Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Frozen shoulder, atau juga sering disebut sebagai adhesive capsulitis, merupakan suatu
kelainan di mana terjadi inflamasi pada kapsul sendi bahu, yaitu jaringan ikat disekitar sendi
glenohumeral, sehingga sendi tersebut menjadi kaku dan terjadi keterbatasan gerak dan nyeri
yang kronis.
Adhesive capsulitis merupakan suatu kondisi yang sangat nyeri dan melumpuhkan dan sering
menyebabkan frustrasi besar bagi pasien dan perawatnya karena pemulihannya yang lambat.
Pergerakan bahu menjadi sangat terbatas. Nyerinya biasanya terus-menerus, bertambah parah
pada malam hari, atau saat udara menjadi lebih dingin, dan akibat keterbatasan pergerakan
sehingga membuat melakukan kegiatan sehari-hari menjadi sulit. Capsulitis adhesiva adalah
peradangan adhesif antara kapsul sendi dan tulang rawan artikuler perifer pada bahu, disertai
obliterasi bursa subdeltoidea, ditandai dengan peningkatan rasanyeri, kekakuan, dan keterbatasan
gerak ( Dorland, 2012).
Selain kesulitan dalam melakukan tugas sehari-sehari, pasien dengan adhesive capsulitis
terkadang mengalami gangguan tidur akibat nyeri yang bertambah pada malam hari. Kondisi ini
dapat berlanjut menyebabkan depresi serta nyeri pada leher dan punggung.
Modalitas fisioterapi pada kasus frozen shoulder berupa Micro Wave Diatermy (MWD),
Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS) alat ini dapat digunakan untuk mengurangi
nyeri, Terapi Latihan berupa Shoulder Wheel serta Terapi Manipulasi yang dapat mengurangi
perlengketan jaringan sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan Lingkup Gerak Sendi
(LGS) dan Terapi Latihan berupa Active Resisted Exercise yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kekuatan otot. Pada kasus Frozen Shoulder akibat Capsulitis Adhesiva tindakan
fisioterapi harus diberikan sedini mungkin untuk mencegah kekakuan yang terjadi pada sendi
bahu semakin bertambah.
Menurut Vermeulen et al (2000) adhesive capsulitis adalah hilangnya mobilitas aktif dan pasif
dari sendi glenohumeral secara insidious (tidak jelas pemunculannya) dan progresif akibat
kontraktur kapsul sendi. Prevalensi 2% dari populasi umum dan 10–29% pada penderita diabetes
di Amerika (shickling dan walsh, 2001). Tanda khusus adhesive capsulitis adanya keterbatasan
pola kapsuler sendi glenohumeral ke segala arah. Dimana pada gerakan eksorotasi yang paling
terbatas diikuti abd/fleksi dan endorotasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi

B. Patologi

1. Definisi

2. Etiologi

3. Tanda dan Gejala

4. Proses Patologi Gangguan Gerak dan Fungsi

C. Pendekatan Intervensi Fisioterapi

BAB III
PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien

Nama : Ny.M

Usia : 54 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Agama : islam

Pekerjaan : IRT

No.RM : 741655

B. Anamnesis Khusus

Keluhan umum : kelumpuhan pada kedua tungkai

Lokasi keluhan : kedua tungkai

Penyebab : tumor di CV Thoracal 10-12

Riwayat perjalanan penyakit : pada tahun 2017 sekitar bulan 11 pasien jatuh di tanah

suci, 1 minggu setelah dari tanah suci beliau di rawat di

RSUD. Andi Makasau Pare-pare dengan keluhan lemah

kedua tungkai, dan di rujuk ke RSWS setelah satu

minggu di rawat di RSUD.Andi Makasau.

Riwayat penyakit terdahulu : hipertensi, pada tahun 2015 menjalani operasi

tyroidectomi karena gondok,hidronefrosis, dan diabetes

militus.

C. Inspeksi/Observasi

 Statis :

-pada saat fisioterapi datang observasi pasien di pasangi infuse, keteter dan

transfuse darah.
 Dinamis :

-pasien tidak dapat menggerakkan kedua tungkainya

D. Tes Orientasi

 Tidak bisa digerakkan ke 2 tungkainya

 Tes ADL tidak dapat dilakukan

E. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi

 Tes Refleks

- Fisiologi
o KPR (Knee Pess Refleks)
o APR (Achilles Pess Refleks)

- Patologi
o Babynski : -
o Chaddok :-
o Gordon :-
o Openheim:-

 Tes sensorik
-Goresan dan mencubit pada kedua tungkai : tidak dirasakan

 Tes Koordinasi :
- Tidak mampu dilakukan

 Tes area dermatom


-tidak di rasakan

 Tes Motorik
- Menggerakkan kedua tungkai : tidak dapat digerakan

 Tes koordinasi
- Frankle exercise : tidak mampu di lakukan

 Tes tonus otot


- Atonus
 Tes keseimbangan
- Tidak mampu dilakukan

 Tes kognitif
- Terganggu

 Tes MMT
- Kedua tungkai : nilai 0

 Pemeriksaan penunjang :
MRI:
- Gambaran metastasis tumor ke CV thoracal 10-12
- Spondylosis thoracolumbalis
- Tampak stenosis total canalis spinal level CV thoracal 10-12

 Skala morse

No Pengkajian Skala Nilai


1 Riwayat jatuh : apakah lansia Tidak 0
pernah jatuh dalam 3 bulan 25
Ya 25
terakhir.
2 Diagnosa sekunder : Apakah Tidak 0
pasien memiliki lebih dari 15
satu penyakit. Ya 15
3 Alat Bantu jalan : 0
· Bedrest / dibantu perawat

· Kruk / tongkat / walker. 15


0
30
· Berpegangan pada benda –
benda sekitar.
(Kursi, lemari, meja).

4 Teraphy intravena : Apakah Tidak 0


saat ini lansia terpasang 20
infus. Ya 20
5 Gaya Berjalan / cara 0
Berpindah:
· Normal / Besrest /
immobile (tidak dapat
bergerak sendiri) 20
· Lemah tidak bertenaga. 10
20
· Gangguan atau tidak
normal (pincang atau
diseret).
6 Status mental:
· Lansia menyadari kondisi
dirinya. 0 0
Lupa keterbatasan diri
15

Jumlah
>45→ resiko tinggi

Tingkat resiko ditentukan dengan cara:


Skor 0-24 : Resiko rendah
25-44 : Resiko sedang
>45 : Resiko tinggi (memakai gelang Kuning)

- Hasil : >45 : Resiko tinggi (memakai gelang Kuning)

F. Diagnosa dan Problematik Fisioterapi (sesuai konsep ICF)

Kondisi/Penyakit :
“Gangguan Motor Function, LMN Et Causa Paraplegi
Post Metastase Tumor Spinal CV Thoracal 10-12”

Impairment Acivity Limitation Participation Restriction


(Body structure and function)
 Sulit untuk melakukan  Adanya hambatan
 Kelumpuhan anggota
aktivitas sehari-hari melakukan aktivitas
gerak extremitas
sendiri (Keterbatasan sosial pasien dengan
inferior.
ADL & IADL) keluarga dan masyarakat
J. TujuanIntervensi fisioterapi
dan tidak dapat bekerja
• Tujuan jangka pendek
- Memelihara sifat fisiologis otot pada pinggang, perut dan kedua tungkai

- Memperbaiki ADL/IADL

- Melatih keseimbangan

- Mencegah dikubitus

- Mencegah kontraktur

• Tujuan jangka panjang

Melanjutkan tujuan jangka pandek untuk meningkatkan kapasitas fisik dan kemampuan

fungsional pasien

G. Rencana Intervensi Fisioterapi

1. Positioning
2. Breathing Exercise
3. Passive ROM Exercise
4. Streatching Exercise
5. Strenghtening
6. Latihan keseimbangan
7. ADL Exercise

H. Program Intervensi Fisioterapi

 Positioning

Tujuan : mencegah dekubitus

Teknik : fisioterapis memposisikan sekaligus mengajarkan pasien melakukan

perubahan posisi dari tidur terlentang miring ke kiri atau kanan

Time : setiap 2 jam sekali Streatching ke 2 tungkai

 Stretching kedua tungkai

Tujuan : mencegah kontraktur sekaligus koreksi posture


Teknik : Pasien tidur terlentang kemudian fisioterapis menggerakkan kedua tungkai

bergantian secara pasif disetiap persendian ke segala arah dan ditambah dengan

penguluran.

Dosis : F : setiap hari

I : penguluran max

T : passif streaching

T : 8x hitungan

 Strengthening Extremitas Superior

Tujuan : menguatkan otot-otot extremitas superior

Teknik : Fti’s memberikan tahanan secara manual pada saat gerakan aktif exercise

Dosis : F : 3x Seminggu

I : beban manual sedang.

T : sterengtening exc dengan beban manual.

T : 8x hitungan 10x repitisi

 Komunikasi terapeutik
Tujuan : Untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran pada pasien

 Breathing exercise

Tujuan : untuk memperbaiki pola napas pasien


Teknik : Pulsed lip breathing pasien di perintahkan untuk menarik nafas dalam dalam lalu
mengeluarkannya lewat mulut terbuka secara perlahan-lahan.
I. Evaluasi Fisioterapi

Pasien belum ada peningkatan signifikan

Magee, J. David. 2006. Othopedic Physical Assement. Departement Of Physical Therapy Faculty
Of Rehabilation Medicine Of Alberta Edmonton Canada.

https://fkuwks2012c.files.wordpress.com/2015/06/aspek-neurologi-kelumpuhan-motorik.pdf

AP PUTRI - 2010 - eprints.ums.ac.id

http://eprints.ums.ac.id/26846/12/Naskah_Publikasi.pdf

Anda mungkin juga menyukai