Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan residu dengan rasa enak dalam
rongga mulut, mudah ditelan, dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak (Depkes RI,
1995). Sediaan ini memiliki rasa aromatik yang menyenangkan, tidak mengandung bahan
penghancur, dan lebih disukai oleh pasien yang kesulitan dalam menelan obat. Keuntungan
penggunaan tablet kunyah diantaranya lebih praktis karena tidak memerlukan air pada
penggunaannya dan memiliki rasa yang enak sehingga meningkatkan penerimaan dan kepatuhan
pasien serta memiliki keunikan produk dari sudut pandang pemasaran. Untuk itu, tablet kunyah
tidak hanya diberikan kepada anakanak saja tetapi juga bisa diberikan pada orang dewasa.
Karena alasan tersebut diatas maka kami mengembangkan sedian kalsium laktat tablet menjadi
kalsium laktat tablet kunyah.

Proses pembuatan tablet secara granulasi basah, kering, atau kempa langsung dapat
diterapkan pada tablet kunyah seperti pada tipe tablet lainnya. Umumnya tabet kunyah
menggunakan manitol, sorbitol, atau sukrosa sebagai bahan pengisi (Siregar, 2010). Pada
pembuatan tablet, digunakan suatu bahan pengikat yang berfungsi untuk menyatukan partikel
serbuk dalam sebuah butir granulat dan meningkatkan kekompakan dan kekerasan tablet
(Lachman dkk, 1994), serta mempermudah pembentukan granul sehingga mudah dicetak
menjadi tablet (Anief, 1997).
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh dibandingkan
mineral lain, yaitu: 2% dari berat badan orang dewasa atau sekitar 1,0- 1,4 kg. Kalsium
merupakan zat yang dibutuhkan sejak bayi hingga usia tua. Menurut salah satu dokter ahli gizi,
kebutuhan kalsium orang Indonesia rata-rata 500-800 mg/hari. Pada usia lanjut dan wanita
menopause, asupan kalsium yang dibutuhkan yaitu 1.000 mg/hari (Sedaoetama, 2007)
Defisiensi kalsium dapat menyebabkan mudah terserangnya saraf dan otot dengan akibat
serangan kejang (tetani) terganggunya pertumbuhan, serta melunaknya tulang (osteoporosis),
(Winarno, 2004). Bila kadar kalsium darah turun di bawah normal, tubuh akan mengambilnya
dari tulang untuk menjaga keseimbangan kalsium darah tersebut. Pengambilan kalsium dari
tulang dalam waktu lama akan menyebabkan pengeroposan tulang. Oleh karena adanya kalsium
yang selalu hilang melalui tinja dan urin, maka intake dan absorpsi kalsium yang besar penting
untuk menjaga keseimbangan kalsium (Robbins dan Stanley, 1995). Kalsium Laktat merupakan
garam kalsium yang berguna untuk menjamin kebutuhan tubuh akan kalsium (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Untuk meningkatkan daya tarik dan penerimaan pasien, kalsium laktat dibuat dalam bentuk
tablet kunyah. Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan residu dengan rasa
enak dalam rongga mulut, mudah ditelan, dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak
(Depkes RI, 1995). granulat dan meningkatkan kekompakan dan kekerasan tablet (Lachman dkk,
1994), serta mempermudah pembentukan granul sehingga mudah dicetak menjadi tablet (Anief,
1997).

II. PRAFORMULASI :
a. Formula dari literatur/ standar
Tiap tablet mengandung
Kalsium laktat 300 mg

Formulasi untuk 100.000 tablet

R/ Ca-laktat 30 kg

Laktosa 13 kg

Mg-stearat 450 g

Talkum 450 g

Gelatin 450 g

Starch 450 g

(Sumber: Drug Formulations Manual, 1st edition, 1991, hal: 123)


Data Monografi

MONOGRAFI ZAT AKTIF (Farmakope Indonesia, Edisi kelima, Hal: 594)

a. Calcii lactas, kalsium laktat, C6H10CaO6. xH2O

BM: 218,2
Pemerian : serbuk granul dan kristal berwarna putih atau hampir putih, praktis tidak
berbau atau sedikit berbau yang tidak menyenangkan, dan sedikit berasa.
Kelarutan : 1 bagian dalam 20 bagian air pada suhu 250, larut dalam air mendidih; 1
bagian dalam 1500 bagian alkohol; praktis tidak larut dalam kloroform dan eter.
Identifikasi :
A. Larutan (1 dalam 20) menunjukkan reaksi Kalsium cara A dan B seperti tertera pada
Uji Identifikasi Umum.
B. Spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan dan didispersikan dalam
kalium bromida P, menunjukkan maksimum hanya pada bilangan gelombang yang sama
seperti pada Kalsium Laktat BPFI.
Keasaman:
Tidak lebih dari 0,45 % (sebagai asam laktat). Titrasi 20 ml larutan (1 dalam 20) dengan
natrium hidroksida 0,1 N LV menggunakan indikator fenolftalein LP: untuk menetralkan
diperlukan tidak lebih dari 0,50ml natrium hidroksida 0,1 N.
Susut pengeringan:
Pentahidrat antara 22,0% dan 27,0%; trihidrat antara 15,0% dan 20,0%; monohidratantara
5,0% dan 8,0% dan bentuk anhidrat tidak lebih dari 3,0%. Lakukan pengeringan
menggunakan 1 - 2 g zat dengan ketebalan tidak lebih dari 3 mm, panaskan pada suhu
120° selama 4 jam.
Logam berat :
Tidak lebih dari 20 bpj; lakukan penetapan menggunakan 1 g zat yang dilarutkan dalam
2,5 ml asam asetat 1 N dan encerkan dengan air hingga 25 ml.
Magnesium dan garam alkali:
Tidak lebih dari 1,0%. Campur 1,0 g zat dalam 40 ml air, tambahkan 1 ml asam klorida P
sedikit demi sedikit dan didihkan. Lakukan seperti tertera pada uji Magnesium dan garam
alkali dalam Kalsium Karbonat, mulai dari “Segera tambahkan 40 ml asam oksalat LP”:
bobot residu tidak lebih dari 5,0 mg.
Asam lemak mudah menguap :
Aduk lebih kurang 500mg zat dengan 1 ml asam sulfat P, hangatkan: campuran tidak
mengeluarkan bau uap asam lemak.
Inkompatibilitas : dengan larutan karbonat, fosfat, dan sulfat, dan dengan agen
pengoksidasi.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Penandaan : Pada etiket harus dicantumkan bentuk kering atau hidrat;
jika bentuk hidrat, harus dicantumkan derajat hidrasinya. Jika pada etiket sediaan tertera
mengandung kalsium laktat, diartikan sebagai kalsium laktat pentahidrat
C6H10CaO6.5H2O.
Khasiat dan penggunaan : sumber ion kalsium.

b. Laktosa Monohidrat (C12H24O12) (Farmakope Indonesia, Edisi kelima, Hal: 742 –


743)
BM : 360,31
Pemerian : Serbuk putih, mengalir bebas.
Kelarutan : Mudah larut dalam air secara perlahan-lahan; praktis tidak
larut dalam etanol.
Baku pembanding : Laktosa Monohidrat BPFI; untuk uji identifikasi lakukan
pengeringan pada suhu 80 selama 2 jam. Untuk pengujian kuantitatif, lakukan penetapan
kadar air secara titrimetri pada saat digunakan. Simpan dalam wadah tertutup rapat.
Sukrosa BPFI; jangan dikeringkan sebelum digunakan. Simpan dalam wadah tertutup
rapat. Fruktosa BPFI; lakukan pengeringan dalam hampa udara pada suhu 70 selama 4
jam sebelum digunakan. Simpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung cahaya.
Dekstrosa BPFI; bentuk anhidrat dari dekstrosa, lakukan pengeringan pada suhu 105
selama 16 jam sebelum digunakan. Simpan dalam wadah tertutup rapat.
Kejernihan dan warna larutan :
Larutan 1 g zat dalam 10 ml air mendidih: larutan jernih dan hamper tidak berwarna.
Ukur serapan larutan pada panjang gelombang 400 nm.Serapan dibagi tinggi puncak
dalam cm tidak lebih dari 0,04.
Identifikasi :
A. Spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan dan didispersikan dalam
kalium bromide P,menunjukkan maksimum hanya pada bilangan gelombang yang sama
seperti pada Laktosa Monohidrat BPFI.
B. Larutkan 250 mg zat dalam 5 ml air. Tambahkan 3ml amonium hidroksida P,
panaskan dalam tangas air pada suhu 80 selama 10 menit: terjadi warna merah.
Rotasi jenis :
Antara +54,4 dan +55,9; dihitung terhadap zat anhidrat, lakukan penetapan pada suhu
20. Larutkan 10 g zat dalam 80 ml air dengan pemanasan hingga 50. Biarkan dingin,
tambahkan 0,2 ml ammonium hidroksida 6 N. Diamkan selama 30 menit, encerkan
dengan air hingga 100 ml.
Batas mikroba : Angka mikroba aerob total tidak lebih dari 100 per
g; angka jamur dan ragi total tidak lebih dari 50 per g dan tidak boleh mengandung
Escherichia coli.
Keasaman-kebasaan : Larutkan 6 g zat dalam 25 ml air bebas karbondioksida P
dengan pemanasan, dinginkan dan tambahkan 0,3 ml fenolftalein LP: larutan tidak
berwarna, tambahkan natrium hidroksida 0,1 N: diperlukan tidak lebih dari 0,4 ml hingga
terjadi warna merah.
Air : Metode I Antara 4,5% dan 5,5%; untuk pengujian sediaan
yang mengandung laktosa monohidrat, gunakan campuran metanol P-formamida P (2:1).
Susut pengeringan : Tidak lebih dari 0,5% untuk bentuk monohidrat dan tidak
lebih dari 1,0% untuk bentuk modifikasi monohidrat; lakukan pengeringan pada
suhu 80 selama 2 jam.
Sisa pemijaran : Tidak lebih dari 0,1%; lakukan pemijaran pada suhu 600
± 25.
Logam berat : Tidak lebih dari 5 bpj; larutkan 4 g zat dalam 20 ml air
hangat, tambahkan 1 ml asam klorida 0,1 N, encerkan dengan air hingga 25 ml
Protein dan cemaran yang menyerap cahaya : Ukur serapan cahaya larutan 1% (b/v)
pada rentang 210 nm - 300 nm. Serapan dibagi tinggi puncak dalam cm tidak
lebih dari 0,25 pada rentang 210 nm - 220 nm dan tidak lebih dari 0,07 pada rentang 270
nm - 300 nm.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Penandaan : Jika pada etiket dinyatakan distribusi ukuran partikel, hal
tersebut juga menunjukkan nilai rentang masing-masing untuk d10, d50 dan d90. Untuk
laktosa monohidrat yang dimodifikasi, pada etiket harus dicantumkan metode modifikasi.
Stabilitas : Pada penyimpanan, laktosa dapat berubah warna menjadi coklat.

Aplikasi dalam Teknologi atau Formulasi Farmaseutikal : sebagai pengisi pada


tablet dan kapsul.

1. Amylum

(C6H10O5)n , dengan n = 300-1000

Pemerian : Tidak berbau dan berasa, serbuk berwarna putih berupa granul-granul
kecil berbentuk sferik atau oval dengan ukuran dan bentuk yang berbeda untuk setiap
varietas tanaman.

Kegunaan : Glidan; pengisi tablet dan kapsul; penghancur tablet dan kapsul; pengikat
tablet.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol dingin (95%) dan air dingin. Amilum
mengembang dalam air dengan konsentrasi 5-10 % pada 37˚C.

Aplikasi dalam Teknologi atau Formulasi Farmaseutikal: sebagai bahan tambahan


untuk sediaan oral padat dengan kegunaannya sebagai pengikat, pengisi, dan
penghancur. Pada formulasi tablet, pasta amilum segar dengan konsentrasi 5-25% b/b
digunakan pada granulasi tablet sebagai pengikat. Amylum paling banyak digunakan
sebagai penghancur (disintegran) pada tablet, dengan konsentrasi 3-15% b/b.

pH : 5,5 – 6,5 untuk 2% b/v dalam dispersi larutan pati jagung, pada 250C.

Densitas (bulk) : 0,462 g/cm3 untuk pati jagung

Densitas (tapped) : 0,658 g/cm3 untuk pati jagung

Densitas (true) : 1,478 g/cm3 untuk pati jagung

Suhu gelatinasi : 73º C untuk pati jagung, 720C

Aliran : 10,8-11,7 g/det untuk pati jagung; 30 % untuk pati jagung.

Kelembaban : 11 % untuk pati jagung, 18 % untuk pati kentang, 14% untuk pati
beras, 13% untuk pati gandum.

Distribusi ukuran partikel : 2-32 μm untuk pati jagung

10-100 µm untuk pati kentang

2-10 µm untuk pati beras

5-35 µm untuk pati gandum

2-45 µm untuk pati teerigu

Suhu pengembangan: 65˚ untuk pati jagung

640 untuk pati kentang

550 untuk pati beras

Stabilitas

Pati kering dan tanpa pemanasan stabil jika dilindungi dari kelembaban yang tinggi. Jika
digunakan sebagai penghancur pada tablet dibawah kondisi normal pati biasanya inert.
Larutan pati panas atau pasta secara fisik tidak stabil dan mudah ditumbuhi
mikroorganisme sehingga menghasilkan turunan pati dan modifikasinya yang berbentuk
unik.

(Sumber: Handbook of Pharmaceutical Excipient, 5th, 2006, hal.725-726)


2. Lactose

C12H22O11 (anhidrat) BM = 342,30

C12H22O11.H2O (monohidrat)BM = 360,31

Pemerian : Serbuk atau hablur berwarna putih, partikel kristal putih atau serbuk;
tidak berbau, berasa agak manis : α-lactose hampir 15% semanis sukrosa, sedangkan β-
lactose lebih manis daripada bentuk α-nya.

Kegunaan : Pengisi tablet dan kapsul dan pengisi inhaler serbuk kering.

Kelarutan :

 Pada suhu 20˚C praktis tidak larut dalam kloroform, etanol dan eter.

 Larut dalam 4,63 bagian air pada suhu 200 C; 3,14 bagian air pada suhu 400C;
2,04 bagian air pada suhu 500C; 1,68 bagian air pada suhu 600 C; 1,07 bagian air pada
800C.

Aplikasi dalam Teknologi atau Formulasi Farmaseutikal : sebagai pengisi pada


tablet dan kapsul.

Higroskopisitas : Laktosa monohidrat stabil dalam air dan tidak terpengaruh oleh
kelembaban pada suhu kamar. Tetapi bentuk amorf, tergantung pada pengeringannya,
dapat dipengaruhi oleh kelembaban dan bisa mengalami konversi menjadi monohidrat.

Titik leleh : 201-202˚C untuk α-lactose monohidrat

223˚C untuk α-lactose anhidrat

252,2˚C untuk β-lactose anhidrat

Densitas : 1,540 untuk α-lactose monohidrat

1,589 untuk β-lactose anhidrat

Kelembaban : Laktosa anhidrat secara normal mengandung air 1% b/b

Laktosa monohidrat mengandung air hampir 5% b/b.

Stabilitas : Pada penyimpanan, laktosa dapat berubah warna menjadi coklat.


Inkompatibilitas : Reaksi kondensasi antara laktosa dengan gugus amin primer
dapat menghasilkan produk berwarna coklat. Reaksi ini terjadi lebih cepat dengan
bentuk amorf dibandingkan laktosa kristal.

Penyimpanan : Disimpan pada wadah tertutup baik, ditempat kering dan sejuk.

(Sumber : Handbook of Pharmaceutical Excipient, 4th ed, 2003, hal.323-331).

3. Povidon (PVP)

1-Ethenyl-2-pyrrolidinone homopolymer.

(C6H9NO)n BM = 2500 – 3 juta.

Pemerian : serbuk sangat halus, berwarna putih sampai krem, tidak atau hampir
tidak berbau, higroskopik.

Kegunaan : pensuspensi, pengikat tablet.

Aplikasi dalam Teknologi atau Formulasi Farmaseutikal : biasa digunakan pada


sediaan padat. Larutan povidon dapat digunakan sebagai coating agent. Pemakaian :

 Pembawa obat : 10 – 25 %

 Pendispersi : sampai 5%

 Suspending agent : sampai 5%

 Pengikat, pengisi, atau penyalut tablet : 0,5 – 5%

pH : 3,0 – 7,0 untuk larutan 5% b/v

Densitas : 1,17-1,18 g/cm3

Higroskopisitas : sangat higroskopis, sejumlah lembab yang nyata terabsobsi pada


kelembaban relatif yang rendah.

Titik leleh : melembut pada 150˚C.

Indeks refraksi : nD = 1,54 – 1,59


Kelarutan : larut dalam asam, kloroform, etanol, keton, metanol, dan air. Praktis
tidak larut dalam eter, hidrokarbon dan minyak mineral.

Stabilitas : Povidone stabil dalam siklus pemanasan yang pendek sekitar 110 -
130˚C.

Penyimpanan : disimpan dalam wadah tertutup, sejuk, dan kering.

Inkompatibilitas : dengan senyawa amonium kuarterner.

(Sumber : Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2nd ed, 1994, hal.519)

4. Octadecanoic acid Mg salt (Magnesium stearat)

C36H70MgO4 BM = 591,27

Pemerian : hablur sangat halus, putih terang, dapat diendapkan atau digiling,
tidak berasa, kerapatan bulk rendah, berbau lemah dari asam stearat dan rasa yang khas,
licin saat disentuh dan cepat meresap pada kulit.

Kegunaan : lubrikan untuk tablet dan kapsul.

Aplikasi dalam Teknologi atau Formulasi Farmaseutikal : digunakan untuk


kosmetik, makanan, dan formulasi obat. Biasanya digunakan sebagai lubrikan pada
pembuatan kapsul dan tablet dengan jumlah antara 0,25 – 5,0 %. Digunakan juga
sebagai basis krim.

Kelarutan :

 Praktis tidak larut dalam etanol, etanol (95%), eter, dan air.

 Sedikit larut dalam benzen hangat dan etanol (95%) hangat.

Densitas : 1,03 – 1,08 g/cm3.

Sifat aliran : sulit mengalir, bubuk kohesif.

Polimorfisme : trihidrat, bentuk asikular dan dihidrat, bentuk lamellar

Titik leleh : 117-150˚ C (sampel yang komersil).

126-1300 C (Mg-stearat yang sangat murni)


Stabilitas : Mg-stearat stabil dan disimpan dalam wadah yang tertutup baik ditempat
kering dan sejuk.

Inkompatibilitas : dengan asam kuat,alkali, dan garam besi.

(Sumber : Handbook of Pharmaceutical Excipient, 5th ed, 2006, hal.430-433).

5. Talk

Pemerian : Serbuk sangat halus, putih sampai putih abu-abu, tidak berbau, tidak
berasa. Langsung melekat pada kulit, sangat lembut bila disentuh.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam larutan asam dan alkali, pelarut organik, dan air.

Keasaman-kebasaan : pH 7-10 untuk 20% w/v larutan terdispersi.

Kegunaan : Anticaking agent, glidan, pengisi tablet dan kapsul, lubrikan tablet dan
kapsul.

Aplikasi dalam Teknologi atau Formulasi Farmaseutikal : digunakan pada sediaan


oral padat sebagai lubrikan dan pengisi. Pemakaian :

 Glidan dan lubrikan tablet : 1-10%

 Pengisi tablet dan kapsul : 5-30%

Kekerasan : 1 - 1,5

Higroskopisitas : talk tidak mengabsorpsi sejumlah air pada suhu 25˚C dan
kelembaban relatif naik hingga 90%.

Distribusi ukuran partikel : bervariasi

Indeks bias : nD20 = 1,54 – 1,59

BJ : 2,7 - 2,8

Stabilitas : stabil, talk dapat disterilisasi dengan pemanasan pada 160˚C selama tidak
lebih dari 1 jam atau dengan penyinaran menjadi etilenoksida atau dengan irradiasi
gamma. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, ditempat kering dan sejuk.

Inkompatibilitas : Dengan senyawa amonium kuarterner.


(Sumber : Handbook of Pharmaceutical Excipient, 4th ed, 2003, hal.641).

III. ALASAN PEMILIHAN METODE DAN ZAT TAMBAHAN


a. Alasan pemilihan metode
Tablet kunyah dibuat dengan metode granulasi basah karena dapat memperbaiki
kompresibilitas dan sifat alir dari campuran serbuk dan mencegah terjadinya
proses segresi komponen dari campuran serbuk yang homogen selama proses
pembuatan.
b. Alasan pemilihan zat tambahan
Laktosa digunakan sebagai pengisi untuk tablet Ca-laktat. Pengisi dapat membuat
bobot tablet sesuai dengan yang diharapkan.
Povidon (PVP) digunakan sebagai pengikat untuk pembuatan tablet Ca-laktat.
Pengikat digunakan untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakka kohesi
bagi tablet. PVP sebagai pengikat digunakan dengan cara dibuat dalam bentuk
larutan dalam air.
Amprotab/amilum. digunakan sebagai penghancur untuk memudahkan
hancurnya tablet saat kontak dengan cairan saluran cerna. Amilum memiliki sifat
yang inert bila ditambahkan dalam suatu formula tablet.
Mg-stearat digunakan sebagai lubrikan, yang berfungsi untuk mengurangi
gesekan atau friksi pada saat proses pembuatan tablet.
Talk digunakan sebagai glidan dalam pembuatan tablet Ca-laktat ini dan
berfungsi untuk meingkatkan aliran granul dari hopper ke dalam die. Selain itu
juga talk juga dapat berfungsi sebagai anti adheren untuk mencegah penempelan
tablet pada punch atau dinding die.

IV. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN

V. PROSEDUR PEMBUATAN
1. Kalsium laktat dan bahan pembantu ditimbang sesuai dengan yang dibutuhkan.
2. Ca-laktat, amprotab, dan laktosa yang telah ditimbang, dicampur hingga
homogen.
3. Larutan PVP (PVP dilarutkan sempurna dalam air) ditambahkan sedikit-sedikit
kedalam campuran Ca-laktat, Amprotab, Laktosa hingga diperoleh
campuran/massa yang baik (dapat dikepal namun dapat dihancurkan kembali).
4. Campuran dibentuk menjadi granul dengan menggunakan ayakan nomor 14.
5. Granul dikeringkan dalam lemari pengering/oven pada suhu 50-600C.
6. Tentukan kadar air dengan menggunakan moisture analyzer.
7. Jika granul telah memenuhi persyaratan kadar air (≤ 2%), granul diayak kembali
dengan ayakan nomor 16.
8. Lakukan evaluasi granul.
9. Granul dicampur dengan fasa luar yang telah ditimbang.
10. Lakukan pencetakan tablet.
11. Lakukan evaluasi tablet.

VI. EVALUASI
a. Granul atau masa siap cetak
1. Penetapan Kadar air
Sebanyak 2 g granul ditimbang, kemudian disimpan dalam piring dan
ratakan, lalu masukkan ke dalam alat moisture balance. Diamkan beberapa waktu
hingga skala menunjukkan angka yang tetap. Kadar air granul dapat dibaca pada
skala tetap.

2. Penetapan Bobot Jenis Nyata, Bobot Jenis Mampat, Kadar Pemampatan, dan
Porositas
Sebanyak 100 g (B) granul atau serbuk dimasukkan ke dalam gelas ukur 250
mL, catat volumenya (V0). Selanjutnya dilakukan pengetukan dengan alat. Volume
pada ketukan ke 10, 50, dan 500 diukur, lalu dilakukan perhitungan sebagai berikut :

B
BJ nyata = g/mL
V0
B
BJ mampat = g/ml
Vmampat

V0  Vmampat
Kadar Pemampatan =  100 0 0
V0

(1  BJ mampat )
Porositas=  100 0 0
BJsejati

3. Kecepatan aliran

 timbang beker glass kosong (Wo)


 set skala pada posisi 0
 masukkan granul ke corong
 alat dihidupkan
 catat waktu alir (t)
 timbang beker glass berisi granul (Wt)
Wt  Wo
 hitung aliran granul :
t

4. Sudut istirahat

 dengan menggunakan prosedur yang sama pada prosedur 3


 ukur tinggi puncak taburan serbuk (h)
 ukur diameter lingkaran yang terbentuk dari taburan serbuk (d=2r)
 hitung sudut yang terbentuk dari taburan serbuk tersebut antara bidang datar
denag tinggi granul : tan a = h/r

b. Tablet
1. Penampilan
Tablet diamati secara visual, apakah terjadi ketidakhomogenan zat warna
atau tidak, bentuk tablet, permukaan cacat atau tidak dan bebas dari noda atau
bintik-bintik. Bau tablet tidak boleh berubah.
2. Keseragaman Ukuran

Diambil secara acak 10 tablet, lalu diukur diameter tebalnya menggunakan


jangka sorong.

3. Keragaman Bobot

Diambil 10 tablet secara acak lalu timbang masing-masing tablet. Hitung


bobot rata-rata dan penyimpangan terhadap bobot rata-rata.

4. Kekerasan Tablet

Dilakukan menggunakan hardness tester terhadap 10 tablet yang diambil


secara acak. Kekerasan diukur berdasarkan luas permukaan tablet dengan
menggunakan beban yang dinyatakan dalam kg. Satuan kekerasan adalah kg/cm2.
Dihitung kekerasan rata-rata dan standar deviasinya.

5. Friabilitas

Dilakukan dengan menggunakan alat friabilator terhadap 10 tablet yang


diambil secara acak. Parameter yang diuji adalah kerapuhan tablet terhadap
bantingan selama waktu tertentu. Friabilitas dipengaruhi oleh sudut tablet yang
kasar, kurang daya ikat serbuk, terlelu banyak serbuk halus, pemakaian bahan
yang tidak tepat, massa cetak terlalu kering.

1. diambil 10 tablet secara acak


2. tablet dibersihkan dari debu kemudian ditimbang (Wo)
3. tablet dimasukkan dalam alat
4. alat dinyalakan selama 4 menit
5. tablet dibersihkan dan ditimbang (Wt)

Tablet yang baik memiliki friabilitas kurang dari 1 %.

Wo  Wt
f   100%
Wo
6. Friksibilitas

Dilakukan dengan menggunakan alat friabilator terhadap 10 tablet yang


diambil secara acak. Parameter yang diuji adalah kerapuhan tablet terhadap
gesekan antar tablet selama waktu tertentu.

1. diambil 10 tablet secara acak


2. tablet dibersihkan dari debu kemudian ditimbang (Wo)
3. tablet dimasukkan dalam alat
4. alat dinyalakan selama 4 menit
5. tablet dibersihkan dan ditimbang (Wt)
Wo  Wt
f   100%
Wo

7. Uji Waktu Hancur Tablet Tidak Bersalut (FI IV)

Masukkan 1 tablet pada masing-masing tabung dari keranjang, masukkan


1 cakram pada tiap tabung dan jalankan alat, gunakan air bersuhu 37° + 2°
sebagai media kecuali dinyatakan menggunakan cairan lain dalam masing-
masing monografi. Pada akhir batas waktu seperti yang tertera pada monografi,
angkat keranjang dan amati semua tablet : semua tablet harus hancur sempurna.
Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12
tablet lainnya : tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna.

8. Prosedur pengerjaan uji disolusi :

Masukkan sejumlah volume media disolusi seperti yang tertera dalam


masing-masing monografi ke dalam wadah, pasang alat, biarkan media disolusi
hingga suhu 37 derajat dan angkat thermometer. Masukkan satu tablet kedalam
alat, hilangkan gelembung udara dari permukaan sediaan yang di uji dan segera
jalankan alat pada laju kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing
monografi. Dalam interval waktu yang ditetapkan atai pada tiap waktu yang
dinyatakan, ambil cuplikan pada daerah pertengahan antara permukaan. Media
disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar ataupun daun dari alat dayung,
tidak kurang 1 cm dari dinding wadah. Laukukan penetapan seperti yang tertera
dalam masing-masing monografi.

VII. ASPEK FARMAKOLOGI


a. Dosis : Dosis maksimal sehari 15 g (FI III, hal. 125)
b. Indikasi : Hipokalsemia, defisiensi kalsium.
c. Efek samping : Hiperkalsemia, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, sakit perut,
poliuria, aritmia jantung, koma.
d. Kontra Indikasi : pasien yang menggunakan glikosida jantung.
e. ADME : kalsium diabsorpsi dari usus kecil; absorpsi menurun karena usia dan
lebih efisien saat tubuh mengalami defisiensi kalsium. Absorpsi kalsium
ditingkatkan oleh metabolit aktif dari vitamin D. Kalsium di ekskresi melalui
keringat, empedu, pannkreas, air liur, urin, feses, dan air susu. Hingga 400mg
dapat diekskresi melalui urin sehari.
(Sumber: Martindale Pharmaceutical, 28th edition, 1982, hal: 623)

VIII. ETIKET
IX. DAFTAR PUSTAKA

____________.1979. Farmakope Indonesia. Edisi ke 3. Jakarta : Departemen


Kesehatan RI

____________. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI

____________. 1978. Formularium Nasional. Edisi kedua. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI

____________. 2007. The United States Pharmacopeia. Rockville : The United


States Pharmacopeia Convention.
___________. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition.
Department of Pharmaceutical Sciences. London : The Pharmaceutical Press.
Sheskey, J.Paul, et al. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2nd ed. London :
Pharmaceutical Press.
Sheskey, J.Paul, et al. 2003. Handbook of Pharmaceutical Excipient. 4th editions.
London : Pharmaceutical Press.
Sheskey, J.Paul, et al. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipient, 5th ed. London :
Pharmaceutical Press.
Lippincott Williams & walkins, 1947. Remington Buku 2. Ed. 21. Philadelphia.
Voight. 1971. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi 5. Universitas Gajah Mada
Press: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai