Anda di halaman 1dari 5

Tunanetra berasal dari dua kata yaitu “tuna” yang berarti cacat dan kata “netra” berarti

buta atau tidak dapat melihat, jadi tunagrahita adalah tidak dapat melihat. Tunanetra adalah
individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran
penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang umum (Soemantri, 2006). Para
medis mengemukakan bahwa tunanetra adalah orang yang memiliki ketajaman sentral 20/200
feet atau ketajaman penglihatannya pada jarak 6 meter atau kurang, meskipun menggunakan
kacamata, atau daerah penglihatannya sempit sehingga jarak sudutnya tidak lebih dari 20
derajat. Tin Suharsimi (2009:30), bahwa tunanetra merupakan suatu kondisi adanya
kerusakan mata yang terjadi pada seseorang sehingga indera penglihatan sudah tidak dapat
berfungsi lagi sebagai mana mestinya. Klasifikasi tunanetra ditinjau dari segi pendidikan
menurut Anastasia Widjajantin dan Imanuel Hitipeuw (1999: 5) yaitu:

a) Pengelompokan berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan


1) 6/6m –6/16m atau 20/20 feet -20/50 feet. Pada tingkat ini sering dikatakan sebagai
tunanetra ringan atau masih dapat dikatakan normal
2) 6/20m –6/60m atau 20/70 feet –20/100 feet. Pada tingkat ini dikatakan tunanetra
ringan, mereka masih mampu melihat dengan bantuan kacamata.
3) 6/60m lebih atau 20/200 feet lebih. Pada tingkat ini dikatakan tunanetra berat
4) Mereka yang mempunyai visus 0, sering disebut buta. Pada tingkat ini sudah tidak
mampu melihat rangsangan cahaya dan tidak dapat melihat apapun.
b) Berdasarkan saat terjadinya kebutaan
1) Tunanetra sebelum dan sesudah sejak lahir. Kelompok ini terdiri dari tunantra
yang sejak dalam kandungan atau sebelum satu tahun sudah mengalami kebutaan
2) Tunanetra balita. Kelompom ini saat usia dibawah 5 tahun telah mengalami
kebutaan
3) Tunanetra pada usia sekolah. Kelompok ini meliputi anak tunanetra yang berusia
6 sampai 12 tahun
4) Tunanetra remaja. Kelompok ini terjadi ketunanetraan pada usia 13 sampai 19
tahun
5) Tunanetra dewasa. Kelompok ini mengalami ketunanetraan saat usia 19 tahun
keatas.
c) Berdasarkan ketidak mampuan melihat
1) Ketidakmampuan melihat taraf ringan. Pada taraf ini masih dapat melakukan
kegiatan tanpa harus menggunakan alat bantu khusus dan kegiatan sehari-hari
dapat dikerjakan tanpa hambatan
2) Ketidakmampuan melihat taraf sedang. Pada taraf ini masih dapat melakukan
kegiatan dengan menggunakan kedekatan dan alat bantu khusus
3) Ketidakmampuan melihat pada taraf parah. Pada taraf ini ada beberapa
kemampuan antara lain, (1) dapat melakukan kegiatan dengan bantuan alat bantu
penglihatan tetapi tidak lancar dalam membaca, cepat lelah dan tidak tahan lama
dalam melihat, (2) tidak dapat melakukan tugasnya secara detai walau telah
dibantu dengan alat bantu penglihatan, (3) mengalami hambatan dalam melakukan
tugasnya secara visual sehingga memerlukan indera lainnya, (4) penglihatan sudah
tidak dapat diandalkan lagi sehingga memerlukan bantuan indera lain karena yang
mampu dilihat hanya terang gelap, (5) penglihatan benar-benar tidak dapat
dipergunakan lagi sehingga sangat tergantung pada kemampuan indera lainnya.
Soemantri (2006) mengemukakan bahwa tunanetra disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain:
a) Faktor internal yaitu faktor-faktor yang erat kaitannya dengan keadaan bayi selama
masih dalam kandungan. Kemungkinan seperti faktor gen (pembawa keturunan),
kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, dan keracunan obat.
b) Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi
dilahirkan. Misalnya, kecelakaan, terkena penyakit yang mengenai matanya saat
dilahirkan, pengaruh alat bantu medis saat melahirkan sehingga sistem saraf rusak,
kurang gizi atau vitamin, terkena racun, panas badan yang terlalu tinggi, serta
peradangan mata karena penyakit, bakteri ataupun virus.
Anak yang mengalami hambatan penglihatan atau tunanetra memiliki perkembangan yang
berbeda dengan anak cacat lain, tidak hanya dari segi penglihatan tetapi juga hal lain.
Perilaku untuk mengetahui objek dengan cara mendengarkan suara dari objek yang akan
diraih adalah perilaku tunagrahita dalam perkembangan motoriknya. Sedangkan perilaku
menekan dan suka menepuk mata dengan jari, kemudian menarik kedepan dan belakang,
menggosok atau memutarkan serta menatap cahaya sinar merupakan perilaku stimulasi
sensor dalam melihat dunia luar. Untuk dapat merasakan perbedaan setiap objek yang
dipegangnya, tunanetra selalu merasakan dengan jari-jemarinya tekstur dari objek,
ukurannya, bentuknya.
Lowenfeld (1948) dalam berpendapat bahwa ada tiga hal yang memiliki pengaruh
buruk terhadap perkembangan kognitif, yaitu :

a) Jarak dan beragamnya pengalaman yang dimiliki oleh tunagrahita. Kemampuan


terbatas karena tunanetra mempunyai peraaan yang tidak sama dengan anak yang
mampu melihat.
b) Kemampuan yang didapat akan berkurang dan akan berpengaruh terhadap
penagalamannya di lingkungan.
c) Tunanetra tidak memiliki kendali yang sama terhadap lingkungan dan diri sendiri
seperti apa yang dilakukan oleh anak yang lain.

Hilangnya fungsi penglihatan akan menimbulkan keterbatasan tunanetra untuk


menjelajahi semua isi benda maupun orang lain yang berada di lingkungan sekitarnya.
Seorang tunanetra akan selalu menunggu aksi dari benda atau orang lain sebelum
melakukan reaksi (Hidayat & Suwandi, 2013). Jadi mereka akan bergerak dan merespon
apabila ada stimulus terlebih dahulu yang datang padanya. Dengan demikian, kemampuan
inisiatif untuk melakukan kegiatan cenderung rendah atau mengkin tidak ada sama sekali.
Kondisi seperti ini bahkan dapat mengakibatkan seorang tunanetra kehilangan
kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sosial.
Ketunanetraan seringkali menimbulkan rasa ketidakberdayaan pada orang yang
mengalaminya. Menurut Abramson, Metalsky & Alloy, perasaan ketidakberdayaan ini
akan menimbulkan rasa keputusasaan dan depresi. Depresi tersebut ditandai dengan
munculnya peristiwa kehidupan yang negatif yang dipersepsi sebagai bersifat global,
permanen, dan diluar kontrol individu (Nawawi, A., Tarsidi, D., Hosni, I., 2010).

Keterampilan orientasi dan mobilitas berpengaruh positif terhadap perkembangan


kehidupan tunanetra, baik fisik, fisiologis, psikologis, sosial maupun ekonomi (Hidayat
& Suwandi, 2013). Orientasi merupakan penggunaan organ indera yang masih berfungsi
dalam menentukan posisi diri, dengan kata lain orientasi merujuk pada kemampuan
seseorang untuk mengetahui dan menyadari keadaan atau posisi dirinya dalam suatu
lingkungan dan hubungannya dengan obyek-obyek lain yang ada dalam lingkungan
tersebut. Sedangkan mobilitas yaitu kemampuan serta kesanggupan seorang tunanetra
untuk bergerak atau berpindah tempat secara mudah, cepat, tepat dan selamat dengan
teknik yang efektif.
Orientasi dan mobilias secara fisik tunanetra akan memiliki bentuk tubuh yang baik,
secara fisiologi anggota tubuhnya akan bekerja dengan baik dan postur tubuh yang lebih
tertata sesuai dengan fungsi dan tugas tubuh itu tersendiri. Secara psikologis,
keterampilan orientasi dan mobilitas akan berpengaruh terhadap peningkatan harga diri
dan kepercayaan diri. Dari segi sosial akan meningkatkan kemampuan diri untuk
berinteraksi dengan lingkungan sosial serta dengan mudah dapat diterima oleh
lingkungan. Sedangkan dari segi ekonomi ia akan lebih mudah memperoleh pekerjaan
sebagai bekal dalam kehidupannya.

Menurut Wijaddjajanti, Hitipipew, dan Imanuel (dalam Fitriyah,


2012) karakteristik tunanetra antara lain

a) Rasa curiga dengan orang lain


Keterebatasan akan rangsangan penglihatan menyebabkan tunanetra kurang
mampu untuk berorientasi pada lingkungannya. Hal ini menyebabkan tuanetra
selalu berhati-harti pada setiap tindakannya. Sikap berhati-hati ini yang
menyebabkan tuanetra memiliki rasa curiga dengan orang lain.
b) Perasaan yang mudah tersinggung
Perasaan tersinggung ini muncul pada pengalaman sehari-hari, seperti tekanan
suara tertentu atau singgungan fisik yang tidak sengaja dari orang lain
membuat tersingguang.
c) Ketergantungan kepada orang lain
Tunanetra cenderung tergantung pada orang lain. Hal ini terjadi karena dua
sebab. Sebab pertama yaitu datang dari diri tunanetra. Sebab kedua datang dari
luar diri tunanetra. Dari dalam diri tunanetra adalah belum atau tidak mau
berusaha sepenuh hati untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya sendiri.
Dari luar diri tunanetra adalah karena selalu ada rasa kasih sayang dan
perlindungan yang berlebihan dri orang lain di sekitarnya.

d) Rendah diri

Tunanetra selalu menganggap dirinya lebih rendah dari orang normal, karena
mereka merasa selalu diabaikan oleh orang sekitarnya. Hal ini menyebabkan
harga diri rendah pada tunanetra.
e) Kritis
Keterbatasan dalam penglihatan membuat tunanetra selalu ingin bertanya
untuk hal-hal yang mereka tidak mengerti.

Anda mungkin juga menyukai