Anda di halaman 1dari 19

Nama Kelompok :

1. n
2. n
3. n
4. n
5. n
6. n
Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang beribukotakan Denpasar. Bali
merupakan pulau yang dikenal dengan sebuatan pulau dewata. Dan merupakan salah satu
pulau surga wisata untuk wisatawan asing maupun wisatawan lokal karena daerahnya
memiliki keindahan yang sangat menarik bagi para wisatawan. Masyarakat pulau ini sebagian
besar memeluk agama Hindu. Tidak hanya keindahan daerahnya saja yang menarik bawa
wisatawan namun juga keaneka ragaman kesenian serta kebudayaan yang ada di Bali pun
menarik untuk dikenal lebih jauh oleh para wisatawan.
Asal-usul suku Bali terbagi ke dalam tiga periode atau gelombang migrasi:
gelombang pertama terjadi sebagai akibat dari persebaran penduduk yang terjadi di Nusantara
selama zaman prasejarah; gelombang kedua terjadi secara perlahan selama masa
perkembangan agama Hindu di Nusantara; gelombang ketiga merupakan gelombang terakhir
yang berasal dari Jawa, ketika Majapahit runtuh pada abad ke-15—seiring dengan Islamisasi
yang terjadi di Jawa—sejumlah rakyat Majapahit memilih untuk melestarikan
kebudayaannya di Bali, sehingga membentuk sinkretisme antara kebudayaan Jawa klasik
dengan tradisi asli Bali.

A. KEBUDAYAAN BALI
Kebudayaan Bali terkenal dengan seni tari, seni pertujukan, dan seni ukirnya.
Gamelan merupakan bentuk seni musik yang vital dalam berbagai acara tradisional
masyarakat Bali. Setiap jenis musik disesuaikan dengan acaranya. Musik untuk piodalan (hari
jadi) berbeda dengan musik pengiring acara metatah (mengasah gigi), demikian pula
pernikahan, ngaben, melasti, dan sebagainya.Gamelan yang beraneka ragam pun disesuaikan
dengan berbagai jenis tari yang ada di Bali.

Sebagaimana di Jawa, suku Bali juga mengenal pertunjukan wayang, namun dengan
bentuk wayang yang lebih menyerupai manusia daripada wayang khas Jawa. Suku Bali juga
memiliki aspek-aspek unik yang terkait dengan tradisi religius mereka. Kehidupan religius
mereka merupakan sinkretisme antara agama Hindu-Buddha dengan tradisi Bali.

Kesenian pada masyarakat Bali merupakan satu kompleks unsur yang tampak
digemari oleh warga masyarakatnya, sehingga terlihat seolah-olah mendominasi seluruh
kehidupan masyarakat Bali. Atas dasar fungsinya yang demikian maka kesenian merupakan
satu fokus kebudayaan Bali. Daerah Bali sangat kaya dalam bidang kesenian, seluruh cabang
kesenian tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakatnya yang meliputi seni rupa,
seni pertunjukan dan seni suara.

1. Rumah Adat Bali

Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila
terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan, dan parahyangan.
Untuk itu, pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa
disebut ‘’Tri Hita Karana’’. Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti
harus ada hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.
Pada umumnya,bangunan/arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi
hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung
arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbol-simbol dan penyampaian komunikasi.
Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol ritual yang dibuat
berupa patung.

2. Kepercayaan Mayarakat Bali

Masyarakat Bali kebanyakan beragama Hindu, dan percaya adanya satu Tuhan dalam
bentuk Trimurti yang Esa yaitu Brahmana (yang menciptakan), Wisnu (yang melindungi dan
memelihara), dan Siwa (yang merusak). Selain itu juga percaya dengan para dewa yang
memiliki kedudukan yang lebih rendah dari Trimurti yaitu dewa Wahyu (dewa angin), dewa
Indra (dewa perang). Agama Hindu juga mempercayai Roh abadi. Dan mempercayai semua
ajaran-ajaran yang berada dikitab wedha.

Tempat untuk melakukan persembahyangan (ibadah) agama Hindu di Bali dinamakan


Pura atau Sangeh. Tempat ibadah ini merupakan bangunan-bangunan suci yang sifat nya
berbeda-beda setiap tempat persembahyangan. Karena banyak sekali hampir beribu-ribu pura
atau sangeh yang masing-masing pura tersebut mempunyai upacara adat yang sesuai dengan
perayaan leluhur mereka sesuai sistem tanggalan nya sendiri-sendiri.

3. Pakaian Adat Bali

Bali memiliki banyak macan atau varian dari pakaian adatnya. Untuk perempuan yang
masih remaja menggunakan sanggul gonjer, sedangkan perempuan atau wanita dewasa
menggunakan sanggul tagel, kemudian menggunakan sesentang atau kemben songket, Kain
wastra, Sabuk prada (stagen) untuk membelit pinggul dan dada, Selendang songket bahu ke
bawah, Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam, Beragam ornamen perhiasan, Sering pula
dikenakan kebaya, kain penutup dada, dan alas kaki sebagai pelengkap. Untuk pria
menggunakan ikat kepala atau udeg lalu menggunakan selendang pengikat atau umpal, kain
kampuh, kain wastra, keris, sabuk, kemeja atau jas, serta ornament yang digunakan untuk
menghiasi penampilan sang pria
4. Tari Bali

Bali memiliki berbagai macam jenis tarian daerah yang berasal dari daerah ini
diantaranya :
TARI JOGET BUMBUNG BALI

Tari joged bumbung adalah tarian warisan leluhur sejak dulu, tari ini adalah tari
pergaulan untuk menambah keakraban, para penonton yang sedang menyaksikan tarian ini
bisa turut serta menari diatas panggung. Sehingga membuat suasana semakin semarak.
TARI SEKAR JAGAT

Tari Sekar Jagat, sangat lasim digunakan dalam pembukaan suatu acara, tarian ini
diciptakan oleh Bapak Swasthi Widjaya Bandem dan gambelan. Tarian ini menggambarkan
tentang gadis-gadis Bali yang sedang berdandan dan bersiap siap untuk melakukan
penyambutan.

B. KEHIDUPAN SOSIAL

(KELUARGA BALI)

1. Kasta Brahmana (Pemerintahan)

Keturunan dari kasta Brahmana biasanya diawali dengan gelar:

- Ida Bagus untuk laki-laki, dan


- Ida Ayu (disingkat Dayu) untuk perempuan.

Pada masa lalu, kasta brahmana adalah golongan rohaniwan atau pemuka agama, yaitu
pendeta, pedanda, beserta keluarganya. Mereka tinggal di suatu kompleks hunian yang
disebut griya, diwariskan berdasarkan garis keturunan leluhur mereka di masa lalu. Sekarang,
tidak semua keturunan brahmana berprofesi sebagai pemuka agama. Mereka sudah masuk ke
dalam berbagai lapangan pekerjaan dan tidak semua keturunannya masih menetap di griya.

2. Kasta Ksatriya (Pemerintahan)

Satria Kshatriya adalah kasta prajurit, juga mencakup bangsawan dan raja..
Keturunan dari kasta kesatria biasanya diawali dengan gelar :

- Anak Agung (disingkat Gung),


- Cokorda (disingkat Cok), atau Gusti.

Mereka umumnya keturunan raja dan tinggal di puri atau sekitar puri, yaitu kediaman
leluhur mereka (bangsawan Bali) yang memerintah atau mengabdi pada masa lalu.
Bagaimanapun, ada sebagian golongan kesatria yang tinggal di luar puri.
Dalam kasta ini juga ada yang menggunakan gelar:

- Dewa, atau Dewa Ayu dan


- Desak untuk perempuan

Umumnya mereka adalah keturunan pejabat puri pada masa lalu. Pada mulanya, kasta
kesatria merupakan orang-orang dengan profesi di bidang pemerintahan, baik
sebagai raja, menteri, pejabat militer, bupati, maupun abdi keraton. Saat ini, keturunan kasta
kesatria bekerja dalam berbagai macam profesi dan jabatan.

3. Kasta Wesya (Pedagang/ Pengusaha/ Pegawai Pemerintah)

Keturunan kasta Waisya biasanya diawali dengan gelar;

- Ngakan,
- Kompyang,
- Sang, atau Si.

Pada masa lalu, orang dari kasta ini bekerja di bidang niaga dan industri. Kini, sebagian
keturunan waisya tidak lagi menggunakan nama depannya, terkait banyaknya asimilasi
kelompok ini dengan kaum sudra di masa lalu. Di samping itu, sekarang keturunan waisya
tidak lagi mendominasi bidang niaga dan industri, sebagaimana profesi leluhur mereka di
masa lalu. Mereka kini bekerja di berbagai bidang.

4. Kasta Sudra (Buruh)

Sudra - petani, berjumlah sekitar 90 persen dari populasi Bali. Keturunan


kasta sudra dicirikan dengan nama tanpa gelar kebangsawanan sebagaimana tersebut di atas,
melainkan langsung mengacu pada urutan kelahiran sesuai tradisi Bali, seperti:

- Wayan,
- Putu,
- Gede,
- Made,
- Kadek,
- Nengah,
- Nyoman,
- Komang, dan
- Ketut.

Pada masa lampau, golongan sudra terdiri dari buruh dan petani. Kini, golongan sudra
sudah bekerja di berbagai profesi, mulai dari pejabat negara hingga buruh kasar.
Jenis kelamin
Orang Bali mengenal tradisi pemberian imbuhan nama untuk mencirikan jenis
kelamin, yaitu:
- Awalan "I" untuk nama anak laki-laki, dan
- awalan "Ni" untuk nama anak perempuan.
Contoh: I Gede…, Ni Made…, I Dewa…, Ni Nyoman… Bentuk honorifik dari "I" adalah
"Ida" (dibaca [id̪ə]), digunakan untuk keturunan bangsawan, misalnya: Ida Cokorda.
Pada beberapa nama untuk orang berkasta sudra (rakyat jelata), ada yang cocok
ditambahkan "Luh" untuk mengindikasikan perempuan (luh berarti "perempuan"
dalam bahasa Bali), contoh: Luh Gede…, Luh Made…, Luh Nyoman…, dsb.
Untuk kasta selain sudra, mereka menggunakan kata:
- "Ayu" (ayu berarti "jelita" dalam bahasa Bali) daripada
- "Luh"
Contoh: I Gusti Ayu…, Dewa Ayu…, Sang Ayu…. Bagaimanapun, kata "Ayu" juga dapat
diterapkan untuk kasta sudra, misalnya: Made Ayu…, Putu Ayu…, Komang Ayu….. Untuk
kasta selain sudra, biasanya mereka juga sering menambahkan kata "Istri" sebagai padanan
kata "Ayu" (istri berarti "wanita" dalam bahasa Bali), contoh: Cokorda Istri…, Anak
Agung Istri…

Urutan kelahiran

Orang Bali menggunakan tata cara penamaan yang mencirikan urutan kelahiran anak.
Hal ini menjadi ciri khas kebudayaan suku Bali yang tak dikenal di tempat lainnya.

1. Anak pertama diberi nama depan Wayan, berasal dari kata wayahan yang artinya "lebih
tua". Selain Wayan, nama depan untuk anak pertama juga sering digunakan
adalah Putu dan Gede. Kata putu artinya "cucu", sedangkan gedeartinya "besar". Nama
Gede cenderung digunakan kepada anak laki-laki saja, sementara untuk anak perempuan
jarang digunakan. Untuk anak perempuan, ditambahkan kata Luh pada nama "Gede".
Pada umumnya, keturunan bangsawan Bali cenderung tidak menggunakan kata Wayan
maupun Gede. Mereka lebih memilih menggunakan nama Putu.
2. Anak kedua diberi nama depan Made (madé), berasal dari kata madya yang berarti
"tengah". Di beberapa daerah di Bali, anak kedua juga dapat diberi nama
depan Nengah yang juga diambil dari kata "tengah". Ada pula nama Kadeatau Kadek,
bentuk variasi dari Made. Ada hipotesis bahwa Kade atau Kadek berasal dari
kata adi yang bermakna "adik". Pada umumnya, keturunan bangsawan Bali cenderung
tidak menggunakan nama Nengah maupun Kadek. Mereka lebih memilih menggunakan
kata Made atau Kade.
3. Anak ketiga diberi nama depan Nyoman atau Komang. Nama Nyoman ditenggarai
berasal dari kata anom yang berarti "muda" atau "kecil"; bentuk variasinya adalah nama
Komang. Ada hipotesis bahwa nama Nyoman diambil dari kata nyeman (artinya "lebih
tawar" dalam bahasa Bali), mengacu kepada perumpamaan tentang lapisan terakhir
pohon pisang—sebelum kulit terluar—yang rasanya cukup tawar. Ada pula dugaan
bahwa nama Nyoman dan Komang secara etimologi berasal dari kata uman yang berarti
"sisa" atau "akhir" dalam bahasa Bali.
4. Anak keempat diberi nama depan Ketut, berasal dari kata ketuwut yang bermakna
"mengikuti" atau "membuntuti". Ada juga yang mengkaitkan dengan kata kuno kitut yang
berarti sebuah pisang kecil di ujung terluar dari sesisir pisang.
Sistem penamaan berdasarkan urutan kelahiran anak hanya mengenal 4 urutan kelahiran
saja. Keluarga yang memiliki anak lebih dari empat orang dapat menggunakan kembali
nama-nama depan sebelumnya, dimulai dari nama Wayan untuk anak kelima, Made untuk
anak keenam, dan seterusnya. Ada juga yang sengaja menambahkan kata "Balik" setelah
nama depan anaknya untuk memberi tanda bahwa anak tersebut lahir setelah anak yang
keempat. Selain itu, ada juga yang menggunakan nama "Alit" atau "Cenik", yang artinya
"kecil". Ada pula yang sejak awal telah merancang 4 nama anak-anak pertama mereka
dengan tambahan kombinasi awalan urutan. Contoh: I Putu Gede…, I Made Putu…, I Ketut
Gede…

C. KULINER

Lawar merah atau lawar barak dan komoh merupakan makanan khas bali yang
menggunakan jenis lawar yang sangat umum oleh semua masyarakat Bali. Lawar Merah ini
terbuat dari kulit babi yang dirajang lembut dan dicampur dengan parutan kelapa (keskes),
bumbu (pencok) dan darah babi (darah inilah yang membuat lawar menjadi berwarna
merah). Lawar ini biasanya juga disajikan di dalam menu Nasi Campur Bali. Namun berbeda
tempat, beda juga campuran bahan lawarnya. Di Buleleng dan Karangasem, lawar merah
tidak dicampur dengan sayur namun di Tabanan lawar ini dicampur dengan sayur. Bagi kamu
yang tidak bisa memakan babi ataupun darah sebaiknya tidak memilih jenis lawar ini.
D. OMED - OMEDAN

Salah satu warisan budaya di Bali yang masih dilestarikan sampai sekarang
adalah Festival Omed-Omedan, yaitu ciuman massal ala anak muda Bali.di Banjar
Sesetan, Denpasar. Ciuman massal yang dilakukan para pemuda dan pemudi di Banjar Kaja,
Sesetan, Denpasar merupakan tradisi omed-omedan yang diselenggarakan tiap tahun untuk
melestarikan warisan leluhur.

Dalam bahasa Bali, omed-omedan bermakna tarik-menarik. Proses omed-


omedan diawali dengan memisahkan pemuda dan pemudi menjadi dua kelompok. Kemudian
satu persatu pasangan di arak dan saling berpelukan dan berciuman. Mesti rutin di gelar, tidak
sedikit peserta wanita tampak malu-malu. Sebaliknya peserta pria justru antusias sehingga
mengundang tawa penonton.

E. ADAT DARI KANDUNGAN, LAHIR SAMPAI MENINGGAL


1. Magedong-gedong (selamatan yang dilakukan setelah kandungan berusia lebih dari 5
bulan)
2. Jatakarma (selamatan yang dilakukan setelah kelahiran bayi sebagai ungkapan
kebahagiaan)
3. Ngelepas hawon (setelah berumur 12 hari sang bayi akan diberi nama)
4. Tigang sasih (selamatan setelah 105 hari kelahiran dan untuk pertama kali bisa keluar
rumah)
5. Otonan (210 hari setelah kelahiran untuk memperingati hari kelahiran)
6. Mepandes/mesangih (menandakan telah menjadi manusia sejati)
7. Pawiwahan (menikah)
8. Ngaben (upacara pembakaran mayat)

F. Tradisi (UPACARA) Otonan

Tradisi Otonan adalah tradisi untuk merayakan hari ulang tahun ala masyarakat Bali.
Upacara dilakukan dalam tradisi ini sebagai wujud permohonan berkat dari Tuhan untuk
mendapat keselamatan dan kesejahteraan.

Biasanya Tradisi Otonan dilakukan oleh orang yang sudah dewasa. Tidak seperti
perayaan ulang tahun pada umumnya yang dilaksanakan setiap tanggal kelahiran, Tradisi
Otonan dirayakan setiap 6 bulan sekali berdasarkan perhitungan adat Hindu yang disebut
Wewaraan dan Wuku atau Pawukon. Tata cara upacara dilaksanakan dengan membuat
sesajen lalu dilakukan pemujaan Tuhan sesuai adat Hindu.
G. TRADISI (UPACARA) POTONG GIGI

Tradisi Potong Gigi diperuntukkan bagi masyarakat Bali yang sudah menginjak umur
dewasa. Tujuan diadakannya upacara potong gigi adalah untuk mengendalikan sifat-sifat
buruk yang ada dalam manusia seperti hawa nafsu, tamak, kemarahan, iri hati dan lainnya.

Upacara potong gigi diawali dengan memotong rambut orang yang hendak dipotong
giginya terlebih dahulu. Kemudian orang tersebut dipersilahkan untuk naik ke bali tempat
upacara pemotongan akan dilakukan dengan sebelumnya menginjak caru sebagai lambang
keharmonisan kemudian mengetukkan linggis tiga kali. Setelah itu upacara pemotongan gigi
pun dilakukan. Namun tidak seperti arti kata sebenarnya, upacara potong gigi sebenarnya
dilakukan hanya dengan mengikir 6 deretan gigi paling atas saja. Pengikiran tersebut
dipercaya adalah simbol pembersihan sifat-sifat buruk yang terdapat dalam orang tersebut.
Setelah dikikir orang tersebut berkumur air sambil menjepit caket. Lalu ia pun akan
memohon anugerah Tuhan untuk kesejahteraan hidupnya.

H. TRADISI (UPACARA)PAWIWAHAN

Perayaan pernikahan masyarakat Bali disebut dengan upacara pawiwahan. Tujuan


diadakannya tradisi tersebut adalah untuk mewujudkan keluarga yang bahagia lahir batin
hingga memiliki keturunan.
Terdapat 8 langkah upacara. Pertama adalah Mapesedek. Upacara ini terlihat seperti
upacara lamaran pada umumnya di mana mempelai pria datang ke rumah keluarga wanita
untuk memberitahukan keinginan menikahi. Dilanjutkan dengan Makta Penangsek yaitu
kunjungan keluarga pria ke keluarga wanita dengan membawa sesajen dan
bingkisan. Ngambil Pengantin Istri adalah ritual berikutnya. Saat ini pria menjemput wanita
untuk di bawa ke rumah sang pria. Dilanjutkan dengan Ngayab Pabiya Kaon yaitu ritual
penyucian diri dari hal buruk yang mungkin menyertai kedua mempelai. Puncak acara
dikenal sebakai Mekalan-kalan yaitu kelanjutan ritual penyucian diri. Tidak berhenti di situ,
penyucian diri dan permohonan restu kepada Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi
Dewa Semara Ratih atau Dewa Asmara pun menjadi kelanjutan ritual yang disebut sebagai
Widi Widana. Hingga akhirnya sampailah pada Mepejati yaitu upacara permohonan pamit
pada keluarga wanita dan para arwah leluhur di pura keluarga wanita. Dan ditutup oleh
Ngayab yang merupakan upacara penyucian diri lainnya di kediaman pria atau kediaman
yang akan menjadi tempat tinggal kedua mempelai kelak.

I. TRADISI (UPACARA) NGABEN


Ngaben adalah suatu upacara pembakaran mayat yang dilakukan umat hindu di bali,
upacara ini dilakukan untuk menyucian roh leluhur orang sudah wafat menuju ketempat
peristirahatan terakhir dengan cara melakukan pembakaran jenazah. Kata ngaben sendiri
mempunyai pengertian bekal atau abu yang semua tujuannya mengarah tentang adanya
pelepasan terakhir kehidupan manusia. Dalam ajaran hindu dewa brahma mempunyai
beberapa ujud selain sebagai dewa pencipta dewa brahma dipercaya juga mempunyai ujud
sebagai dewa api. Jadi upacara ngaben sendiri adalah proses penyucian roh dengan cara
dibakar menggunakan api agar bisa dapat kembali ke sang pencipta, api penjelmaan dari
dewa brahma bisa membakar semua kekotoran yang melekat pada jasad dan roh orang yang
telah meningggal.

Jenazah sebelumnya diletakan dalam dengan posisi seperti orang tidur dalam sebuah
peti. Peti tersebut kemudian diletakkan dalam sebuah lembu. Nantinya jenazah akan dibakar
sesuai dengan tanggal yang sudah ditentukan. Biasanya tanggal tersebut dipilih sebagai hari
baik oleh para penatua adat. Selama upacara keluarga dianjurkan untuk tidak menangis
karena Upacara Ngaben dipercaya sebagai upacara yang harus disambut dengan suka cita
agar dapat memudahkan jenazah mencapai nirwana.

J. KAITAN ADAT DENGAN KESEHATAN

1. Segi Kuliner yaitu Penggunaan darah segar, kita tidak bisa menilai apakah
darah yang digunakan bebas dari bakteri dan parasit
2. Omed – Omedan : tradisi ini bisa menjadi sumber penularan penyakit
3. Mepandes :

- Merusak lapisan gigi

- Trauma oklusi

K. TINDAKAN SEBAGAI TENAGA MEDIS

1. Promosi kesehatan
2. Kerja sama dengan kesehatan lingkungan
3. Kerja sama dengan dokter

L. PROGRAM PEMERINTAH

Ada program pemerintah yang sejalan dengan tradisi orang Bali yaitu
program keluarga berencana, namun dari program tersebut dapat menyebabkan
punahnya nama nyoman dan ketut.
M. PERTANYAAN

1. Pada Tradisi Omed-Omedan, saat dilakukan tradisi omed-omedan apakah dapat


menyebabkan timbulnya pertukaran penyakit yang dapat membahayakan bagi
kesahaatan?

2. Pada Tradisi Omed-Omedan, jika ya apa yang anda akan lakukan jika kita sebagai tim
medis di tugaskan di daerah tersebut?

3. Pada Kuliner Lawar Merah, saat tradisi berjalan selama ini apakah sudah ada yang
menimbulkan penyakit dalam mengkomsumsi makanan lawar tersebut?

4. Pada Kuliner Lawar Merah, jelaskan cara pengolahan lawar merah ?

5. Pada Kuliner Lawar Merah, saat mengkomsusi lawar merah sebagian orang terkena diare,
apa peranan ketua adat untuk mengantisipasi penyakit diare tersebut saat mengkomsumsi
lawar merah ?

6. Pada Kuliner Lawar Merah, apa peranan tim medis dalam menanggapi makanan tersebut
?

7. Pada Tradisi Potong Gigi, gigi apa yang akan dilakukan pemotongan ?

8. Pada Tradisi Potong Gigi, alat apa yang digunakan dan bagaimana proses dilakukannya
upacara tersebut?

9. Pada Tradisi Potong Gigi, untuk apa dilakukan tradisi ini apakah semua wajib
melakukannya ?

10. Pada Tradisi Potong Gigi, apa efek yang akan ditimbulkan dalam melakukan tradisi
tersebut ?

11. Pada Tradisi Potong Gigi, apa peranan tim medis dalam menanggapi, bagaimana cara
untuk menghidari hal buruk terjadi ?

12. Pada Tradisi Pemberian Nama, apakah setiap anak yang lahir harus sesuai dengan
pemberian nama keluarga bali ?

13. Pada Tradisi Pemberian Nama, apakah setiap anak yang lahir harus sesuai dengan
pemberian nama keluarga bali menurut beberapa kasta yang ada ?
14. Pada Tradisi Pemberian Nama, jelaskan secara terurut menurut kasta dan urutan yang
sesuai dengan keluar bali (KB) ?

N. JAWABAN

1. Tidak tergantung kondisi kesehatan system imun dari masing-masing individu yang
terlibat

2. g

3. Iya ada yaitu diare namun tidak semua yang dapat terkena penyakit tersebut

4. Lawar merah atau lawar barak dan komoh merupakan makanan khas bali yang
menggunakan jenis lawar yang sangat umum oleh semua masyarakat Bali. Lawar Merah ini
terbuat dari kulit babi yang dirajang lembut dan dicampur dengan parutan kelapa (keskes),
bumbu (pencok) dan darah babi (darah inilah yang membuat lawar menjadi berwarna
merah). Lawar ini biasanya juga disajikan di dalam menu Nasi Campur Bali. Namun berbeda
tempat, beda juga campuran bahan lawarnya. Di Buleleng dan Karangasem, lawar merah
tidak dicampur dengan sayur namun di Tabanan lawar ini dicampur dengan sayur. Bagi kamu
yang tidak bisa memakan babi ataupun darah sebaiknya tidak memilih jenis lawar ini.

5. n

6. n

7. Hanya mengikir 6 deretan gigi paling atas saja

8. Upacara potong gigi diawali dengan memotong rambut orang yang hendak dipotong
giginya terlebih dahulu. Kemudian orang tersebut dipersilahkan untuk naik ke bali tempat
upacara pemotongan akan dilakukan dengan sebelumnya menginjak caru sebagai lambang
keharmonisan kemudian mengetukkan linggis tiga kali. Setelah itu upacara pemotongan gigi
pun dilakukan. Namun tidak seperti arti kata sebenarnya, upacara potong gigi sebenarnya
dilakukan hanya dengan mengikir 6 deretan gigi paling atas saja.

9. Tradisi Potong Gigi diperuntukkan bagi masyarakat Bali yang sudah menginjak umur
dewasa. Tujuan diadakannya upacara potong gigi adalah untuk mengendalikan sifat-sifat
buruk yang ada dalam manusia seperti hawa nafsu, tamak, kemarahan, iri hati dan lainnya.
Pengikiran tersebut dipercaya adalah simbol pembersihan sifat-sifat buruk yang terdapat
dalam orang tersebut. Setelah dikikir orang tersebut berkumur air sambil menjepit caket. Lalu
ia pun akan memohon anugerah Tuhan untuk kesejahteraan hidupnya.
10. n

11. n

12. n

13. n

14. n
DAFTAR PUSTAKA

1. Ketut Wiana; Raka Santeri, Kasta dalam Hindu: Kesalahpahaman Selama Berabad-
abad, Yayasan Dharma Naradha, ISBN 979-8357-03-5
2. Zajonc, R. B. 2001. The family dynamics of intellectual development. American
Psychologist 56: 490–496, p. 490.
3. Budi Pasupati, Nama Orang Bali, diakses tanggal 8 Agustus 2015
4. Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional
Indonesia II: Zaman Kuno, Cetakan Kedua. Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 979-407-408-X.
5. Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah nasional
Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia, Cetakan ke-2. Jakarta: Balai Pustaka.
ISBN 979-407-410-1.
6. S. Swarsi l Warta Hindu Dharma NO. 433 Maret 2003

Anda mungkin juga menyukai