Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan di
seluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau
bersalin. Artinya setiap menit ada satu perempuan yang meninggal. Dilihat
dari data WHO persentase kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi
sekitar 15% - 40% angka kejadian, diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan
positif hamil dan 60% - 75% angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan 12
minggu (Lestariningsih, 2008).
Menurut WHO tahun 2006 abortus di Indonesia masih cukup tinggi
dibanding dengan Negara negara maju di dunia, yakni 2,3 juta abortus per
tahun. Sulit untuk mengidentifikasi dengan tepat seberapa sering keguguran
terjadi (Hardjito, 2011). Di Indonesia, diperkirakan sekitar 2 - 2,5 % juga
mengalami keguguran setiap tahun, sehingga secara nyata dapat menurunkan
angka kelahiran menjadi 1,7 % pertahunnya (Manuaba, 2010).
Dari data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Sumatera Utara tahun
2006, angka kejadian abortus sebesar 132 kasus dengan kejadian abortus
imminens sebanyak 106 kasus (86,17%), abortus kompletus sebanyak 2 kasus
(1,62%), abortus inkompletus sebanyak 12 kasus (9,75%) dan missed
abortion sebanyak 3 kasus (2,44%) (Alfian, 2011).
Abortus masih merupakan masalah besar di Indonesia dilihat pada segi
epidemologis, morbiditas, mortalitas dan prognosisnya. Kehamilan dengan
riwayat abortus sebenarnya masih dapat dicegah dan diselamatkan sehingga
tidak sampai terjadi abortus. Ketidakjelasan pathogenesis akibat adanya
ketidakpastian etiologi yang direfleksikan belum adanya perlakuan yang
mampu mendeteksi sedini mungkin dan mencegah kejadian abortus
merupakan salah satu sebab ketidakberhasilan penanggulangan penyakit ini
(Budi, 2009).

1
Perdarahan pada masa kehamilan dapat terjadi pada kehamilan muda
maupun kehamilan tua. Diperkirakan seperempat dari jumlah semua wanita
hamil sedikit banyak akan mengalami perdarahan melalui vagina dalam masa
hamil muda. Perdarahan yang banyak terjadi diawal kehamilan merupakan
salah satu sebab utama dari kematian ibu. Salah satu jenis perdarahan pada
kehamilan muda adalah abortus. Tampaknya sekarang ini hampir dapat
dipastikan bahwa satu dari setiap lima kehamilan berakhir dengan abortus
spontan (Tika, 2011).
Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli ada sebelum usia
16 minggu dan 28 minggu serta memiliki berat badan 400-1000 gr (Sofian,
2012).
Lebih dari 80% abortus terjadi pada 12 minggu pertama, dan
setengahnya disebabkan anomali kromosom. Setelah trimester pertama,
insidensi abortus dan insidensi anomali kromosom menurun. Resiko abortus
spontan meningkat seiring dengan paritas serta usia ibu dan ayah. Frekuensi
abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% wanita berusia
kurang dari 20 tahun menjadi 26% pada mereka yang usianya lebih dari 40
tahun. Untuk usia ayah yang sama peningkatannya adalah dari 12 sampai
20%. Diduga makin tinggi usia makin tinggi kelainan pada kromosom
ovarium (Budi, 2009).
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis dalam hal ini akan
melakukan asuhan keperawatan pada kasus yang telah tersedia.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien
dengan abortus dengan proses keperawatan.

2
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengkajian klien dengan abortus
b. Untuk merumuskan diagnosa keperawatan pada klien abortus
c. Untuk menyusun intervensi asuhan keperawatan pada klien dengan
abortus
d. Untuk melakukan implementasi keperawatan pada klien dengan
abortus
e. Mampu membuat evaluasi tindakan dan evaluasi hasil pada klien
dengan abortus
f. Mampu membuat catatan perkembangan keperawatan pada klien
dengan abortus

3
BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian
B. Etiologi
C. Tanda dan Gejala
D. Klasifikasi
E. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis, diikuti dengan
nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan
dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus
desidua secara dalam jadi hasil konsepso dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada
kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga
plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdaraham.
Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih ddahulu
daripada plasenta hasil konsespsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong
amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum), janin
lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau
fetus papiraseus (Padila, 2015).

4
F. Pathway
Perdarahan
Nekrosis

Hasil konsepsi terlepas dari uterus

Uterus berkontraksi

Hasil konsepsi keluar

Hasil konsepsi keluar Merasa kehilangan Hasil konsepsi keluar


Sempurna tidak sempurna

Cemas
Perdarahan

Stress
Defisit volume cairan

Nyeri

Intoleransi aktivitas Gangguan rasa Gangguan istirahat


nyaman : nyeri dan tidur

Pathway menurut Padila (2015)

G. Penatalaksanaan Medis dan Prinsip Keperawatan


1. Penatalaksanaan Medis
a. USG
b. Melakukan aspirasi manual
c. Memberikan ergometrium 0,2 mg melalui intramuscular
d. Memberikan misoprostol 400 mcg melalui oral

5
e. Melakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena
dengan kecepatan 40 tetes permenit
f. Bila terdapat anemia sedang berikan sulfas ferrosus 600 mg perhari
selama 2 minggu melalui oral
g. Pemberian secara ekstrauretin atau intrauretin obat abortus seperti :
prostaglandin, antiprogesteron, atau oksitosin
h. Histerotomi/ histerektomi
2. Prinsip Keperawatan
a. Observasi adanya perdarahan
b. Tirah baring total
c. Mengedukasi untuk tidak melakukan aktifitas yang berat atau
melakukan hubungan seksual
(Nurarif dan Kusuma, 2015)

Menurut Nugroho (2011) penatalaksanaan dan terapi abortus sebagai


berikut :
1. Abortus Imminens
a. Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang
mekanik berkurang.
b. Bila perlu diberi penenang seperti Phenobarbital 3 x 30 mg/hari, dan
spasmolotika misalnya Papaverin perinfus atau peroral.
c. Untuk pemeriksaan kehamilan dilakukan pemeriksaan USG.
d. Penderita bisa pulang setelah perdarahan pervaginam berhenti dengan
hasil dari pemeriksaan kehamilan baik.
e. Dengan anjuran 2 minggu kemudian kontrol kembali.
2. Abortus Insipiens
a. Uterus harus dikosongkan segera guna menghindari perdarahan yang
banyak atau syok karena rasa mulas/sakit yang hebat.
b. Pasang infuse, sebaiknya disertai dengan oksitosin drip guna
mempercepat pengeluaran hasil konsepsi.

6
c. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum
atau dengan cunam abortus disusul dengan kerokan.
d. Sebelum dilakukan kuretase diberikan antibiotik profilaksis.
e. Pasca tindakan diberikan injeksi metil ergometrin untuk
mempertahankan kontraksi.
f. Penderita bisa pulang setelah keadaan memungkinkan dan tanpa
komplikasi, dengan anjuran kontrol 2 minggu.
3. Abortus Inkompletus
a. Bila disertai dengan syok karena perdarahan, berikan infus cairan
NaCl fisiologis atau RL dan secepat mungkin ditransfusi darah.
b. Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu
suntikkan ergometrin 0,2 mg Intramuskuler untuk mempertahankan
kontraksi otot uterus.
c. Bila janin telah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal lakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
d. Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
4. Abortus Kompletus
a. Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3-5
hari.
b. Bila pasien anemia berikan hematinik seperti Sulfas Ferosus atau
transfusi darah.
c. Berikan anti biotik untuk mencegah infeksi.
d. Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral.
5. Missed Abortion
a. Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi
dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
b. Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar
sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi.
c. Sebelum tindakan diberikan antibiotik profilaksis.
d. Tindakan kuretase dimulai dengan cunam abortus dilanjutkan dengan
sendok kuret tajam.

7
e. Sesudah tindakan diberi uterotonika.
f. Penderita bisa pulang setelah keadaan memungkinkan tanpa
komplikasi anjuran kontrol 2 minggu.
6. Abortus Habitualis
a. Memperbaiki keadaan umum.
b. Pemberian makanan yang sempurna.
c. Anjurkan istirahat cukup banyak.
d. Larangan koitus dan olahraga.

8
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Jika selama kehamilan ditemukan perdarahan, maka identifikasi :
1. Lama kehamilan
2. Kapan terjadi perdarahan, berapa lama, banyaknya, dan aktivitas yang
mempengaruhi
3. Karakteristik darah : merah terang, kecoklatan, adanya gumpalan darah,
dan lendir
4. Sifat dan lokasi ketidaknyamanan seperti kejang, nyeri tumpul atau tajam,
mulas, dan pusing
5. Gejala-gejala hipovolemia seperti sinkop
(Mitayani, 2009)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa aman nyaman : nyeri akut
2. Kekurangan volume cairan
3. Intoleransi aktivitas
4. Ansietas
5. Resiko infeksi
6. Resiko syok
7. Resiko konstipasi
(Nurarif dan Kusuma, 2015)
C. Perencanaan/Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut
a. NOC :
1) Tingkat nyeri (pain level)
2) Pengendalian nyeri (pain control)
3) Tingkat kenyamanan (comfort level)
b. Kriteria hasil :

9
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik non farmakologi, mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
managemen nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
c. NIC
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5) Evaluasi pengalaman nyeri pada masa lampau
6) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
7) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
8) Kurangi presipitasi nyeri
9) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
nonfarmakologi, dan intra personal)
10) Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
11) Kolaborasi pemberian analgetik
2. Kekurangan volume cairan
a. NOC :
1) Fluid balance
2) Hydration
3) Nutritional status : food and fluid intake
b. Kriteria Hasil :

10
1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan,
berat jenis urine normal, hematokrit normal
2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
c. NIC :
1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah ortostatik)
3) Monitor vital sign
4) Kolaborasi pemberian cairan IV
5) Monitor status nutrisi
6) Dorong masukan oral
7) Atur kemungkinan transfusi
8) Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan
9) Monitor tingkat Hb dan Ht
3. Intoleransi aktivitas
a. NOC :
1) Energy conservation
2) Activity tolerance
3) Self care : ADLs
b. Kriteria Hasil :
1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi, RR
2) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri
3) Tanda-tanda vital normal
4) Energi psikomotor
5) Level kelemahan
6) Mampu berpindah dengan atau tanpa alat bantu
7) Status kardiopulmonari adekuat
8) Status sirkulasi baik

11
9) Status respirasi adekuat
c. NIC :
1) Monitor respon fisik, emosi, sosial, dan spiritual
2) Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan
3) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik , psikologi, dan sosial
4) Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
5) Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
6) Bantu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
7) Bantu untuk membuat jadwal latihan di waktu luang
8) Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
9) Sediakan penguatan yang positif bagi yang aktif beraktivitas
10) Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
11) Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan
program terapi yang tepat
4. Ansietas
a. NOC :
1) Anxiety self-control
2) Anxiety level
3) Coping
b. Kriteria Hasil :
1) Pasien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2) Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik
untuk mengontrol cemas
3) Vital sign dalam batas normal
4) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan

12
c. NIC :
1) Identifikasi tingkat kecemahan
2) Gunakan pendekatan yang menenangkan
3) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
4) Pahami perspektif pasien terhadap situasi stres
5) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
takut
6) Dorong keluarga untuk menemani pasien
7) Lakukan back/neck rub
8) Dengarkan dengan penuh perhatian
9) Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
10) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan
persepsi
11) Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
12) Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi cemas
5. Resiko infeksi
a. NOC :
1) Status kekebalan (immune status)
2) Pengetahuan pengendalian infeksi (knowledge infection control)
3) Pengendalian resiko (risk control)
b. Kriteria hasil :
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4) Jumlah leukosit dalam batas normal
5) Menunjukkan perilaku hidup sehat
c. NIC :
1) Monitor tanda dan gejala infeksi siskemik dan lokal
2) Monitor kerentanan terhadap infeksi
3) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

13
4) Pertahankan teknik isolasi
5) Batasi pengunjung jika perlu
6) Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
7) Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
8) Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
9) Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
10) Gunakan kateter intermiten untuk mengurangi infeksi kandung
kemih
11) Tingkatkan intaake nutrisi
12) Berikan terapi antibiotik
13) Inspeksi kondisi luka
14) Dorong masukan cairan
15) Dorong istirahat
16) Ajarkan pasien dan keluarga tanda-tanda infeksi
17) Ajarkan cara menghindari infeksi
6. Resiko syok
a. NOC :
1) Syok prevention
2) Syok management
b. Kriteria Hasil :
1) Nadi dalam batas yang diharapkan
2) Irama jantung dalam batas yang diharapkan
3) Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan
4) Irama pernafasan dalam batas yang diharapkan
5) Natrium serum dalam batas normal
6) Kalium serum dalam batas normal
7) Klorida serum dalam batas normal
8) Kalsium serum dalam batas normal
9) Magnesium serum dalam batas normal
10) pH darah serum dalam batas normal

14
c. NIC :
1) Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jatung,
HR, dan ritme
2) Monitor tanda-tanda inadekuat oksigenasi jaringan
3) Monitor suhu dan pernafasan
4) Pantau nilai laboratorium
5) Monitor tanda-dan gejala asites
6) Monitor tanda awal syok
7) Tempatkan pasien dalam posisi supine, kaki elevasi untuk
meningkatkan preload dengan tepat
8) Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas
9) Berikan vasodilasator yang tepat
10) Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala datangnya
syok
11) Ajarkan pasien dan keluarga tentang langkah untuk mengatasi
gejala syok
12) Kelola pemberian obat

15

Anda mungkin juga menyukai