Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I. IDENTITAS
Nama : Ny. IT
Umur : 18 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Nabarua
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
Tgl. MRS : 12 Februari 2018, Jam : 20.00 WIT
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien masuk rumah sakit rujukan dari
tempat Praktek dr.Oktovianus S.M.kes.SpOG dengan D/ : G1P0A0
gravid 39 minggu 3 hari + PEB + Susp. NYHA. Ibu mengeluh sesak
sejak usia kehamilan 6 bulan dan memberat sejak 3 hari terakhir.
Sesak tidak terus menerus, dipengaruhi oleh aktivitas. Ibu merasa lebih
nyaman pada posisi duduk. Nyeri dada (-). Riwayat sesak sebelumnya
(-). Riwayat berobat ke dokter penyakit jantung (-). Riwayat penyakit
yang sama dalam keluarga (-). Nyeri perut tembus ke belakang (-).
Riwayat pelepasan lendir darah (-), riwayat pelepasan air ketuban (-).
Riwayat ANC ˃ 4x di Sp.OG, suntik TT 2 kali. Riwayat tekanan darah
tinggi (-), baru diketahui sejak masuk RS. Riwayat penyakit gula (-), riw.
penyakit asma (-) sejak kecil.
1
Lama haid : 3 – 5 hari
IV. RIWAYAT OBSTETRI
GPA : G1P0A0
Riwayat penyakit sebelumnya : Tidak ada
Riwayat KB : Tidak pernah
Riwayat kehamilan sekarang
Pemeriksaan antenatal : 4 kali di Sp.OG
Makanan : Biasa
Obat-obatan : Asam folat & multivitamin
V. STATUS PRAESENS
Status generalis : Baik/ Gizi cukup/ Sadar
Status vitalis
Tekanan darah : 160/110 mmHg
Nadi : 100 x/mnt
Pernapasan : 32 x/mnt
Suhu : 36,7OC
2
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan melebar (2
jari LMC sinistra
Auskultasi : BJ I/II, regular
Abdomen :
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : Massa tumor (-), NTE (+)
Perkusi : Timpani
3
Darah Lengkap :
WBC : :17.23
17,23
x10 3 /mm
x10 3 /mm
3 3
RBC : :4.85
4,85
x 10 6 /mm
x 10 6 /m3
HGB : : 8,8
8,8gr/dl
gr/dL
HCT : :30.8
30,8
%%
PLT : :361
361
x 10 3 /mm
x 10 3 /mm
3 3
CT : :5’30’’
5’30’’
BT 1’25’’
: :1’25’’
Kimia Darah :
GDS : 73 mg/dl
Ureum 26
: mg/dl
26 mg/dl
Kreatinin 0.8
: 0.8
mg/dl
mg/dl
SGOT 19
: U/l
19 U/l
SGPT : 10 U/l
Albumin 10
: U/l
2,9 gr/dL
Asam urat : 6,7 mg/dL
Urin Rutin :
Proteinuri : +4
X. PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal/
Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter
Jam
12-02-2018 G1P0A0 HT : 18-05-17 Lab : DL, CT, BT, GDS, Kimia
20.00 wit TP : 25-02-18 Darah, Proteinurin
Pasien masuk rumah sakit
rujukan dari tempat prktek O2 3-4 liter/mnt
dr.Oktovianus S. M.kes.SpOG Drips MgSo4 sesuai protap
dengan D/ : G1P0A0 gravid 39 Inj dexametason 6mg/12jam
minggu 3 hari + PEB p/o : Nifedipin 3x1 jika TD
+Susp.NYHA. Ibu mengeluh 160/100 mmHg
sesak sesak sejak usia Konsul dr.SpPD :
kehamilan 6 bulan dan Obs. TD tiap 6 jam
memberat sejak 3 hari terakhir. Nifedipin tab 3x1 bila TD ±
4
Sesak tidak terus menerus, 160/100 mmHg
dipengaruhi oleh aktivitas. Ibu GG 3x1
merasa lebih nyaman pada Ranitidin tab 3x1
posisi duduk. Nyeri dada (-).
Riwayat sesak sebelumnya (-).
Riwayat berobat ke dokter
penyakit jantung (-). Riwayat
penyakit yang sama dalam
keluarga (-). Nyeri perut tembus
ke belakang (-). Riwayat
pelepasan lendir darah (-),
riwayat pelepasan air ketuban (-
). Riwayat ANC ˃ 4x di Sp.OG,
suntik TT 2 kali. Riwayat
tekanan darah tinggi (-), baru
diketahui sejak masuk RS.
Riwayat penyakit gula (-), riw.
penyakit asma (-).
Pemeriksaan fisis :
TD : 160/110 mmHg
Nadi : 100 x/mnt
Pernapasan : 32 x/mnt
Suhu : 36,7OC
Pemeriksaan Luar :
TFU : 23 cm
Situs anak : Memanjang
Punggung : Kanan
Bagian terendah : Kepala
His : (-)
DJJ : 154 x/mnt
Janin kesan : Tunggal
Gerakan janin : (+) dirasakan
ibu
TBJ : 23x90=2070 gr
Pemeriksaan Dalam :
Tidak dilakukan
5
Pemeriksaan Luar
TFU : 23 cm
Situs anak : Memanjang
Punggung : Kanan
Bagian terendah : Kepala
His : (-)
DJJ : 121 x/mnt
Janin kesan : Tunggal
Gerakan janin : (+) dirasakan
ibu
TBJ : 23x90=2070 gr
Pemeriksaan dalam
Tidak Dilkukan
Assement :
G1P0A0 gravid 39 minggu 4
hari belum inpartu + PEB +CHF
NYHA III
Pemeriksaan dalam
Pembukaan : 1cm
Portio : Tebal
Hodge : 1
Ketuban merembes Warna putih
6
jernih
Assesment :
G1P0A0 gravid 39 minggu 3
hari inpartu kala 1 +induksi +
PEB + CHF NYHA III
14.00 Objective
Pemeriksaan fisis : Misoprostol Tahap ke 2
TD : 130/90mmHg Nifedipin 3x1 bila TD
Nadi : 100x/Menit ±160/100 mmHg
Pernapasan : 32x/menit Terapi dr.Sp.OG & dr.Sp.PD
Suhu : 36,6˚C lanjut
Obs. Kemajuan persalinan &
Pemeriksaan Luar Obs. BJA /1jam
TFU : 23 cm
Situs anak : Memanjang
Punggung : Kanan
Bagian terendah : Kepala
His : (-)
DJJ : 150 x/mnt
Janin kesan : Tunggal
Gerakan janin : (+) dirasakan
ibu
TBJ : 23x90=2070 gr
Pemeriksaan dalam
Tidak Dilakukan
19.00 Sunjective
Pasien Gelisah Mengedan- Pimpin Ibu Mengedan saat
Mengedan ada HIS
Objective
Pemeriksaan fisis :
TD : 130/90mmHg
Nadi : 100x/Menit
Pernapasan : 32x/menit
Suhu : 36,6˚C
Pemeriksaan Luar
TFU : 23 cm
Situs anak : Memanjang
Punggung : Kanan
7
Bagian terendah : Kepala
His : (-)
DJJ : 151 x/mnt
Janin kesan : Tunggal
Gerakan janin : (+) dirasakan
ibu
TBJ : 23x90=2070 gr
Pemeriksaan dalam
Pembukaan : Lengkap
Hodge : III
Ketuban pecah spontan warna
hijau
8
Mammae : tak ASI : +/+ GG 3x1
TFU : 3 jari bawah pusat Antasida syr 3x1
BAK : Lancar Albuforce 3x2
BAB : Sudah
Assesment :
Post partum dgn PEB
Susp Cardiomipati peripartum
Post curetage
dyspepsia
Assesment :
Susp Cardiomipati peripartum
Post partum dgn PEB
9
Assesment : Interna&obsgyn
Cardiomipati peripartum
Post partum dgn PEB
Assesment :
Cardiomipati peripartum
Post partum dgn PEB
10
Objective : Ranitidin 1mp/12jam
TD :134/78 Irbesartan 0-0-1/2
HR :111x/mnt Digoxin 1x1/2
SpO2 : 99% Albuforce 3x2
RR : 22x/mnt Miniaspi 1x1
Instruksi dr.Sp.An
11.00 Total output : ±9000cc D5 500cc/hari
Susu 3x250
Albuforce 3x2caps
Assesment :
Cardiomipati peripartum
Post partum dgn PEB
11.00 Objective :
TD :130/80 Instruksi dr.Sp.An :
HR :110x/mnt Boleh pindah ruang
SpO2 : 99% Perawatan
RR : 18x/mnt
11
Digoxin 1x1/2
Objective : Albuforce 3x2
TD :100/70 Miniaspi 1x1
HR :82x/mnt GG 3x1
SpO2 : 99%
RR : 20x/mnt
Assesment :
Cardiomipati peripartum
Post partum dgn PEB
Assesment :
Cardiomipati peripartum
Post partum dgn PEB
XI. RESUME
Pasien masuk rumah sakit rujukan dari dr. Oktovianus S.
M.kes.SpOG dengan D/ : G1P0A0 gravid 39 minggu 3 hari + PEB + Susp.
NYHA. Ibu mengeluh sesak sesak sejak usia kehamilan 6 bulan dan
memberat sejak 3 hari terakhir. Sesak tidak terus menerus, dipengaruhi
oleh aktivitas. Ibu merasa lebih nyaman pada posisi duduk. Nyeri dada (-).
Riwayat sesak sebelumnya (-). Riwayat berobat ke dokter penyakit
jantung (-). Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-). Nyeri perut
tembus ke belakang (-). Riwayat pelepasan lendir darah (-), riwayat
pelepasan air ketuban (-). Riwayat ANC ˃ 4x di Sp.OG, suntik TT 2 kali.
Riwayat tekanan darah tinggi (-), baru diketahui sejak periksaa ke
dr.SpOG.. Riwayat penyakit gula (-), riw. penyakit asma (-).
12
Pemeriksaan fisis TD 160/110 mmHg, nadi 100 x/mnt, pernapasan
32 x/mnt, suhu 36,7OC. Pada pemeriksaan obstetrik didapatkan : TFU 23
cm, situs anak memanjang, punggung kanan, bagian terendah kepala, his
tidak ada, DJJ 154 x/mnt, janin kesan tunggal, gerakan janin (+) dirasakan
ibu, TBJ 23x90=2070 gr, pemeriksaan dalam tidak dilakukan.
Untuk pemeriksaan laboratoium didapatkan hasil proteinurin +4 dan
hasil asam urat yang meningkat.untuk pemeriksaan Ro-Thorax CRT >0,5.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan maka pasien ini didiagnosis dengan
G1P0A0 gravid 39 minggu 3 hari belum inpartu + Preeklamsia Berat +
Susp. CHF NYHA III+susp cardiomiopati peripartum. Setelah melakukan
penanganan awal, konul bagian interna dan rencana terminasi kehamilan
setelah dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi. Pasien menjalani
persalinan normal pasien mengalami plasenta restan kemudian oleh
dr.SpOG dilakukan curetase, pasca curetase keadaan pasien memburuk
oleh dr.SpOG dan dr.Sp.PD pasien di usulkan untuk menjalani perwatan
di ICU konsul ke dr.Sp.An selanjutnya pasien menjalani perawatan di ICU
oleh dr.Sp.An dilakukan kontrol input cairan pada pasien pada perwatan
selanjutnya kondisi pasien membaik.
13
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Kardiomiopati peripartum (PPCM) adalah bentuk kegagalan jantung
yang terjadi pada wanita hamil terutama dalam beberapa bulan terakhir
kehamilan atau puerperium dini. Demakis dkk pada tahun 1971, pertama
kali mendefinisikan PPCM dengan tiga kriteria diagnostik yaitu :
Perkembangan gagal jantung terjadi dalam waktu satu bulan terakhir
kehamilan atau enam bulan pasca persalinan.
Penyebab gagal jantung tidak dapat diidentifikasi.
Tidak ditemukan penyakit jantung sebelum bulan terakhir kehamilan. (1-
7)
INSIDENS
Insiden PPCM bervariasi di seluruh dunia. Laporan pertama penyakit
gagal jantung dalam kehamilan dibuat pada tahun 1849 oleh Ritchie, dan
sering digambarkan sebagai kardiomiopati pada tahun 1930. Insidens
lebih tinggi yang dilaporkan terjadi di Afrika Selatan (1: 1.000 kelahiran
hidup). (1-6)
14
Insidens yang lebih tinggi di negara berkembang mungkin
disebabkan oleh variasi budaya lokal, faktor ekologi, pengaruh lingkungan,
kriteria diagnostik dan pola pelaporan yang digunakan. Diagnosa hanya
didasarkan pada gambaran klinis juga telah menyebabkan tingginya
angka insidens. Secara keseluruhan, laporan terbaru dari berbagai bagian
Dunia menunjukkan kejadian dari 1 di 1.485 sampai 4.000 kelahiran hidup
dan cenderung untuk meningkat.(1-3)
FAKTOR RESIKO
Faktor risiko penyebab PPCM yang umum dilaporkan adalah usia tua,
multiparitas, kehamilan mutipel, ras kulit hitam, obesitas, malnutrisi
hipertensi dalam kehamilan, preeklamsia, pemeriksaan antenatal yang
kurang, penyalahgunaan alkohol, kokain dan tembakau, dan kondisi sosial
ekonomi yang rendah. PPCM telah dilaporkan sebagian besar pada
wanita lebih dari 30 tahun, tetapi dapat terjadi pada berbagai kelompok
umur. Meskipun PPCM telah dilaporkan pada primigravida, ditemukan
terjadi lebih sering dengan multiparitas. Di Amerika Serikat sebagian besar
penderita adalah dari golongan Afrika Amerika, meskipun, golongan Asia
(Korea, Jepang, Cina dan India), dan hispanik juga pernah dilaporkan.
Kehamilan kembar tampaknya mempunyai risiko lebih tinggi terkena
PPCM. (1,4-6)
Preeklamsia dan hipertensi telah dikaitkan dengan sejumlah besar
kasus PPCM. Banyak penulis bahkan melaporkan sebagai bentuk gagal
jantung hipertensi. Namun, preeklamsia sendiri jarang menyebabkan
gagal jantung pada wanita sehat. Tidak adanya perubahan vaskular dan
hilangnya hipertensi dan preeklamsia sebelum timbulnya gagal jantung
menunjukkan hanya hipertensi yang mungkin terkait dan memperburuk
PPCM, dan bukan merupakan penyebab.(1,3,4,6)
Malnutrisi, status sosial ekonomi rendah, dan pemeriksaan
antenatal yang kurang juga disebutkan sebagai faktor risiko dalam laporan
sebelumnya, tetapi korelasi faktor-faktor ini belum ditemukan dalam studi
15
lebih lanjut. Ada juga laporan tentang faktor resiko yang langka seperti
penyalahgunaan kokain, alkohol dan tembakau.(1,5-7)
ETIOLOGI
Penyebab pasti PPCM tidak diketahui. Beberapa hipotesis penyebab
PPCM seperti miokarditis virus, faktor autoimun, sitokin inflamasi, respon
hemodinamik abnormal terhadap perubahan fisiologis pada kehamilan,
penggunaan tokolitik berkepanjangan dan defisiensi selenium.
a. Miokarditis
Miokarditis didefinisikan sebagai infiltrasi inflamasi perivaskular limfosit
dan makrofag yang menyebabkan nekrosis miosit dengan atau tanpa
fibrosis. EMB dipandu Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada
daerah kontras yang lebih tinggi dapat meningkatkan bukti terjadinya
miokarditis akut pada tahap awal penyakit. Eosinofil dikenal memiliki
sifat kollagenolitik dan kardiotoksik ditemukan dalam jumlah yang
signifikan pada penderita PPCM. Hal tersebut menyiratkan peran
eosinofil dalam perkembangan miokarditis di PPCM.(1-5,7)
b. Sitokin inflamasi
Silwa dkk, dalam sebuah studi yang besar, menemukan konsentrasi
tinggi sitokin inflamasi seperti faktor nekrosis tumor (TNF α), protein
C-reaktif (CRP), Interleukin-6 (IL-6) dan Fas/Apo-1 (sebuah penanda
apoptosis) pada pasien PPCM. Kadar CRP berkorelasi terbalik
dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) dalam studi mereka.
Konsentrasi TNF α yang tinggi dapat menyebabkan remodeling
ventrikel lebih lanjut melalui reseptor jantung spesifik, yang
menyebabkan disfungsi ventrikel. Ditemukan kadar sinyal transduser
dan aktivator transkripsi-3 yang lebih tinggi terhadap miokardium pada
tikus hamil mati yang menunjukkan terjadinya gagal jantung dan
apoptosis. Temuan dari studi lain menunjukkan bahwa apoptosis
miokard mungkin merupakan penyebab terjadinya PPCM. Penelitian
yang lebih besar menargetkan sitokin ini perlu dikembangkan untuk
mengetahui peran mereka terhadap terjadinya PPCM.(1-3,7)
16
c. Infeksi Virus
Infeksi virus juga terlibat sebagai penyebab miokarditis. Penurunan
kekebalan selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi virus.
Bultmann dkk, menemukan materi genomik virus dalam spesimen
biopsi pasien PPCM. Polymerase chain reaction (PCR) dan ekstraksi
bahan genom dari EMB dipandu kontras MRI sangat membantu dalam
mendeteksi genom virus. Pada saat yang sama, ada beberapa
laporan tidak menunjukkan adanya prevalensi infeksi virus pada
pasien PPCM, dan berpendapat bahwa kardiomiopati virus tidak perlu
dimasukkan dalam kriteria penyebab PPCM. Pentingnya dilakukan
penelitian lanjut yang lebih spesifik untuk membangun hubungan
miokarditis virus dan PPCM.(1,2,4,5,7)
d. Faktor autoimun
Telah dihipotesiskan bahwa sel-sel janin dari haplotype ayah masuk
ke dalam sirkulasi ibu berkaitan dengan penurunan kekebalan akibat
kehamilan, dan mungkin tetap beredar untuk waktu yang lama tanpa
penolakan. Sel-sel tersebut dianggap sebagai antigen asing setelah
normalisasi kekebalan ibu pasca persalinan dan dapat memicu respon
imun. Autoantibodi dapat dibentuk terhadap plasenta, rahim atau janin
pada ibu hamil. Autoantibodi ini mungkin silang bereaksi dengan
miokardium dan dapat menyebabkan kardiomiopati. (1-5)
17
f. Defisiensi Selenium
Cenac dkk, menemukan konsentrasi selenium yang rendah pada
pasien PPCM, yang mungkin hanya suatu kebetulan daripada menjadi
penyebab. Levander menyatakan bahwa defisiensi selenium
menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi virus, yang
pada gilirannya menyebabkan kardiomiopati.(1,2)
g. Faktor lain
Beberapa faktor yang kurang penting yang dapat berkontribusi bagi
pengembangan PPCM adalah :
Terapi tokolitik berkepanjangan
Namun, pengobatan ini mungkin memperberat penyakit jantung
yang sudah ada daripada memainkan peran etiologi.(1-5)
Hormon
Relaksin, hormon utama ovarium, dapat menyebabkan dilatasi
jantung yang berlebihan menyebabkan kardiomiopati. Meskipun
sebelumnya terlibat, namun pada laporan berikutnya estrogen,
progesteron atau prolaktin tidak mendukung peran apapun dalam
etiologi PPCM.(1,2)
GAMBARAN KLINIS
Gejala
Dispnea saat aktivitas, ortopnea, batuk, dan dispnea paroksismal
nokturnal biasanya terlihat pada pasien dengan PPCM dan sering mirip
dengan gejala kegagalan ventrikel kiri (LVF). Terjadi pembentukan
trombus jantung dan mungkin muncul gejala emboli seperti nyeri dada,
hemoptisis dan hemiplegia. Meskipun sangat jarang, emboli koroner
tunggal atau multiple (dan infark miokard) sering terjadi pada pasien
dengan PPCM. Gejala nonspesifik seperti palpitasi, kelelahan, malaise,
dan nyeri abdomen ditemukan pada 50% kasus.(1-3,5-7)
Kebanyakan pasien PPCM berada pada kelas NYHA III atau IV,
tetapi penggunaan klasifikasi NYHA mungkin tidak secara akurat
18
mencerminkan beratnya penyakit karena gambaran normal ditemukan
pada kehamilan lanjut.(1,2)
Tanda
Tekanan darah mungkin normal, tinggi atau rendah. Takikardia,
irama Gallop, vena leher membesar dan edema pedis biasanya
ditemukan. Secara klinis, jantung bisa normal atau mungkin ada
regurgitasi mitral dan atau trikuspid dengan krepitasi paru dan
hepatomegali. Pasien bahkan mungkin datang dengan kejang yang
berhubungan dengan edema serebri dan herniasi serebelum.(1,2)
PEMERIKSAAN
Setiap pasien harus memiliki elektrokardiogram (EKG), foto thorax (CXR),
dan Doppler echocardiografi untuk diagnosis.(1-5)
1. EKG
EKG biasanya menunjukkan takikardia sinus, meskipun mungkin ada
fitur flutter / fibrilasi atrium, hipertrofi atrium dan ventrikel kiri (LVH),
deviasi aksis kiri, kelainan ST-T non-spesifik, low voltage complex,
aritmia, gelombang Q pada lead anteroseptal dan abnormalitas
konduksi sepert perpanjangan interval PR, QRS dan bundle branch
blocks. Dilaporkan juga terjadinya supraventricular / ventrikel
takikardia, denyut prematur dan gambaran infark miokard. Dalam
banyak kasus, EKG bahkan mungkin normal.
2. Foto thoraks
Mungkin ada bukti kardiomegali, LVH, edema paru, kongesti vena
paru dan efusi pleura bilateral pada foto thoraks, atau mungkin
normal.
3. Ekokardiografi Doppler
Ekokardiografi Doppler adalah alat diagnostik yang paling penting
untuk menilai keparahan dan prognosis pasien PPCM. Gambaran
umum ekokardiografi meliputi peningkatan left ventricular end diastolic
diameter (LVEDD), penurunan left ventricular fractional (LVFS) dan
LVEF. Dilatasi dari semua ruang jantung, regurgitasi mitral, trikuspid,
19
paru dan aorta, pergerakan abnormal difus dinding dan efusi
perikardium ringan juga dilaporkan. Murmur regurgitasi mungkin
merupakan konsekuensi dari dilatasi jantung. Pasien dengan
miokarditis memiliki disfungsi sistolik yang lebih berat dari mereka
yang tidak miokarditis. Peningkatan tekanan arteri paru (PAP) dan
hipertensi arteri paru (PAH) juga terlihat di sebagian besar kasus.
Kadang-kadang, disfungsi ventrikel kanan dan pembesaran atrium kiri
mungkin juga ditemukan. MRI adalah alat yang lebih sensitif dari
ekokardiografi untuk mendiagnosa trombus. Pemeriksaan
ekokardiografi telah digunakan untuk menentukan prognosis PPCM,
tapi dobutamin stress echocardiography, memiliki kemampuan untuk
menunjukkan cadangan kontraktil, mungkin alat yang lebih baik.
4. Biopsi Endomiokardial (EMB)
Peran EMB pada pasien PPCM masih kontroversial. Sensitivitas
diagnostik EMB dilaporkan sekitar 50%, sedangkan spesifisitas sangat
tinggi (99%). EMB memiliki hasil negatif palsu yang tinggi dan dapat
bervariasi dengan waktu dilakukan biopsi. EMB yang dilakukan pada
awal dari proses penyakit memberikan hasil positif yang lebih baik.
EMB dipandu kontras MRI dapat memberikan hasil yang lebih positif.
EMB mempunyai beberapa risiko prosedural, dan oleh karena itu
hanya dipertimbangkan jika pasien tidak membaik setelah dua minggu
manajemen konvensional atau ada kecurigaan klinis kuat adanya
miokarditis.
5. Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung digunakan untuk evaluasi fungsi ventrikel kiri,
melakukan EMB dan angiografi koroner. Kateterisai akan
menunjukkan peningkatan tekanan pengisian jantung dan penurunan
CO dan PAH, tetapi indikasinya terbatas pada gagal jantung berat,
perburukan gejala penyakit jantung dan penyakit jantung iskemik
(IHD). Angiografi koroner harus selalu dipertimbangkan pada pasien
dengan gambaran klinis dan EKG dari IHD, sindrom koroner akut,
hiperlipidemia, riwayat merokok dan diabetes mellitus.
20
6. Investigasi lain yang lebih sering digunakan
Polymerase chain reaction (PCR)
Digunakan untuk deteksi patologi virus pada pasien PPCM yang
tidak membaik dengan pengobatan konvensional.
Compliment fixation tests
Untuk mendeteksi infeksi oleh mikroorganisme. Kultur darah untuk
menyingkirkan penyebab infeksi.
Radionuklida ventrikulografi
Metode ini telah digunakan untuk menilai fungsi jantung, namun
memiliki kelemahan karena paparan radiasi dan digantikan
dengan ekokardiografi. Radionuklida ventrikulografi mungkin lebih
unggul dalam mendeteksi kelainan gerakan dinding regional pada
pasien IHD.
Immunofluoresensi dan pewarnaan imunohistokimia
Pewarnaan spesimen EMB digunakan untuk mendeteksi
autoantibodi terhadap miokardium.
Estimasi enzim jantung
Enzim jantung dan angiografi koroner ditemukan dalam batas
normal pada PPCM.
Hematologi rutin , biokimia dan tes serologi
Untuk menyingkirkan penyakit jantung umum lainnya. Peningkatan
CRP dan sitokin menunjukkan kardiomiopati inflamasi. Namun,
efektivitas tes tersebut harus dinilai kasus per kasus.
DIAGNOSIS
Diagnosis PPCM didasarkan pada pengecualian penyebab umum
kegagalan jantung seperti infeksi, toksin dan metabolik, penyakit jantung
iskemik atau katup. Diagnosis dini PPCM mungkin sulit karena banyak
kesamaan gejala klinis dengan kehamilan lanjut. Harus diingat bahwa
komplikasi kehamilan tua (seperti anemia, toksemia dan emboli cairan
ketuban) memiliki manifestasi yang sama. Presentasi paling umum PPCM
adalah dalam periode postpartum ketika sebagian dari gejala ini
21
menghilang. Ekokardiografi dan evaluasi laboratorium lain akan
memperkuat diagnosis klinis. Diagnosis diferensial PPCM termasuk
accelerated hypentension, preeklamsia, IDCM, emboli paru, anemia dan
tirotoksikosis.(1-7)
KOMPLIKASI (1,5)
1. Tromboemboli
Thrombus sering kali terbentuk pada pasien dengan LVEF <35% dan
telah dilaporkan tingkat kematian akibat tromboemboli 30 - 50%.
Emboli sistemik yang mengarah kepada Transient Ischemic Attack
(TIA), hemiplegia, emboli paru, infark miokard akut (AMI), oklusi arteri
mesenterika yang memberikan gejala akut abdomen, infark ginjal yang
mengakibatkan pielonefritis dan infark limpa. Tromboemboli perifer
menyebabkan iskemia tungkai dan gangren.
2. Aritmia
Aritmia seperti sinus takikardia, takikardi atrium dan ventrikel, fibrilasi
dan flutter atrium, denyut ventrikel prematur, atrium dan ventrikel
ekstra sistol dan Wolfe-Parkinson-White Syndrome dapat terjadi pada
PPCM. Dapat pula terjadi takikardia ventrikel yang menyebabkan henti
jantung. Meningkatnya penggunaan implan cardioverter defibrillator
otomatis (AICD) pada pasien PPCM menurunkan risiko tinggi aritmia
yang mengancam jiwa.
3. Kegagalan organ
Gagal hati akut dan koma hepatik yang timbul akibat gagal jantung
kongesti pada pasien PPCM. Dapat pula terjadi bakteremia dan
kegagalan multiorgan termasuk hati, jantung dan ginjal.
4. Komplikasi obstetrik & perinatal
Pada PPCM, insidens aborsi meningkat (4 - 25%), partus prematur
(11 - 50%), bayi kecil untuk masa kehamilan dan bayi berat lahir
rendah, pertumbuhan janin terlambat dan kematian janin intrauterin.
Dalam beberapa kasus didapatkan anomali kongenital janin (4 - 6%).
22
Gagal jantung kongestif dihubungkan dengan tingkat kematian bayi
yang lebih tinggi (10%).
PENATALAKSANAAN (1-7)
Penanganan medis PPCM mirip penanganan pada penyakit gagal
jantung. Pengobatan utama adalah pembatasan cairan dan garam,
digoksin, diuretik, vasodilator dan antikoagulan. Kehamilan dan menyusui
harus selalu menjadi pertimbangan sebelum memilih obat.
A. TINDAKAN NON-FARMAKOLOGIS
Bed rest total selama 6 - 12 bulan, seperti yang telah dianjurkan
sebelumnya, terkait dengan kejadian rendah kardiomegali, tetapi hasil
yang sama dapat dicapai tanpa istirahat di tempat tidur
berkepanjangan. Bed rest total mungkin merupakan predisposisi
terjadinya trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) dan
selanjutnya meningkatkan risiko emboli paru. Setelah gejala klinis
membaik dengan manajemen medis, olahraga sederhana sebenarnya
dapat meningkatkan perbaikan otot serta tonus arteri. Asupan cairan
dan garam dan cairan harus dibatasi masing-masing 2 - 4 gram / hari
dan 2 L / hari, dan juga penting dalam perbaikan gejala.
B. MANAJEMEN FARMAKOLOGI
Digoksin
Digoksin bermanfaat sebagai ionotropik, dan mengurangi gejala
simptomatik. Digoksin dalam dosis rendah aman selama
kehamilan dan menyusui (dosis tinggi akan meningkatkan sitokin
inflamasi) dan kadar digoksin serum harus dimonitor, terutama bila
dikombinasi dengan diuretik. Pengobatan digoksin selama 6 - 12
bulan dapat mengurangi risiko kekambuhan dari PPCM.
Diuretik
Diuretik aman pada kehamilan dan menyusui. Diuretik diindikasikan
untuk mengurangi preload dan mengurangi gejala. Namun, harus
hati-hati terhadap dehidrasi iatrogenik yang menyebabkan
hipoperfusi rahim dan mengakibatkan gawat janin. Loop diuretik
23
biasa digunakan di rumah sakit, tapi thiazides dapat digunakan
pada kasus-kasus ringan. Dapat terjadi alkalosis metabolik akibat
dehidrasi yang dipicu oleh diuretik. Penambahan acetazolamide
akan mengurangi alkalosis dengan menghilangkan bikarbonat.
Spironolactone, karena sifat antagonisme aldosteronnya, telah
terbukti dapat mengurangi gejala, frekuensi perawatan di rumah
sakit dan kematian pada pasien gagal jantung berat bila
dikombinasi dengan manajemen standar. Namun, spironolactone
mungkin tidak aman pada kehamilan dan sebaiknya dihindari pada
periode antepartum.
Vasodilator
Vasodilator sangat penting dalam penanganan gagal jantung
karena efek menurunkan preload dan afterload. Vasodilator
meningkatkan CO dan keberhasilan pengobatan gagal jantung.
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensin
Reseptor Blocker II (ARB) sekarang dianggap sebagai manajemen
utama dan telah terbukti menurunkan angka kematian pasien gagal
jantung secara signifikan. ACE-I dan ARB dikontraindikasikan pada
kehamilan karena teratogenisitas, tapi harus dipertimbangkan
setelah melahirkan, dan bahkan dapat diberikan pada kehamilan
lanjut ketika obat lainnya tidak efektif. ACE-I diekskresikan melalui
ASI sehingga ASI harus dihentikan pada pasien yang
membutuhkan ACE-I. Infus nitrogliserin dan natrium nitroprusside
(SNP) mungkin diperlukan dalam kondisi yang parah. Karena
toksisitas sianida yang tinggi, SNP mungkin bukan pilihan yang baik
pada periode antepartum.
Calcium channel blocker
Awalnya, penggunaan calcium channel blockers (CCB) pada gagal
jantung tidak dapat diterima karena efek kontraktil negatif dan
potensi risiko hipoperfusi rahim. Amlodipine sekarang telah terbukti
meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pada pasien
kardiomiopati non-iskemik. Pada pengujian Prospective
24
Randomized Amlodipine Survival Evaluation (PRAISE), amlodipine
dapat menurunkan kadar IL-6 dan menunjukkan peran potensial
dalam pengelolaan PPCM. Levosimendan, sebuah sensitizer
kalsium memiliki efek vasodilatasi dan meningkatkan kontraktilitas
jantung pada pasien gagal jantung. Akhir-akhir ini, Levosimendan
telah digunakan pada pasien PPCM dan berhasil menurunkan
peningkatan Pulmonary Capillary Wedge Pressure (PCWP) dan
selanjutnya meningkatkan CO. Karena kurangnya laporan tentang
keamanannya, levosimendan sebaiknya dihindari pada pasien
menyusui.
Beta blocker
Beta bloker tidak dikontraindikasikan pada kehamilan, tetapi
penggunaannya dikaitkan dengan berat badan lahir rendah. Beta
blockers dengan sifat tambahan blok alpha (seperti carvedilol) juga
mengurangi afterload. Carvedilol telah digunakan dengan aman
pada kehamilan dan PPCM. Beta blockers dan ACE-I mungkin
mempunyai peran tambahan dalam penekanan respon imun, dan
juga mencegah remodeling ventrikel dan mengurangi ukuran
ventrikel. Obat dapat dikurangi secara bertahap selam 6 - 12 bulan
bila secara klinis fungsi ventrikel dan ekokardiografi kembali
normal. Jika ada bukti disfungsi jantung terus-menerus yang terkait
dengan hipertensi atau diabetes, obat harus dilanjutkan untuk
waktu yang lama.
Agen antiaritmia
Agen antiaritmia kadang mungkin diperlukan untuk mengobati
keluhan simptomatik. Tidak ada agen antiaritmia yang benar-benar
aman pada kehamilan. Quinidine dan Procainamide merupakan
pengobatan lini pertama karena profil keamanan yang lebih tinggi
dan pengobatan harus dilakukan di rumah sakit. Digoksin dapat
dipertimbangkan untuk aritmia atrium, dan adenosin juga dapat
digunakan dalam keadaan darurat. Amiodarone dapat
menyebabkan hipotiroidisme, retardasi pertumbuhan dan kematian
25
perinatal, sehingga harus dihindari pada trimester pertama dan
diberikan hanya pada aritmia berat yang mengancam kehidupan.
Terapi antikoagulan
Terapi antikoagulan diberikan pada pasien dengan LVEF <35% dan
pasien terbaring di tempat tidur dengan atrial fibrilasi, trombus,
obesitas dan riwayat tromboemboli. Keadaan hiperkoagulasi yang
biasa terjadi pada kehamilan dan stasis darah karena disfungsi
ventrikel membuat pasien PPCM lebih rentan terhadap
pembentukan trombus dan komplikasinya. Situasi ini dapat
bertahan selama enam minggu masa nifas, sehingga diperlukan
penggunaan heparin dalam antepartum dan heparin atau warfarin
dalam periode postpartum. Warfarin merupakan kontraindikasi
pada kehamilan karena efek teratogenik, tetapi baik heparin
maupun warfarin aman digunakan selama menyusui.
Terapi imunosupresif
Terapi imunosupresif dengan azathioprine dan prednisolon telah
diteliti pada pasien PPCM dengan miocarditis-positif. Melvin dkk,
pertama mencatat perbaikan dramatis dalam tiga pasien dengan
terapi imunosupresif. Dalam studi lain, 9 dari 10 pasien
menunjukkan perbaikan PCWP dan Left Ventricular Stroke Work
Index (LVSWI) dengan terapi prednisolon. Namun, Pengujian
Pengobatan Miokarditis gagal untuk menunjukkan keuntungan dari
terapi imunosupresif pada pasien PPCM. Saat ini, tampaknya tidak
ada indikasi rutin terapi imunosupresif, tetapi dapat
dipertimbangkan bila hasil biopsi terbukti tidak berespon setelah 2
minggu pengobatan tandar.
Terapi imunoglobulin
Imunoglobulin intravena (IVIG) telah terbukti meningkatkan
perbaikan disfungsi ventrikel akibat PPCM. Mengingat bukti-bukti
meningkatnya autoimunitas pada PPCM, mungkin bijaksana untuk
mempertimbangkan IVIG pada pasien PPCM yang tidak berespon
terhadap pengobatan konvensional.
26
Interferon
Interferon telah digunakan bila hasil biopsi membuktikan miokarditis
virus. Interferon hanya memperbaiki parameter echocardiografi,
namun tidak menghasilkan banyak manfaat terhadap gejala
simtomatik pasien PPCM.
Immunomodulasi
Pentoxifylline, agen imunomodulasi dikenal untuk mengurangi
produksi TNFa, CRP dan Fas/Apo-1, telah terbukti dalam penelitian
dapat memperbaiki kelas NYHA, LVEF dan hasil akhir pengobatan
pada pasien PPCM bila dikombinasikan dengan pengobatan
konvensional. Namun, dibutuhkan lebih banyak bukti sebelum
pentoxifylline dapat direkomendasikan.
C. MANAJEMEN OPERASI
Transplantasi jantung hanya diperuntukkan bagi mereka yang
resisten terhadap semua manajemen medis, tetapi tingkat penolakan lebih
besar karena tingginya titer antibodi yang beredar. Pasien dengan usia
muda, kerusakan end-organ minimal dan PPCM onset dini memiliki hasil
yang lebih menguntungkan.
D. MANAJEMEN OBSTETRIK
PPCM selama periode antepartum memerlukan pemantauan janin
dan ibu yang intensif. Suatu pendekatan multidisiplin yang melibatkan
dokter kebidanan, ahli jantung, anestesi dan perinatologist mungkin
diperlukan untuk memberikan perawatan yang optimal kepada pasien
PPCM. Analgesia regional akan mengurangi stres jantung akibat nyeri
persalinan, sedangkan aplikasi forsep outlet atau alat vakum dapat
meminimalkan stres jantung pada kala 2 persalinan. Operasi caesar
meningkatkan risiko kehilangan darah, endometriosis dan emboli paru,
dan paling baik dilakukan untuk indikasi obstetri serta dalam kondisi
dekompensasi berat. Setelah persalinan, pasien perlu pemantauan di Unit
Perawatan Intensif (ICU) untuk deteksi dini dan pengelolaan autotransfusi
uterus yang menginduksi edema paru.
27
Dokter kebidanan harus memberikan konseling tentang menyusui
dan kehamilan berikutnya sebelum pasien dipulangkan. Tidak ada
kontrasepsi yang benar-benar ideal untuk wanita dengan penyakit jantung,
karena resiko terjadinya komplikasi seperti thrombosis dan infeksi. Jenis-
jenis kontrasepsi :
Barier/ kondom
Kurang ideal karena angka kegagalan cukup tinggi ± 12 %
Pil oral ontrasepsi
Angka keberhasilan sangat tinggi tetapi karena ada resiko
tromboemboli maka pemakaiannya harus dihindari pada kelainan
jantung seperti mitral stenosis, riwayat tromboemboli, atrial fibrilasi,
katup jantung prostetik, kardiomiopati, dan sindroma Eisenmenger
Kontrasepsi bebas estrogen
Walaupun efektifitasnya lebih rendah tapi terbukti aman untuk wanita
dengan penyakit jantung
IUD
Pemakaian harus hati-hati karena adanya resiko infeksi dan reflex
vagal yang dapat menimbulkan bradikardia pada saat pemasangan.
Selain itu pada pasien yang memakai antikoagulan ada resiko
perdarahan menstruasi yang banyak
Tubektomi atau vasektomi
Dianjurkan pada pasien yang sudah tidak mengingkan anak (8)
PROGNOSIS
Prognosis dilaporkan PPCM bervariasi, tetapi dengan manajemen yang
canggih seperti sekarang ini maka prognosisnya menggembirakan.
Pemulihan dari PPCM
Pemulihan klinis terdiri dari perbaikan gejala dan penghentian
pengobatan gagal jantung. Pemulihan disfungsi ventrikel telah
didefinisikan sebagai :
1. LVEF ≥ 50% atau perbaikan > 20%
2. LVFS ≥ 30%
28
Meskipun sebagian besar pemulihan terjadi dalam 2 bulan pertama,
tapi dapat pula sampai 6 - 12 bulan. Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun
94% pada pasien dengan pemulihan komplit fungsi ventrikel.(1,9,10)
Kriteria Prognosis Buruk
Umumnya pasien dengan usia dan paritas yang lebih tinggi,
kehamilan kembar, ras kulit hitam, onset lambat gejala (> 2 minggu pasca
persailnan), trombus intrakardiak, defek konduksi jantung, disfungsi
ventrikel persisten enam bulan setelah melahirkan, penyakit medis
sebelumnya dan keterlambatan dalam penangan medis awal memiliki
prognosis buruk. LVEF (<45%) pada dua bulan setelah diagnosis juga
memiliki prognosis buruk. Akhir-akhir ini, kadar antibodi anti-klamidia,
TNF dan IgG kelas 3 yang tinggi telah dikaitkan dengan prognosis buruk.
Dibandingkan dengan postpartum, terjadinya PPCM antepartum dikaitkan
dengan prognosis buruk.(1)
Mortalitas
Angka kematian hingga sekitar ˃ 50% dan sekitar setengahnya
meninggal dalam bulan pertama sejak munculnya gejala dan mayoritas
dalam tiga bulan pertama dari periode postpartum. Penyebab tertinggi
kematian adalah tromboemboli, serta gagal jantung kongestif berat dan
aritmia. Pengetahuan yang lebih baik tentang patofisiologi, pendekatan
multimodal dan strategi manajemen invasif dan intensif dapat menurunkan
tingkat mortalitas.(1,10)
29
Multiparitas meningkatkan risiko kerusakan jantung yang ireversibel
pada kehamilan berikutnya. Kekambuhan gagal jantung berkisar antara
21-80% pada kehamilan berikutnya. Kekambuhan PPCM juga dapat
terjadi pada pasien yang ukuran dan fungsi ventrikel yang telah kembali
normal. Oleh karena itu, kriteria yang digunakan untuk mendeteksi
pemulihan fungsi ventrikel berdasarkan ekokardiografi istirahat pada
pasien PPCM harus direvisi, dan dobutamin stress test mungkin
memainkan peran penting.(1,10,11)
30