Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung


empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung
empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut
koledokolitiasis.(1)
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila
batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran
klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai
yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).(1)
Kejadian batu empedu di negara – negara industri antara 10 – 15 %. Di
Amerika Serikat, insiden kolelitiasis diperkirakan 20 juta orang, dengan 70%
diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu
pigmen dan komposisi yang bervariasi ( menurut “Healthy Lifestyle” Desember
2008). Sedangkan penelitian di Jakarta pada 51 pasien didapatkan batu pigmen
pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien ( menurut divisi
Hepatology,Departemen IPD, FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009 ). Prevalensi
tergantung usia, jenis kelamin, dan etnis. Kasus batu empedu lebih umum
ditemukan pada wanita. Faktor risiko batu empedu memang dikenal dengan
singkatan 4-F, yakni Fatty (gemuk), Fourty ( 40 th), Fertile (subur), dan Female
(wanita). Wanita lebih berisiko mengalami batu empedu karena pengaruh hormon
estrogen. Meski wanita dan usia 40 th tercatat sebagai faktor risiko batu empedu,
itu tidak berarti bahwa wanita di bawah 40th dan pria tidak mungkin terkena.
Penderita diabetes mellitus ( DM ), baik wanita maupun pria, berisiko mengalami
komplikasi batu empedu akibat kolesterol tinggi. Bahkan, anak – anak pun bisa
mengalaminya, terutama anak dengan penyakit kolesterol herediter.(2),(3)
Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu empedu
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu : 1. Batu kolesterol
dimana komposisi kolesterol melebihi 70%, 2. Batu pigmen coklat atau batu
calcium bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai komponen utama,
dan 3. Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.(1)

1
Walaupun batu dapat terjadi dimana saja dalam saluran empedu, namun
batu kandung empedu ialah yang tersering didapat. Bila batu empedu ini tetap saja
tinggal di dalam kandung empedu, maka biasanya tidak menimbulkan gejala
apapun. Gejala – gejala biasanya timbul bila batu ini keluar menuju duodenum
melalui saluran empedu, karena dapat menyebabkan kolik empedu akibat iritasi,
hidrops, atau empiema akibat obstruksi duktus cysticus. Bila obstruksi terjadi
pada duktus koledokus maka dapat terjadi kolangitis ascendens, ikterus, dan
kadang – kadang sirosis bilier.(4)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 ANATOMI
1.1.1. Kandung Empedu

Kandung empedu merupakan sebuah kantung berbentuk seperti


buah pear,panjangnya 7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml. Ketika terjadi
obstruksi, kandung empedu dapat terdistesi dan isinya dapat mencapai 300
ml. Kandung empedu berlokasi di sebuah fossa pada permukaaan inferior
hepar yang secara anatomi membagi hepar menjadi lobus kanan dan lobus
kiri.(5),(6)
Kandung empedu dibagi menjadi:
 Fundus : Berbentuk bulat, dan ujungnya 1-2 cm melebihi batas hepar
 Korpus : Bagian dari kandung empedu yang di dalamnya berisi getah
empedu. Getah empedu adalah cairan yang di ekskresi setiap hari oleh
sel hati sebanyak 500-1000 cc, sekresinya berjalan terus menerus dan
produksi meningkat sewaktu mencerna lemak
 Leher : Merupakan saluran pertama masuknya getah empedu ke badan
kantung empedu lalu menjadi pekat berkumpul dalam kandung
empedu.

3
Arteri cystica yang menyuplai kandung empedu biasanya berasal dari
cabang arteri hepatika kanan. Lokasi arteri cystica dapat bervariasi tetapi
hampir selalu di temukan di segitiga hepatocystica, yaitu area yang di
batasi oleh Ductus cysticus, Ductus hepaticus communis dan batas hepar
(segitiga Calot). Ketika arteri cystica mencapai bagian leher dari kandung
empedu, akan terbagi menjadi anterior dan posterior. Aliran vena akan
melalui vena kecil dan akan langsung memasuki hepar, atau lebih jarang
akan menuju vena besar cystica menuju vena porta. Aliran limfe kandung
empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian leher.(5),(7)
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang
terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan
melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica
menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung
empedu berasal dari plexus coeliacus.(5)
Persyarafan kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari
cabang simpatis melewati pleksus celiaca. Tingkat preganglionik
simpatisnya adalah T8 dan T9. Rangsang dari hepar, kandung empedu, dan
duktus biliaris akan menuju serat aferen simpatis melewati nervus
splanchnic memediasi nyeri kolik bilier. Cabang hepatik dari nervus vagus
memberikan serat kolinergik pada kandung empedu, duktus biliaris dan
hepar.(8)

1.1.2 Duktus Biliaris


Duktus biliaris extrahepatik terdiri dari Ductus hepatikus kanan dan
kiri, Ductus hepatikus komunis, Ductus sisticus dan Ductus koledokus.
Ductus koledokus memasuki bagian kedua dari duodenum lewat suatu
struktur muskularis yang disebut Sphincter Oddi.(9)
 Duktus sistikus : Panjangnya kurang lebih 3 ¾ cm, berjalan dari
leher kandung empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus
membentuk saluran empedu ke duodenum. Bagian dari duktus
sistikus yang berdekatan dengan bagian leher kandung empedu

4
terdiri dari lipatan-lipatan mulkosa yang disebut valvula heister.
Valvula ini tidak memiliki fungsi valvula, tetapi dapat membuat
pemasukan kanul ke duktus sistikus menjadi sulit
 Duktus hepatikus komunis : Ductus hepaticus communis umumnya
1-4cm dengan diameter mendekati 4 mm. Berada di depan vena
porta dan di kanan Arteri hepatica. duktus hepatikus komunis
dihubungkan dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus
 Duktus koledokus : Panjang Ductus choledochus kira-kira 7-11 cm
dengan diameter 5-10 mm. Bagian supraduodenal melewati bagian
bawah dari tepi bebas dari ligamen hepatoduodenal, disebelah kanan
arteri hepatica dan di anterior vena porta. Ductus koledokus
bergabung dengan ductus pankreatikus masuk ke dinding duodenum
(Ampulla Vateri) kira-kira 10cm distal dari pylorus.
Suplai arteri untuk Duktus biliaris berasal dari Arteri gastroduodenal
dan Arteri hepatika kanan, dengan jalur utama sepanjang dinding lateral
dan medial dari Ductus koledokus (kadang-kadang pada posisi jam 3 dan
jam 9). Densitas serat saraf dan ganglia meningkat di dekat Sphincter Oddi
tetapi persarafan dari Ductus koledokus dan Sphinchter Oddi sama dengan
persarafan pada kandung empedu.(7)

1.2 HISTOLOGI
Kandung empedu terdiri dari epitel columnar tinggi yang
mengandung kolesterol dan tetesan lemak. Mukus disekresi ke dalam
kandung empedu dalam kelenjar tubuloalveolar yang ditemukan dalam
mukosa infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi tidak pada fundus
dan corpus. Epitel yang berada sepanjang kandung empedu ditunjang oleh
lamina propria. Lapisan ototnya adalah serat longitudinal sirkuler dan
oblik, tetapi tanpa lapisan yang berkembang sempurna. Perimuskular

5
subserosa mengandung jaringan penyambung, syaraf, pembuluh darah,
limfe dan adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan serosa kecuali
bagian kandung empedu yang menempel pada hepar. Kandung empedu di
bedakan secara histologis dari organ-organ gastrointestinal lainnya dari
lapisan muskularis mukosa dan submukosa yang sedikit.

1.3 FISIOLOGI
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas
sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunyai kemampuan memekatkan empedu.
Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan
permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya
tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga
mempunyai banyak mikrovilli. (5)
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.
Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam
septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus
hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris
komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke
kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.(7)
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial
kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan

6
berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon
kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam
darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama,
otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula
relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam
duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk
emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi
lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:
a) Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai
duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon
Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar
peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
b) Neurogen:
 Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari
sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan
menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.
 Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke
duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan
dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar
walaupun sedikit.

Fungsi kandung empedu, yaitu:


a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu
yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit.
Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel
hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol,
lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu
penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran

7
sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam
empedu) dan dibuang ke dalam empedu.(10),(11)
c. Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar
waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu.
Empedu hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi
setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus
dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe
dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik,
sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih
pekat dibandingkan empedu hati.(12)
d. Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode
interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan
makanan.(10) Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu
sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan
sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi
akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan,
kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu
mengalir ke duodenum.(13)
e. Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum,
yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi
pengosongan kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih
kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari
dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam
waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara
primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya
disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu,
kolesterol, dan fosfolipid.(11) Sebelum makan, garam-garam empedu
menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang
mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian
sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu
berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam

8
duodenum dan bercampur dengan makanan. Empedu memiliki fungsi,
yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan dalam
pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol,
garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam
empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu
menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang
ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang
dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu
dan selanjutnya dibuang dari tubuh. Garam empedu kembali diserap
ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam
empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh
garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12
kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk
ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam
empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini
diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja.Hanya sekitar 5%
dari asam empedu yang disekresikan dalam feses.(11)

Komposisi Cairan Empedu

Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu


Air 97,5 gm % 95 gm %
Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %
Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %
Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %
Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %
Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %
Elektrolit - -

9
a. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada
dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah:
 Menurunkan tegangan permukaan dari partikel
lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak
yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil
untuk dapat dicerna lebih lanjut.
 Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid,
kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak.
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja
kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat.
Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan
diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan
dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam
empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada
gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau
reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.(10)

b. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme
dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole
menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat
ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas
diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide. Bila
terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria
maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.(11)

1.4 DEFINISI

10
Kolelitiasis adalah massa inorganik yang terbentuk di dalam
kandung empedu, yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau
saluran empedu, atau pada kedua-duanya.(14)

1.5 EPIDEMIOLOGI
Dikenal tiga jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol, batu pigmen
atau batu bilirubin, yang terdiri atas kalsium bilirubinat, dan batu
campuran. Di negara Barat 80% batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi
angka kejadian batu pigmen meningkat akhir-akhir ini. Sebaliknya di Asia
Timur, lebih banyak batu pigmen dibandingkan dengan batu kolesterol,
tetapi angka kejadian batu kolesterol sejak 1965 makin meningkat. Diduga
perubahan gaya hidup, termasuk perubahan pola makanan, berkurangnya
infeksi parasit, dan menurunnya frekuensi infeksi empedu, mungkin
menimbulkam perubahan insidens hepatolitiasis.(13)
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak
menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Kebanyakan kolelitiasis tidak
bergejala atau bertanda. Angka kejadian penyakit batu empedu dan
penyakit saluran empedu di Indonesia diduga tidak jauh berbeda dengan
angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak 1980-an agaknya
berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.
Sementara ini, didapatkan kesan bahwa meskipun batu kolesterol
di indonesia lebih umum, angka kejadian batu pigmen lebih tiggi
dibandingkan dengan angka yang terdapat di negara Barat, dan sesuai
dengan angka di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina.
Hal ini menunjukkan bahwa faktor infeksi empedu oleh kuman gram
negatif E.coli ikut berperan penting dalam timbulnya batu pigmen.
Diwilayah ini insidens batu primer saluran empedu adalah 40-50% dari
penyakit empedu, sedangkan di dunia Barat sekitar 5%.
Perbedaan lain dengan negara Barat ialah batu empedu ditemukan
mulai pada usia muda di bawah 30 tahun, meskipun usia rata-rata tersering
ialah 40-50 tahun. Pada usia diatas 60 tahun, insiden batu saluran empedu
meningkat, Jumlah penderita perempuan lebih banyak dibandingkan

11
dengan laki-laki. Meskipun batu empedu terbanyak ditemukan di dalam
kandung empedu, sepertiga dari batu saluran empedu merupakan batu
duktus koledukus. Oleh sebab itu, kolangitis di negara Barat ditemukan
pada berbagai usia, dan merupakan sepertiga dari jumlah kolesistitis.

1.6 FAKTOR RESIKO


Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah
ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang,
semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko
tersebut antara lain(15),(16)
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung
empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi
dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam
kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.(17),(18)
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung
untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia
yang lebih muda.
c. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko
lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya
BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan
juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/
pengosongan kandung empedu.

12
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti
setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap
unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan
kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih
besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung
empedu lebih sedikit berkontraksi.
g. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah
crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
h. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi
yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu
menjadi meningkat dalam kandung empedu.

1.7 KLASIFIKASI BATU


Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu
empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan:
1.7.1 Batu kolesterol
Merupakan jenis batu terbanyak dan mengandung lebih dari 50%
kolesterol, sisanya adalalah kalsium karbonat, fosfat, bilirubinat,
fosfolipid, glikoprotein dan mukopolisakartida. Berbentuk bulat atau oval
dengan permukaan yang halus atau sedikit granuler, berwarna kuning
pucat dengan bagian inti yang lebih gelap. (19),(20)

13
1.7.2 Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang
mengandung <30% kolesterol. Jenisnya antara lain:
 Batu pigmen coklat
Berwarna coklat atau coklat tua, konsistensi lunak, permukaanya
kasar dan seperti lumpur serta pada potongan melintang tampak
lapisan berwarna coklat dan coklat muda berselang seling. Lapisan
coklat mengandung garam bilirubinat sedangkan lapisan coklat muda
mengandung kalsium palmitat dan stearat. Batu pigmen cokelat sering
terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu.(21)

 Batu pigmen hitam


Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, konsistensi keras, bila
dipotong permukaanya seperti gelas. Komponen utamanya adalah
kalsium bilirubinat dengan jalinan musin glikoprotein-garam kalsium.
Garam kalsiumnya dapat beruta kalsium karbonat atau kalsium non

14
karbonat. Intinya mengandung belerang dan tembaga dalam kadar
yang tinggi.Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak
ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hepar. (19),
(21)

1.7.3 Batu campuran


Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana
mengandung 30-50% kolesterol.(21)

Batu Pigmen
Batu Kolesterol
Hitam Coklat
Komposisi Utama Kolesterol Kalsium Kalsium
bilirubinat bilirubinat
Garam kalsium Garam kalsium
(fosfat, karbonat) (palmitat, stearat)
Konsistesi Kristalin Keras Lunak, rapuh
Lokasi Kandung empedu Kandung empedu Duktus koledokus
Duktus koledokus Duktus empedu
Radiodensitas Lusen (85%) Opaque (50%) Lusen (100%)
Predisposisi Metabolik Hemolisis Infeksi
Sirosis Inflamasi

1.8 PATOGENESIS
1.8.1 Batu Kolesterol

15
Batu kolestrol murni merupakan hal yang jarang ditemui dan
prevalensinya kurang dari 10%. Biasanya merupakan soliter, besar, dan
permukaannya halus. Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol
bertanggung jawab bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat.
Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran yang
mengandung paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta dalam
variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik
lain. Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah hidrofobik
micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam
empedu dan lesitin. Ini dapat dinyatakan oleh grafik segitiga, yang
koordinatnya merupakan persentase konsentrasi molar garam empedu,
lesitin dan kolesterol.(22)

Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase:


a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah
komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam
perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di
dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima
sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio
kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan
normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi
dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13.
Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut:
 Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam
empedu dan lecithin jauh lebih banyak.
 Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi
sehingga terjadi supersaturasi.
 Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).

16
 Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol
jaringan tinggi.
 Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya
pada gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi
(gangguan sirkulasi enterohepatik).
 Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat
dan kadar chenodeoxycholat rendah, padahal
chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan
menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan
bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.(20)
b. Fase Pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen.
Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium
bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang
homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap
karena perubahan rasio dengan asam empedu.(20)
c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup
waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan
normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan
sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan
dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung
empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi
akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada
penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total
parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi,
karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang
baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung
empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa
keluar. (21)

17
1.8.2 Batu bilirubin/Batu pigmen
Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok:
a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).
b. Batu pigmen murni (batu non infeksi).

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase:


a. Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan
eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit
Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena
konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut.
Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang
dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu
mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja
glukuronidase.(22)
b. Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa
juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki
melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian
badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam
mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.(22)

1.8.3 Batu campuran


Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium.
Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis.
batu ini bersifat majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu
campuran mempunyai dasar metabolisme yang sama dengan batu
kolesterol.(21)

1.8.4 Patofisiologi Umum

18
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di
klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol,
batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah
kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran
(batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah
batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis
kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan
konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.(20)
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu
yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam
empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas
empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh
substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi
dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk
terbak dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut
bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor
motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu
merupakan predisposisi pembentukan batu empedu empedu.(21)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya
makanan mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu,
sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat
menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi.
Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan
dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi
suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-
alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel
kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat
terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan
nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat

19
membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi
kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.(23)
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus
pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai
duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat
menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga
berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan
pankretitis. (22)
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar
dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan
menimbulkan ileus obstruksi. (21)

1.9 DIAGNOSIS
1.9.1 Manifestasi Klinis
Kolelitiasis dapat dibagi menjadi beberapa stadium yaitu:
asimptomatik (adanya batu empedu tanpa gejala), simptomatik (kolik
bilier), dan kompleks ( menyebabkan kolesistitis, koledokolitiasis, serta
kolangitis). Sekitar 60-80 % kolelitiasis adalah asimptomatik. Setengah
sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimptomatis. Keluhan
yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa
nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa
nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15
menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya
nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.
(11)

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke


puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat
penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan

20
antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah
pada waktu menarik nafas dalam. Episode kolik ini sering disertai dengan
mual dan muntah-muntah dan pada sebagian pasien diikuti dengan
kenaikan bilirubin serum bilamana batu migrasi ke duktus koledokus.
Adanya demam atau menggigil yang menyertai kolik bilier biasanya
menunjukkan komplikasi seperti kolesistitis, kolangitis atau pankreatitis.
Kolik bilier dapat dicetuskan sesudah makan banyak yang berlemak

1.9.2 Pemeriksaan Fisik


 Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan
komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau
umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau
pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda
Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita
menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik
nafas.
 Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.
Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar
bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila
sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.
 Kolangitis
Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis
bakterial nonplogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam
dan menggigil, nyeri didaerah hepar, dan ikterus. Apabila terjadi
kolangiolitis biasanya berupa kolangiti piogenik intrahepatik, akan
timbul 5 gejala pentaderainold, berupa 3 gejala trias charcot ditambah
syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma.

21
Kalau ditemukan riwayat kolangitis yang hilang timbul, harus
dicurigai kemungkinan hepatolitiasis. (24),(25)

1.9.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita
bati empedu diantaranya hitung sel darah lengkap, urinalisis,
pemeriksaan feses, tes fungsi hepar, dan kadar amilase serta lipase
serum.
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak
menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Diduga
terdapat kolesistitis akut jika ditemukan leukositosis dan hingga 15%
penderita memiliki peningkatan sedang dari enzim hepar, bilirubin
serum dan alkali fosfatase. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan
ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus
koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin
disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar alkali
fosfatase serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya
meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut. (26)Alkali
fosfatase merupakan enzim yang disintesis dalam sel epitel saluran
empedu. Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat
karena sel duktus meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang sangat
tinggi, menggambarkan obstruksi saluran empedu. Tetapi alkasi
fosfatase juga ditemukan di dalam tulang dan dapat meningkat pada
kerusakan tulang. Selain itu alkali fosfatase juga meningkat selama
kehamilan karea sintesis plasenta.(27),(28)Pada pemeriksaan urinalisis
adanya bilirubin tanpa adanya urobilinogen dapat mengarahkan pada
kemungkinan adanya obstruksi saluran empedu. Sedangkan pada
pemeriksaan feses, tergantung pada obstruksi total saluran empedu,
maka feses tampak pucat.

22
b. Pemeriksaan Radiologis
Diagnosis batu empedu dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
radiologis terutama pemeriksaan Ultrasonography (USG).
Pemeriksaan radiologis lain yang dapat dilakukan adalah dengan foto
polos abdomen, Computed tomography [CTl, Magnetic nesonance
cholangiography [MRCP], Endoscopic ultrasound [EUS], dan Biliary
scintigraphy.(25) Hanya sekitar l0% dari kasus batu empedu adalah
radioopak karena batu empedu tersebut mengandung kalsium dan
dapat terdeteksi dengan pemeriksaan foto polos abdomen.
Ultasonography (USG) dan cholescintigraphy adalah pemeriksaan
imaging yang sangat membantu dan sering digunakan untuk
mendiagnosis adanya batu empedu.
Pada foto polos abdomen dapat dilihat gas atau kalsium didalam
traktus biliaris. Kira-kira 10-15% batu kantung empedu mengapur
(kalsifikasi) dan dapat diidentifikasi sebagai batu kandung empedu
pada foto polos. Mungkin pula penimbunan kalsium di dalam kandung
empedu yang mirip bahan kontras. Kadang-kadang dinding kandung
empedu mengapur (kalsifikasi) yang disebut porcelain gallbladder,
yang penting sebab dari hubungan kelainan ini dengan karsinoma
kandung empedu.
Gas dapat terlihat dipusat kandung empedu gambaran berbentuk
segitiga (mercedez-ben sign), gas didalam duktus biliaris menyatakan
secara tidak langsung hubungan abnormal anatara gas kandung empedu
atau duktus choledochus. Ini dapat disebabkan oleh penetrasi ulkus
duedeni ke dalam traktus biliaris atau erosi batu kedalam lambung,
duodenum atau kolon. Gas kadang-kadang terlihat didalam duktus
sebagai manifestasi cholangitis disebabkan oleh organisme pembentuk
gas. Gas di dalam kandung empedu dan dindingnya (emphysematous
cholecystitis) adalah manifestasi dari infeksi serupa dan biasanya timbul
pada diabetes, sekunder terhadap kemacetan dari arteri kistik
disebabkan diabetic angiopathy.

23
Gas didalam vena porta, tampak perifer di dalam hepar,
menyatakan secara tidak langsung usus necrosis tetapi itu dapat terjadi
dengan cholecystitis hebat.
Kolesistografi oral ditemukan pertama kali 70 tahun yang lalu
dan banyak diadakan perubahan kontras nontoxic iodinated organic
compound diberikan oral yang diserap didalam usus kecil, diekskresi
oleh hati dan dipekatkan di dalam empedu memberikan kesempatan
untuk menemukan batu kandung empedu yang tidak mengapur sebelum
operasi. Dapat pula dideteksi kelainan intra abdominal lain dari
kandung empedu.
Kolesistografi intra vena dikerjakan sebagai pengganti
kolesistografi oral. Bahan kontras di pergunakan adalah iodipamide
(biligrafin yang mengandung iodine 50%). Ultrasonografi kandung
empedu (GB-US) telah membuat suatu pengaruh yang hebat pada
diagnosa traktus biliaris. Ini telah menggantikan kolesistografi oral
sebagai cara imaging utama karena ini menawarkan bermacam-macam
keuntungan. Tidak mempergunakan sinar x, tidak perlu menelan
kontras.
Kemampuan untuk menentukan ukuran duktus biliaris dan
untuk mengevaluasi parenkim hepar dan pankreas sangat
menguntungkan sekali. Seorang ultrasonografer yang mempunyai skill
diperlukan untuk mendapatkan hasil yang optimum. Ultrasonografer
memperlihatkan patologi anatomi dari pada patophysiology,
kolesistografi oral memperlihatkan kedua-duanya. Sebab banyak orang
yang mempunyai batu kandung empedu asimptomatik. Ada suatu
derajat tertentu agar batu tampak pada ultrasonografi kandung empedu
adalah pasien mengeluh. Ultrasonografi kandung empedu dapat
mendeteksi batu kecil dari pada kolesistografioral. Ultrasonografi dapat
pula untuk menemukan masa intra luminal selain dari pada batu, seperti
adenoma, polip kolestrol dan karsinoma kandung empedu.
Kolesistografi telah berkembang sebagai studi dinamik dari patologi

24
fisiologi dari sistem biliaris. Injeksi intravena dari technitium labeled
imminodiacetic acid compounds memberikan imaging segera dari
kandung empedu dan radioaktivitas dapat diikuti ke dalam duodenum.
Kolelitiasis
Batu empedu akan terlihat sebagai gambaran hiperekoik yang bebas
pada kandung empedu serta khas membentuk bayangan akustik
dibawahnya. Batu yang kecil dan tipis kadang-kadang tidak
memperlihatkan bayangan akustik. Pada keadaan yang meragukan
perubahan posisi penderita, misalnya duduk, sangat membantu.
Kolesistitis akut
Tanda utama pada kolesistitis akut ialah sering ditemukan batu,
penebalan dinding kandung empedu, hidrops dan kadang-kadang
terlihat eko cairan di sekelilingnya yang menandakan adanya
perikolesistitis atau perforasi. Sering diikuti rasa nyeri pada penekanan
dengan transuder yang dikenal sebagai morgan sign positif atau positif
transuder sign.
Kolesistitis kronik
Kandung empedu sering tidak atau sukar terlihat. Dinding menjadi
sangat tebal dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat
pada kolesistitis kronik lanjut dimana kandung empedu sudah mengisut
(contracted gallblader). Kadang-kadang terlihat hanya eko batunya saja
yang terlihat pada fossa vessika felea.
Saluran empedu
Pada penderita-penderita yang diduga dengan obstruksi saluran
empedu, USG merupakan pemeriksaan pertama dari serangkaian
prosedur pencitraan. Saluran empedu intra hepatik akan mudah dilihat
bila terjadi pelebaran karena selaluberjalan periportal anterior. Hal ini
menjadi sangat penting karena pelebaran saluran empedu ini kadang-
kadang sudah terlihat sebelum bilirubin darah meningkat.
Bila kita ragu-ragu apakah suatu duktus koledukus melebar arau
tidak, maka pemeriksaan dilakukan setelah penderita diberi makan

25
lemak lebih dahulu. Pada keadaan obstruksi duktus koledukus, maka
setelah fatty meal tersebut akan terlihat lebih lebar, sedangkan
pelebaran fisiologik, misalnya pada usia tua, diman elastisitas dinding
saluran sudah berkurang, maka diameternya akan menjadi lebih kecil.
Pada dasarnya lebar saluran empedu sangat bergantung pada berat
atau tidaknya obstruksi yang terjadi. Pada penderita-penderita yang
mengalami obstruksi sebagian (partial obstruction) baik disebabkan
oleh duktus koledukus, tumor papila vateri ataukolangitis sklerosis,
kadang-kadang tidak memperlihatkan pelebaran saluran empedu sama
sekali, tetapi mungkin saja dijumpai pelebaran yang berkala.
Pada setiap pelebaran duktus koledukus, pemeriksaan terhadap
kaput pankreas dan duktus pankreatikus wirsungi adalah sangat
membantu dalam menentukan lokasi sumbatantersebut
Pada umumnya terhadap penderita-penderita dengan ikterus yang
tidak ditemukan adanya saluran empedu yang melebar, maka dugaan
kita beralih kepada kelainan-kelainan parenkim hati misalnya pada
sirosis hati, hepatitis, maupun metastasis, yang pada umumnya dapat
dibedakan dari parenkim hati normal.
Ringkasan dibawah ini akan sangat membantu dalam mempelajari
sistem traktus biliaris. Pada saat ini kegunaan utama USG dalam
pemeriksaan saluran empedu adalah untuk menentukan ikterus, apakah
berasal dari kelainan hepatoseluler atau karena obstruksi saluran
empedu. Namun demikian sampai saat ini belum ada zat kontras yang
dapat digunakan seperti halnya pada kolesistografi. Didalam parenkim
hati, kita harus dapat membedakan pelebaran saluran empedu dari vena
hepatika serta vena porta.
Pelebaran saluran empedu
Merupakan tabung (tubukus) yang anekoik (cairan) dengan dinding
hiperekoik yang berkelok-kelok dan sering berlobulasi. Kadang-kadang
berkonfluensi membentuk gambaran stellata yang tidak terdapat pada

26
vena portae. Pada dinding bawah bagian posteriornya mengalami
penguatan akustik (acoustic enhancement)
Kadang-kadang dijumpai suatu keadaan dimana lokasi obstruksi
traktus biliaris sangat sukar dideteksi, maka pemeriksaan lanjutan
seperti kolongiografi transhepatik (PTC) atau retrograd endoskopik
kolangiopankreatikografi (ERCP) sangat diperlukan.
Kekurangan pengisian kandung empedu menunjukkan adanya
obstruksi duktus sistikus dan tanda-tanda kolesistitis akuta.
Kolesskintigrafi salah satu prosdur yang dapat mendeteksi
obstruksi duktus biliaris sebelum dilatasi duktus timbul dan dapat
dilihat dengang ultrasounografi. Berguna untuk mendeteksi atresia
biliaris pada neonatus dan kebocoran empedu oleh berbagai penyebab.
Endoscopy Retrograde Cholangiography (ERC) memberi injeksi
langsung duktus koledokus dengan bahan kontras. Ini nilai spesial
dalam mendeteksi batu di dalam duktus koledokus dan radang serta
kelainan neoplastik duktus. Papilotomi, biopsi, mencari keterangan batu
dari duktus biliaris, striktura dilatasi dan penempatan nasobiliari stent
untuk membebaskan obstruksi semua mungkin dengan ERCP “
Percutaneus Transhepatic Cholangiography” dilakukan dengan
penyuntikan bahan kontras dibawah fluroscopy melalui jarum sempit,
gauge berada di dalam parenkim hati.ini penting, sama alasannya
dengan ERC dan keuntungannya memungkinkan operator mengadakan
drainage empedu, bila perlu biopsi jarum (needle biopsy). Drainage dari
kumpulan cairan dan menempatkan eksternal dan internal drainage
stents dpat dikerjakan secara percutan.
Computed tomography (CT): CT tidak begitu bernilai dalam
mengevaluasi kandung empedu dan sistem duktus dari pada metoda
yang lain, tetapi berguna pada studi neoplasma parenkim hati. Dalam
penentuan gas di dalam vena porta lebih sensitif dari pada foto polos.
CT sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi dan menentukan komposisi
batu.

27
1. Ultrasonography (USG)
Ultrasonography (USG) merupakan suatu prosedur non-
invasif yang cukup aman, cepat, tidak memerlukan persiapan
khusus, relatif tidak mahal dan tidak melibatkan paparan radiasi,
sehingga menjadi pemeriksaan terpilih untuk pasien dengan
dugaan kolik biliaris. Ultrasonography mempunyai spesifisitas
90% dan sensitivitas 95% dalam mendeteksi adanya batu kandung
empedu. Prosedur ini menggunakan gelombang suara (sound
wave) untuk membentuk gambaran (image) suatu organ tubuh.
Indikasi adanya kolesistitis akut pada pemeriksaan USG
ditunjukkan dengan adanya batu, penebalan dinding kandung
empedu, gas intramural, pengumpulan cairan perikolesistikus dan
Murphy sign positif akibat kontak dengan probe USG .USG juga
dapat menunjukkan adanya obstruksi distal dengan ditemukannya
pelebaran saluran intrahepatik atau saluran empedu ekstrahepatik.
Tes ini kurang berguna untuk menemukan batu yang berada di
common bile duct.

28
Gambaran USG kandung empedu disertai dengan batu dan acoustic
shadow.

2. Computed Tomography(CT) Scan


Pada pemeriksaan ini gambaran suatu organ ditampilkan
dalam satu seripotongan cross sectional yang berdekatan,
biasanya 10-12 gambar. Deteksi batu empedu dapat dilakukan
juga dengan Computed tomography, tetapi tidak seakurat USG
dalam mendeteksi batu empedu, oleh karena itu CT scan tidak
digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan kemungkinan
penyakit biliaris kronik. CT scan berguna dalam menunjukkan
adanya massa dan pelebaran saluran empedu Pada kasus akut,
pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya penebalan dinding
kandung empedu atau adanya cairan perikolesistikus akibat
kolesistitis akut.(25)

Gambar. CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple

29
3. Cholescintigraphy
Pemeriksaan cholescintigraphy menggunakan zat
radioaktif, biasanya derivat imidoacetic acid, yang dimasukkan ke
dalam tubuh secara infravena, zat ini akan diabsorpsi hati dan
diekskresikan ke dalam empedu. Scan secara serial menunjukkan
radioaktivitas di dalam kandung empedu, duktus koledokus dan
usus halus dalam 30-60 menit. Pemeriksaan ini dapat memberikan
keterangan mengenai adanya sumbatan pada duktus sistikus.
Cholescintigraphy mempunyai nilai akurasi 95% untuk pasien
dengan kolesistitis akut, tetapi pemeriksaan ini mempunyai nilai
positif palsu 30-40% pada pasien yang telah dirawat beberapa
minggu karena masalah kesehatan lain, terutama jika pasien
tersebut telah mendapat nutrisi parenteral(29)

4. Magnetic Resonance Cholangio Pancreatography


Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) adalah
suatu pemeriksaan yang menggunakan MRI imaging dengan
software khusus. Pemeriksaan ini mampu menghasilkan
gambaran (images) yang serupa Endoscopic Retrograde
Cholangio Pancreatography (ERCP) tanpa risiko sedasi,
pankreatitis atau perforasi. MRCP membantu dalam menilai
obstruksi biliaris dan anatomi duktus pankreatikus. Pemeriksaan
ini lebih efektif dalam mendeteksi batu empedu dan mengevaluasi
kandung empedu untuk melihat adanya kolesistitis.(29)

30
Gambar : Hasil MRI pada kolelitiasis

5. Oral Cholecystography
Oral Cholecystography adalah suatu pemeriksaan non invasif lain,
tetapi jarang dilakukan. Pemeriksaan ini memerlukan persiapan
terlebih dahulu, yaitu pasien harus menelan sejumlah zat kontras
oral yang mengandung iodine sehari sebelum dilakukan
pemeriksaan. Zat kontras tersebut akan diabsorpsi dan
disekresikan ke dalam empedu. Iodine di dalam zat kontras
menghasilkan opasifikasi dari lumen kandung empedu pada foto
polos abdomen keesokan harinya. Batu empedu tampak sebagai
gambaran fiiling defects. Pemeriksaan ini terutama digunakan
untuk menentukan keutuhan duktus sistikus yang diperlukan
sebelum melakukan lithotripsy atau metode lain untuk
menghancurkan batu empedu. Pemeriksaan ini memerlukan
persiapan 48 jam sebelumnya.

6. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography


Endoscopic Retrograde Cholangio pancreatography
(ERCP) adalah pemeriksaan gold standard untuk mendeteksi batu
empedu di dalam duktus koledokus dan mempunyai keuntungan
terapeutik untuk mengangkat batu empedu. ERCP adalah suatu
teknik endoskopi untuk visualisasi duktus koledokus dan duktus
pankreatikus. Pada pemeriksaan ini mengggunakan suatu kateter

31
untuk memasukkan alat yang dimasukkan ke dalam duktus biliari
dan pankreatikus untuk mendapatkan gambaran x-ray dengan
fluoroscop. Selama prosedur, klinisi dapat melihat secara
langsung gambaran endoskopi dari duodenum dan papila major,
serta gambaran duktus biliari dan pankreatikus seperti tampak
pada gambar berikut.(25)

Gambar . ERCP menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik


(panah pendek) dan di duktus intrahepatik (panah panjang)

7. Endoscopic Ultrasonography Endoscopic Ultrasonography


(EUS)
Endoscopic Ultrasonography Endoscopic Ultrasonography
(EUS) adalah suatu prosedur diagnostik yang menggunakan
ultrasound frekuensi tinggi untuk mengevaluasi dan mendiagnosis
kelainan traktus digestivus. EUS menggunakan duodenoskop
dengan probe ultrasound pada bagian distal yang dapat
menggambarkan organ, pembuluh darah, nodus limfatikus dan
duktus empedu. Dari bagian dalam lambung atau duodenum,
endoskop dapat memberikan gambaran pankreas dan struktur
yang berdekatan. EUS dapat mendiagnosis secara akurat adanya
batu empedu di dalam duktus koledokus tetapi tidak mempunyai
nilai terapeutik seperti ERCP.

32
8. Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran
yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu
yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang
mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan
kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di
kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus
besar, di fleksura hepatica.
Pemeriksaan foto polos abdomen dapat mengidentifikasi
batu jika batu tersebut radio opak atau terbuat dari kalsium
dalam konsentrasi tinggi. Pada radiografi polos, batu empedu
biasanya muncul sebagai tunggal atau ganda, piramida,
faceted, atau kalsifikasi cuboidal yang terletak di kuadran
kanan atas (kuadran kanan atas). Kalsifikasi mungkin terjadi di
pusat, homogen, atau rimlike. Ketika beberapa batu empedu
terlihat, biasanya batu-batu berkerumun dan membentuk segi.
Udara dapat terlihat pada celah pusat, menciptakan lucency
stellata yang disebut tanda Mercedes Benz. Pada film tegak,
batu mungkin terlihat berlapis pada kantong empedu.

33
Gambar 5: Foto rongent pada kolelitiasis

1. 10 DIAGNOSIS BANDING
 Kosistitis
 Kolangitis
 Hepatitis
 Pankreatitis
 Appendisitis

1.11 PENATALAKSANAAN
a. Terapi Operatif
Kolesistektomi merupakan satu-satunya terapi definitive untuk
penderita batu simtomatik, yaitu dengan mengangkat batu dan
kandung empedu, dapat mencegah berulangnya penyakit.
Terdapat dua jenis kolesistektomi yaitu:
 Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopi, disebut juga bedah minimally
invasive, atau keyhole surgery merupakan teknik bedah modern
dimana operasi abdomen melalui irisan kecil (biasanya 0,5-1 cm)
dibandingkan dengan prosedur bedah tradisional yang
memerlukan irisan yang lebih besar, dimana tangan ahli bedah
masuk ke badan pasien. Laparoskopi mencakup operasi dalam
abdomen dan pelvis menggunakan lensa teleskop untuk
mendapatkan gambaran yang jelas pada layar monitor. Operator
dalam melaksanakan operasi menggunakan hand instrument.
Lapangan operasi pada abdomen diperluas dengan
dimasukkannya gas karbondioksida. Kolesistektomi laparoskopi
sekarang menjadi standar untuk pengelolaan pasien kolelitiasis .
Teknik ini memberikan banyak keuntungan yaitu meningkatkan
pemulihan pasien dengan mengurangi nyeri, waktu tinggal di

34
rumah sakit lebih pendek, dan lebih cepat kembali ke aktivitas
harian yang normal. Kolesistektomi laparoskopi berhubungan
dengan insisi kulit yang kecil sehingga membuat kondisi setelah
operasi lebih menyenangkan bagi pasien. Pendekatan ini juga
lebih hemat bagi penyelenggara kesehatan.(30)
 Kolesistektomi terbuka
Kolesistektomi terbuka merupakan tindakan pembedahan
abdomen yang besar, dimana ahli bedah mengambil kandung
empedu melalui irisan panjang 10-18 cm. Kolesistektomi
terencana pertama dilakukan oleh Karl Lungenbach dari Jerman
pada tahun 1882. Lebih dari satu abad, kolesistektomi terbuka
menjadi standar pengelolaan kolelitiasis simtomatis.
Kolesistektomi terbuka dilakukan ketika kantong empedu yang
sangat meradang, terinfeksi, atau bekas luka lainnya dari operasi.
Dalam kebanyakan kasus, kolesistektomi terbuka direncanakan
dari permulaan. Namun, ahli bedah mungkin melakukan
kolesistektomi terbuka saat masalah terjadi selama laparoskopi
sebuah kolesistektomi.

b. TerapiNon-operatif
Terapi non operatif hanya digunakan dalam situasi khusus, seperti
ketika seseorang dengan batu kolesterol memiliki kondisi medis yang
serius yang mencegah operasi. Batu empedu sering kambuh dalam
waktu 5 tahun setelah pengobatan.Terdapat dua jenis terapi non-
operatif yang dapat digunakan untuk melarutkan batu empedu
kolesterol yaitu:
 Terapi disolusi oral.
Ursodiol(Actigall) dan chenodiol (Chenix) adalah obat yang
mengandung asam empedu yang dapat melarutkan batu empedu.
Ursodiol adalah obat yang paling efektif dalam melarutkan batu

35
kolesterol kecil. Pengobatan mungkin diperlukan selama bertahun-
tahun untuk melarutkan semua batu.

 Shock wave lithotripsy


Prosedur shock wave lithotripsy dilakukan dengan menggunakan
sebuah mesin yang disebut lithotripter untuk menghancurkan batu
empedu. Lithotripter menghasilkan gelombang kejut yang melewati
tubuh seseorang untuk memecahkan batu empedu menjadi
potongan kecil. Prosedur ini jarang digunakan dan dapat digunakan
bersama dengan ursodiol.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENATALAKSANAAN BATU


EMPEDU
1. Lokasi
Lokasi batu empedu bisa bermacam-macam yakni di kandung
empedu, duktus sistikus, duktus koledokus, ampulla Vateri, di dalam
hati. Batu di dalam kandung empedu yang tidak memberikan keluhan
atau gejala-gejala (asimtomatik) dibiarkan saja. Bilamana timbul
gejala, biasanya karena batu tersebut migrasi ke leher kandung
empedu atau masuk ke duktus koledokus, maka batu ini harus
dikeluarkan. Migrasi batu ke leher kandung empedu akan
menyebabkan obstruksi duktus sistikus. Keadaan ini mengakibatkan
terjadinya iritasi kimiawi mukosa kandung empedu oleh cairan
empedu yang tertinggal sehingga terjadilah kolesistitis akut atau
kronis, tergantung dari beratnya perubahan pada mukosa.Pada pasien
dengan batu kandung empedu yang simtomatik ini dapat dilakukan
kolesistektomi secara konvensional ataupun dengan cara laparoskopi.
Batu empedu yang terjepit di duktus sistikus, di muara duktus sistikus
pada duktus koledokus, dapat menekan duktus koledokus atau duktus
hepatikus komunis sehingga mengakibatkan obstruksi (sindroma
Mirizzi).Batu ini harus dikeluarkan dengan cara operasi. Bila tidak

36
dikeluarkan akan menyebabkan obstruksi dengan penyulit seperti
kolangitis atau sepsis dan ikterus obstruktif yang bisa mengakibatkan
gagal hati atau sirosis bilier. Batu koledokus harus dikeluarkan karena
akan mengakibatkan obstruksi bilier sehingga dapat mengganggu
fungsi hati sampai menimbulkan gagal hati. Selain dari pada itu aliran
bilier yang tidak lancar dapat menimbulkan penyulit kolangitis -
sepsis. Pengeluaran batu koledokus ini dapat dilakukan dengan
operasi secara konvensional atau dengan cara melalui endoskopi yakni
dengan sfingterotomi endoskopik dan ekstraksi batu dengan basket
Dormia.
2. Batu empedu intrahepatik atau hepatolitiasis adalah batu empedu yang
berada pada saluran empedu intrahepatik. Batu intrahepatik
didapatkan pada 20% kasus dengan batu empedu. Masalah batu
intrahepatik berbeda sekali dengan batu empedu yang lain karena
penatalaksanaannya secara bedah sulit; kadang-kadang diperlukan
operasi berulang-ulang karena sering kambuh dan pada akhirnya
pasien seringkali menderita karena kerusakan hati akibat ikterus
obstruktif yang lama, kolangitis, abses hati multipel dan sepsis. Bila
batu intrahepatik kecil dan jumlahnya 1 atau 2 buah saja dan terletak
di distal, bisa dicoba dikeluarkan dengan basket Dormia melalui
endoskopi. Bila banyak diperlukan tindakan operasi yang berbeda
dengan operasi-operasi batu empedu yang lain.
3. Ukuran
Batu koledokus dengan diameter lebih dari 1 cm dipecah dulu agar
lebih mudah dikeluarkan dengan cara endoskopi. Ada beberapa cara
untuk memecah batu ini, yaitu (i) Litotriptor mekanik dari Suhendra:
cara ini sudah lama, kini dapat dipakai litotriptor mekanik BML dari
Olympus. Pada prinsipnya pada teknik ini setelah batu terperangkap
dalam basket kemudian dengan alat khusus cengkeraman basket
diperketat sehingga batu tersebut terpecah. Cara lain adalah (ii)
Litotriptor hidrolik, (iii) Litotriptor laser, (iv) Litotriptor ultrasonic, (v)

37
Litotriptor “piezoceramic”, (vi) “Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy” (ESWL), ini yang paling baik

4. Anatomi dari distal koledokus


Bagian distal koledokus yang sempit dan memanjang akan
menyulitkan pengeluaran batu dengan cara endoskopi. Pada keadaan
ini sebaiknya pengeluaran batu dilakukan melalui tindakan bedah.
5. Adanya penyulit kolangitis akut atau pankreatitis akut
6. Adanya penyulit-penyulit ini menunjukkan perlunya tindakan segera.
Pada kolangitis akut untuk sementara dalam keadaan darurat bisa
dipasang pipa nasobilier dan pemberian antibiotika yang adekuat.
7. Pada pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak perlu dilakukan
penanganan apa pun sampai terjadi perkembangan berikutnya. Pada
pasien dengan batu empedu simtomatik terdapat beberapa pilihan
penatalaksanaan yang tergantung manifestasi klinis, dengan tujuan
utama mengurangi gejala klinis dan mencegah berkembangnya
komplikasi

1.12 KOMPLIKASI
1. Kolesistisis
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung
empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan
peradangan kandung empedu.
2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena
infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah
saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
3. Koledokolithiasis
Koledokolithiasis dapat didiagnosis dan diobati dengan endoskopi
atau cholangiography perkutan. Ini adalah komplikasi yang terjadi
ketika batu empedu berpindah ke saluran empedu. Choledocholithiasis

38
disebabkan oleh migrasi kolesterol atau pigmen hitam batu dari
kandung empedu ke dalam saluran empedu. Gejala terkait dengan
tingkat onset dan derajat obstruksi dan potensi kontaminasi bakteri
dari empedu terhambat. Temuan fisik sering tidak hadir jika obstruksi
intermiten; Namun, jika obstruksi terjadi kemudian, akan ada ikterus.
Standar emas untuk diagnosis dan pengobatan batu empedu
menghalangi saluran empedu umum dan / atau saluran utama pankreas
ERCP.
4. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops
kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan
sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh
obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada
kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.
5. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
6. Pankreatitis Bilier
Batu yang menyebabkan batu empedu pankreatitis bisa lewat dari
saluran tanpa intervensi atau mungkin memerlukan endoskopi atau
pembedahan. Dalam kasus jaringan pankreas yang terinfeksi, atau
kondisi yang disebut nekrosis pankreas (jaringan mati) terjadi,
antibiotik dapat digunakan untuk mengendalikan atau mencegah
infeksi.

1.13 PROGNOSIS
Prognosis dari kolelitiasis bergantung pada keberadaan dan tingkat
keparahan komplikasi. Dengan diagnosis dan terapi yang cepat, tingkat
mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil.

39
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu yang
ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih
dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50%
kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20 - 50% kolesterol).
Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20%
kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah
keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak
sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.
Ultrasound: Menyatakan kalkuli, dan distensi kandung empedu dan/atau
ductus empedu (sering merupakan prosedur diagnostik awal).
Kolangeopankreatografi retrograd endeskopik: Memperlihatkan percabangan
bilier dengan kanualasi duktus koledukus melalui deudenum. Kolangiografi
transhepatik perkutaneus: Pembedaan gambaran dengan flouroskopi anatara
penyakit kantung empedu dan kanker pankreas ( bila ekterik ada ). Kolesistogram
(untuk kolositisis kronis): Menyatakan batu pada sistem empedu. Kontraindikasi
pada kolesititis karena pasien terlalu lemah untuk menelan zat lewat mulut. Skan
CT: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan
membedakan anatara ikterik obstruksi/non obstruksi. Skan hati (dengan zat
radioaktif): Menunjukan obstruksi percabangan bilier. Foto abdomen
(multiposisi): Menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu empedu,
kalsifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1.


Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007.479 - 481
2. Robbins, dkk., 1999. Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
3. Tait N, Little J.M. Fortnighly Review: The treatment of gall stones.
BMJ 1995;311:99-105.
4. Apstein M.D. Gallstones. In: Lawrence J. Brandt, editor. Clinical
practice of Gastroenterology. Philadelphia: Churchill Livingstone,
1999: 1035-44
5. Welling TH, Simeone D. M.Gallbladder and Biliary Tract: Anatomy
and Structural Anomalies, in Textbook of Gastroenterology (ed T.
Yamada), Blackwell Publishing Ltd., Oxford, UK. 2008.
6. AvundukC.Manual of Gastroenterology: Diagnosis and Theraphy 4th
Edition. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. 2008.
7. Debas HT.Biliary tract in : Pathophysiology and
Management.Springger-Verlaag. 2004; Chapter 7:198-224
8. Welling TH, Simeone D. M.Gallbladder and Biliary Tract: Anatomy
and Structural Anomalies, in Textbook of Gastroenterology (ed T.
Yamada), Blackwell Publishing Ltd., Oxford, UK. 2008.
9. Toouli J, Bhandari M. Anatomy and Phsiology of the Biliary tree and
Gallblader and Bile Duct, in, Diagnosis and Treatment Blackwell
Publishing 2006, second Edition. Chapter I: 3-20
10. Price, S, Lorraine, M., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Penerbit buku Kedokteran EGC.
Jakarta

41
11. Schwartz, dkk., 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit
buku Kedokteran EGC. Jakarta
12. Richard, S., 2002. Anatomi klinik. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
13. Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
14. Allen J. Cholelithiasis. (diakses 10 November 2015). Tersedia dari:
http : //www. emedicine. com/
15. Robbins, dkk., 2007. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit
buku Kedokteran EGC. Jakarta
16. Oswari, E., 2006. Penyakit dan Penanggulangannya. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta
17. Robbins, dkk., 1999. Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
18. Hayes, P, Mackay,T., 1997. Diagnosis dan Terapi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
19. Kim IS, Myung S, Lee SS, Lee SK, Kim MH. Classification and
nomenclature of gallstones revisited. Yonsei Med J.2003;44:561-70
20. Crawford JM. The liver and the biliary tract. In: Robbins Basic
Pathology 7th ed. Philadelphia: Saunders. 2003: 591-633
21. Sherlock S, Dooley J. Gallstones and inflammatory gallbladder
diseases. Dalam: Diseases of the liver and biliary system. 11th ed.
Blackwell Publishing. 2002; 597-623.
22. Doherty GM. Biliary Tract. In : Current Diagnosis & Treatment
Surgery 13th edition. 2010. US : McGraw-Hill Companies,p544-55.
23. Hunter JG. Gallstones Diseases. In : Schwart’s Principles of Surgery
8th edition. 2007. US : McGraw-Hill Companies.
24. Greenbergen Nj, Isselbacher KJ. Diseases of the Gallbladder and Bile
Ducts, dari Harrison’s Princi-ples of Internal Medicine, Edisi ke-14,
hal.1725-1736, Editor Fauci dkk. Mc Graw Hill, 1998

42
25. Beckingham IJ. ABC of diseases of liver, pancreas and biliary
system: Gallstrone disease. 2001;9: 56-9.
26. Shaffer E.A. The Biliary system. (diakses 10 November 2015) .
Tersedia dari: http : //www. gastroresource.com/GlTte
xtbook/en/chapter I 4/Default.htm
27. Friedman LS. Lover, biliary tracy and pancreas. Dalam: Current
Medical Diagnosis ad Treatment. 2005:629-78
28. Vogt DP. Gallbladder disease: an update on diagnosis and treatment.
Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2002;69:977-84
29. Johns Hopkins University. 2012. Gallstones.
http://www.hopkinsmedicine.org/
gastroenterology_hepatology/_pdfs/pancreas_biliary_tract/gallstone_
disease.pdf Akses 10 November 2015
30. MacFadyen, V., 2004, Laparoscopic Surgery of the Abdomen, Bruce,
71:115.

43

Anda mungkin juga menyukai