Anda di halaman 1dari 6

TINJAUAN PUSTAKA

DERMATITIS VENENATA

A. DEFINISI
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menyebabkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan
keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu terjadi bersamaan, bahkan mungkin hanya
satu jenis misalnya, hanya berupa papula (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan
menjadi kronis.1
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang
menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan
dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan adalah reaksi peradangan pada kulit
non-imunologik, yaitu kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses
pengenalan/sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergi adalah reaksi peradangan pada
kulit yang terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu bahan
penyebab/alergen.1

B. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis kontak iritan dapat dialami oleh semua orang dari berbagai golongan
umur, ras, dan jenis kelamin. Pada DKI akibat serangga khususnya yang disebabkan
Paederus kejadiannya meningkat pada musim penghujan, karena cuaca yang lembab
merupakan lingkungan yang sesuai bagi organisme penyebab dermatitis venenata (misal:
Genus Paederus).1,2

C. ETIOPATOGENESIS
Dermatitis Venenata merupakan dermatitis kontak iritan tipe akut lambat (gejala sama
dengan DKI akut namun lesi baru muncul 8-24 jam atau lebih setelah kontak) yang biasanya
disebabkan oleh gigitan, liur atau bulu serangga yang terbang pada malam hari, atau dapat
juga disebabkan oleh terpaparnya bahan iritan dari beberapa tanaman seperti rumput, bunga,
pohon mahoni, dan lain sebagainya.2
Spesies serangga yang paling sering menyebabkan dermatitis venenata adalah dari
genus Paederus. Paederus dewasa panjang tumbuhnya 7-10 mm dan lebar 0,5 mm
seukuran dengan nyamuk. Paederus berkepala hitam dengan abdomen di caudalnya dan

0
juga elytral (struktur yang membungkus sayap dan sepertiga atas segmen abdomen).
Meskipun paederus dapat terbang, namun paederus lebih sering berlari dan meloncat.
Paederus merupakan makhluk nocturnal dan tertarik dengan cahaya putih dan
terang. Hemolimfe dari paederus mengandung suatu bahan aktif yakni paederin yang
kemudian menyebabkan keluhan gatal, rasa panas tebakar, kemerahan pada kulit yang
timbul dalam 12-48 jam setelah kulit terpapar.3

Gambar 2.1. Paederus sp

Salah satu penyebab munculnya dermatitis venenata adalah toksin yang terdapat
pada gigitan, liur, maupun bulu serangga. Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh toksin melalui 4 mekanisme kerja kimiawi atau fisis. Toksin dapat
merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan
mengubah daya ikat air terhadap kulit.1,4
Kebanyakan toksin dapat mengakibatkan kerusakan membaran. Kerusakan
membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida
(DAG), platelet activating factor (PAF), dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi
prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). Prostaglandin dan leukotrien menginduksi
vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi
komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit
dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF,
sehingga memperkuat perubahan vaskular.1
Diasilgliserida dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte-macrophage colony stimulating
factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi
reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Pada

1
kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α yang dapat mengaktivasi sel T,
makrofag dan granulosit.
Rentetan kejadian tersebut mengakibatkan gejala peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak dengan kelainan kulit setelah kontak berulang kali, yang dimulai dengan
kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi menyebabkan desikasi sehingga kulit
kehilangan fungsi sawarnya. Hal tersebut akan mempermudah kerusakan sel dilapisan
kulit yang lebih dalam.1

D. GAMBARAN KLINIS
Dermatitis venenata termasuk ke dalam tipe DKI akut lambat. Keluhan yang
dirasakan dirasakan pedih, panas, rasa terbakar, dan gatal. Gejala klinis yang dapat
ditemukan dari pasien dengan dermatitis venenata antara lain:1,5
a. Tidak ada gejala prodromal.
b. Lesi muncul tiba-tiba pada pagi hari atau setelah berkebun dan terasa gatal
serta pedih.
c. Kulit yang terpapar oleh bahan aktif paederin akan menjadi eritem, disertai rasa perih,
panas dan terbakar. Bila lesi ini digaruk, maka lesi ini akan menyebar dan membentuk
gambaran lesi berupa patch eritem linear yang kemudian berlanjut menjadi vesikel,
bula, terkadang bula menjadi pustular, bahkan nekrosis. Pada pasien yang datang ke
tenaga medis, bula dapat intak ataupun sudah terjadi erosi dengan dasar eritem. Lesi
mulai muncul setelah 8-24 jam setelah terpapar bahan aktif dan membaik dalam waktu
seminggu
d. Lesi biasanya terjadi pda tempat yang tidak tertutupi, misalnya tangan, kaki juga leher
dan wajah, khususnya area periorbital, yang merupakan bagian tubuh paling sering
menjadi predileksi.
e. Adanya kissing phenomenon, yang berarti yang tertempel atau terkena lesi akan berubah
menjadi lesi yang baru.

E. DIAGNOSIS
Diagnosis dermatitis venenata dapat ditegakkan melalui anamnesa dan
pemeriksaan fisik yang cermat. Riwayat kegiatan sebelumnya penting untuk ditanyakan
mengingat penyakit ini biasanya timbul akibat bulu serangga yang terbang pada malam
hari.1,5

2
H. PENATALAKSANAAN1,6
Upaya pengobatan non medikamentosa yang terpenting adalah menghindari
pajanan bahan iritan yang menjadi penyebab, baik yang bersifat mekanik, fisis, maupun
kimiawi. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi,
maka DKI tersebut akan sembuh tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup dengan
pemberian pelembab untuk memperbaiki sawar kulit.

Pengobatan medikamentosa terdiri dari:


Pengobatan topikal :
1. Bentuk akut dan eksudatif diberi kompres larutan garam faali (NaCl 0,9%) atau
Burrow’s solution. Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi pembentukan vesikel
dan membantu mengurangi pertumbuhan bakteri. Kompres ini diganti setiap 2-3 jam.
2. Bentuk kronis dan kering, untuk mengatasi peradangan pada rekasi lokal, dapat
diberikan krim hydrocortisone 1% yang merupakan lini pertama pengobatan sebagai
antiinflamasi ringan, atau diflucortolone valerat 0,1% atau krim betamethasone valerat
0,005-0,1%, atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid
dosis yang lebih kuat. Apabila terjadi reaksi sistemik maka dipertimbangkan
pemberian obat secara sistemik.

Pengobatan sistemik :
Kortikosteroid sistemik hanya diberikan penyakit berat. Ketika pertahanan kulit rusak,
hal tersebut berpotensial untuk terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri. Perubahan pH
kulit dan mekanisme antimikroba yang telah dimiliki kulit, mungkin memiliki peranan
yang penting dalam evolusi, persisten, dan resolusi dari dermatitis akibat iritan, tapi hal ini
masih dipelajari. Secara klinis, infeksi diobati dengan menggunakan antibiotik oral untuk
mencegah perkembangan selulit dan untuk mempercepat penyembuhan. Antihistamin
mungkin dapat mengurangi pruritus yang disebabkan oleh dermatitis akibat iritan. Secara
klinis antihistamin biasanya diresepkan untuk mengobati beberapa gejala simptomatis.
a. Kortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu singkat.
 Prednisone
Dewasa : 5-10 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 1 mg/KgBB/hari
 Dexamethasone

3
Dewasa : 0,5-1 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 0,1 mg/KgBB/hari
 Triamcinolone
Dewasa : 4-8 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 1 mg/KgBB/hari
b. Antihistamin
 Chlorpheniramine maleat
Dewasa : 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 0,09 mg/KgBB/dosis, sehari 3 kali
 Diphenhydramine HCl
Dewasa : 10-20 mg/dosis i.m. sehari 1-2 kali
Anak : 0,5 mg/KgBB/dosis, sehari 1-2 kali
 Loratadine
Dewasa : 1 tablet sehari 1 kali
c. Antibiotik sistemik
 Sefadroksil 2 x500 mg selama 5 hari, untuk pengobatan infeksi sekunder.

I. PROGNOSIS
Bila bahan iritan yang menjadi penyebab dermatitis tersebut tidak dapat
disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik.1

4
DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito SA, Soebaryo RW. Dermatitis kontak. In: Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi
W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2015. p.158-61.
2. Abdullah B.,Dermatologi Pengetahuan Dasar dan Kasus di Rumah Sakit,Indonesia: Pusat
Penerbitan Universitas Airlangga; 2009. p.94-96.
3. Gurcharan Singh, Syed Yousuf Ali. Paederus Dermatitis. Indian J Dermatol Venerol
Leprol January-February 2007.Vol 73
4. Amado A, Sood A, Taylor JS. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine [internet].
8th ed. New York: McGraw-Hill; 2012. Chapter 48, Irritant Contact Dermatitis [cited
2017 July 25]. Available from:
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=56034835
5. Donald U. Dermatitis Venenata [internet]. 2012 [cited 2017 July 25]. Available from:
http://www.doctortreatments.com/Diseases_Of_The_Skin/Class_II_Inflammations_Der
matitis_Venenata.htm
6. Pohan SS., Hutomo MM., Sukanto H., Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Indonesia: Pusat Penerbitan Universitas Airlangga. Hal.5-8.

Anda mungkin juga menyukai