Anda di halaman 1dari 16

Aspek etik legal dan trend isu

keperawatan paliatif
ilhamsyah
Paliatif dunia dan indonesia
• Perawatan paliatif mulai dikenalkan pada tahun 60-an
di Inggris oleh Cicely Saunders. Dia adalah peletak
konsep dasar perawatan paliatif. Sebagai perawat,
pekerja sosial dan kemudian dokter, Cicely banyak
menghadapi pasien yang sakit parah dan tergerak
untuk melakukan sesuatu bagi mereka.
• Filosofi dasar perawatannya adalah bahwa kematian
adalah fenomena yang sama alaminya dengan
kelahiran, sehingga melihat kematian sebagai proses
yang harus meneguhkan hidup dan bebas dari rasa
sakit
• Berkat jasanya, saat ini ada sekitar 220 panti
perawatan paliatif (hospis) di Inggris dan lebih
dari 8.000 di seluruh dunia. Di Indonesia,
perawatan paliatif baru mulai berkembang akhir-
akhir ini. Perawatan paliatif pertama dimulai pada
tahun 1992 oleh RS Dr. Soetomo (Surabaya), yang
disusul oleh RS Cipto Mangunkusumo (Jakarta),
RS Kanker Dharmais (Jakarta), RS Wahidin
• Sudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito
(Yogyakarta), dan RS Sanglah
• (Denpasar).
• Perawatan paliatif sangat luas dan melibatkan
tim interdisipliner yang tidak hanya mencakup
dokter dan perawat tetapi juga ahli gizi, ahli
fisioterapi, pekerja sosial, psikolog/psikiater,
rohaniwan, dan lainnya yang bekerja secara
terkoordinasi dan melayani sepenuh hati.
Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap,
rawat jalan, rawat rumah (home care), day
care dan respite care
Aspek etika
• Sifat perawatan paliatif berfokus pada perdebatan
tentang masalah etika pada kematian.
• Keadaan pada akhir hidup dapat mengakibatkan
dilema etika yang lebih rumit oleh isu-isu tentang
kompetensi orang yang akan meninggal, hak mereka
untuk menolak atau menerima perawatan dalam
mempertahankan integritas pribadi mereka atas
kematian mereka sendiri.
• Dilema etika mungkin timbul dari perbedaan nilai-nilai,
ditempatkan pada nilai kehidupan dan wali mereka
• Setiap orang memiliki hak untuk mengakses
setiap kemungkinan pengobatan, berapapun
harga dalam hal keuangan, waktu dan sumber
daya yang tersedia
hukum
• Pengaruh hukum masing-masing negara pada keputusan etis
menentukan kebenaran hukum atau kesalahan tindakan.
• Situasi ini jelas digambarkan oleh masalah bunuh diri, yang di mana
hukum menentukan tindakan tersebut (apakah tindakan atau
kelalaian yang secara etis diperkenankan atau tidak).
• Hal ini digambarkan dengan bunuh diri, saat ini ilegal di Inggris,
sebuah wilayah di Belanda (yang non-melegalkan, tapi tidak muncul
secara hukum dihukum oleh masyarakat); yang dilegalisir dan
kemudian terbalik di Wilayah Utara di Australia selama akhir 1990-
an,
• dan menjadi hukum (diberikan keadaan tertentu) di negara bagian
Oregon di Amerika Serikat di mana seseorang dapat mengajukan
permohonan agar resep obat untuk mengakhiri hidup seseorang
(pengamanan ini dikendalikan melalui kriteria yang ketat).
PRINSIP ETIK KESEHATAN
• Dalam perawatan kesehatan di sana telah diterima secara
luas prinsip-prinsip dari mana kebolehan etis dari tindakan
dapat ditentukan. Peran individu dan kolektif dianggap,
bagaimana mereka menghormati prinsip-prinsip etika dan
dengan berbuat demikian membantu untuk menentukan
apakah tindakan atau kelambanan yang diperbolehkan
secara etis.
• Beauchamp & Childress (1994). mengidentifikasi empat
prinsip etika pelayanankesehatan sebagai:
– menghormati otonomi
– kemurahan hati
– non-sifat mencelakakan
– keadilan
• Randall & Downie (1996) awalnya
berpendapat untuk dimasukkannya dua
prinsip lebih lanjut yang menjamin
pertimbangan dalam perawatan paliatif, ini
adalah:
– kasih sayang
– utilitas
Klasifikasi hak pasien untuk menolak
pengobatan/perawatan
1. Pasien cukup tahu dalam pengambilan keputusan
2. Pasien tidak cukup mengetahui jalan
pengambilan keputusan, tetapi setuju apapun
dengan tindakan medis yang akan dilakukan
untuk pasien
3. Pasien tidak tahu tentang apa yang akan
dilakukan, dan tidak setuju
4. Pasien tahu tentang yang harus dilakukan tetapi
tetap tidak meyetujui
Aspek midokelegal dalam perawatan
paliatif di ruang kritis :
1. Persetujuan tindakan medis/informed
consent untuk pasien paliatif.
2. Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien paliatif
a. Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya
tindakan resusitasi dapat dibuat oleh pasien yang
kompeten atau oleh Tim Perawatan paliatif
b. Informasi tentang hal ini sebaiknya telah
diinformasikan pada saat pasien memasuki atau
memulai perawatan paliatif.
c. Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak
menghendaki resusitasi, sepanjang informasi
adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat
keputusan telah dipahaminya. Keputusan tersebut
dapatdiberikan dalam bentuk pesan (advanced
directive) atau dalaminformed consentmenjelang ia
kehilangan kompetensinya.
d. Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat
keputusan tidak resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam
advanced directive tertulis. Namun demikian, dalam keadaan
tertentu dan atas pertimbangan tertentu yang layak dan
patut, permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga
terdekat dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk
pengesahannya.
e. Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk
tidak melakukan resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di
bidang ini, yaitu apabila pasien berada dalam tahap terminal
dan tindakan resusitasidiketahui tidak akan menyembuhkan
atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti
ilmiah pada saat tersebut.
Isu Kebijakan Perawatan Paliatif :
1. Kurangnya SDM serta mekanisme pembiayaan
kesehatan merupakan hambatan yang besar untuk
mengakses Palliative and end-of-life care
2. Palliative care dipengaruhi oleh isu sosial, organisasi
dan kebijakan ekonomi secara keseluruhan
3. Mengintegrasikan konsep palliative care untuk seluruh
penyakit dalam konteks pelayanan dan pendidikan
4. Ada sistem yang mengatur pendidikan berkelanjutan
terkait dengan Palliative Care untuk tenaga kesehatan
TANTANGAN YANG DIHADAPI

• Proses perjalanan penyakit yang kompleks

• Pengobatan yang kompleks

• Stigma dan diskriminasi

• Masalah keluarga yang kompleks

• Beban bagi caregiver / tenaga kesehatan


• terimakasih

Anda mungkin juga menyukai