
mikobakterium. Sifat mikobakterium adalah aerob obligat dan cenderung lebih resistan
terhadap bahan – bahan kimia karena permukaan selnya bersifat hidrofobik.7
Secara umum, M. tuberculosis memiliki sifat umum berupa berbentuk batang dengan
panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron, tahan asam dengan metode pewarnaan Ziehl
Neelsen, memerlukan media khusus untuk biakan seperti Lowenstein Jensen, kuman nampak
berbentuk batang berwarna merah dibawah mikroskop, tahan terhadap suhu rendah 4 C
hingga minus 70 C, peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet sehingga kuman
akan mati dalam waktu beberapa menit, dalam dahak pada suhu 30-37 C akan mati dalam
waktu sekitar 1 minggu dan kuman dapat bersifat dorman.7
3. Epidemiologi
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi dinegara-
negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75 % berada pada usia produktif yaitu 20-
49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65 % dari
kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul di Asia. Alasan utama yang muncul
7
dengan kelompok umur tertinggi terjadi pada usia 65-74 tahun yaitu 0,8% (Riskesdas, 2013).
Indonesia menempati posisi kedua dengan beban Tuberculosis (TB) tertinggi di dunia sesuai
data WHO Global Tuberculosis Report 2016.9
4. Penularan
Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui partikel udara yang disebut dengan
droplet dengan diameter 1-5mikron. Infeksius droplet dihasilkan oleh individu dengan infeksi
TB paru atau laring saat batuk, bersin, berteriak atau menyanyi. Partikel kecil ini dapat hidup
di udara selama beberapa jam, tergantung dari kondisi lingkungannya.11
5. Faktor Risiko
TB merupakan infeksi yang dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor risiko, yaitu :
kontak dengan dengan sumber penularan yang dipengaruhi oleh peluang dan lamanya waktu
kontak, konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup, tingkat dan reaksi daya tahan tubuh, usia.
8
Factor lingkungan juga berpengaruh terhadap kemungkinan penularan.15
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun.
ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan
menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%,diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi
1000 terinfeksi TB dan10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.
Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.9
6. Patogenesis
Kuman TB yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru
sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer.
Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfadenitis regional) afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal
sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut :6
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
9
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus). Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus biasanya bronkus lobus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal
sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat
sembuh secara spontan akan tetetapi bila tidak terdapat imunitas yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis
milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga
dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal,
genitalia dan sebagainya.
3. Tuberkulosis Postprimer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer
mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized
10
Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti
sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi Meluas kembali dan menimbulkan
sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni iniakan mengikuti pola perjalanan
seperti yang disebutkan di atas memadat dan membungkus diri dan disebut
tuberkuloma.Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin
pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi atau bersih dan
menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan
membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai
kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang
(stellate shaped) .
11
o Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik
dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons
dengan pemberian antibiotic spektrum luas
o Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis
2) Berdasarkan Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita yaitu :
a) Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT (Obat
Anti Tuberkulosis) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30
dosis harian).
b) Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik
sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan be berapa
kemungkinan:
o Infeksi sekunder
o Infeksi jamur
o TB paru kambuh
c) Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten
dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut
harus membawa surat rujukan/pindah
d) Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat (PDPI, 2006).
8. Gejala Klinis
Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB. Gejala klinis tuberkulosis
dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang
terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang
terlibat).6
12
o Respiratorik : Batuk > 3 minggu, berdahak, batuk darah, nyeri dada, sesak napas
o Sistemik : demam, keringat malam, malaise, nafsu makan menurin, berat badan
turun (Hasan H, 2010).
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada
pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang
rongga pleuranya terdapat cairan.6
9. Diagnosis
1) Pemeriksaan Bateriologik
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Beberapa bahan
dapat menjdai bahan pemeriksaan, salah satunya adalah dahak. Dengan cara
pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut – turut atau sewaktu , pagi,
sewaktu (SPS) dan menggunakan cara pemeriksaan mikroskopik. lnterpretasi hasil
pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
o 2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif
o 1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian bila 1 kali positif, 2
kali negatif → Mikroskopik positif
o bila 3 kali negatif → Mikroskopik negatif.
2) Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
o Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
o Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
o Bayangan bercak milier
o Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
o Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
o Kalsifikasi atau fibrotic
o Kompleks ranke
o Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
13
3) Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah
dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis
yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti,
apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi
dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang
didapat besar sekali atau bula
14
Gambar 6. Skema alur diagnosis dan tindak lanjut TB Paru (PDPI, 2006)
10. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan.4
Tahap awal (intensif)
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c. Sebagian besar pasien TB BTA (+) menjadi BTA (-) (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
Panduan Obat Anti Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
a. TB paru (kasus baru), BTA (+) atau pada foto toraks: lesi luas paduan obat yang
dianjurkan :
1. 2 RHZE/4RH atau
2. 2 RHZE/4R3H3 atau
3. 2 RHZE/6HE
Paduan ini dianjurkan untuk
1) TB paru BTA (+), kasus baru
2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk memperpanjang
fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang ditentukan. (Bila perlu
dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan
disesuaikan dengan hasil uji resistensi.
15
Gambar 7. Pengelompokan OAT (Kemenkes, 2011)
18
Gambar 12. Dosis Panduan OAT KDT Kategori 2 (Kemenkes, 2011)
19
penderita TB yang telah dinyatakan sembuh minimal dalam 2 tahun pertama setelah
sembuh untuk mengetahui terjadinya kekambuhan.4
11. Komplikasi
1) Batuk darah
2) Pneumotoraks
3) Luluh paru
4) Gagal napas
5) Gagal jantung
6) Efusi pleura
12. Pencegahan
1) Terapi pencegahan untuk penderita HIV atau AIDS dengan INH 5mg/kgBB (tidak
lebih dari 300mg) sehari selama minimal 6 bulan.
2) Diagnosis dan pengobatan TB BTA (+) untuk mencegah penularan
Parameter 0 1 2 3
Kontak Tb Tidak jelas Laporan keluarga, BTA (-) atau tidak Kavitas BTA (+)
tahu (+),
BTA
tidak
jelas
20
70%atau
BB/U <
60%
Batuk ≥ 3 minggu
o atelektasis
o kalsifikasi + infiltrat
o pembesaran kelenjar +
infiltrat
Catatan :
o Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
o Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis
o Berat badan dinilai saat datang (moment opname)
o Demam dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku
o Foto rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada Tb anak
o Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring Tb anak
o Didiagnosis Tb jika skor ≥ 6 (skor maksimal 14). Cut off point ini masih bersifat
tentatif/sementara, nilai definitif menunggu hasil penelitian yang sedang dilaksanakan.
21
14. Peta Jalan Eliminasi TB di Indonesia
Hasil Survei Prevalensi TB Nasional 2013/2014 telah diterbitkan pada 2015 dan telah
disikapi menjadi salah satu dasar dasar perubahan kebijakan dan strategi penanggulangan TB
2016-2020 serta peta jalan dan milestone menuju eliminasi TB.
Peta Jalan Nasional menetapkan arah dan target yang jelas dalam mengeliminasi TB di
Indonesia, sejalan dengan tujuan SDGs 2030 dan End TB Strategy 2035.
1. Milestone
22
Milestone 2016-2020
Milestone 2020-2025
Milestone 2025-2030
• Mempertahankan cakupan pengobatan tetap di atas 80% dan angka
kesuksesan pengobatan di atas 95%.
• Menerapkan cakupan semesta untuk TB.
• Mengendalikan pembiayaan katastropik TB
• Akselerasi pengobatan profilaksis dan pengobatan TB laten
• Inovasi diagnosis TB
• Penguatan surveilans TB
• Penerapan short-term regiment untuk TB laten
• Penerapan vaksin TB
23
2030-2035
• Koordinasi oleh pemerintah dengan peta jalan eliminasi yang jelas dan
diperkuat dengan regulasi.
24
• Kolaborasi multisektoral dan koalisi yang kuat dengan organisasi
masyarakat
25
5. Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pengendalian TB
26
Angka notifikasi semua
kasus TB yang diobati (case
128 152 200 224 223
notification rate/CNR) per
100.000 penduduk
Angka keberhasilan
pengobatan pasien TB 90% 90% 90% 90% 90%
semua kasus
Angka keberhasilan
pengobatan pasien TB 65% 70% 70% 75% 75%
resistan obat
27
28
BAB III
LAPORAN KASUS
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan Terakhir : Tamat SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
28
III.3 Karakteristik Demografis Keluarga
Pasien tinggal di Desa Jetis, RT 19/RW 10, Desa Ngadirejo, Kecamatan
Salaman. Saat ini pasien tinggal bersama suami dan kedua anaknya. Suami pasien
berusia 52 tahun, anak pertamanya sudah berusia 20 tahun dan berjenis kelamin
laki-laki dan belum menikah, anak kedua pasien berusia 8 tahun berjenis kelamin
perempuan.
Tn. Agus
1. Mulyanto KK L 52 Tamat SMA Buruh Sehat
(Tn. A)
Ny. Arianah Ibu Rumah
2. Istri P 47 Tamat SD Pasien
(Ny. A) Tangga
An. Bagus
3. Anak L 20 Tamat SMA Buruh Sehat
(An. B)
An. Lia
4. Anak L 8 SD Tidak bekerja Sehat
(An. L)
5. Ny. Saadiah Ibu P 68 SD Tidak bekerja Sehat
29
X2 Y2 X1
2 1
4 5
Keterangan :
30
III. 4 Bentuk dan Siklus Keluarga
Bentuk keluarga ini adalah extended family, dimana keluarga inti disertai
adanya sanak keluarga lain, pada keluarga ini adalah nenek. Keluarga ini berada
dalam 1 siklus keluarga. Gambaran hubungan tiap anggota keluarga (family map):
Ny. A
Ny. S Tn. A
An. L An. B
Hubungan tiap anggota keluarga baik, pasien lebih sering bersama kedua
anaknya.
Skor
Komponen Indikator 1 0
2
(kadang- (tidak sama
(selalu)
kadang) sekali)
Adaptation Saya puas bahwa saya dapat
kembali ke keluarga saya bila
saya menghadapi masalah
31
Growth Saya puas dengan cara
keluarga saya menerima dan
mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan
baru atau arah hidup yang
baru
Affection Saya puas dengan cara
keluarga saya meng-
ekspresikan kasih sayangnya
dan merespon emosi saya
seperti kemarahan perhatian,
dll
Resolve Saya puas dengan cara
keluarga saya dan cara
membagi waktu bersama-sama
Sumber Patologis
Pasien dan keluarga memiliki
waktu untuk berkumpul
SOCIAL bersama. Hubungan pasien, Tidak ada
keluarga pasien, dan tetangga
sekitar baik.
Pasien melakukan kegiatan di
lingkungan tempat tinggalnya
CULTURAL Tidak ada
sesuai dengan kebudayaan
Jawa yang berlaku.
Pasien dan keluarga beragama
RELIGIOUS Islam dan selalu menjalankan Tidak ada
ibadah dengan taat.
Biaya hidup pasien bersumber
Pasien adalah seorang ibu rumah
tangga Dari suami dan anaknya
Suami bekerja sebagai buruh sebagai buruh
ECONOMIC
Anak pertamanya bekerja
.buruh
32
dijadikan sumber biaya hidup
pasien.
Pasien hanya menempuh
Pasien tidak melanjutkan
pendidikan hingga SD,
EDUCATION pendidikan karena masalah
anak pasien menempuh
pendidikan hingga SMA dan biaya.
masih di bangku SD
Jarak dari tempat tinggal ke
Puskesmas cukup dekat dan
Pasien hanya berkunjung ke
dapat diakses dengan
MEDICAL fasilitas kesehatan saat sakit/ada
kendaraan umum. Jika sakit
keluhan saja
pasien memiliki kartu KIS
untuk berobat, pasien selalu di
antar oleh anaknya.
Dalam keluarga Ny. Arianah terdapat 3 fungsi sumber daya keluarga yang
patologis. Fungsi tersebut diantaranya adalah fungsi economic, education, dan
medical. Dari fungsi economic, pasien mengandalkan biaya hidupnya dari suami
dan anaknya yang bekerja sebagai buruh. Dari fungsi education, pendidikan
pasien masih minim hanya sampai jenjang Sekolah Dasar akibat kendala biaya.
Sedangkan dari segi medical, kesadaran pasien untuk berobat teratur masih
kurang, yaitu hanya saat pasien sakit atau ada keluhan saja.
33
Pasien memiliki
Pasien menikah dan ikut
1996 25 tahun tanggung jawab baru
dengan suaminya
sebagai seorang istri
Pasien merasakan
Pasien mengalam sakit batuk
2018 47 tahun kesedihan mendalam
lama disertai batuk darah karena sakit yang diderita
dan dirasakannya
Pasien harus
Pasien menjalani pengobatan
2018 47 tahun mengkonsumsi obat rutin
selama 6 bulan
34
6 Menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-
hari
7 Keluarga biasa BAB di jamban sehat
8 Membuang sampah pada tempatnya sehari-hari
9 Menggunakan lantai rumah kedap air (bukan tanah)
10 Apakah keluarga anda biasa melakukan aktifitas
fisik minimal 30 menit perhari?
11 Tidak merokok
12 Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan
sesudah BAB
13 Menggosok gigi minimal 2 kali sehari
14 Membeli/menyimpan /menjual minum-minuman
keras (bir, alkohol, arak, anggur)/narkoba?
15 Anggota JPK/Dana Sehat/Asuransi
Kesehatan/JAMKESMAS (peserta JKN/BPJS)?
16 Melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
seminggu sekali?
35
a. Keluhan utama
Batuk-batuk sejak 3 bulan yang lalu.
b. Keluhan tambahan
Lemas, keringat dingin di malam hari, dan berdarah
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan batuk-batuk sejak 3 bulan yang lalu. Batuk disertai
dengan dahak yang berwarna bening kehijauan, terkadang dahak disertai
semburan merah seperti darah. Selain itu pasien juga merasakan tubuhnya
lemah, berkeringat dingin tiap malam dan menurunnya nafsu makan dan
menurunnya berat badan pasien, hal ini disadari oleh pasien karena
bajunya terasa longgar. Setelah 2 bulan batuk, pasien memeriksakan
dirinya ke puskesmas. Setelah dilakukan pemeriksaan dahak dan rontgen
dada, pasien dinyatakan menderita TB paru. Kemudian pasien diberikan
obat yang diminum rutin selama 6 bulan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan serupa sekitar 10 tahun yang lalu, ketika
itu pasien tidak berobat ke puskesmas hanya meminum obat warung
hingga keluhan hilang. Pasien tidak memiliki riwayat sakit asma,
hipertensi dan penyakit lain, namun memiliki diabetes mellitus 5 bulan
yang lalu serta tidak pernah minum obat dan tidak terkontrol.
e. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa.
f. Riwayat lingkungan
Saat ini di dusun tempat pasien tinggal terdapat 1 warga yang batuk lama
seperti pasien namun saat periksa dahak dan rontgen tidak ada tanda
bahwa warga tersebut TB paru. Warga tersebut merupakan tetangga baik
pasien dan sering bertemu.
Hasil Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, 7 Mei 2018, pukul 13.00 WIB.
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
BB : 55 kg
36
TB : 155 cm
IMT : 22,3 (normoweight)
Tanda vital : TD : 110/80 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 19 x/menit
T : 36,5° C
Kulit : Turgor kulit baik
Kepala : Normocephal, distribusi rambut merata
Mata : Edema palpebra -/-, konjungtiva anemis -/-,
sklera ikterik -/-, pupil isokor diameter 3/3 mm,
reflek cahaya +/+
Telinga : Bentuk normal, sekret -/-
Hidung : Bentuk normal, sekret -/-, septum deviasi -/-
Mulut : Mukosa lembab, faring tidak hiperemis
Leher : Simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran KGB (-)
Dada : Pulmo :
Inspeksi : Normochest, dinding dada simetris
saat statis dan dinamis
Palpasi : Vocal fremitus kiri menurun,
ekspansi dinding dada simetris,
nyeri tekan (-)
Perkusi : Pekak pada lapang paru kiri atas
Auskultasi : Vesikuler menurun pada apeks paru
kiri, ronkhi -/-, wheezing -/-
Cor :
Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Apeks jantung, redup pada ICS V
linea midclavicula sinistra; kiri atas,
redup pada ICS III linea
parasternalis sinistra; Kanan bawah,
37
redup pada ICS IV linea
parasternalis dextra; Kanan atas,
redup pada ICS II linea parasternalis
dextra
Auskultasi : BJ I dan II reguler, Gallop -/-,
Murmur -/-
Abdomen : Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) tidak meningkat
Palpasi : Supel, turgor kulit baik, nyeri tekan
(-), pembesaran hepar dan lien (-)
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
Diagnosis Kerja
TB Paru Aktif
Rencana Penatalaksanaan
a. Terapi Medikamentosa
Tablet FDC sesuai berat badan yaitu 55kg memakai 4 tablet FDC yang
terdiri dari: 2 bulan tahap intensif Rifampisin 1x150 mg, isoniazid 1x75
mg, pirazinamid 1x400mg, etambutol 1x275 mg. dilanjutkan 4 bulan
tahap lanjutan dengan kemasan FDC 2 obat terdiri dari: rifampisin 1x150
mg dan isoniazid 1x75 mg.
b. Non Medikamentosa
1) Membuka pintu dan jendela setiap hari agar terjadi pertukaran udara.
2) Membuka gorden jendela kamar agar sinar matahari dapat masuk ke
dalam ruangan yang dapat membunuh bakteri TB.
3) Minum OAT secara teratur.
4) Menjelaskan pentingnya peranan PMO dalam pengobatan TB.
5) Anak, menantu, dan cucu memakai masker, memeriksakan diri ke
dokter dan melakukan pemeriksaan sputum.
6) Kontrol diabetes mellitus dan rajin menebus obat yang diresepkan.
38
Hasil Penatalaksanaan Medis
Pemeriksaan dilakukan saat kunjungan ke rumah pasien pada tanggal 7
Mei 2018, kondisi pasien sudah lebih membaik. Keluhan batuk berdahak
pada pasien
sudah berkurang, nafsu makan membaik dan berat badan
menaik.
Faktor pendukung: peran keluarga untuk mendukung minum obat maupun
hidup sehat, dan istirahat cukup, pemeriksaan
seluruh anggota keluarga ke
puskesmas atau BKPM untuk tes BTA.
Faktor penghambat: -
Indikator keberhasilan: pengetahuan keluarga meningkat, kesadaran
anggota keluarga untuk meningkatkan sirkulasi
udara dan pencahayaan
rumah, dan kepatuhan untuk minum obat.
40
III.11 Pola Konsumsi Makanan Pasien dan Keluarga
Frekuensi makan pasien dan keluarga teratur, yaitu 3 kali sehari. Variasi
makanan yang dikonsumsi keluarga antara lain nasi, lauk (tahu, tempe, telur),
sayur (sup, sayur sawi, sayur bayam, dll), dan buah tetapi jarang.
41
memiliki jendela dan ventilasi. Pencahayaan masih kurang sehingga perlu
bantuan lampu jika dibutuhkan untuk membaca.
c. Sanitasi dasar
Sumber air bersih merupakan sumur dengan mesin pompa. Limbah rumah
tangga dialirkan ke septic tank. Tempat sampah di rumah tersedia, setelah
penuh keluarga pasien memiliki kebiasaan untuk membakar sampah di
halaman.
d. Denah Rumah
Keterangan :
1. Ruang tamu
2. Ruang keluarga
3. Ruang tidur pasien
4. Ruang tidur anak pertama pasien
5. Ruang tidur anak kedua dan ibu pasien
6. Kamar mandi
7. Jamban
42
e. Peta Rumah Dicapai dari Pelayanan Kesehatan
Puskesmas
Salaman
Rumah
Ny. A
43
III.14 Diagram Realita yang Ada pada Keluarga
Lingkungan
Kebersihan kurang
Pencahayaan kurang
Ventilasi kamar kurang
Keadaan lembab
Perilaku
44
III.15 Segitiga Epidemiologi pada Pasien
HOST
Ny. A, 47 tahun, IRT
BMI: 22,3
(Normoweight)
AGENT ENVIRONMENT
Mycobacterium Tetangga ada yang menderita
tuberculosis TB Paru
Kebersihan, pencahayaan,
dan ventilasi kamar kurang
Rumah lembab
45
b. Aspek Klinis
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang disimpulkan bahwa diagnosis pasien tersebut adalah TB Paru
Baru.
c. Aspek Internal
1. Genetik
Diabetes melitus 5 bulan lalu tidak terkontrol
2. Pola makan
Frekuensi makan pasien dan keluarga teratur, yaitu 3 kali sehari dan
menu makanan bervariasi setiap hari.
3. Kebiasaan
Sehari-hari pasien paling sering berada di rumah, namun pada sore
hari pasien sering bersosialisasi dengan tetangga sekitar rumah di
halaman rumah mereka.
4. Spiritual
Pasien menerima penyakit yang dideritanya saat ini dan berdoa agar
diberikan kesembuhan dan yakin dapat sembuh.
d. Aspek Eksternal
Hubungan antar anggota keluarga cukup baik, anak pertama pasien
berperan sebagai pengawas minum obat dan pasien sendiri sadar untuk
disiplin dalam meminum obat. Pasien tinggal di lingkungan rumah yang
tidak terlalu padat penduduk dan sering kontak/komunikasi dengan
tetangga. Rumah pasien kurang pencahayaan dan sirkulasi udara
sehingga memungkinkan kuman berkembang biak dengan baik.
Penghasilan rata-rata per bulan berasal dari suami anak pasien,
namun penghasilan tersebut kurang untuk biaya hidup pasien dan
keluarga. Pasien dan keluarga memiliki kartu KIS dan menggunakannya
untuk pengobatan TB Paru pasien. Jarak rumah pasien dengan fasilitas
kesehatan yang lumayan jauh namun mudah diakses, yaitu Puskesmas
Salaman, dimana pasien dan keluarga biasanya menggunakan kendaraan
umum ataupun sepeda motor milik pribadi.
46
e. Derajat Fungsional
Menurut skala, pasien termasuk derajat 2 dimana pasien dapat
melakukan aktivitas ringan secara mandiri.
47
udara, dan membersihkan rumah setiap hari termasuk sudut-sudut
rumah.
b. Secondary prevention
Menyarankan keluarga pasien untuk memeriksakan diri ke puskesmas,
mengingat bahwa TB Paru merupakan penyakit yang sangat mudah
menular.
c. Tertiary prevention
i. Edukasi kepada pasien mengenai pentingnya rutin meminum obat
dan kontrol ke puskesmas.
ii. Edukasi kepada keluarga pasien mengenai peran keluarga dalam
proses kesembuhan pasien sebagai pengawas minum obat dan
memotivasi pasien untuk sembuh.
iii. Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai bahayanya
putus obat pada pasien dengan TB paru.
c. Kuratif
Tablet FDC sesuai berat badan yaitu 55kg memakai 4 tablet FDC
yang terdiri dari: 2 bulan tahap intensif Rifampisin 1x150 mg, isoniazid
1x75 mg, pirazinamid 1x400mg, etambutol 1x275 mg. dilanjutkan 4
bulan tahap lanjutan dengan kemasan FDC 2 obat terdiri dari: rifampisin
1x150 mg dan isoniazid 1x75 mg.
d. Rehabilitatif
Belum perlu dilakukan.
e. Paliatif
Belum perlu dilakukan.
48
BAB IV
ANALISIS KASUS
49
IV.2 Analisis Home Visit
Pada home visit, didapatkan bahwa pasien tinggal bersama suami, ibu dan
kedua anaknya. Pasien merupakan ibu rumah tangga.
Dari hasil penilaian family assestment tools, pasien tinggal bersama suami,
ibu dan kedua anaknya dengan siklus keluarga dalam masa pensiun dan lansia. Di
dalam perangkat genogram, tidak ada yang memiliki riwayat genetik keluhan
yang sama. Hubungan pasien dengan keluarga baik. Fungsi keluarga pasien dinilai
dengan perangkat APGAR dan keluarga pasien termasuk dalam keluarga yang
memiliki fungsi keluarga yang kurang sehat atau moderately dysfunctional family
dengan skor 7, berikut adalah uraian penjelasannya;
50
terhadap penyakitnya), serta anamnesis psikososial dan tergali
permasalahan klinis dan psikisnya yang saling berkaitan.
2. Comprehensive care
Pasien telah mendapatkan aspek promotif berupa edukasi tentang
penyakit TB, kebersihan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan
sehat, serta teratur minum obat dan kontrol di puskesmas untuk
mengambil obat ataupun memeriksakan dahak. Upaya preventif
dilakukan dengan menghindari faktor risiko yang dapat memperburuk
keluhan pasien. Upaya kuratif telah dilakukan dengan meminum obat
secara teratur. Upaya rehabilitatif dan paliatif belum dilakukan.
3. Personal care
Pasien telah diberikan kesempatan untuk bertanya, mendapat
informasi tentang penyakit yang dialaminya, serta menyalurkan ide,
perasaan, harapan, dan masalah psikososial yang dihadapi.
4. Continuing care
Pasien telah mendapatkan beberapa kali kunjungan rumah untuk
mengontrol perkembangan penyakit dan kesehatan pasien terkait
faktor risiko, kebiasaan, dan perilaku yang dapat memperburuk
maupun memperingan penyakitnya.
5. Patient centered, family focused, and community oriented
Pasien telah melibatkan keluarga satu rumah, yaitu suami dan kedua
anaknya terhadap penyakit yang diderita pasien
6. Emphasis of preventive medicine
Upaya pencegahan berupa pengobatan dari puskesmas serta faktor
perilaku pasien yang rutin meminum obat sudah dilakukan sehingga
tidak terjadi komplikasi.
51
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil kunjungan rumah pada pasien
bernama Ny. A Dusun Jetis, RT 19/RW 10, Desa Ngadirejo, Kecamatan Salaman,
Kabupaten Magelang dapat disimpulkan hasil sebagai berikut.
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan Ny. A terdiri dari tiga
hal yaitu faktor lingkungan, perilaku dan genetik, yaitu keadaan rumah
pasien yang lembab dan kebiasaan pasien dan keluarga yang jarang
membuka jendela serta pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tidak
terkontrol.
b. Keluarga memiliki peranan penting dalam proses kesembuhan pasien TB
Paru Aktif pada pasien Ny. A terutama dalam hal pengawasan minum obat,
mengingat bahwa pada pasien TB terkadang bosan untuk meminum obat
karena merasa sudah sembuh.
c. Peran keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatan dengan peningkatan
pengetahuan tentang TB serta faktor lingkungan dan perilaku yang dapat
menyebabkan menurunkan kejadian penyakit tersebut dan dapat mengubah
perilaku sehingga mencapai perilaku menjadi perilaku hidup bersih dan
sehat.
V.2 Saran
1. Kepada pasien untuk tetap mempertahankan kepatuhan berobat.
2. Kepada keluarga untuk selalu melakukan pengawasan minum obat dan
perlunya memperbaiki perilaku menjadi perilaku hidup bersih dan sehat agar
dapat menurunkan risiko penularan TB paru.
3. Kepada tenaga kesehatan untuk melakukan pendekatan kedokteran keluarga
dalam menangani kasus TB Paru.
4. Penyuluhan, penyebaran pamflet dan poster kepada masyarakat tentang TB
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat agar lebih sigap dalam
pengenalan gejala dini dan pengobatan TB.
52
DAFTAR PUSTAKA
53
LAMPIRAN
54