Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU
Kesehatan No. 23 tahun 1992). Selain itu, menurut UU RI Nomor 39 Tahun
2009 tentang kesehatan, adapun pengertian kesehatan adalah keadaan sehat,
baik secara fisik, mental, spritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Keadaan sehat dicerminkan oleh kelengkapan organ dan sistem tubuh yang
berfungsi normal serta adanya zat pengatur fungsi tubuh. Otak adalah organ
yang bertugas mengatur fungsi tubuh. Agar otak berfungsi dengan baik
diperlukan energi dari glukosa, protein, lemak, vitamin, dan oksigen yang
berasal dari sistem tubuh. Manusia dikatakan memiliki jiwa jika dia hidup
dan organ tubuhnya berfungsi baik. Oleh karena itu, kesehatan otak
merupakan inti dari kesehatan jiwa manusia.

Jadi bisa disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah keadaan sehat seseorang
dimana dapat menerima keadaan diri sendiri, orang lain, dan benda-benda
yang berhubungan dengan kehidupan serta dapat mengatasi masalah yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan kehidupan secara sosial dan
ekonomis. Menurut Skinner, ada 4 kriteria sehat jiwa, yaitu menerima diri
sendiri, diterima oleh orang lain, efisien dalam bekerja atau studi, dan bebas
dari konflik dalam diri sendiri
(http://www.sambanglihum.info/umum/memahami-arti-kesehatan-jiwa.html,
diakses 6 Juli 2018).

Kesehatan jiwa juga didefinisikan sebagai perasaan sehat dan bahagia serta
mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain
sebagaimana adanya, dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri serta
orang lain (Yasira. 2011. Online, http://id.shvoong.com/writing-and-
speaking/2102283-definisi-kesehatan-jiwa/, diakses 6 Juli 2018).

1
Pengertian “konsep gangguan jiwa” dari PPGD II yang merujuk ke DSM-III
(PPGDJ III: 7) adalah sindrom atau pola perilaku, atau psikologik seseorang
yang secara klinik bermakna, dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala
penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) di dalam satu atau
lebih fungsi yang penting dari manusia.

Rumah sakit jiwa adalah rumah sakit yang mengkhususkan diri dalam
perawatan gangguan mental serius (Wikipedia. Online,
http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah sakit jiwa, diakses 6 Juli 2018). Adapun
salah satu rumah sakit yang mengusung pelayanan kesehatan jiwa adalah
Rumah Sakit Jiwa Daerah Sambang Lihum Gambut Kabupaten Banjar.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2016 menyebutkan 14,1% penduduk


Indonesia mengalami gangguan jiwa dari yang ringan hingga berat. Data dari
33 rumah sakit jiwa (RSJ) di seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini
jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang. Di Indonesia,
prevalensinya sekitar 11% dari total penduduk dewasa. Hasil survei kesehatan
mental rumah tangga (SKMRT) menunjukkan sebanyak 185 orang dari 1.000
penduduk dewasa menunjukkan adanya gejala gangguan jiwa. Gangguan
mental emosional yang terjadi pada usia 15 tahun ke atas dialami 140 per
1.000 penduduk dan ditataran usia 5-14 tahun 104 per 1.000 penduduk.
Penelitian terakhir menunjukkan, 37% warga Jawa Barat mengalami
gangguan jiwa, mulai dari tingkat rendah sampai tinggi (Aimanullah, 2015).

Mengacu pada data WHO, prevalensi (angka kesakitan) penderita skizofrenia


sekitar 0,2-2%, sedangkan insidensi atau kasus baru yang muncul tiap tahun
sekitar 0,01%. Lebih dari 80% penderita skizofrenia di Indonesia tidak
diobati dan dibiarkan berkeliaran di jalanan, atau bahkan dipasung. Sementara
itu, jumlah penderita gangguan jiwa ringan dan sedang juga terus meningkat.
Diperkirakan 20-30% dari populasi penduduk di perkotaan mengalami
gangguan jiwa ringan dan berat.

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk


meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkontribusikan pada
fungsi yang terintegrasi sistem klien dapat berupa individu, keluarga,

2
kelompok, organisasi, atau komunitas. Dalam memberikan asuhan
keperawatan, perawat meyakini bahwa klien adalah manusia yang utuh dan
unik yang terdiri dari aspek bio-psikosial-kultural-spiritual. Selanjutnya,
perawat dapat mengidentifikasi status kesehatan klien yang berfluktuasi
sepanjang rentang sehat-sakit. Status kesehatan klien akan mempengaruhi
respon klien yang dapat dikaji dari aspek bio-psikososial-kultural-spiritual.
Pada pengkajian, seringkali perawat hanya memusatkan perhatian pada aspek
biologis atau fisik saja sehingga asuhan keperawatan yang komprehensif tidak
tercapai (Kelliat,1999).

Umumnya, pasien gangguan jiwa dibawa keluarganya ke Rumah Sakit Jiwa


atau unit pelayanan kesehatan jiwa lainnya karena keluarga tidak mampu
merawat dan terganggu karena perilaku pasien. Beberapa gejala yang lazim
dirasakan oleh keluarga sehingga menjadi alasan mengapa pasien dibawa ke
Rumah Sakit Jiwa yaitu adanya harga diri rendah, menarik diri, halusinasi,
waham, dan perilaku kekerasan (Stuart dan Sudeen, 1995).

Berdasarkan data di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung, jumlah


kunjungan pasien ke RSJ tersebut tercatat 37.490 orang pada tahun 2015 atau
dihitung 120 orang per hari. Dari jumlah tersebut, setiap harinya minimal adal
lima orang pasien yang harus dirawat inap, diantaranya adalah pasien dengan
halusinasi. Hasil rekapitulasi tersebut menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan jumlah pasien gangguan jiwa, salah satunya adalah gangguan
jiwa dengan halusinasi

Adapun di Ruang Melati Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung, sejak Januari
sampai dengan Juni 2018 berjumlah orang pasien gangguan jiwa dengan
hasil persentase urutan pertama: yang mengalami isolasi sosial berjumlah
orang, kedua: gangguan sensori persepsi halusinasi berjumlah, ketiga:
gangguan harga diri rendah berjumlah, dan keempat: perilaku kekerasan

Dari hasil data yang didapatkan di Melati Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Lampung, cukup banyak ditemukan pasien dengan gangguan konsep diri:
harga diri rendah. Berhubung gangguan konsep diri: harga diri rendah dapat
menimbulkan dampak, maka apabila tidak diatasi dengan baik kemungkinan

3
akan menimbulkan masalah lanjut seperti menarik diri bahkan munculnya
halusinasi serta perilaku kekerasan, sehingga diperlukan suatu penanganan
dalam upaya-upaya untuk penyembuhan penyakit melalui pemeliharaan
kesehatan dengan perawatan dan pengobatan.

Dengan demikian, peran perawat sangatlah penting dalam memberikan


asuhan keperawatan diantaranya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Upaya preventif yaitu mencegah kegawatan agar tidak terjadi gangguan
perilaku. Upaya promotif yaitu dengan pendidikan kesehatan bagi keluarga
tentang merawat klien. Upaya kuratif yaitu kolaborasi dengan tim kesehatan
untuk pemberian pengobatan. Upaya rehabilitatif yaitu membantu klien dalam
kegiatan sehari-hari seperti TAK agar klien dapat mandiri dalam kehidupan
sehari-hari menjalani kehidupan yang normal.

Asuhan keperawatan ini membahas tentang konsep kesehatan dan


keperawatan kesehatan jiwa dengan penekanannya pada upaya pencegahan
primer, sekunder, dan tertier kesehatan jiwa, yang ditujukan pada pasien
dengan masalah gangguan konsep diri: harga diri rendah menggunakan
pendekatan proses keperawatan melalui komunikasi terapeutik serta
menggunakan beberapa terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa.

Adapun hal yang melatarbelakangi penyusun memilih Ny.S menjadi klien


kelolaan pada asuhan keperawatan ini adalah, klien mempunyai masalah
gangguan konsep diri: harga diri rendah dan klien sangat kooperatif dengan
perawat saat dilakukan wawancara.

Oleh karena itu, penyusun tertarik untuk mengungkap masalah ini ke dalam
seminar keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Jiwa Pada klien Nn.S Dengan Diagnosa Harga Diri
Rendah Di Ruang Melati Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung Tahun 2018.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mhasiswa mampu menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
dengan Harga Diri Rendah.
2. Tujuan Khusus

4
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan Harga Diri Rendah
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan Harga
Diri Rendah.
c. Mampu membuat diagnosa keperawatan pada klien dengan Harga
Diri Rendah.
d. Mampu membuat intervensi atau rencana keperawatan pada klien
dengan Harga Diri Rendah.
e. Mampu membuat implementasi atau tindakan keperawatan pada
klien dengan Harga Diri Rendah.
f. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan Harga
Diri Rendah

C. MANFAAT
Penulis mengharapkan karya tulis ini dapat memberikan manfaat untuk :
1. Profesi perawat
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di rumah
sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa
khususnya dengan kasus Harga Diri Rendah.
2. Klien
Memberikan pengetahuan serta masukan kepada klien tentang cara
menangani, merawat, dan mencegah kekambuhan Harga Diri Rendah.
3. Keluarga
Memberikan pengetahuan serta masukan kepada kelurga tentang cara
menangani, merawat, mencegah kekambuhan dan berkomunikasi kepada
anggota keluarga yang mengalami Harga Diri Rendah.
4. Penulis
Untuk menambah referensi dan kemampuan mengaplikasikan asuhan
keperawatan jiwa khususnya pada klien dengan Harga Diri Rendah serta
mengaplikasikan dalam menerapkan komunikasi terapeutik dengan
menggunakan pendekatan SP

5
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA : HDR

A. PENGERTIAN
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang
diketahui tentang diri dan mempengaruhi individu dalam berhubungan
dengan orang lain (Stuart, et al. 1998: 319).

Termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan


orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan
objek, tujuan, serta keinginannya.

Konsep diri belum ada saat lahir, dan berkembang secara bertahap melalui
kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Individu
dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari
kemampuan interpersonal, intelektual, dan penguasaan lingkungan. Konsep
diri negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladaptif
Rentang respon konsep diri (Stuart, et al. 1998:320)

6
Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Keracunan Depersonalisasi


diri positif rendah identitas
Gambar 1.1 Skema Rentang Respon Konsep Diri (sumber: Stuart, et
al, 1988: 320)
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) dalam buku Nur Fajariyah (2012: 7)
respon individu terhadap konsep dirinya sepanjang rentang respon konsep diri
yaitu adaptif dan maladaptif:
a. Aktualisasi adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang
pengalaman nyata yang sukses diterima.
b. Konsep diri positif adalah mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri.
c. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan konsep
diri maladaptif.
d. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan aspek
psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis.
e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri sendiri
yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan, serta tidak dapat
membedakan dirinya dengan orang lain.

Komponen konsep diri terdiri dari 5 bagian, yaitu:


a. Gambaran diri (body image)
Sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar yang
mencakup persepsi, perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi, penampilan,
serta potensi tubuh saat ini dan masa lalu.
b. Ideal diri (self ideal)
Persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai standar
pribadi (aspirasi, cita-cita, nilai atau seseorang yang diinginkan).
c. Identitas (identity)

7
Kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian
yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai satu-
kesatuan yang utuh.
d. Peran (role performance)
Pola sikap, prilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan dari seseorang
berdasarkan posisinya di masyarakat.
e. Harga diri (self esteem)
Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa
jauh perilaku memenuhi ideal diri.
Jadi pengertian harga diri rendah adalah sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan, tidak
berguna, tidak berdaya, tidak ada harapan dan putus asa (Direktorat
Kesehatan Jiwa DepKes RI, 1992).
B. ETIOLOGI
Biasanya yang menyebabkan harga diri rendah adalah kurangnya umpan balik
positif, perasaan ditolak oleh orang terdekat, sejumlah kegagalan dan
ketidakberdayaan, ego yang belum berkembang dan menghakimi super ego,
faktor-faktor pribadi atau situasi seperti disfungsi sistem keluarga atau tidak
adanya dukungan sosial.
a. Faktor predisposisi
Adapun faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan harga diri
rendah adalah (Stuart, et al. 1995, dikutip oleh Keliat):
1. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak/susunan saraf pusat yang
dapat menimbulkan gangguan seperti:
a) Hambatan perkembangan otak khususnya korteks frontal,
temporal, dan limbik (sistem kesadaran dan emosi).
b) Pertumbuhan dan perkembangan individu.
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh, dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap
respon psikologis dari klien. Sikap atau keadaan yang dapat

8
mempengaruhi adalah penolakan dan kekerasan dalam kehidupan
klien.
3. Sosial budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi seperti
kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, dan
kerawanan), kehidupan terisolasi disertai stres yang menumpuk. Jadi
faktor predisposisi dari gangguan konsep diri: harga diri rendah,
yaitu:
a) Pengalaman masa kanak-kanak dapat merupakan faktor
kontribusi pada gangguan konsep diri.
b) Anak yang tidak menerima kasih sayang.
c) Individu yang kurang mengerti akan arti dan tujuan kehidupan
akan gagal menerima tanggung jawab untuk diri sendiri.
d) Penolakan orang tua, harapan yang tidak realistis, tergantung
pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.

b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dari gangguan konsep diri: harga diri rendah,
diantaranya adalah situasi atau stressor yang dapat mempengaruhi konsep
diri dan komponennya. Stressor yang mempengaruhi harga diri contohnya
adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua dan orang
yang berarti, seperti:
1) Pola asuhan anak yang tidak tepat (dituruti, dilarang, dituntut).
2) Kesalahan dan kegagalan berulang kali.
3) Cita-cita yang tidak dapat dicapai.
4) Gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri.

C. PATOFISIOLOGI
Seseorang dengan harga diri rendah berhubungan dengan hubungan
interpersonal yang buruk yang mulanya merasa dirinya tidak berharga
sehingga merasa tidak aman berhubungan dengan orang lain, individu yang

9
mempunyai ketergantungan berlebihan pada orang lain, dan kemudian
dimunculkan dalam bentuk perilaku (Stuart, et al, 1998).

Perilaku biasanya ditunjukkan pada klien dengan harga diri rendah adalah
kritik terhadap diri sendiri/orang lain, produktivitas menurun, destruksi pada
orang lain, gangguan berhubungan perasaan irritable, sikap negatif terhadap
diri sendiri, ketegangan peran, pesimis terhadap kehidupan, keluhan fisik,
pandangan hidup terpolarisasi, menolak kemampuan diri sendiri, mengejek
diri dari realitas, cemas dan takut.

Harga diri rendah berhubungan dengan hubungan interpersonal yang buruk


mengarah pada kasus skizofrenia dan depresi.

Hal ini dapat terjadi karena faktor sosiokultural akibat menurunnya stabilitas
keluarga dan kesibukan keluarga dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari dan
faktor psikologis meliputi koping individu yang tidak efektif terhadap
keadaan dirinya, tanggung jawabnya, serta koping keluarga dalam
menghadapi situasi yang dialami klien.

D. JENIS HARGA DIRI RENDAH


Gangguan harga diri yang disebut dengan harga diri rendah menurut Keliat
(1998:24) dapat terjadi secara:
1. Situasional
Yaitu trauma yang terjadi tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan,
dicederai, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, dan
perasaan malu karena sesuatu terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN,
dipenjara tiba-tiba). Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri
rendah karena:
1) Privacy kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perineal).

10
2) Harapan akan struktur, bentuk, dan fungsi tubuh tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit.
3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak dihargai, misalnya
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan
tanpa persetujuan.
2. Kronis
Yaitu perasaan negatif terhadap diri yang telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit atau dirawat klien mempunyai cara berpikir negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap
dirinya.

E. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping gangguan konsep diri: harga diri rendah dibagi menjadi 2,
yaitu koping jangka pendek dan koping jangka panjang.
a. Jangka pendek
1) Aktivitas yang memberi kesempatan lari sementara dari krisis.
2) Aktivitas yang memberi kesempatan mengganti identitas.
3) Aktivitas yang memberi kekuatan atau dukungan sementara
terhadap konsep diri.
4) Aktivitas yang memberi arti terhadap kehidupan.
b. Jangka panjang
Mekanisme pertahanan diri (ego oriental reaction) yang bervariasi untuk
melindungi diri yang sering digunakan untuk fantasi, disosiasi, proyeksi,
dan mengisar.

F. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala yang dapat dikaji atau karakteristik perilaku yang terjadi
pada klien dan masalah utama harga diri rendah menurut Direktorat
Kesehatan Jiwa DepKes RI (1998:35) adalah sebagai berikut:
a. Perasaan negatif terhadap diri sendiri.
b. Menyatakan diri tidak berharga, tidak berguna, dan tidak mampu.
c. Mengatakan hal-hal negatif terhadap keadaan tubuhnya.

11
d. Mengeluh tidak dapat melakukan peran dan fungsi sebagaimana
mestinya.
e. Menarik diri dari kehidupan sosial atau realitas.
f. Kritis terhadap diri sendiri dan atau orang lain.
g. Destruktif terhadap orang lain dan diri sendiri.
h. Pembicaraan kacau.
i. Mengungkapkan adanya ketegangan peran.
j. Mudah tersinggung dan mudah marah.
k. Produktivitas menurun.
l. Pandangan hidup yang ekstrim.
m. Penolakan terhadap diri sendiri.
n. Mengatakan pesimis dalam menghadapi kehidupan.
o. Merasa tidak adekuat.
p. Keluhan fisik dan penyalahgunaan zat.

G. PENATALAKSANAAN
Usaha pertama yang dilakukan adalah membina hubungan rasa percaya.
Apabila sudah didapatkan kontak mata, maka lakukan bimbingan tentang hal-
hal yang praktis. Bimbingan yang diberikan haruslah bimbingan yang baik
seperti bekerja secara sederhana di rumah atau di luar rumah. Bantu klien
memperluas kesadaran dirinya, kemudian bantu klien mengenal kekuatan dan
kelemahannya. Bantu untuk mengevaluasi diri, membuat rencana tujuan
yang realistik, kemudian bantu klien membuat keputusan dan mencapai
tujuan. Meski klien sudah sembuh atau boleh pulang ke rumah, metode
farmakologi atau pengobatan tidak boleh putus. Penatalaksanaan klien dengan
harga diri rendah meliputi:
a. Farmakologi.
b. Terapi lain seperti terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi tingkah
laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi lingkungan, terapi aktivitas
kelompok yang tujuannya adalah memperbaiki perilaku klien dengan
harga diri rendah.

12
c. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi (kembali memfungsikan)
dan perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara
wajar dalam kehidupan bermasyarakat.

H. TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN HARGA DIRI


RENDAH
1. Pengkajian
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal
dirawat. Isi pengkajian meliputi:
a. Identitas klien
1) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontak
dengan klien tentang: nama klien, panggilan klien, nama perawat,
panggilan perawat, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik
pembicaraan.
2) Usia dan nomor rekam medik.
3) Perawat menuliskan sumber data yang didapat.
b. Keluhan utama/alasan masuk
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien
dankeluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan oleh
keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi harga diri bisa disebabkan oleh
pengalaman masa kanak-kanak yang merupakan faktor kontribusi
pada gangguan atau masalah konsep diri, orang tua yang kasar,
membenci dan tidak menerima akan mempunyai keraguan atau
ketidakpastian seperti gagal mencintai dirinya dan menggapai cinta
orang lain.
d. Faktor presipitasi
Disebabkan oleh setiap situasi yang dihadapi individu dan tidak
mampu menyelesaikannya, seperti:
1) Stressor yang mempengaruhi gambaran diri
a) hilangnya bagian tubuh,

13
b) tindakan operasi,
c) proses patologi penyakit,
d) perubahan struktur dan fungsi tubuh,
e) proses tumbuh kembang, dan
f) prosedur tindakan dan terapi.
2) Stressor yang mempengaruhi harga diri dan ideal diri
a) penolakan dan kurangnya penghargaan dari orang tua, dan
orang yang berarti.
b) pola asuh yang tidak tepat.
c) kegagalan dan kesalahan berulang.

e. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang digunakan dalam jangka pendek yaitu:
1) Aktivitas yang memberi kesempatan lari sementara dari krisis.
2) Aktivitas yang memberi kesempatan mengganti.
3) Aktivitas yang memberi atau dukungan sementara terhadap konsep
diri.
4) Aktivitas yang memberi arti dari kehidupan.

Mekanisme yang digunakan dalam jangka panjang yaitu penyesuaian


atau penyelesaian positif akan menghasilkan integritas ego, identitas,
dan keunikan individu. Selanjutnya dapat menggunakan “Ego
Oriented Reaction” yang bervariasi untuk melindungi diri. Ragam
Ego Oriented Reaction atau mekanisme pertahanan diri yang sering
dipakai adalah fantasi, isolasi, proyeksi. Dalam keadaan semakin berat
dapat terjadi deviasi perilaku dan kegagalan penyesuaian seperti:
penyalahgunaan zat, psikologis/neurosis, dan bunuh diri.

14
Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri,


Komunikasi
orang lain, dan lingkungan
verbal

Perilaku kekerasan

Perubahan persepsi sensorik:


Defisit
halusinasi pendengaran
perawatan diri
Tidak efektifnya
penatalaksanaan
regiment terapeutik
Gangguan interaksi sosial:
Menurunnya
menarik diri
motivasi
perawatan diri
Koping keluarga
tidak efektif: Gangguan konsep diri:
ketidakmampuan harga diri rendah Gangguan proses
keluarga merawat ( cp ) pikir: waham
anggota keluarga
yang sakit
Koping individu tidak efektif
Berduka
disfungsional
15
Gambar 1.2 Pohon Masalah Harga Diri Rendah (sumber: Aris R.,
dkk, 2008)

2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin dapat disimpulkan dari hasil
pengkajian (Keliat, 1998: 89) adalah:
a. Gangguan konsep diri: harga diri rendah situasional atau kronik.
b. Keputusasaan.
c. Isolasi sosial: menarik diri.
d. Resiko perilaku kekerasan.
e. Ketidakberdayaan.
f. Gangguan citra tubuh.
g. Perubahan penampilan peran.
h. Ideal diri tidak realistis.
i. Gangguan identitas personal.

3. Perencanaan
Rencana tindakan keperawatan terdiri dari 3 aspek utama, yaitu:
a. Tujuan umum
Berfokus pada penyelesaian permasalahan dari diagnosa, tujuan
umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus dapat dicapai.
b. Tujuan khusus
Berfokus pada penyelesaian etiologi dari diagnosa. Tujuan khusus
merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu dicapai atau
dimiliki klien. Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah
dan kebutuhan klien. Umumnya kemampuan pada tujuan khusus
dapat dibagi menjadi tiga aspek yaitu kemampuan kognitif yang
diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosa keperawatan,
kemampuan psikomotor yang diperlukan agar etiologi dapat selesai,
dan kemampuan efektif yang perlu dimiliki agar klien percaya akan
kemampuan menyelesaikan masalah.
c. Rencana tindakan keperawatan

16
Merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tujuan khusus.
Tindakan keperawatan menggambarkan tindakan perawat mandiri,
kerjasama dengan klien, keluarga, kelompok, dan kolaborasi dengan
tim kesehatan jiwa lainnya. Adapun rencana tindakan keperawatan
menurut Gail W.S. (1998:313) yaitu:
1. Psikoterapeutik
a) Bina hubungan saling percaya
(1) Kenalkan nama dan waktu kerja perawat pada klien.
(2) Jelaskan pada klien bahwa perawat telah siap
mendengarkan apa yang dikatakannya.
(3) Nyatakan kesediaan perawat membantu klien.
(4) Dengarkan dengan penuh perhatian dan minat setiap
pernyataan klien.
b) Bantu klien memperluas kesadaran dirinya
(1) Anjurkan klien untuk mengungkapkan segala sesuatu yang
dirasakan seperti hubungannya dengan orang lain,
pekerjaan, urusan rumah tangga, sekolah, dan sebagainya.
(2) Tanyakan kepada klien tentang kejadian yang berkaitan
dengan pikiran, perasaan, dan keyakinannya.
(3) Luruskan kesalahan persepsi klien tanpa mendebatnya.
c) Membantu klien mengenal kekuatan dan kelemahannya
(1) Anjurkan klien menyebutkan dan menuliskan minimal lima
kelebihan kekuatan yang dimilikinya.
(2) Dukung pernyataan klien tentang kelebihan kekuatan yang
telah disebut oleh klien.
(3) Bicarakan dengan klien kekurangan/kelemahan yang
dimilikinya, serta jelaskan bahwa setiap orang mempunyai
kelebihan dan kekurangan.
d) Bantu klien mengevaluasi diri
(1) Tanyakan pada klien keberhasilan yang pernah diraih.

17
(2) Bicarakan kegagalan yang pernah dialami, sebab-sebab
kegagalan, cara mengatasinya, serta respon klien terhadap
kegagalan tersebut.
(3) Jelaskan pada klien bahwa yang dialami dapat menjadi
pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi
dimasa mendatang.
e) Bantu klien membuat rencana yang realistik
(1) Tanyakan kepada klien tujuan keberhasilan yang ingin
dicapai.
(2) Bantu klien memilih tujuan serta keberhasilan yang ingin
dicapai.
(3) Bicarakan dengan klien konsekuensi dari tujuan yang telah
dipilih dengan memberi contoh bermain peran dan
mendemonstrasikan kembali.
f) Bantu klien membuat keputusan dan mencapai tujuan
(1) Beri klien kesempatan untuk melakukan kegiatan yang
telah dipilih.
(2) Tunjukkan keberhasilan yang telah dicapai dengan memberi
penghargaan yang sesuai.
(3) Ikut sertakan klien dalam aktivitas kelompok.
(4) Beri dukungan positif untuk mempertahankan dan
meningkatkan kemampuan klien.
1) Pendidikan kesehatan
a) Anjurkan klien untuk mengikuti latihan keterampilan untuk
mengembangkan bakat yang dimiliki.
b) Bimbing setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai
kemampuan dari masing-masing anggota keluarganya.
c) Bimbing klien untuk menguraikan pola hubungan dengan tiap
anggota keluarga.
d) Bimbing klien untuk mencoba cara-cara baru dalam berhubungan
dengan anggota keluarga lain.

18
e) Beri informasi kepada keluarga cara merawat klien dengan harga diri
rendah, mengenai:
(1) karakteritik harga diri rendah,
(2) cara merawat klien, dan
(3) sistem rujukan dan fasilitas.
2) Kehidupan sehari-hari
a) Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan
(1) Jelaskan pada klien bahwa makan dan minum yang cukup
penting untuk kesehatannya.
(2) Jelaskan bahwa kondisi fisik yang sehat akan meningkatkan
kemampuan untuk menyelesaikan masalah.
(3) Sajikan makanan secara menarik.
(4) Pantau berat badan klien secara teratur.
b) Bantu klien melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuannya
(1) Arahkan kegiatan klien sesuai dengan kemampuan minimal.
(2) Beri penghargaan atas keberhasilan yang dicapai.
(3) Beri kegiatan kepada klien secara bertahap.
(4) Bimbing klien melakukan asuhan mandiri.
3) Lingkungan terapeutik
a) Lingkungan fisik
(1) Siapkan ruangan yang aman dan nyaman, hindarkan alat-alat
yang bisa digunakan klien untuk mencederai diri sendiri dan
orang lain.
(2) Tata ruangan secara mekanik seperti: tempelkan poster-poster
yang cerah untuk meningkatkan gairah hidup, hadirkan musik
ceria, dan acara televisi berupa film komedi yang lucu.
(3) Beri kesempatan kepada klien untuk merawat dan menyimpan
barang-barang milik pribadinya pada lemari-lemari atau kamar
khusus.
b) Lingkungan sosial

19
(1) Beri penjelasan pada klien setiap akan melakukan tindakan
keperawatan, terutama yang berkaitan dengan privacy (hak
klien).
(2) Terima klien apa adanya dengan tidak mengeluarkan kata-kata
yang mengejek atau merendahkan.
(3) Anjurkan keluarga agar menerima klien sebagaimana mestinya.
(4) Jelaskan pada keluarga bahwa setiap keluarga unik, mempunyai
kelebihan dan kekurangan.

4. Evaluasi
Evaluasi menurut Stuart (1998:237) yaitu:
a. Apakah ancaman terhadap integritas fisik atau sistem diri pasien telah
menurun dalam sifat, jumlah, dan asal atau waktu?
b. Apakah perilaku pasien mencerminkan penerimaan diri, nilai diri, dan
persetujuan diri yang lebih besar?
c. Apakah sumber koping pasien sudah dikaji dan dikerahkan secara
adekuat?
d. Apakah pasien sudah meluaskan kesadaran diri dan melakukan
eksplorasi serta evaluasi diri?
e. Apakah pasien menggunakan respon koping yang adaptif ?

20
21

Anda mungkin juga menyukai