Anda di halaman 1dari 14

Discovery Learnimg

Gangguan Muskulokeletal Pada Lansia

Disusun oleh :

Rezza Allghifari Hadi


G2A015038

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG


2017-2018
DL GANGGUAN MUSKOLOKELETAL PADA LANSIA

Perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia.
Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan
tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan
lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya gangguan muskuloskeletal. Adanya
gangguan pada sistem muskuloskeletal dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga
fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna
mengaktifkan fungsi otot. Di daerah urban, dilaporkan bahwa keluhan nyeri otot sendi-tulang
(gangguan sistem musculoskeletal) merupakan keluhan terbanyak pada usia lanjut.

Adapun sebab-sebab gangguan muskuloskeletal pada lansia dapat dikelompokkan sebagai


berikut :

1. Mekanik : penyakit sendi degeneratif (osteoarthritis), stenosis spinal

2. Metabolik : osteoporosis, myxedema, penyakit paget

3. Berkaitan dengan keganasan : dermatomyositis, neuromiopati

4. Radang : polymyalgia rheumatica, temporal (giant cell) arthritis, gout

5. Pengaruh obat Dari sekian banyak jenis gangguan sistem muskuloskelatal, dalam
pembahasan refarat ini akan dibahas lebih lanjut beberapa yang paling sering terjadi pada
lansia seperti osteoarthritis, arthritis rheumatoid, arthritis gout, osteoporosis dan amiloidosis.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan berperan dalam pergerakan.
Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, bursa, dan jaringan –
jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut. A.Sendi Sendi adalah pertemuan dua
atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul
sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot. Ada tiga tipe sendi, yaitu :

1. Sendi fibrosa (sinarthroidal), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.

2. Sendi kartilaginosa (amphiarthroidal), merupakan sendi yang sedikit bergerak.

3. Sendi sinovial (diarthroidal), merupakan sendi yang dapat bergerak dengan bebas.
A.1. Sendi fibrosa ( Sinarthroidal ) Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang
yang satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa. Contohnya
terdapat pada sutura tulang-tulang tengkorak. Yang kedua disebut sindesmosis, dan terdiri
dari suatu membrane interosseus atau suatu ligament antara tulang. Hubungan ini
memungkinkan sedikit gerakan, tetapi bukan gerakan sejati. Contohnya ialah perlekatan
tulang tibia dan fibula bagian distal.

A.2. Sendi kartilaginosa ( amphiarthroidal ) Sendi kartilaginosa adalah sendi dimana ujung –
ujung tulangnya dibungkus oleh rawan hialin dan disokong oleh ligamen, sehingga hanya
memungkinkan suatu gerakan yang terbatas. Ada dua tipe sendi kartilaginosa. Sinkondrosis
adalah sendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh tulang rawan hialin Sendi-sendi
kostokondral adalah contoh dari sinkondrosis. Simfisis adalah sendi yang tulang-tulangnya
memiliki suatu hubungan fibrokartilago, dan selapis tipis tulang rawan hialin yang
menyelimuti permukaan sendi. Simfisis pubis dan sendi-sendi pada tulang punggung adalah
contoh-contohnya.

A.3. Sendi sinovial ( diarthroidal ) Sendi sinovial adalah sendi-sendi tubuh yang dapat
digerakkan. Sendi-sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan rongga sendi dilapisi
tulang rawan hialin. Kapsul sendi terdiri dari suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu
lapisan dalam yang terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan
sinovium yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus
tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi,
tetapi terlipat sehingga sehingga memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Lapisan-lapisan
bursa diseluruh persendian membentuk sinovium. Periosteum tidak melewati kapsul.
Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan
sinovial normalnya bening, tidak membeku dan tidak berwarna. Jumlah yang ditemukan pada
tiap-tiap sendi relatif kecil (1 sampai 3 ml). Hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya
kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuklear. Asam hialuronidase adalah
senyawa yang bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh sel-sel
pembungkus sinovial. Bagian cair dari cairan sinovial diperkirakan berasal dari transudat
plasma. Cairan sinovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.
Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada sendi sinovial.
Tulang rawan ini memegang peranan penting dalam membagi beban tubuh. Rawan sendi
tersusun dari sedikit sel dan sebagian besar substansi dasar. Substansi dasar ini terdiri dari
kolagen tipe II dan proteoglikan yang berasal dari sel-sel tulang rawan. Proteoglikan yang
ditemukan pada tulang rawan sendi sangat hidrofilik sehingga memungkinkan tulang rawan
tersebut menerima beban yang berat. Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat
aliran darah, limfe, atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa oleh
cairan sendi yang membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen
pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau usia yang bertambah. Beberapa
kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk kolagen tipe I yang lebih fibrosa. Proteoglikan
dapat kehilangan sebagian kemampuan hidrofiliknya. Perubahan-perubahan ini berarti tulang
rawan akan kehilangan kemampuannya untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat.
Sendi dilumasi oleh cairan sinovial dan oleh perubahan-perubahan hidrostatik yang terjadi
pada cairan interstitial tulang rawan. Tekanan yang terjadi pada tulang rawan akan
mengakibatkan pergeseran cairan kebagian yang kurang mendapat tekanan. Sejalan dengan
pergeseran sendi ke depan, cairan yang bergerak ini juga bergeser ke depan mendahului
beban. Cairan kemudian akan bergerak kebelakang ke bagian tulang rawan ketika tekanan
berkurang. Tulang rawan sendi dan tulang-tulang yang membentuk sendi biasanya terpisah
selama gerakan selaput cairan ini. Selama terdapat cukup selaput atau cairan, tulang rawan
tidak dapat aus meskipun dipakai terlalu banyak. Aliran darah ke sendi banyak yang menuju
ke sinovium. Pembuluh darah mulai masuk melalui tulang subkondral pada tingkat tepi
kapsul. Jaringan kapiler sangat tebal di bagian sinovium yang menempel langsung pada ruang
sendi. Hal ini memungkinkan bahan-bahan di dalam plasma berdifusi dengan mudah ke
dalam ruang sendi. Proses peradangan dapat sangat menonjol di sinovium karena di dalam
daerah tersebut banyak mengandung aliran darah, dan disamping itu juga terdapat banyak sel
mast dan sel lain dan zat kimia yang secara dinamis berinteraksi untuk merangsang dan
memperkuat respons peradangan. Saraf-saraf otonom dan sensorik tersebar luas pada
ligamen, kapsul sendi, dan sinovium. Saraf-saraf ini berfungsi untuk memberikan sensitivitas
pada struktur-struktur ini terhadap posisi dan pergerakan. Ujung-ujung saraf pada kapsul,
ligamen, dan adventisia pembuluh darah sangat sensitif terhadap peregangan dan perputaran.
Nyeri yang timbul dari kapsul sendi atau sinovium cenderung difus dan tidak terlokalisasi.
Sendi dipersarafi oleh saraf-saraf perifer yang menyeberangi sendi. Ini berarti nyeri yang
berasal dari satu sendi mungkin dapat dirasakan pada sendi yang lainnya, misalnya nyeri
pada sendi panggul dapat dirasakan sebagai nyeri lutut. B.Jaringan Penyambung Jaringan
yang ditemukan pada sendi dan daerah-daerah yang berdekatan terutama adalah jaringan
penyambung yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar. Dua macam sel yang ditemukan
pada jaringan penyambung adalah sel-sel yang tidak dibuat dan tetap berada pada pada
jaringan penyambung seperti pada sel mast, sel plasma, limfosit, monosit, dan leukosit
polimorfonuklear. Sel-sel ini memegang peranan penting pada reaksi-reaksi imunitas dan
peradangan yang terlihat pada penyakit-penyakit rheumatik. Jenis sel yang kedua dalam
jaringan penyambung ini adalah sel-sel yang tetap berada dalam jaringan, seperti kondrosit,
fibroblas, dan osteoblas. Sel-sel ini mensintesis berbagai macam serat dan proteoglikan dari
substansi dasar dan membuat tiap jenis jaringan penyambung memiliki susunan sel yang
tersendiri. Serat-serat yang didapatkan di dalam substansi dasar adalah kolagen dan elastin.
Setidaknya terdapat 11 bentuk kolagen yang dapat diklasifikasikan menurut rantai molekul,
lokasi dan fungsinya. Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja kolagenase. Enzim proteolitik ini
membuat molekul stabil berubah menjadi molekul tidak stabil pada suhu fisiologik dan
selanjutnya dihidrolisis oleh proses lain. Perubahan sintesis kolagen tulang rawan terjadi pada
orang-orang yang usianya makin lanjut. Peningkatan aktivitas kolagenase terlihat pada
bentuk-bentuk penyakit reumatik yang diperantarai oleh imunitas seperti pada arthritis
reumatoid. Serat-serat elastin memiliki sifat elastin yang penting. Serat ini didapat dalam
ligamen, dinding pembuluh darah besar dan kulit. Elastin dipecah-pecah oleh enzim yang
disebut elastase. Elastase dapat menjadi penting pada proses pembentukan arteriosklerosis
dan emfisema. Ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa perubahan dalam sistem
kardiovaskuler karena penuaan, dapat terjadi oleh karena peningkatan pemecahan serat
elastin . Selain serat-serat, proteoglikan adalah zat penting yang ditemukan dalam substansi
dasar. Proteoglikan adalah molekul besar terbuat dari rantai polisakarida panjang yang
melekat pada pusat polipeptida. Proteoglikan pada tulang rawan sendi berfungsi sebagai
bantalan pada sendi sehingga sendi dapat menahan beban-beban fisik yang berat. Hubungan
proteoglikan dan dengan proses imunologi dengan proses peradangan adalah kompleks.
Limfokin dapat menginduksi sel-sel jaringan penyambung untuk memproduksi proteoglikan
baru, menghambat produksi, atau meningkatkan pemecahan. Proteoglikan dapat menjadi
fokus aksi autoimun pada gangguan seperti arthritis reumatoid. Pertambahan usia mengubah
proteoglikan di dalam tulang rawan, proteoglikan ini akan kurang melekat satu dengan
lainnya dan berinteraksi dengan kolagen. Perubahan fungsional dan struktural utama yang
menjadi bagian dari proses penuaan normal menyebabkan perubahan biokimia dari jaringan
penyambung dan terjadi terutama pada serat dan proteoglikan. Evaluasi Cairan Sinovial Tiap-
tiap gangguan rheumatik dapat mempengaruhi perubahan cairan sinovial secara berbeda-
beda. Uji beku musin dilakukan dengan menambahkan asam asetat pada cairan sinovial. Zat
ini akan membentuk presipitasi karena berinteraksi dengan asam hialuronat. Uji ini akan
memberikan hasil yang semakin tidak akurat dengan semakin banyaknya cairan peradangan,
karena asam hialuronat telah dipecahkan oleh enzim-enzim lisosomal sehingga jumlahnya
tidak cukup lagi untuk membentuk presipitasi ketika ditetesi asam asetat. Kejernihan cairan
sinovial normal akan menghilang dengan peningkatan sel-sel dan protein pada keadaan
patologik.

1. OSTEOARTHRITIS

Osteoarthritis adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang terutama terjadi pada orang yang
berusia lanjut dan ditandai oleh degenerasi kartilago artikularis, perubahan pada membran
sinovia serta hipertrofi tulang pada tepinya. Rasa nyeri dan kaku, khususnya setelah
melakukan aktivitas yang lama akan menyertai perubahan degeneratif tersebut.

A. Insidens, Etiologi dan Patologi

Osteoarthritis merupakan bentuk penyakit sendi yang paling sering ditemukan. Diperkirakan
⅓ dari orang berusia >35 tahun, menunjukkan bukti radiografik yang memperlihatkan
penyakit osteoarthritis dengan prevalensi yang terus meningkat sampai 80 tahun. Meskipun
mayoritas pasien, khususnya yang berusia muda, menderita penyakit ringan dan relatif
asimptomatik, osteoarthritis merupakan salah satu dari beberapa penyebab utama yang
menimbulkan disabilitas orang yang berusia > 65 tahun. Osteoarthritis mungkin bukan satu
penyakit melainkan beberapa penyakit yang semuanya memperlihatkan gambaran klinis dan
patologis yang serupa. Akan tetapi terdapat dua perubahan morfologis utama, yaitu kerusakan
fokal tulang rawan sendi yang progresif dan pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang
rawan dan tepi sendi yang dikenal sebagai osteofit. Penelitian menunjukkan bahwa
perubahan metabolisme tulang rawan sendi sudah timbul sejak awal proses patologis
osteoarthritis. Perubahan metabolisme tulang tersebut berupa peningkatan aktivitas enzim-
enzim yang merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi yaitu kolagen dan
proteoglikan. Perusakan ini membuat kadar proteoglikan dan kolagen berkurang sehingga
kadar air tulang rawan sendi juga berkurang. Hal tersebut diatas membuat tulang rawan sendi
rentan terhadap beban biasa. Permukaan tulang rawan sendi menjadi tidak homogen,
terpecah-pecah dan timbul robekan-robekan. Dalam hal inilah, diduga pembentukan tulang
baru yaitu osteofit adalah merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk memperbesar
permukaan tulang dibagian inferior tulang rawan sendi yang telah rusak tersebut. Dengan
menambah luas permukaan tulang dibawahnya diharapkan distribusi beban yang ditanggung
persendian tersebut dapat merata. Beberapa faktor turut terlibat dalam timbulnya
osteoarthritis ini. Penambahan usia semata tidak menyebabkan osteoarthritis, sekalipun
perubahan selular atau matriks pada kartilago yang terjadi bersamaan dengan penuaan
kemungkinan menjadi predisposisi bagi lanjut usia untuk mengalami osteoarthritis. Faktor-
faktor lain yang diperkirakan menjadi predisposisi adalah obesitas, trauma, kelainan endokrin
(misalnya diabetes mellitus) dan kelainan primer persendian (misalnya arthritis inflamatorik).

B.Keluhan dan Gejala

Gejala klinis osteoartritis bervariasi, bergantung pada sendi yang terkena, lama dan intensitas
penyakitnya, serta respons penderita terhadap penyakit yang dideritanya. Pada umumnya
pasien osteoartritis mengatakan bahwa keluhan-keluhannya sudah berlangsung lama, tetapi
berkembang secara perlahan-lahan. Secara klinis, osteoartritis dapat dibagi menjadi 3
tingkatan, yaitu :

1. Subklinis. Pada tingkatan ini belum ada keluhan atau tanda klinis lainnya. Kelainan baru
terbatas pada tingkat seluler dan biokimiawi sendi.

2. Manifest. Pada tingkat ini biasanya penderita datang ke dokter. Kerusakan rawan sendi
bertambah luas disertai reaksi peradangan.

3. Dekompensasi Rawan sendi telah rusak sama sekali, mungkin terjadi deformitas dan
kontraktur. Pada tahap ini biasanya diperlukan tindakan bedah. Keluhan-keluhan umum yang
sering dirasakan penderita osteoartritis adalah sebagai berikut :

•Nyeri Sendi Merupakan keluhan utama yang sering kali membawa pasien datang ke
dokter.Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan
istirahat.Beberapa gerakan tertentu menimbulkan rasa sakit yang berlebih dibanding gerakan
lain. Pada osteoartritis terdapat hambatan sendi yang biasanya bertambah berat dengan pelan-
pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri. Asal nyeri dapat dibedakan, yaitu : -
Peradangan Nyeri yang berasal dari peradangan biasanya bertambah pada pagi hari atau
setelah istirahat beberapa saat dan berkurang setelah bergerak. Hal ini karena sinovitis
sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi yang menimbulkan
pembengkakan dan peregangan simpai sendi. Semua ini menimbulkan rasa nyeri. - Mekanik
Nyeri akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan berkurang pada waktu
istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan penyakit yang telah lanjut dimana
rawan sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya terlokalisasi hanya pada sendi yang terkena,
tetapi dapat juga menjalar

• Kaku Sendi Merupakan keluhan pada hampir semua penyakit sendi dan osteoartritis yang
tidak begitu berat. Pada beberapa pasien, nyeri dan kaku sendi dapat timbul setelah istirahat
beberapa saat misalnya sehabis duduk lama atau bangun tidur. Berlawanan dengan penyakit
inflamasi sendi seperti artritis rheumatoid, dimana pada artritis rheumatoid kekakuan sendi
pada pagi hari berlangsung lebih dari 1 jam,maka pada osteoartritis kekakuan sendi jarang
melebihi 30 menit.

•Pembengkakan Sendi Merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan dalam


ruang sendi. Biasanya teraba panas tanpa adanya kemerahan. Pada sendi yang terkena akan
terlihat deformitas yang disebabkan terbentuknya osteofit. Tanda-tanda adanya reaksi
peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna
kemerahan) mungkin dijumpai pada osteoartritis karena adanya sinovitis.

•Perubahan Gaya Jalan Salah satu gejala yang menyusahkan pada pasien osteoartritis adalah
adanya perubahan gaya jalan. Hampir pada semua pasien osteoartritis, pergelangan kaki,
tumit, lutut atau panggulnya berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan
fungsi sendi yang lain merupakan ancaman besar untuk kemandirian pasien lanjut usia.

•Gangguan Fungsi Timbul karena ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi. Adanya
kontraktur, kemungkinan adanya osteofit, nyeri dan bengkak merupakan penyebab yang
menimbulkan gangguan fungsi. Pada osteoartritis tidak terdapat gejala-gejala sistemik seperti
kelelahan, penurunan berat badan atau demam.

C. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium berguna untuk menyingkirkan penyakit sendi lain, karena tidak
ada satupun yang spesifik untuk osteoartritis. Pemeriksaan hematologis umumnya normal,
jumlah leukosit dan laju endap darah normal, kecuali jika disertai infeksi lain. Cairan sendi
dapat diambil dari sendi manapun yang bengkak dan tindakan ini dapat mengurangi rasa
nyeri penderita. Pada osreoartritis, cairan sendi akan meningkat jumlahnya, berwarna kuning
transparan, kental, terdapat gumpalan musin, jumlah leukosit kurang dari 2000/mm3 dengan
proporsi sel normal (25% PMN). Mungkin ditemukan kristal kalsium pirofosfat dan hidroksi-
apatit sebagai penyebab reaksi peradangan. Dapat juga ditemukan serpihan tulang rawan
pada tingkat lanjut penyakit.

Radiologis Pemeriksaan radiologis membantu diagnosis osteoartritis, tetapi adanya kelainan


radiologis tidak terlalu berarti bahwa ini sebagai penyebab satu-satunya keluhan penderita.
Kriteria radiologis osteoartritis adalah sebagai berikut :

1. Osteofit pada tepi sendi atau tempat melekatnya ligament


2. Adanya periartikuler ossicle terutama pada DIP dan PIP
3. Penyempitan celah sendi disertai sklerosis jaringan tulang subkondrial
4. Adanya kista dengan dinding yang sklerotik pada daerah subkondrial
5. Perubahan bentuk tulang, misal pada caput femur.

Kriteria diagnosis radiologis, yaitu :

1. Meragukan : bila ditemukan 1 dari 5 kriteria diatas

2. Osteoartritis ringan : bila ditemukan 2 dari 5 kriteria diatas

3. Osteoartritis moderate : bila ditemukan 3 dari 5 kriteria diatas

4. Osteoartritis berat : bila ditemukan 4 dari 5 kriteria diatas

D. Diagnosis

Diagnosis osteoartritis ditegakkan berdasarkan anannesis, pemeriksaan jasmani, radiologis,


dan bila perlu dengan pemeriksaan laboratorium tertentu. Diagnosis bandingnya terutama
dengan penyakit sendi yang sering ditemui dalam praktek sehari-hari, yaitu artritis gout dan
artritis rheumatoid. E. Penatalaksanaan Osteoarthritis Stadium awal osteoarthritis paling baik
bila ditangani dengan tindakan konservatif, termasuk pengobatan dengan obat-obat anti
inflamasi non steroid (NSAID) seperti preparat piroxicam 10mg 2x1 hari, preparat naproxen
250-500 mg 2x1 hari,tetapi harus mewaspadai efek yang timbul di lambung dan reaksi
alergi.Dapat juga dengan latihan-latihan fisioterapi atau tanpa pengobatan sama sekali.
Intervensi pembedahan merupakan tindakan yang terlambat setelah terjadi perkembangan
penyakit yang berarti. Penggunaan injeksi sodium hyaluronate yang berfungsi sama seperti
cairan sinovial pada rongga sendi dapat juga digunakan. Dosis yang dipakai adalah 1 X 2
ml/minggu selama 5 minggu berturut-turut. Indikasi bedah dilakukan bila nyeri dan
pengurangan fungsi masih ada setelah pemberian obat-obat anti inlamasi non steroid,
suntikan steroid ke dalam sendi dan penggunaan bidai kecil. Osteoarthritis lanjut pada
persendian perifer sering memerlukan pembedahan untuk meringankan rasa nyeri dan
memperbaiki fungsi sendi, misalnya tindakan menyatukan sendi atau arthroplasti reseksi
untuk menyumbat rongga sendi, osteotomi untuk menghasilkan kembali keseimbangan
berbagai gaya mekanis, atau artroplasti penggantian sendi secara total untuk membentuk
kembali permukaan artikulasi sendi. Selain dari pengobatan medis seperti diatas, dapat juga
disertai dengan penatalaksanaan lain seperti sebagai berikut :

•Meyakinkan penderita bahwa penyakitnya tidak progresif karena biasanya penderita takut
sekali menjadi lumpuh atau cacat. Rencana pengobatan selanjutnya dijelaskan dan
disesuaikan dengan keadaan umum penderita, sendi-sendi yang terkena, keluhan dan sikap
hidup sehari-hari.

•Istirahat atau proteksi terhadap sendi yang terkena

•Koreksi semua faktor-faktor yang menimbulkan stress berlebihan pada rawan sendi.
Tindakan ini bukan saja akan mengurangi beban pada rawan sendi, tetapi juga memperlambat
proses degenerasi sehingga akan lebih memberi kesempatan proses regenerasi berlangsung.

•Diet, selain untuk mengurangi berat badan, tidak ada bukti bahwa diet berperan langsung
terhadap pengobatan osteoartritis. Dengan menghilangkan kegemukan penderita osteoartritis
sendi penyokong berat badan maka akan mengurangi keluhan.

•Fisioterapi, terutama pemanasan dan latihan yang adekuat. Pemanasan badan (moist health)
lebih nyaman daripada pemanasan kering. Massage, penggunaannya sangat terbatas karena
hanya berefek pada otot yang melingkupi sendi, sedang sendinya sendiri tidak dapat dicapai.
Massage berguna untuk mengurangi nyeri karena spasme otot.

•Alat bantu, misalnya traksi atau pemakaian soft collar untuk spondilosis leher, korset untuk
spondilosis lumbal, tongkat untuk osteoartritis lutut atau pinggul. Berdasarkan perkembangan
penelitian tentang osteoartritis, untuk pengobatan terbaru osteoartritis dapat dipakai
kombinasi Chondroitin Sulfate (CS) dan Glucosamine Sulfate (GS). Dengan kombinasi ini
sangat efektif untuk menghilangkan nyeri pada osteoartritis juga nyeri pada artritis
rheumatoid. Glucosamine adalah bentuk polisakarida terbuat dari kulit kerang yang
merupakan bahan dasar pembentuk tulang rawan sendi. Cara kerjanya menstimulasi fungsi
dan kerja sendi sehingga dapat terjadi regenerasi sel rawan sendi secara berkesinambungan.
Zat tersebut disisipkan melalui pergesekan sendi ke dalam rawan sendi untuk membentuk sel-
sel rawan. Chondroitin sulfat terbuat dari tulang rawan ikan hiu dan paus. Khasiatnya adalah
antiinflamasi (peradangan) dan penghilang rasa sakit. Zat itu juga bisa menetralisasi
perusakan enzim dan meningkatkan kualitas cairan sendi. Kombinasi preparat Glocosamine
HCL 250 mg dengan Chondroitin Sulphate 200 mg dengan dosis 3x1. Obat-obatan golongan
terbaru pada pengobatan osteoartritis: Golongan cox-2 inhibitors berperan dalam
menghambat enzim siklooksigenase yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi
prostaglandin yang berperan dalam timbulnya inflamasi dan nyeri sehingga mengurangi
terjadinya perdarahan lambung dan gangguan pada ginjal. Contoh obatnya : Celecoxib
100mg 2x1 hari, Valdecoxib 10-20mg 1x1 hari, tidak boleh diberikan pada orang dengan
alergi NSAID, asma.
2. ARTHRITIS RHEUMATOID

Menurut definisi, artritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi yang mengenai jaringan ikat
sendi, bersifat progresif, simetrik, dan sistemik serta cenderung menjadi kronik. Atau arthritis
reumatoid adalah kelainan sistemik dengan manifestasi utama pada persendian yang
berkembang secara perlahan-lahan dalam beberapa minggu.

A. Insidens, Etiologi dan Patogenesis Jaringan sinovia menjadi hiperplastik dan mengalami
infiltrasi oleh limfosit serta sel-sel plasma. Sejumlah zat pengantar inflamasi, termasuk
interleukin 1, prostaglandin, dan imunoglobulin ditemukan dalam cairan sinovia.

B. Keluhan dan gejala Sebagian besar pasien arthritis reumatoid yang berusia lanjut
menderita penyakit tersebut sebagai suatu proses yang tengah berlangsung dan sudah
dimulai.Kalau arthritis reumatoid baru terjadi ketika seseorang sudah berusia lanjut, onsetnya
dapat timbul perlahan atau terjadi secara akut. Pada kebanyakan pasien, keadaan artritis
disertai dengan gejala konstitutional yang ringan atau sedang. Biasanya arthritis reumatoid
terutama ditemukan pada persendian yang kecil pada tangan (yaitu di artikulasio
interfalangeal proksimal, metakarpofalangeal), kemudian kaki (pada artikulasio
metatarsofalangeal, interfalangeal) dan pergelangan tangan, baru kemudian penyakit ini
mengenai persendian yang besar (misalnya sendi siku, bahu, lutut). Kalau onsetnya terjadi
secara tiba-tiba selama waktu beberapa hari saja, pasien sering mengalami gejala malaise,
anoreksia, penurunan berat badan dan depresi. Gejala panas dan perspirasi malam hari
kadang-kadang dikemukakan. Pada akhirnya, arthritis reumatoid akan menjadi penyakit
tambahan yang simetris persendian seperti halnya arthritis reumatoid pada pasien yang
berusia muda.

C. Hasil Laboratorium Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis arthritis reumatoid. Sekitar 85% penderita arthritis reumatoid mempunyai
autoantibodi didalam serumnya yang dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini
adalah suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer
yang tinggi, lebih besar dari 1:160, biasanya dikaitkan dengan nodula reumatoid, penyakit
yang berat, vaskulitis, dan prognosis yang buruk. Faktor reumatoid adalah suatu indikator
diagnosis yang membantu, tetapi uji untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu uji untuk
menyingkirkan diagnosis reumatoid arthritis. Hasil yang positif dapat juga menyatakan
adanya penyakit jaringan penyambung seperti lupus eritematosus sistemik, sklerosis sistemik
progresif, dan dermatomiositis. Selain itu, sekitar 5% orang normal memiliki faktor
reumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan bertambahnya usia.
Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60 tahun dapat memiliki faktor reumatoid
dalam titer yang rendah. Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang
bersifat tidak spesifik. Pada arthritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih
tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktivitas
penyakit. Arthritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik melalui
pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespons terhadap pengobatan anemia
yang biasa dan dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali juga terdapat anemia
kekurangan besi sebagai akibat pemberian obat untuk mengobati penyakit ini. Anemia
semacam ini dapat berespons terhadap pemberian besi. Cairan sinovial normal bersifat jernih,
berwarna kuning muda hitung sel darah putih kurang dari 200/mm3. Pada arthritis reumatoid
cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitungan sel darah putih meningkat mencapai
15.000 – 20.000/ mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini
dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat dan mudah pecah.

D. Kriteria Diagnostik Diagnosis arthritis reumatoid tidak bersandar pada satu karakteristik
saja tetapi berdasar pada evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala. Kriteria diagnostik
adalah sebagai berikut:

1. Kekakuan pagi hari (sekurangnya 1 jam)

2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi

3. Arthritis sendi-sendi jari-jari tangan

4. Arthritis yang simetris

5. Nodula reumatoid dan Faktor reumatoid dalam serum

6. Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang) Diagnosis artritis


reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari tujuh kriteria ini
terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung sekurang-
kurangnya 6 minggu.

E. Pengobatan Terapi farmakologis yang utama untuk artritis reumatoid adalah penggunaan
obat anti inflamasi non steroid (AINS). Obat anti inflamasi non steroid umumnya diberikan
kepada arthritis reumatoid sejak masa dini penyakit ini dimaksudkan untuk mengatasi rasa
nyeri sendi akibat inflamasi. Keterbatasan dalam penggunaan AINS adalah toksisitasnya.
Toksisitas AINS yang paling sering dijumpai adalah efek sampingnya pada gastrointestinal,
terutama jika AINS digunakan bersama obat lain, alkohol, kebiasaan merokok, atau dalam
keadaan stress. Usia juga merupakan faktor resiko untuk mendapatkan efek samping
gastrointestinal akibat AINS. Bagi pasien yang sensitif dapat digunakan preparat AINS dalam
bentuk supositoria, enteric coated. Preparat dalam bentuk ini kurang berpengaruh dalam
mukosa lambung dibandingkan dengan preparat biasa. Pada pihak lain, walaupun AINS
dalam bentuk ini seringkali dianggap kurang menyebabkan timbulnya iritasi gastrointestinal
akibat kontak langsung dengan mukosa gastroduodenal, umumnya obat dalam bentuk ini
tetap memiliki efek sistemik terutama menekan sintesis prostaglandin sehingga obat ini juga
harus digunakan secara hati-hati terutama pada pasien yang telah memiliki gangguan
gastoduodenal. Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan AINS antara lain
adalah reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta penekanan sistem
hematopoetik. Selain AINS pengobatan arthritis rematoid juga dilakukan dengan terapi fisik
dan okupasional yang harus dilakukan bersama-sama dengan exercise serta pemakaian
peralatan penopang dan mungkin pula cara-cara jasmaniah untuk meringankan rasa nyeri
(misalnya kompres hangat atau dingin pada tempat yang sakit). Meskipun istirahat perlu
dianjurkan pada saat-saat kambuhnya penyakit, immobilitas irreversibel dapat terjadi jika
seorang pasien lanjut usia dibiarkan tirah baring dalam waktu yang lama. Jika pasien tidak
memperlihatkan respon yang memuaskan terhadap pengobatan dan terapi fisik dalam waktu 6
hingga 12 minggu, terapi pilihan kedua (second line therapy) harus segera dimulai. Banyak
pasien dengan inflamasi yang aktif pada persendian memberikan respon terhadap terhadap
preparat kortikosteroid sistemik (misalnya pemberian prednison selama 1 bulan yang dimulai
dengan takaran 25 mg/hari dan kemudian diturunkan secara perlahan-lahan dengan cara
tappering-off menjadi 5 hingga 10 mg/hari). Efek jangka panjang (osteoporosis, katarak,
kesembuhan luka yang jelek, hiperglikemia, hipertensi dan peningkatan resiko infeksi) harus
seimbang dengan manfaat yang diberikan oleh pengobatan ini. Pemberian preparat steroid
intra artikular dapat membantu mengatasi inflamasi rheumatoid akut yang mengenai satu
sendi.

3. ARTHRITIS GOUT

Artritis gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada
jaringan sekitar sendi (tofi). Gout juga merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok
gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia).

A. Insidens dan Patogenesis

Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung
pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat
proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu. Masalah akan timbul bila terbentuk kristal-
kristal dari monosodium urat monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-
kristal berbentuk jarum ini mengakibatkan reaksi peradangan yang bila berlanjut akan
mengakibatkan nyeri hebat yang sering menyertai serangan gout.. Jika tidak diobati endapan
kristal akan menyebabkan kerusakan hebat pada sendi dan jaringan lunak Pada keadaan
normal kadar urat serum pada pria mulai meningkat setelah pubertas. Pada wanita kadar urat
tidak meningkat sampai setelah menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat
melalui ginjal. Setelah menopause kadar urat serum meningkat seperti pada pria. Gout jarang
terjadi pada wanita. Sekitar 95% penderita gout adalah pria. Gout dapat ditemukan di seluruh
dunia, pada semua ras manusia. Ada prevalensi familial dalam penyakit gout yang
mengesankan suatu dasar genetik dari penyakit ini. Namun ada sejumlah faktor yang agaknya
mempengaruhi timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup.

B. Gambaran Klinis
Terdapat empat tahap dari perjalanan klinis penyakit gout yang tidak diobati.

 Tahap pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Dalam tahap ini penderita tidak
menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari
penderita hiperurisemia asimptomatik yang menjadi serangan gout akut.
 Tahap kedua adalah arthritis gout akut. Pada tahap ini terjadi pembengkakan
mendadak dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan
metatarsofalangeal. Arthritis bersifat monoartikular dan menunjukkan tanda-tanda
peradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan peningkatan jumlah sel darah putih.
Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-obatan, alkohol, atau stress
emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien untuk mencari pengobatan segera.
Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi jari-jari tangan, lutut, mata kaki,
pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa pengobatan,
tetapi dapat memakan waktu 10 sampai 14 hari. Perkembangan dari serangan akut
gout umumnya mengikuti serangkaian peristiwa sebagai berikut. Mula-mula terjadi
hipersaturasi dari urat plasma dan cairan tubuh. Selanjutnya diikuti oleh penimbunan
di dalam dan sekeliling sendi-sendi. Mekanisme terjadinya kristalisasi urat setelah
keluar dari serum masih belum jelas dimengerti. Serangan gout seringkali terjadi
sesudah trauma lokal atau ruptura dari tofi (timbunan natrium urat), yang
mengakibatkan peningkatan cepat dari konsentrasi asam urat lokal. Tubuh mungkin
tidak dapat mengatasi peningkatan ini dengan baik, sehingga terjadi pengendapan
asam urat di luar serum. Kristalisasi dan penimbunan asam urat akan memicu
serangan gout. Kristal-kristal asam urat memicu respons fagositik oleh leukosit,
sehingga leukosit memakan kristal-kristal urat dan memicu mekanisme respons
peradangan lainnya. Respons peradangan ini dapat dipengaruhi oleh lokasi dan
banyaknya timbunan kristal asam urat. Reaksi peradangan dapat meluas dan
bertambah sendiri, akibat dari penambahan timbunan kristal dari serum .
Pembengkakan tangan kiri pada penderita gout
 Tahap ketiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritical. Tidak terdapat
gejala-gejala pada masa ini yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai
tahun. Kebanyakan orang mengalami ulangan serangan gout dalam waktu kurang
dari 1 tahun jika tidak diobati.
 Tahap keempat adalah tahap gout kronik dimana timbunan urat terus bertambah
dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik akibat
kristal-kristal asam urat menyebabkan nyeri, sakit, dan kaku, juga pembesaran dan
penonjolan dari sendi yang bengkak. Serangan akut dari artritis gout dapat terjadi
pada tahap ini. Tofi terbentuk pada masa gout kronik akibat insolubilitas realtif dari
urat. Bursa olekranon, tendon Achilles, permukaan ekstensor lengan bawah, bursa
infrapatelar, dan heliks telinga adalah tempat yang sering dihinggapi tofi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Asdie, Ahmad H. Harrison's Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4, Edisi


Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC. 2000.
2. Dambro. Griffith's 5 – Minutes Clinical Consult. USA: Lippincott Williams and
Wilkins. 2001.
3. Hazzard, W.R. et al. Principles of Geriatrtrics Medicine and Gerontology, Second
Edition. USA: MC Graw Hill.1996.
4. Lonergen, Edmund T. A Lange Clinical Manual Geriatrics, First Edition. London:
Prentice – Hall International.1996.
5. Noer, HM S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.1996.
6. Price, S A and Wilson L M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Buku Kedua, Edisi Kempat. Jakarta: EGC.1995.
7. R.Boedhi-Darmojo. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : FKUI. 1999.
8. Smith, A.N. Exton M.D. and P.W. Overstall MB; Guidelines an Medicine Geriatrics
Volume 1; University Park Press; Baltimore, 1979.

Anda mungkin juga menyukai