Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penulisan
D. Manfaat penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Klinik haid
B. Aspek endokrin dalam siklus haid
C. Perubahan histologik pada ovarium dalam siklus haid
D. Perubahan histologik pada endometrium dalam siklus haid
E. Vaskularisasi endometrium dalam siklus haid
F. Dating endometrium
G. Mekanisme haid
H. Ovulasi, induksi dan pencegahan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelasaikan makalah dengan judul SIKLUS
HAID. Makalah ini disusun secara sistematis agar pembaca dapat lebih mudah
memahaminya. Makalah ini tidak hanya mencantumkan siklus haid secara umum,
tetapi juga mencantumkan segala aspek yang berhubungan dengan siklus haid
secara khusus sehingga makalah ini sangatlah tepat untuk dijadikan acuan bagi
pembaca dalam mempelajari siklus haid.
Terimakasih setulus-tulusnya kami ucapkan kepada semua pihak yang
terkait dalam penyusuna makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah tentunya
masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi terwujudnya
kesempurnaan dari makalah ini. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.

Baubau, 11 Mei 2012

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Siklus menstruasi adalah suatu daur kejadian yang terjadi pada ovarium
yang menghasilkan perubahan tidak hanya pada uterus tetapi juga pada tubuh
wanita secara keseluruhan. Tujuan siklus ini adalah untuk melepaskan ovum
dalam persiapan fertilisasi pada kira-kira jarak empat minggu dan untuk
mempersiapkan uterus dan seluruh tubuh wanita untuk menrima dan
mengembangkan hasil fertilisasi ini.
Siklus ini diatur terutama oleh glandul pituitary anterior, tetapi factor-
faktor yang menyebabkan glandula tersebut menngadakan stimulasi (rangsangan)
gonad pada saat pubertas belum sepenuhnya diatasi. Lamanya siklus menstruasi
rata-rata adalah 28 hari dan dibagi menjadi enpat fase.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini antara lain:
a. Klinik haid
b. Aspek endokrin dalam siklus haid
c. Perubahan histologik pada ovarium dalam siklus haid
d. Perubahan histologik pada endometrium dalam siklus haid
e. Vaskularisasi endometrium dalam siklus haid
f. Dating endomerium
g. Mekanisme haid
h. Ovulasi, induksi dan pencegahan

C. TUJUAN MAKALAH
Makalah ini dibuat atas dasar tuntutan mata kuliah “Biologi
Reproduksi” sebagai bahan acuan atau dasar dalam mempelajari mata
kuliah tersebut.
D. MANFAAT MAKALAH
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah
satu sumber dari banyaknya sumber untuk menambah ilmu pengetahuan
tentang siklus haid secara lebih mendalam dan sebagai salah satu metode
yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur penilaian.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KLINIK HAID
Haid ialah perdarahan secara periodic dan siklik dari uterus, disertai
pelepasan (deskuamasi) endometrium.
Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu
dan mulainya haid berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama
siklus. Karena jam mulainya haid tidak diperhitungkan dan tepatnya waktu keluar
haid dari ostium uteri eksternum tidak dapat diketahui, maka panjang siklus
mengandung kesalahan ± 1 hari. Panjang siklus haid yang normal atau dianggap
sebagai siklus haid yang klasik ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan
saja antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama. Juga pada kakak
beradik bahkan saudara kembar, siklusnya tidak terlalu sama. Panjang siklus haid
dipengaruhi oleh usia seseorang. Rata-rata panjang siklus haid pada gadis usia 12
tahun ialah 25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada wanita usia 55
tahun 51,9 hari. Jadi, sebenarnya panjang siklus haid 28 hari itu tidak sering
dijumpai. Dari pengamatan Hartman pada kera ternyata bahwa hanya 20 % saja
panjang siklus haid 28 hari. Panjang siklus yang biasa pada manusia ialah 25-32
hari, dan kira-kira 97% wanita yang berovulasi siklus haidnya berkisar 18-42 hari.
Jika siklusnya kurang dari 18 hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur,
biasanya siklusnya tidak berovulasi (anovulator).
Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah
sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita
biasanya lama haid itu tetap.
Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2± 16 cc. pada wanita yang lebih
tua biasanya darah yang keluar lebih banyak. Pada wanita dengan anemi defisiensi
besi jumlah darah haidnya juga lebih banyak. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc
dianggap patologik. Darah haid tidak membeku; ini mungkin disebabkan
fibrinolisin.
Kebanyakan wanita tidak merasakan gejala-gejala pada waktu haid,
tetapi sebagian kecil merasa berat di panggul atau merasa nyeri (dismenorea).
Usia gadis remaja pada waktu pertama kalinya mendapat haid (menarche)
bervariasi lebar, yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-ratanya 12,5 tahun. Staistik
menunjukkan bahwa usia menarche dipngaruhi factor keturunan, keadaan gizi,
dan kesehatan umum. Semmelweis menyatakan bahwa 100 tahun yang lampau
usia gadis-gadis Vienna pada waktu menarche berkisar antara 15-19 tahun.
Menurut Brown menurunnya usia waktu menarche itu sekarang disebabkan oleh
keadaan gizi dan kesehatan umum yang membaik, dan berkurangnya penyakit
menahun. Menarche terjadi di tengah-tengah masa pubertas, yaitu masa peralihan
dari anak-anak ke dewasa. Sesudah masa pubertas, wanita memasuki masa
reproduksi, yaitu masa dimana ia dapat memperoleh keturunan. Masa reproduksi
ini berlangsung 30-40 tahun dan berakhir pada masa mati haid atau baki
(menopause).

B. ASPEK ENDOKRIN DALAM SIKLUS HAID


Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi harus ada kerjasama
antara korteks serebri, hipotalamus, hipofisis, ovarium, glandula tiroidea, glandula
suprarenalis, dan kelenjar-kelenjar endokrin lainnya.yang memegang peranan
penting dalam proses tersebut adalah hubungan hipotalamus, hipofisis, dan
ovarium (hypothalamic-pituitary-ovariann axis). Menurut teori neurohumoral
yang dianut sekarang, hipotalamus mengawasi sekresi hormone ganodotropin oleh
adenohipofisis melalui sekresi neorohormon yang disalurkan ke sel-sel
adenohipofisis lewat sirkulasi portal yang khusus. Hipotalamus menghasilkan
factor yang telah dapatr diisolasi dan disebut Gonadotropin Releasing Hormone
(GnRH) karena dapat merangsang pelepasan Luteinizing Hormone (LH) dan
Fillicle Stimulating Hormone (FSH) dari hipofisis. Apakah hipotalamus
menghasilkan FSH-Releasing Hormone (FSH-RH) yang terpisah dari LH-
Releasing Hormone (LH-RH) belum lagi pasti karena FSH-RH belum dapat
diisolasi. Releasing Hormone (RH) disebut juga Releasing Factor.
Penyelidikan pada hewan menunjukan bahwa pada hipotalamus terdapat
dua pusat, yaitu pusat tonik di bagian belakang hipotalamus di daerah nucleus
arkuatus, dan pusat siklik di bagian depan hipotalamus di daerah suprakiasmatik.
Pusat silik mengawasi lonjakan LH (LH-surge) pada pertengahan siklus haid yang
menyebabkan terjdinya ovulasi. Mekanisme kerjanya belum jelas benar.
Siklus haid normal dapat dipahami dengn baik dengan membaginya atas
dua fase dan 1 saat, yaitu fase folikuler, saat ovulasi, dan fase luteal. Perubahan-
perubahan kadar hormone sepanjang siklus haid disebabkan oleh mekanisme
umpan balik (feedback) antara hormone steroid dan hormone gonadotropin.
Estrogen menyebabkan umpan balik negtaif terhadap FSH, sedangkan terhadap
LH estrogen menyebabkan umpan balik negative jika kadarnya rendah, dan
umpan balik positif jika kadarnya tinggi. Tempat utama umpan balik terhadap
hormone gonadotropin ini mungkin pada hipotalamus.
Tidak lama setelah haid mulai, pada fase folikuler dini, beberapa folikel
berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat. Meningkatnya FSH ini
disebabkan oleh regresi korpus luteum, sehingga hormone steroid berkurang.
Dengan berkembangnya folikel, produksi estrogen meningkat, dan ini menekan
produksi FSH; folikel yang akan berovulasi melindungi dirinya sendiri terhadap
atresia, sedangkan folikel-folikel lain mengalami atresia. Pada waktu ini LH juga
meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya membantu pembuatan
estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel yang cepat pada fase folikel akhir
ketika FSH mulai menurun, menunjukan bahwa folikel yang telah masak itu
bertambah peka terhadap FSH. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar
estrogen dalam plasma jelas meninggi. Estrogen pada mulanya meninggi secara
berangsur-angsur, kemudian denagn cepat mencapai puncaknya. Ini memberikan
umpan balik positif terhadap pusat siklik, dan dengan lonjakan LH (LH-surge)
pada pertengahan siklus, mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH yang meninggi itu
menetap kira-kira 24 jam dan menurun pada fase luteal. Mekanisme turunnya LH
tersebut belum jelas. Dalam beberapa jam setelah LH meningkat, estrogen
menurun dan mungkin inilah yang menyebabkan LH itu menurun. Menurunnya
estrogen mungkin disebabkan oleh perubahan morfologik pada folikel. Mungkin
pula menurunnya LH itu disebabkan oleh umpan balik negative yang pendek dari
LH terhadap hipotalamus. Lonjakan LH yang cukup saja tidak menjamin
terjadinya ovulasi; folikel hendaknya pada tingkat yang matang, agar ia dapat
dirangsang untuk berovulasi. Pecahnya folikel terjadi 16-24 jam setelah lonjakan
LH. Pada manusia biasanya hanya satu folikel yang matang. Mekanisme
terjadinya ovulasi agaknya bukan oleh karena meningkatnya tekanan dalam
folikel, tetapi oleh perubahan-perubahan degenerative kolagen pada dinding
folikel, sehingga ia menjadi tipis. Mungkin juga prostaglandin F2 memgang
peranan dalam peristiwa itu.
Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel-sel granulose membesar, membentuk
vakuola dan bertumpuk pigmen kuning (lutein); folikel menjadi korpus luteum.
Vaskularisasi dalam lapisan granulose juga bertambah dan mencapai puncaknya
pada 8-9 hari setelah ovulasi.
Luteinized granulose dalam korpus luteum itu membuat progesterone
banyak, dam luteinized theca cells membuat pula estrogen yang banyak, sehingga
kedua hormone itu meningkat tinggi pada fase luteal. Mulai 10-12 hari setelah
ovulasi korpus luteum mengalami regresi berangsur-angsur diserati dengan
berkurangnya kapilar-kapilar dan diikuti oleh menurunnya sekresi progesterone
dan estrogen. Masa hidup korpus luteum pada manusia tidak bergantung pada
hormone gonadotropin, dan sekali terbentuk ia berfungsi sendiri (autonom).
Namun, akhir-akhir ini diketahui untuk berfungsinya korpus luteum, diperlukan
sedikit LH terus menerus. Steroidegenesis pada ovarium tidak mungkin tanpa LH.
Mekanisme degenarasi korpus luteum jika tidak terjadi kehamilan belum
diketahui. 14 hari setelah ovulasi, terjadi haid. Pada siklus haid normal umumnya
terjadi variasi dalam fase folikuler.
Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh adanya
rangsanagn dari Human Chorionic Gonadotropin (HCG), yang dibuat oleh
sinsisiotrofoblast. Rangsangan ini dimulai pada puncak perkembangan korpus
luteum (8 hari pascaovulasi), waktu yang tepat untuk mencegah terjadinya regresi
luteal. HCG memelihara steroidogenesis pada korpus luteum hingga 9-10 minggu
kehamilan. Kemudian, fungsi itu diambil alih oleh plasenta.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa kunci siklus haid tergantung dari
perubahan-perubahan kadar estrogen. Pada permulaan siklus haid meningkatnya
FSH disebabkan oleh menurunnya estrogen pada fase luteal sebelumnya.
Berhasilnya perkembangan folikel tanpa terjadinya atresia tergantung pada
cukupnya produksi estrogen oleh folikel yang berkembang. Ovulasi terjadi oleh
cepatnya estrogen meningkat pada pertengahan siklus yang menyebabkan
lonjakan LH. Hidupnya korpus luteum tergantung pula pada kadar minimum LH
yang terus menerus. Jadi, hubungan antara folikel dan hipotalamus bergantung
pada fungsi estrogen, yang menyampaikan pesan-pesan berupa umpan balik
positif atau negative. Segala keadaan yang menghambat produksi estrogen dengan
sendirinya akam mempengaruhi siklus reproduksi yang normal.

C. PERUBAHAN HISTOLOGIK PADA OVARIUM DALAM SIKLUS


HAID

Ovarium mengalami perubahan-perubahan dalam besar, bentuk dan


posisinya sejak bayi hingga masa tua seorang wanita. Di samping itu, terdapat
perubahan-perubahan histologik yang disebabkan oleh rangsangan berbagai
kelenjar endokrin. Pada masa pubertas ovarium berukuran 2,5-5 cm panjang, 1,5-
3 cm lebar dan 0,6-1,5 tebal. Pada salah satu pinggirnya terdapat hilus, tempat
keluar masuknya pembuluh-pembuluh darah dan serabut-serabut saraf. Ovarium
dihubungkan oleh mesovarium dengan ligamentum latum, dan oleh ligamentum
ovarii proprium dengan uterus. Permukaan ovarium ditutupi oleh satu lapis sel
kubik yang disebut germinal epithelium. Di bawahnya terdapat tunika albugenia
yang kebanyakan terdiri dari serabut-serabut jaringan ikat.
Pada garis besarnya ovarium terbagi atas dua bagian, yaitu korteks dan
medulla. Korteks terdiri atas stroma yang padat, dimana terdapat folikel-folikel
dengan sel telurnya. Folikel dapat dijumpai dalam berbagai tingkat
perkembangan, yaitu folikel primer, sekunder dan folikel yang masak (folikel deG
Graaf). Juga ada folikel yang telah mengalami degenerasi yang disebut atresia
folikel. Dalam korteks juga dapat dijumpai korpus rubrum, korpus luteum, dan
korpus albikans.
Makin muda usia wanita makin banyak folikel dijumpai. Pada bayi baru
lahir terdapat ±400.000 folikel pada kedua ovarium. Rata-rata hanya 300-400
ovum yang dilepaskan selama masa reproduksi. Pada masa pascamenopause
sangat jarang dijumpai folikel karena kebanyakan telah mengalami atresia. Dalam
medulla ovarium etrdapat pembuluh-pembuluh darah, serabut-serabut saraf, dan
jaringan ikat elastic.
Pada masa kanak-kanak ovarium boleh dikatakan masih beristirahat dan
baru pada masa pubertas mulai menunaikan faalnya. Perubahan-perubahan yang
terdapat pada ovarium pada siklus haid ialah sebagai berikut. Di bawah pengaruh
FSH beberapa folikel mulai berkembang; akan tetapi, hanya satu yang tumbuh
terus sampai menjadi matang. Pada folikel ini mula-mula sel-sel sekeliling ovum
berlipat ganda dan kemudian di antara sel-sel itu tumbuh suatu rongga yang berisi
cairan yang disebut likuor folikuli. Ovum sendiri terdesak ke pinggir, dan terdapat
di tenagh tumpukan sel yang menonjol ke dalam rongga folikel. Tumpukan sel
dengan ovum di dalamnya itu disebut cumulus ooforus. Antara ovum dan sel-sel
sekitarnya terdapat zona pellusida. Sel-sel lainnya yang membatasi ruangan
folikel disebut membrane grabulosa. Dengan tumbuhnya folikel, jaringan ovarium
sekitar folikel tersebut terdesak ke luar dan membentuk dua lapisan, yaitu teka
interna yang banyak mengandung pembuluh darah dan teka eksterna terdiri dari
jaringan ikat yang padat. Dengan bertambah matang folikel hingga akhirnya
matang benar, dan oleh karena pembemtukan cairan folikel makin bertambah,
maka folikel makin terdesak ke permukaan ovarium, malahan menonjol ke luar.
Sel-sel pada permukaan ovarium menjadi tipis, dan pada suatu waktu oleh
mekanisme yang belum jelas betul, folikel pecah dan keluarlah cairan dari folikel
bersama-sama ovum yang dikelilingi sel-sel cumulus ooforus.
Peristiwa ini disebut ovulasi. Sel-sel granulose yang mengelilingi ovum
yang telah bebas itu disebut korona radiata.
Sel-sel dari membrane granulose dan teka interna yang tinggal pada
ovarium membentuk korpus rubrum yang berwarna merah oleh karena perdarahan
waktu ovulasi, dan yang kemudian menjadi korpus luteum. Korpus luteum
berwarna kubing karena mengandung zat kubing yang disebut lutein; ia
mengeluarkan hormone progestron dan estrogen. Jika tidak terjadi pembuahan
(konsepsi), setelah 8 hari korpus luteum mulai berdegenerasi dan setlah 14 hari
mengalami atrofi menjadi korpus albikans (jaringan parut). Korpus luteum tadi
disebut korpus luteum menstruasionis. Jika terjadi konsepsi, korpus luteum
dipelihara oleh hormone chorionic gonadotropin (HCG) yang dihasilkan oleh
sinsisiotrofoblas dari korion. Ini dinamakan korpus luteum graviditatis dan
berlangsung hingga 9-10 minggu.
Pada ,anusia, ovulasi biasanya terjadi hanya dari satu ovarium, walaupun
kadang-kadang lebih dari satu folikel dapat pecah pada satu waktu yang dapat
menghasilkan kehamilan kembar dizigotik. Ovum yang dilepaskan berukuran
kira-kira 150μdan cepat mengalami degenerasi kecuali jika terjadi fertilisasi.
Fertilisasi biasanya terjadi dalm tuba dekat dengan fimbrium-fimbrium.
Perjalanan ovum di tuba memakan waktu selama 3 hari, dan implantasi blastokist
pada uterus biasanya terjadi 6-7 hari setelah fertilisasi.

D. PERUBAHAN HISTOLIGIK PADA ENDOMETRIUM DALAM


SIKLUS HAID

Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lender
uterus mengalami perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat dengan
aktivitas ovarium. Dapat dibedakan 4 fase endometrium dalam siklus haid, yaitu :

Fase menstruasi atau deskuamasi


Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan.
Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah haid mengandung darah vena dan
arteri dengan sel-sel drah merah dalam hemolisis atau aglutinasi, sel-sel epitel dan
stroma yang mengalami disintegrasi dan otolisis, dan secret dari uterus, serviks,
dan kelenjar-kelenjar vulva. Fase ini berlangsung 3-4 hari.
Fase pascahaid atau fase regenerasi

Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar berangsur-angsur


sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lender baru yang tumbuh dari sel-sel
endometrium. Pada waktu ini tebal endometrium ±0,5 mm. fase ini telah mulai
sejak fase menstruasi dan berlangsung ±4 hari.

Fase intermenstruum atau fase proliferasi


Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ±3,5 mm. fase ini
berlangsung dari hari ke-5 samapi hari ke-14 dari siklus haid. Fase proliferasi
dapat dibagi atas 3 subfase, yatu :
Fase proliferasi dini (early proliferation phase)
Fase proliferasi madya (mid proliferation phase)
Fase proliferasi akhir (late proliferation phase)

Fase proliferasi dni


Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase ini dapat
dikenal daro epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel, terutama
dari mulut kelenjar. Kelenjar-kelenjar kebanyakan lurus, pendek dan sempit.
Bentuk kelenjar ini merupakan cirri khas fase proliferasi; sel-sel kelenjar
mengalami mitosis. Sebagian sediaan masih menunjukan suasana fase menstruasi
dimana terlihat perubahan-perubahan involusi dari epitel kelenjar yang berbentuik
kuboid. Stroma padat dan sebagian menunjukan aktivitas mitosis, sel-selnya
berbentuk bintang dan dengan tonjolan-tonjolan anastomosis. Nucleus sel stroma
relative besar sebab sitoplasma relative sedikit.

Fase proliferasi madya


Fase ini berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini merupakan
bentuk transisi dan dapat dikenal dar epitel permukaan yang berbentuk torak dan
tinggi. Kelenjar berkelok-kelok dan bervariasi. Sejumlah stroma mengalami
edema. Tampak banyak mitosis dengan inti berbentuk telanjang (nake nucleus).
Fase proliferasi akhir

Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat dikenal
dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti epitel
kelenjar membentuk pseudostrifikasi. Stroma bertumbuh aktif dan padat.

Fase prahaid atau fase sekresi


Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28.
Pada fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah
menjadi panjang, berkelok-kelok, dan mengeluarkan getah, yang makin lama
makin nyata. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang kelak
diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Memang tujuan perubahan
ini adalah untuk mempersiapkan endometrium menerima telur yang dibuahi. Fase
sekresi dibagi atas :

Fase sekresi dini


Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada fase sebelumnya karena
kehilangan cairan. Pada saat ini dapat dibedakan beberapa lapisan, yakni :
a. Stratum basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang berbatasan
dengan lapisan miometrium. Lapisan ini tidak aktif, kecuali mitosis pada
kelenjar.
b. Stratum spongiosum, yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman seperti
spons. Ini disebabkan oleh banyaknya kelenjar yang melebar dan
berkelok-kelok dan hanya sedikit stroma diantaranya.
c. Stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat. Saluran-saluran
kelenjar sempit, lumennya berisi secret, dan stroma edema.

Fase sekresi lanjut


Endometrium dalam fase ini tebalnya 5-6 mm. dalam fase ini terdapat
peningkatan dari fase sekresi dini, dengan endometrium sangat banyak
mengandung pembuluh darah yang berkelok-kelok dan kaya dengan glikogen.
Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum. Sitplasma sel-sel
stroma bertambah. Sel stroma menjadi sel djika terjadi kehamilan.

E. VASKULARISASI ENDOMETRIUM DALAM SIKLUS HAID

Cabang-cabang arteria uterine berjalan terutama dalam stratum vaskulare


miometrium. Dari sini sejumlah arteria radialis itu berjalan langsung ke
endometrium dan membentuk arteria spiralis. Pembuluh-pembuluh darah ini
memelihara stratum fungsional endometrium yang terdiri dari stratum kompaktum
dan sebagian stratum spongiosum. Stratum basale dipelihara oleharteriola-
arteriola miometrium didekatnya. Mulai dari fase proliferasi terus ke fase sekresi
pembuluh-pembuluh darah dalam endometrium berkembang dan menjadi lebih
berkeluk-keluk, dan segera setelah mencapai permukaan, membentuk jaringan
kapiler yang banyak. Pada miometrium kapilar-kapilar mempunyai endotel yang
tebal dan lumen yang kecil. Vena-vena yang berdinding tipis membentuk pleksus
dan pada lapisan yang lebih dalam dari lamina propria mukosa, dan membentuk
jaringan anastomosis yang tidak teratur dengan sinusoid-sinusoid pada semua
lapisan.
Pleksus lainnya dari vena-vena yang besar tanpa katup terdapat distratum
vaskulare dari miometrium. Hamper sepanjang siklus haid pembuluh-pembuluh
darah menyempit dan melebar secara ritmis, sehingga permukaan endometrium
memucat dan berwarna merah karena penuh dengan darah, berganti-ganti. Bila
tidak terjadi pembuahan, korpus luteum mengalami kemunduran yang
menyebabkan kadar progesterone dan estrogen menurun. Penurunan kadar
hormone ini mempengaruhi keadaan endometrium kea rah regresi, dan pada satu
saat lapisan fungsionalis endometrium terlepas dari stratum basale yang
dibawahnya. Peristiwa ini menyebabkan pembuluh-pembuluh darah terputus, dan
terjadilah pengeluaran darah yang disebut haid.
Jika terjadi kehamilan, maka terjadilah perubaha-perubahan yang
menetap pada pembuluh-pembuluh darah. Pada dinding uterus dekat dengan
plasenta, dinding pembuluh darah menunjukkan penebalan dari lapisan intimanya
dengan pembentukkan otot-otot polos baru, sedangkan pada lapisan tengah otot-
otot ditunjang oleh jaringan elastic yang cukup banyak.

F. DATING ENDOMETRIUM
Biopsi endometrium adalah cara yang terbaik untuk menentukan secara
tidak langsung adanya ovulasi dan menilai efek progesterone terhadap
perkembangan endometrium. Untuk ini, diperlukan kemahiran mengenali ciri-ciri
permukaan endometrium, stroma dan terutama sekali kelenjar-kelenjar
endometrium dan sel yang menbatasainya pada waktu tertentu dari siklus haid.
Dengan demikian, dapat ditentukan hari yang tepat dari siklus haid tersebut; hal
ini disebut dating endometrium. Dating dapat dilakukan dengan tepat pada masa
sekresi, oleh karena berbeda dari fase proliferasi fase ini menunjukkan perubahan-
perubahan yang nyata setiap harinya dengan perubahan morfologi tertentu.
Jika diambil panjang siklus haid 28 hari dengan perkiraan ovulasi terjadi
pada hari ke-14, maka 36-48 jama setelah ovulasi belum terlihat perubahan yang
menonjol pada endometrium. Karena itu, dating hari ke-14 dan ke-15 tidak
berguna untuk dilakukan, dan sebaiknya baru dimulai pada hari ke-16.
Hari ke-16 : Vakuola basal subnukleus terlihat pada banyak kelenjar. Hari ini
ialah hari terakhir pseudostratifikasi barisan inti. Terlihat mitosis pada kelenjar-
kelenjar dan stroma.
Hari ke-17 : Nukleus dari kelenjar-kelenjar tersusun dalam satu garis, dengan
sitoplasma yang homogen diatasnya dan vakuola yang besar-besar dibawahnya.
Pseudostrafikasi menghilang, mitosis dikelenjar dan stroma jarang.
Hari ke-18 : Sebagian vakuola mengecil karena sebagian isinya dilepaskan kearah
sitoplasma sekitar lumen dan kemudian termasuk kedalam lumen. Karena vakuola
subnukleus ini mengecil maka nucleus mendekati basis dari sel. Tidak terlihat
mitosis pada hari ini.
Hari ke-19 : Hanya sebagian kecil vakuola terliaht. Sepintas lalu gambarannya
menyerupai hari ke-16, tetapi pada hari ke-19 ini dapat dilihat sekresi intraluminal
dan tidak terdapat pseudostrafikasi dan mitosis.
Hari ke-20 : Vakuola subnukleus hanya satu-satu terlihat. Sekresi intraluminal
yang asidofil tampak jelas. Hingga waktu ini, yang jelas terlihat ialah perubahan
pada epitel-epital kelenjar.
Hari ke-21 : Mulai terlihat perubahan-perubahan pada stroma. Sel-sel stroma
mempunyai nucleus yang gelap dan padat, dengan sitoplasma seperti serabut.
Mulai adanya edema stroma.
Hari ke-22 : Edema stroma mencapai maksimum. Sel-sel stroma tampak kecil,
padat, inti hamper telanjang dan sitoplasma seperti diatas. Mulai terlihat arteriola
spiralis dengan dindingnya yang tipis. Sekresi intraluminal aktif, tetapu mulai
berkurang.
Hari ke-23 : Edema stroma menetap. Perubahan yang khas ialah kondensasi
stroma sekitar arteriola spiralis. Hal ini terjadi karena pembesaran inti stroma dan
bertambahnya sitoplasma dan disebut sel pradesidua. Dapat juga dijumpai mitosis.
Hari ke-24 : Kumpulan sel-sel pradesidua tampak jelas disekeliling arteriola.
Mitosis stroma aktif, tetapi edema berkurang. Endometrium akan mulai
mengalami involusi, kecuali apabila terjadi kehamilan.
Hari ke-25 : Sel-sel pradesidua mulai terdapat dibawah sel-sel epitel permukaan.
Sedikit edema terdapat sekitar arteriola. Sedikit infiltrasi limfosit terlihat pada
stroma.
Hari ke-26 : Sel-sel pradesidua mulai tampak mengelompok diseluruh stroma,
disertai infiltrasi sel-sel leukosit polinuklera.
Hari ke-27 : Pradesidua menonjol sekitar pembuluh darah dan dibawah epitel
permukaan. Jelas adanya infiltrasi sel-sel leukosit polinuklear.
Hari ke-28 : Mulai terlihat daerah dengan nekrosis (focal necrosis) dan daerah-
daerah kecil dengan perdarahan dalam stroma. Sel-sel stroma berkumpul bersama-
sama. Infiltrasi sel-sel leukosit polinuklear sangat banyak. Kelenjar-kelenjar
kelihatan mengalami secretory exhaustion.
Sebagai kesimpulan, untuk dating endometrium pada minggu pertama
fase sekresi, perlu dikenali perubaha-perubahan yang terjadi pada kelenjar-
kelenjar, berupa :
1. Mitosis yang menunjukkan proliferasi aktif dan mungkin dijumpai sejak
hari ke-3 sampai hari ke-16 atau ke-17.
2. Pseudostrifikasi inti-inti kelenjar yang dimulai dari fase post-menstruum,.
Dan menghilang pada hari ke-17.
3. Vakuola basal subnukleus, yaitu tanda-tanda dini setelah adanya ovulasi
yang terdapat pada endometrium. Biasanya vakuola basal terlihat antara hari
ke-15 dan ke-19 dan glikogen mulai dilepaskan kedalam lumen pada hari
ke-19 atau ke-20. Susunan inti yang khas diatas vakuola sangat jelas terlihat
pada hari ke-17 dan merupakan bukti yang kuat bahwa ovulasi baru terjadi.
4. Sekresi, terlihat dari hari ke-18 sampai hari ke-22 dengan adanya bahan-
bahan sekresi dalam lumen.
Pada minggu kedua fase sekresi perlu dikenal perubahan-perubahan pada
stroma, berupa :
1. Edema yang jelas terlihat antara hari ke-22 dan ke-23 mungkin sebagai
usaha endometrium mengurangi halangan terhadap implantasi.
2. Reaksi pradesidua yang terlihat pada hari ke-23 dan ke-24 sekitar arteriola,
mungkin sebagai pelindung agar pembuluh darah tidak pecah dan sebagai
penunjang untuk pembentukkan pembuluh darah baru jika kehamilan
terjadi.
3. Mitosis dan infiltrasi leukosit polinukler.
Perubahan-perubahan diatas adalah sebagai kunci dating endometrium.
Untuk memperoleh hasil dating endometrium yang memuaskan, maka cara
pengambilan bahan dan pengirimannya perlu diperhatikan. Biasanya biopsy
endometrium diambiul pada hari pertama haid untuk tujuan pemeriksaan
kemandulan dan pada hari lainnya pada gangguan haid. Sebenarnya untuk dating
sedian yang berasal dari haid kurang memuaskan karena hilangnya detail
morfologi yang penting untuk dating tersebut. Oleh karena itu, dalam hal ini
dianjurkan biopsy pada hari ke-22 atau ke-23 (dry biopsy), tetapi untuk
menghindarkan terganggunya kehamilan yang mungkin telah terjadi, dinasehatkan
agar penderita tidak mengadakan persetubuhan selama ovulasi, atau memakai
kontrasepsi mekanis seprti kondom. Adalah ideal jika biopsy endometrium dapat
dilakukan secara serial selang satu atau dua hari; tetapi ini sukar dilaksanakan.
Tebahan data-data seperti suhu basal badan atau hasil pemeriksaan hormone
estrogen atau progesterone dalam darah dan urin pada hari dilakukannya biopsy
endometrium yang tepat.
Dalam pengambilan bahan, maka jaringan yang berasal dari fundus uteri
saja yang dapat memberikan gambaran yang dapat dipercaya. Bagian bawah
uterus kurang sempurna mengalami perubahan-perubahan histologik sesuai
dengan siklus haid. Kerokan dengan pegangan yang kuat dan tarika mikrokuret
yang panjang akan memberikan hasil yang memuaskan karena endometrium yang
dikeluarkan tidak merupakan fragmen-fragmen yang kecil. Untuk ini dianjurkan
pemakaian alat biopsy endometrium dari Novak atau semprit isap ginekologik.
Fiksasi bahan dengan segera mempunyai arti penting untuk sempurnanya sedian.

G. MEKANISME HAID
Hormone steroid estrogen dan progesterone mempengaruhi pertumbuhan
endometrium. Dibawah pengaruh estrogen endometrium memasuki fase
proliferasi; sesudah ovulasi, endometrium memasuki fase sekresi. Dengan
menurunnya kadar estrogen dan progesterone pada akhir siklus haid, terjadi
regresi endometrium yang kemudian diikuti oleh perdarahan yang terkenal dengan
nama haid.
Mekanisme haid belum diketahui seluruhnya, akan tetapi sudah dikenal
beberapa factor kecuali factor hormonal memegang peranan dalam hal ini. Yang
penting ialah :
Factor-faktor enzim
Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpanyya enzim-enzim
hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen dan
asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut serta dalam
pembangunan endometrium, khususnya dengan pembentukkan stroma dibagian
bawahnya. Pada pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida terhenti,
dengan akibat mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah
berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan demikian, lebih banyak zat-
zat makanan mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan untuk implantasi
ovum, apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, maka dengan
menurunnya kadar progesterone, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan dan
merusakkan bagian dari sel-sel yang berperan dalam sintesis protein. Karena itu,
timbul gangguan dalam metabolism endometrium yang mengakibatkan regresi
endometrium dan perdarahan.
Factor-faktor vaskuler
Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan system vaskularisi dalam lapiasan
fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula
arteria-arteria, vena-vena dan hubungan antaranya.
Dengan regerasi endometrium timbul statis dalam vena-vena serta
saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri dan akhirnya terjadi
nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom, baik dari arteri maupun
dari vena
Factor prostaglandin
Endometrium menganding banyak prostaglandin E2 dan F2. Dengan desintegrasi
endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan berkontraksinya
miometrium sebagai suatu factor untuk mebatasi perdarahan haid.

H. OVULASI, INDUKSI DAN PENCEGAHAN


Diklinik terdapat banyak cara untuk memantau adanya ovulasi, tetapi
umumnya cara-cara iotu tidak langsung. Salah satu bukti bahwa pasti telah terjadi
ovulasi ialah jika terjadi kehamilan pada siklus bersangkutan. Pemeriksaan-
pemeriksaan untuk mengetahui adanya ovulasi tersebut ialah :
Pencatatan suhu basal badan (SBB)
Suhu badan diukur mulai berhentinya haid, segera setelah bangun pagi (awaking
temperature) sebelum bergerak dari tempat tidur, makan atau minum tiap hari.
Thermometer dimasukkan dibawah lidah atau dalam rectum selama 5 menit dan
hasil pembacaannya dicatat pada kurva. Pada siklus ovulator suhu basal bersifat
bifasis, yakni pada fase proliferasi suhu pada tingkat lebih rendah dan pada fase
sekresi pada tingkat lebih tinggi. Suhu yang paling rendah ialah pada saat lonjakan
LH dan naik sesudah ovulasi, disebabkab sifat termogenik hormone progesterone.
Kenaikan suhu lebih dari 19 hari menunjukkan kemungkinan telah terjadinya
konsepsi. Selisih suhu sebelum ovulasi dengan sesudahnya paling sedikit 0,4 ⁰ C.
pada siklus anovulatoar suhu basal adalah monofasis.
Pemeriksaan sitohormonal vaginal secara serial
Sel-sel vagina terdiri atas sel-sel basal, parabasal, intermedier dan superfisila. Sel-
sel epitel itu dapat terkupas dan terlepas sendiri (eksofoliasi) dan keluar bersama-
sama dengan getah kelenjar-kelenjar genital dan transudat. Sel-sel tersebut
dipengaruhi oleh estrogen dan progesterone dan menunjukkan gambaran berbeda-
beda selama siklus haid. Jadi, dari usap vagina yang diambil secara berturut-turut
dapat ditentukan apakah ovulasi telah terjadi. Syaratnya ialah tidak boleh ada
infeksi dan harus diambil dari dinding lateral vagina. Pewarnaan dilakukan
dengan cara Shorr atau dengan modifikasi Papanicolau. Pada pemeriksaan
dihitung 100-200 sel dan ditentukan persentase indeks kariopiknotik. Bila
ditemukan 75 % sel-sel superficial dan 25 % sel-sel intermedier, maka ini
menunjukkan fase proliferasi; bila ditemukan 65 % sel-sel intermedier dan 35 %
sel-sel superficial, maka ini menunjukkan fase sekresi atau pasca ovulasi.
Pemeriksaan sitohormonal vaginal secara serial ini tidak praktis karena itu telah
lama ditinggalkan.
Penilaian getah serviks
Getah serviks terdiri dari air dan bermacam-macam karbohidrat, protein dan
asam-asam lemak, mineral dan enzim-enzim. Getah ini mengalami perubahan-
perubahan fisis dan kimiawi sesuai dengan siklus haid. Pada fase proliferasi
hingga saat ovulasi, dibawah pengaruh estrogen konsentrasi protein- terutama
albumin – berkurang, sedangkan air dan konsentrasi musin bertambah berangsur-
angsur sehingga viskositas berkurang. Berkurangnya visikositas getah serviks
pada waktu ovulasi meningkatkan kemampuan sperma menerobos getah serviks
itu. Sesudah ovulasi, getah serviks menjadi lebih kental dan keruh.
Ada dua tes sederhana yang dapat dilakukan pada siklus haid untuk
menilai lender serviks, yakni :
a. Spinnbarkeit, untuk melihat elastisitas getah serviks yang maksimal pada
waktu ovulasi. Jika getah serviks dari kanalis servikalis diambil dengan pinset
pada waktu ini, getah tersebut tidak terputus-putus sampai sepanjang 10-20
cm
b. Tes daun pakis (Fern-test) : Bila getah serviks dikeringkan diatas kaca objek
dan dilihat dibawah mikroskop, akan tampak kristalisasi getah tersebut dalam
bentuk daun pakis. Gambaran daun pakis ini bergantung pada kosentrasi
NaCl dalam secret. Kosentrasi NaCl dibawah pengaruh estrogen dan
berkurang oleh progesterone. Jika setelah ovulasi masih terlihat gambaran
daun pakis, maka mungkin fungsi korpus luteum kurang dari normal.
Bertambahnya getah serviks yang keluar pada saat ovulasi mengubah pula pH
getah vagina. Pengukuran pH ini berulang dapat pula member petunujuk
mengenai adanya ovulasi, tetapi pemeriksaan memerlukan alat yang peka.
Biopsy endometrium
Biopsy endometrium biasanya dilakukan pada hari pertama haid untuk
menghindarkan terganggunya kehamilan muda. Jika ada ovulasi, endometrium
menunjukkan fase sekresi. Gambaran terinci mengenai hal ini telah dibicarakan
pada dating endometrium.
Pemeriksaan hormonal
Pada fase proliferasi, perkembangan folikel yang baik akan menyebabkan
produksi hormon estradiol meningkat. Kadar estradiol mencapai puncaknya antara
hari ke 12-15 daur haid. Lonjokan LH yang mencapai puncaknya dalam waktu 18-
24 jam setelah pncak kadar estradiol, akan menimbulkan ovulasi dalam waktu 28-
36 jam setelah awal lonjakan LH. Adanya ovulasi tercermin dari perangai kadar
hormone progesterone pada fase luteal tengah (hari ke 21-22 daur haid).
Pemeriksaan hormone-hormon steroid tersebut dapat dilakukan dalam serum atau
urin. Pengukuran dalam urin dilakukan pada urin yang dikumpulkan selama 24
jam setiap kali.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) folikel
Pemeriksaan USG merupakan cara pemeriksaan non-invasif, mudah, praktis dan
mempunyai derajat akurasi yang tinggi untuk pemantauan ovulasi. Dengan
pemeriksaan USG secara serial dapat diketahui perkembangan folikel, jumlah
folikel yang berkembang, kejadian ovulasi dan reaksi endometrium.
Perkembangan folikel mulai dapat dipantau dengan USG pada hari ke 8-
10 daur haid. Folikel yang matang mempunyai diameter 1,8-2,8 cm. adanya
ovulasi dikenal dengan ditemukannya cairan bebas dalam rongga Douglas. Pada
fase proliferasi ketebalan endometrium yang dipantau dengan USG mencapai 14,2
± 2,8 mm dan fase sekresi mencapai 20,4 ± 2,3 mm.
Induksi ovulasi
Mungkin tidak ada wanita yang mengalami ovulasi pada setiap siklus haid
walaupun pada usia yang paling subur sekalipun. Hal ini dapat dipastikan dari
pengamatan Hartman pada kera betina yang sehat dan subur. Penyelidikan
menunjukkan bahwa pada wanita dengan keluhan infertilitas terdapat 3-9 kali
lebih sering siklus anovulator dari pada wanita dengan fertilitas normal.
Dahulu disangka bahwa orgasmus pada waktu koitus dapat merangsang
terjadinya ovulasi pada wanita. Ternyata hal ini hanya terdapat pada binatang-
binatang tertentu.
Induksi ovulasi dilakukan umumnya pada wanita yang menginginkan
anak, sedangkan siklus-siklusnya anovulator. Oleh karena tidak adanya ovulasi itu
berkaitan dengan banyak factor, maka hasil pengobatannya tidak selalu
memuaskan. Usaha untuk induksi ovulasi dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu
umum, spesifik terhadap penyakit tertentu dan pemberian obat-obatan yang
merangsang ovulasi.
Keadaan umum penderita, baik mengenai keadaan gizinya dan kesehatan
umummnya maupun kejiwaannya, harus diperbaiki untuk terjadinya ovulasi.
Pemberian obat-obbatan yang memicu ovulasi telkah dilaporkan oleh Gemzel dkk
dengan mempergunakan hormone gonadotropin hipofisis (human pituitary
gonadotropin, hPG).
Keberhasilan induksi ovulasi ini, disusul dengan keberhasilan Lunenfeld
dkk, dengan mempergunakan hormone gonadotropin dari ekstrak urin wanita
menopause (human menopausal gonadotropin, hMG) yang kaya hormone FSH
dan LH. Pada tahun 1961 Greenblatt dkk, berhasil pula memicu ovulasi ovulasi
dengan mempergunakan klomifen sitrat (MRG – 41). Disusul Gemzel dan Ross
yang berhasil dengan mempergunakan suplemen hormone khorionik gonadotropin
(human chorionic gonadotropin, hCG). Dewasa ini induksi ovulasi telah dapat
dilakukan secara rasional dan efektif dengan berkembangnya teknik-teknik
pemeriksaan hormonal.
Pada hiperprolaktinemia, maka pengobatan dengan bromokriptin dapat
memberikan hasil yang memuaskan. Akhir-akhir ini telah pula digunakan
hormone pelepas gonadotropin (gonadotropin releasing hormone, Gn RH) untuk
induksi ovulasi. Pengobatan induksi ovulasi masa kini bukan saja bermanfaat
untuk wanita infertile oleh factor anovulator, tetapi amat diperlukan pada
penanganan kasus-kasus infertilitas secara fertilisasi in-vitro.
Pencegahan evolusi
Pada tahun 1940 Sturgis dan Albrihgt melaporkan bahwa suntikan estrogen dapat
mencegah ovulasi. Penemuan ini menjadi dasar kontrasepsi dengan pil oral.
Walaupn akhirnya diketahui bahwa estrogen, androgen dan progesterone
semuanya mempunyai khasiat mencegah ovulasi, namun pemakaiannya dalam
klink terhalang oleh karena hormone-hormon alamiah tidak efektif jika diberikan
per os dan juga menunjukkan efek-efekl sampingan.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

 Haid ialah perdarahan secara periodic dan siklik dari uterus, disertai pelepasan
(deskuamasi) endometrium. Panjang siklus haid yang normal atau dianggap
sebagai siklus haid yang klasik ialah 28 hari.
 proses ovulasi harus ada kerjasama antara korteks serebri, hipotalamus,
hipofisis, ovarium, glandula tiroidea, glandula suprarenalis, dan kelenjar-
kelenjar endokrin lainnya.yang memegang peranan penting dalam proses
tersebut adalah hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (hypothalamic-
pituitary-ovariann axis).
 Ovarium mengalami perubahan-perubahan dalam besar, bentuk dan posisinya
sejak bayi hingga masa tua seorang wanita. Di samping itu, terdapat
perubahan-perubahan histologik yang disebabkan oleh rangsangan berbagai
kelenjar endokrin. Pada masa pubertas ovarium berukuran 2,5-5 cm panjang,
1,5-3 cm lebar dan 0,6-1,5 tebal.
 Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lender uterus
mengalami perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat dengan aktivitas
ovarium. Dapat dibedakan 4 fase endometrium dalam siklus haid.
 Biopsi endometrium adalah cara yang terbaik untuk menentukan secara tidak
langsung adanya ovulasi dan menilai efek progesterone terhadap
perkembangan endometrium. Untuk ini, diperlukan kemahiran mengenali ciri-
ciri permukaan endometrium, stroma dan terutama sekali kelenjar-kelenjar
endometrium dan sel yang menbatasainya pada waktu tertentu dari siklus haid.
Dengan demikian, dapat ditentukan hari yang tepat dari siklus haid tersebut;
hal ini disebut dating endometrium.
 Hormone steroid estrogen dan progesterone mempengaruhi pertumbuhan
endometrium. Dibawah pengaruh estrogen endometrium memasuki fase
proliferasi; sesudah ovulasi, endometrium memasuki fase sekresi. Dengan
menurunnya kadar estrogen dan progesterone pada akhir siklus haid, terjadi
regresi endometrium yang kemudian diikuti oleh perdarahan yang terkenal
dengan nama haid.
 Pemeriksaan-pemeriksaan untuk mengetahui adanya ovulasi tersebut ialah
Pencatatan suhu basal badan (SBB), Pemeriksaan sitohormonal vaginal secara
serial, Penilaian getah serviks, Biopsy endometrium, Pemeriksaan hormonal
dan Pemeriksaan ultrasonografi (USG) folikel
 Usaha untuk induksi ovulasi dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu umum,
spesifik terhadap penyakit tertentu dan pemberian obat-obatan yang
merangsang ovulasi.

B. SARAN
Dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kelebihan, namun penyusun
menyadari masih pula terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun
berharap agar pembaca dapat memberikan kritik maupun saran yang besifat
membangun demi terwujudnya kesempurnaan makalah sesuai dengan harapan
pembaca maupun penyusun.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai