BAB I
PENDAHULUAN
Katarak merupakan kelainan mata yang terjadi akibat adanya perubahan lensa
yang jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. (Hurlock,2010)
Katarak termasuk salah satu penyakit degeneratif pada usia lanjut, sehingga
dianggap sebagai penyakit yang lumrah pada lansia. Namun 10%-20% katarak telah
dialami oleh penduduk Indonesia pada usia 40-50 tahun, yang masih termasuk dalam
kelompok usia produktif. Hal ini disebabkan adanya faktor resiko yang akan
memperbesar terjadinya katarak. (J Exp Clin Med 2011)
Katarak merupakan masalah nasional yang perlu ditanggulangi, karena dapat
menyebabkan penurunan aktivitas dimana katarak merupakan penyebab umum
kehilangan pandangan atau penglihatan secara bertahap. Menurut WHO pada tahun
2010 katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling utama didunia sebesar 51%
dari seluruh kebutaan yang paling utama yang ada di Dunia. (Global Data on Visual
Impairtment 2010, WHO 2012).
Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia.
Perkiraan insiden adalah 0,1% /tahun atau setiap tahun di antara 1.000 orang terdapat
seorang penderita baru katarak. Penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan
menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingakan penduduk di daerah subtropis.
(Riskesdas 2013, Konsil Kedokteran Indonesia 2013)
B. Rumusan Masalah
Prevalensi katarak yang terus menerus meningkat di Dunia dan termasuk di Palu
Sulawesi Tengah ( Indonesia ). Akibat dari katarak penderita dapat mengalami
2
C. Pertanyaan Penelitian
1. Berapa prevalensi kasus katarak di Poliklinik Mata RS Anutapura Palu pada tahun
2017?
2. Mengapa prevalensi katarak di Poliklinik Mata RSU Anutapura Palu tiap tahunnya
semakin meningkat?
3. Bagaimana distribusi penderita katarak berdasarkan faktor resiko usia pada
penderita yang berobat di Poliklinik bagian Mata RSU Anutapura Palu pada tahun
2017?
4. Bagaimana distribusi penderita katarak berdasarkan faktor resiko riwayat penyakit
metabolik (Diabetes Mellitus) pada penderita yang berobat di Poliklinik bagian Mata
RSU Anutapura Palu pada tahun 2017?
5. Bagaimana distribusi penderita katarak berdasarkan faktor resiko merokok pada
penderita yang berobat di Poliklinik bagian Mata RSU Anutapura Palu pada tahun
2017?
6. Bagaimana distribusi penderita katarak berdasarkan faktor resiko riwayat konsumsi
obat-obatan (Steroid) pada penderita yang berobat di Poliklinik bagian Mata RSU
Anutapura Palu pada tahun 2017?
7. Bagaimana distribusi penderita katarak berdasarkan faktor resiko trauma pada
penderita yang berobat di Poliklinik bagian Mata RSU Anutapura Palu pada tahun
2017?
3
8. Bagaimana distribusi penderita katarak berdasarkan faktor resiko infeksi mata pada
penderita yang berobat di Poliklinik bagian Mata RSU Anutapura Palu pada tahun
2017?
9. Faktor apakah yang paling dominan mempengaruhi terjadinya katarak pada pasien
yang berobat di Poliklinik Mata RS Anutapura Palu pada tahun 2017?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi katarak, dan faktor-faktor resiko
yang lebih dominan mempengaruhi terjadinya katarak pada pasien yang berobat di
Poliklinik Mata RS Anutapura Palu pada tahun 2017
2. Tujuan khusus
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Keilmuan
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman meneliti dari
peneliti, dijadikan bahan rujukan bagi peneliti yang lain, serta bahan bacaan untuk
institusi pendidikan dan kesehatan.
2. Manfaat Aplikasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Katarak
2) Anatomi Lensa
Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa memiliki
dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior. Permukaan posterior lebih
cembung daripada permukaan anterior. Radius kurvatura anterior 10 mm dan radius
kurvatura posterior 6 mm. Diameter lensa adalah 9-10 mm dan ketebalan lensa adalah
3,5 mm saat lahir hingga 5 mm saat usia lanjut. Berat lensa 135 mg pada usia 0-9
tahun hingga 255 mg pada usia 40-80 tahun. Lensa terletak di bilik posterior bola mata,
di antara permukaan posterior iris dan badan vitreus pada lengkungan berbentuk cawan
6
badan vitreus yang di sebut fossa hyaloid. Lensa bersama dengan iris membentuk
diafragma optikal yang memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata. Lensa tidak
memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Lensa dipertahankan di
tempatnya oleh serat zonula yang berada di antara lensa dan badan siliar. Serat zonula
ini, yang bersal dari ephitel siliar, adalah serat kaya fibrilin yang mengelilingi lensa
secara sirkular. ( Buku Ajar Anatomi, 2013).
3) Histologi Lensa
Secara histologist, lensa memiliki tiga komponen utama :
a) Kapsul Lensa
Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20 μm), homogen, refraktil, dan kaya akan
karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epithel. Kapsul ini merupakan suatu
membran basal yang sangat tebal dan terutama terdiri atas kolagen tipe IV dan
glikoprotein. Kapsul lensa paling tebal berada di ekuator (14 μm) dan paling tipis pada
kutub posterior (3 μm). Kapsul lensa bersifat semipermeabel, artinya sebagian zat
dapat melewati lensa dan sebagian lagi tidak.
b) Epitel Subkapsular
7
Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada
permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid akan berubah
menjadi kolumnar di bagian ekuator dan akan terus memanjang dan membentuk serat
lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh seumur hidup dengan terbentuknya serat
lensa baru dari sel-sel yang terdapat di ekuator lensa. Sel-sel epitel ini memiliki banyak
interdigitasi dengan serat-serat lensa.
c) Serat Lensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan gepeng.
Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan berasal dari sel-sel
subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya dan menjadi sangat
panjang. Sel-sel ini berisikan sekelompok protein yang disebut kristalin.
4) Fisiologi Lensa
Lensa adalah salah satu dari media refraktif terpenting yang berfungsi memfokuskan
cahaya masuk ke mata agar tepat jatuh di retina. Lensa memiliki kekuatan sebesar 10-
20 dioptri tergantung dari kuat lemahnya akomodasi.
a) Komposisi Lensa
Lensa terdiri atas air sebanyak 65%, protein sebanyak 35% (kandungan protein
tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral dibandingkan
jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada dijaringan lain.
8
Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.
Lensa tidak memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat (Vaughan, 2010).
Protein lensa dapat dibagi menjadi dua berdasarkan kelarutannya dalam air, yaitu
protein laut air (protein sitoplasmik) dan protein tidak larut air (protein sitoskeletal).
Fraksi protein larut air sebesar 80% dari seluruh protein lensa yang terdiri atas kristalin.
Kristalin adalah protein intraselular yang terdapat pada epithelium dan membran
plasma dari sel serat lensa. Kristalin terbagi atas kristalin alpha (α), beta (β), dan
gamma (γ). Akan tetapi, kristalin beta dan gamma adalah bagian dari famili yang sama
sehingga sering disebut sebagai kristalin betagamma.
Kristalin alpha merepresentasikan 32% dari protein lensa. Kristalin alpha adalah
protein dengan besar molekul yang paling besar yaitu sebesar 600-4000 kDa,
bergantung pada kecenderungan subunitnya untuk beragregasi. Kristalin alpha bukan
merupakan suatu protein tersendiri, melainkan gabungan dari 4 subunit mayor dan 9
subunit minor. Setiap polipeptida subunit memiliki berat molekul 20 kDa. Rantai
ikatannya merupakan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik. Kristalin alpha terlibat
dalam transformasi sel epithel menjadi serat lensa. Laju sintesis kristalin alpha tujuh kali
lebih cepat di sel epitel dari pada di serat kortikal, mengindikasikan penurunan laju
sintesis setelah transformasi.
Kristalin beta dan gamma memiliki rangkaian asam amino homolog dan struktur yang
sama sehingga dapat dipertimbangkan sebagai satu famili protein. Kristalin beta
berkontribusi sebesar 55% dari protein larut air pada protein lensa.
Protein lensa yang tidak larut air dapat dibagi menjadi dua, yaitu protein yang larut
dalam urea dan yang tidak larut dalam urea. Fraksi yang larut dalam urea terdiri atas
protein sitoskeletal yang berfungsi sebagai rangka struktural sel lensa. Fraksi yang tidak
larut urea terdiri atas membran plasma serat lensa.
Major Intrinsic Protein (MIP) adalah protein yang menyusun plasma membran
sebesar 50%. MIP pertama sekali muncul di lensa ketika serat lensa mulai memanjang
dan dapat di jumpai di membran plasma di seluruh masa lensa. MIP tidak dijumpai di
sel epitel, maka dari itu MIP berhubungan dengan diferensiasi sel menjadi serat lensa.
Seiring dengan meningkatnya usia, protein lensa menjadi tidak larut air dan beragregasi
membentuk partikel yang lebih besar yang mengaburkan cahaya. Akibatnya lensa
9
menjadi tidak tembus cahaya. Selain itu, seiring dengan bertambahnya usia, maka
makin banyak protein yang larut urea menjadi tidak larut urea (American Academy of
Ophthalmology, 2011).
b) Metabolisme Lensa
Tujuan utama dari metabolisme lensa adalah mempertahankan ketransparanan
lensa. Lensa mendapatkan energi terutama melalui metabolisme glukosa anaerobik.
Komponen penting lain yang dibutuhkan lensa adalah bentuk NADPH tereduksi yang
didapatkan melalui jalur pentosa yang berfungsi sebagai agen pereduksi dalam
biosintesis asam lemak dan glutation. Metabolisme berbagai zat di lensa adalah
sebagai berikut:
i) Metabolisme Gula
Glukosa memasuki lensa dari aqueous humor melalui difusi sederhana dan difusi
yang difasilitasi. Kira-kira 90-95% glukosa yang masuk ke lensa akan difosforilasi oleh
enzim hexokinase menjadi glukosa-6-fosfat. Hexokinase akan tersaturasi oleh kadar
glukosa normal pada lensa sehingga apabila kadar glukosa normal telah dicapai, maka
akan reaksi ini akan terhenti. Glukosa-6-fosfat yang terbentuk ini akan digunakan di
jalur glikolisis anaerob dan jalur pentosa fosfat.
Lensa tidak dilalui pembuluh darah sehingga kadar oksigen lensa sangat rendah.
Oleh karena itu, metabolisme utamanya berlangsung secara anaerob yaitu glikolisis
anaerob. Sebesar 70% ATP lensa dihasilkan melalui glikolisis anaerob. Walaupun kira-
kira hanya 3% dari glukosa masuk ke siklus Krebs, tetapi siklus ini menghasilkan 25%
dari seluruh ATP yang dibentuk di lensa.
Jalur lain yang memetabolisme glukosa-6-fosfat adalah jalur pentosa fosfat. Kira-kira
5% dari seluruh glukosa lensa dimetabolisme oleh jalur ini dan dapat distimulasi oleh
peningkatan kadar glukosa. Aktivitas jalur pentosa fosfat di lensa lebih tinggi
dibandingkan di jaringan lain untuk menghasilkan banyak NADPH yang berfungsi untuk
mereduksi glutation.
Jalur lain yang berperan dalam metabolisme glukosa di lensa adalah jalur sorbitol.
Ketika kadar glukosa meningkat, seperti pada keadaan hiperglikemik, jalur sorbitol akan
lebih aktif dari pada jalur glikolisis sehingga sorbitol akan terakumulasi. Glukosa akan
diubah menjadi sorbitol dengan bantuan enzim yang berada di permukaan epitel yaitu
10
aldosa reduktase. Lalu sorbitol akan dimetabolisme menjadi fruktosa oleh enzim poliol
dehidrogenase. Enzim ini memiliki afinitas yang rendah, artinya sorbitol akan
terakumulasi sebelum dapat dimetabolisme, sehingga menyebabkan retensi sorbitol di
lensa. Selanjutnya sorbitol dan fruktosa menyebabkan tekanan osmotik meningkat dan
akan menarik air sehingga lensa akan menggembung, sitoskeletal mengalami
kerusakan, dan lensa menjadi keruh.
ii) Metabolisme Protein
Konsentrasi protein lensa adalah konsentrasi protein yang tertinggi dari seluruh
jaringan tubuh. Sintesa protein lensa berlangsung seumur hidup. Sintesis protein utama
adalah protein kristalin dan Major Intrinsic Protein (MIP). Sintesa protein hanya
berlangsung di sel epitel dan di permukaan serabut kortikal.
Lensa protein dapat stabil dalam waktu yang panjang karena kebanyakan enzim
pendegradasi protein dalam keadaan normal dapat diinhibisi. Lensa dapat mengontrol
degradasi protein dengan menandai protein yang akan didegradasi dengan ubiquitin.
Proses ini berlangsung di lapisan epitelial dan membutuhkan ATP. Lensa protein
dirombak menjadi peptida oleh endopeptidase lalu dirombak lagi menjadi asam amino
oleh eksopeptidase. Endopeptidase diaktivasi oleh megnesium dan kalsium dan bekerja
optimal pada pH 7,5. Substrat utama enzim ini adalah kristalin alpha. Contoh
endopeptidase adalah calpain. Calpain dapat diinhibisi oleh calpastatin. Calpastatin
adalah merupakan inhibitor netral yang konsentrasinya lebih tinggi daripada calpain.
iii) Glutation
Glutation (L-γ-glutamil-L-sisteinglisin) dijumpai dalam konsentrasi yang besar di
lensa, terutama di lapisan epitelial. Fungsi glutation adalah mempertahankan
ketransparanan lensa dengan cara mencegah aggregasi kritalin dan melindungi dari
kerusakan oksidatif.
Glutation memiliki waktu paruh 1-2 hari dan didaur ulang pada siklus γ-glutamil.
Sintesis dan degradasi glutation berlangsung dalam kecepatan yang sama. Glutation
disintesis dari L-glutamat, L-sistein, dan glisin dalam dua tahap yang membutuhkan 11-
12% ATP lensa. Glutation tereduksi juga didapatkan dari aqueous humor melalui
transporter khusus. Pemecahan glutation mengeluarkan asam amino yang akan didaur
ulang untuk pembentukan glutation selanjutnya.
11
b. Definisi
Kata katarak berasal dari Yunani “katarraktes” yang berarti air. Katarak merupakan
abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang menyebabkan penurunan
ketajaman penglihatan sampai kebutaan. Katarak lebih sering dijumpai pada orang tua,
dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh dunia.(American Academy of
Opthalmology 2011).
c. Klasifikasi Katarak
1) Klasifikasi Morfologik
a) Katarak Kapsular
Katarak kapsular, adalah katarak yang melibatkan kapsul lensa, dapat berupa
katarak kapsular anterior dan katarak kapsular posterior. Katarak kapsular dapat
disebabkan oleh usia, uveitis yang berhubungan dengan sinekia posterior, obat-obatan,
radiasi, dan trauma
b) Katarak Subkapsular
Katarak subkapsular, adalah katarak yang melibatkan bagian superfisial korteks
atau tepat di bawah kapsul lensa dapat berupa katarak subkapsular anterior dan
katarak subkapsular posterior. Katarak subkapsular posterior dapat terjadi akibat usia,
14
radiasi, konsumsi steroid, diabetes, myopia berat dan degenerasi retina. Katarak
subkapsular posterior dapat disebabkan oleh jejas lokal, iritasi, uveitis dan radiasi.
c) Katarak Nuklear
Katarak nuklear, adalah katarak yang melibatkan bagian nukleus lensa. Katarak
nuklear disebabkan oleh faktor usia. Katarak nuklear merupakan sklerosis normal yang
berlebihan atau pengerasan dan penguningan nukleus pada usia lanjut.
d) Katarak Kortikal
Katarak kortikal, adalah katarak yang melibatkan korteks lensa dan merupakan
katarak yang paling sering terjadi. Katarak kortikal disebabkan oleh usia dan diabetes.
Lapisan kortikal kurang padat dibandingkan nukleus sehingga lebih mudah menjadi
sangat terhidrasi akibat ketidakseimbangan elektrolit, yang secepatnya akan mengarah
ke kerusakan serat korteks lensa.
2) Klasifikasi berdasarkan Etiologi
a) Katarak berhubungan dengan Usia
b) Katarak karena Trauma
c) Katarak karena Metabolik
d) Penyakit Diabetes Mellitus ( Katarak Senilis )
e) Toxic Obat-obatan Steroid ( Katarak Subkapsular )
3) Klasifikasi berdasarkan Kejadian
a) Katarak Kongenital
Katarak kongenital, adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital sering ditemukan pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubella, galaktosemia,
homosisteinuri, diabetes mellitus, hipoparatirodisme, toksoplasmosis, inklusi
sitomegalik, dan histopalsmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital
biasanya merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia,
koloboma iris, keratokonus, iris heterokrimia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo
kornea. Katarak kongenital disebabkan kelainan pada pembentukan lensa sebelum
proses kelahiran. Katarak kongenital digolongkan dalam katarak kapsulolentikular di
yaitu katarak kapsular dan polaris atau katarak lentikular yaitu katarak kortikal atau
katarak nuclear.
15
b) Katarak Juvenil
Katarak juvenil, adalah katarak yang mulai terbentuk pada usia kurang dari sembilan
tahun dan lebih dari tiga bulan.
c) Katarak Senil
Katarak senil, adalah katarak semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Tipe utama pada katarak senilis adalah katarak
kortikal, katarak nuklear, dan katarak subkapsular posterior. Walaupn katarak sering
diawali oleh tipe yang murni tersebut, mereka akan matang menjadi katarak campuran.
Selanjutnya akan dibahas lebih mendetail mengenai katarak senilis.
d. Epidemiologi
Katarak termasuk salah satu penyakit degeneratif pada usia lanjut, sehingga
dianggap sebagai penyakit yang lumrah pada lansia. Namun 10%-20% katarak telah
dialami oleh penduduk Indonesia pada usia 40-50 tahun, yang masih termasuk dalam
kelompok usia produktif. Hal ini disebabkan adanya faktor resiko yang akan
memperbesar terjadinya katarak . (Bulletin of the World Health Organization, 2011)
Populasi Pravalensi(%)
American(USA) 87,9%
African 93,2%
Singapore 33%
Japan 51,3%
Icelandic 27,3%
Sumber : Opthalmology Clinics Of North American
16
Dari tabel diatas tampak angka kejadian katarak di African mencapai angka
93,2%, di American mencapai 87,9%, di Japan mencapai 51,3%, di Singapore
mencapai 33%, di Icelandic mencapai 27,3%.
Gambar 7 :
Prevalensi Katarak
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang biasanya sering dialami oleh
penderita lanjut usia :
1) Usia
Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan mengalami penuaan juga.
Keistimewaan lensa adalah terus menerus tumbuh dan membentuk serat lensa dengan
arah pertumbuhannya yang konsentris. Tidak ada sel yang mati ataupun terbuang
karena lensa tertutupi oleh serat lensa. Akibatnya, serat lensa paling tua berada di
pusat lensa (nukleus) dan serat lensa yang paling muda berada tepat di bawah kapsul
lensa (korteks). Dengan pertambahan usia, lensa pun bertambah berat, tebal, dan
keras terutama bagian nukleus. Pengerasan nukleus lensa disebut dengan nuklear
sklerosis. Selain itu, seiring dengan pertambahan usia, protein lensa pun mengalami
18
perubahan kimia. Fraksi protein lensa yang dahulunya larut air menjadi tidak larut air
dan beragregasi membentuk protein dengan berat molekul yang besar. Hal ini
menyebabkan transparansi lensa berkurang sehingga lensa tidak lagi meneruskan
cahaya tetapi malah mengaburkan cahaya dan lensa menjadi tidak tembus cahaya.
2) Merokok
Merokok dapat menyebabkan akumulasi kadmium di lensa. Kadmium dapat
berkompetisi dengan kuprum dan mengganggu homeostasis kuprum. Kuprum penting
untuk aktivitas fisiologis superoksida dismutase di lensa. Sehingga dengan adanya
kadmium menyebabkan fungsi superoksida dismutase sebagai antioksidan terganggu.
Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif pada lensa dan menimbulkan
katarak.
3) Riwayat penyakit metabolik (Diabetes Mellitus)
Diabetes dapat menyebabkan perubahan metabolisme lensa. Tingginya kadar gula
darah menyebabkan tingginya kadar sorbitol lensa. Sorbitol ini menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik lensa sehingga lensa menjadi sangat terhidrasi dan
timbul katarak.
Diabetes Melitus (DM) dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan
kemampuan akomodasi. Meningkatnya kadar gula darah, juga akan meningkatkan
kadar gula di aqueous humor. Glukosa dari aqueous akan masuk ke lensa melalui difusi
dimana sebagian dari glukosa ini diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase
melalui jalur poliol, yang tidak dimetabolisme dan tetap tinggal di lensa. Telah terbukti
bahwa akumulasi intraselular sorbitol menyebabkan perubahan osmotic sehingga air
masuk ke lensa, yang akan mengakibatkan pembengkakan serabut lensa.
4) Nutrisi ( Defisiensi Vitamin A, C, E, Niasin , Tiamin, Riboflavin, dan Beta Karoten )
Zat nutrisi tersebut merupakan antioksidan eksogen yang berfungsi menetralkan
radikal bebas yang terbentuk pada lensa sehingga dapat mencegah terjadinya katarak
5) Obat-obatan ( Steroid )
Penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya katarak.
Jenis katarak yang sering pada pengguna kortikosteroid adalah katarak subkapsular.
6) Trauma Mata
19
f. Patofisiologi
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi,
ditandai dengan adanya perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa Misalnya dapat
menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa
dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga terjadinya pengkabutan pandangan
/kekeruhan lensa sehingga dapat menghambat jalannya cahaya ke retina. Hal ini
diakibatkan karena protein pada lensa menjadi water insoluble dan membentuk partikel
yang lebih besar. Dimana diketahui dalam struktur lensa terdapat dua jenis protein yaitu
protein yang larut dalam lemak (soluble) dan tidak larut dalam lemak (insolube) dan
pada keadaan normal protein yang larut dalam lemak lebih tinggi kadarnya dari pada
yang larut dalam lemak. ( Lang GK, 2009)
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi karena
disertai adanya influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang
menderita katarak. ( Vaughan. 2007.)
Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan bertambahnya
usia seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa
akan menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga kemampuan fokus untuk melihat
benda dekat berkurang. ( Bobrow JC.2011)
Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa yang
mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis nuklear). Pada saat ini
20
terjadi perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein dengan berat molekul yang
tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa sehingga memantulkan sinar
masuk dan mengurangi
transparansi lensa. Perubahan kimia ini juga diikut dengan pembentukan pigmen pada
nuklear lensa. Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan
pertambahan usia lensa mata dapat mengalami perubahan warna menjadi kuning keruh
atau coklat keruh. Proses ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan
kabur/buram) pada seseorang.( Anonimus, 2010 )
Adapun patofisiologi katarak adalah kompleks dan perlu untuk dipahami. Pada
semua kemungkinan, patogenesisnya adalah multifaktorial yang melibatkan interaksi
kompleks antara proses fisiologis yang bermacam-macam. Sebagaimana lensa
berkembang seiring usia, berat dan ketebalan terus meningkat sedangkan daya
akomodasi terus menurun. ( James B. 2010)
Berbagai mekanisme memberikan kontribusi pada hilangnya kejernihan lensa.
Epitelium lensa dipercaya mengalami perubahan seiring dengan pertambahan usia,
secara khusus melalui penurunan densitas epitelial dan differensiasi abberan dari sel-
sel serat lensa. Sekali pun epitel dari lensa katarak mengalami kematian apoptotik yang
rendah di mana
menyebabkan penurunan secara nyata pada densitas sel, akumulasi dari serpihan-
serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan gangguan pembentukan serat lensa dan
homeostasis dan akhirnya mengakibatkan hilangnya kejernihan lensa. Lebih jauh lagi,
dengan bertambahnya usia lensa, penurunan ratio air dan mungkin metabolit larut air
dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel pada nukleus lensa melalui epitelium
dan korteks yang terjadi dengan penurunan transport air, nutrien dan antioksidan.
( Shock JP. 2012 )
Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa pada pertambahan usia terjadi yang
mengarahkan pada perkembangan katarak senilis. Berbagai macam studi menunjukkan
peningkatan produk oksidasi (contohnya
glutation teroksidasi) dan penurunan vitamin antioksidan serta enzim superoksida
dismutase yang menggaris-bawahi peranan yang penting dari proses oksidatif pada
kataraktogenesis. ( Ilyas, Sidarta. 2007).
21
Mekanisme lainnya yang terlibat adalah konversi sitoplasmik lensa dengan berat
molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat molekul tinggi larut air, fase tak
larut air dan matriks protein membran tak larut air. Hasil perubahan protein
menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks
refraksi lensa, menyebarkan jaras-jaras cahaya dan menurunkan kejernihan. Area lain
yang sedang diteliti meliputi peran dari nutrisi pada perkembangan katarak secara
khusus keterlibatan dari glukosa dan mineral serta vitamin. (Ilyas, Sidarta. 2007 ).
g. Gambaran Klinis
h. Diagnosis
1) Pemeriksaan tajam penglihatan
2) Pemeriksaan slitlamp
3) Pemeriksaan oblique illumination
Dapat dijumpai warna lensa pada daerah pupil yang bervariasi sesuai dengan tipe
katarak.
4) Tes bayangan iris (iris shadow)
Dilakukan untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa. Dasar dari pemeriksaan ini
adalah semakin sedikit kekeruhan lensa pada bagian posterior, maka semakin besar
bayangan iris pada lensa yang keruh tersebut, sedangkan semakin tebal kekeruhan
lensa, maka semakin kecil bayangan iris pada lensa yang keruh.
i. Penatalaksanaan
Pengobatan katarak adalah tindakan pembedahan, seperti:
1) Fakoemulsifikasi
Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultasonik untuk menghancurkan
nucleus yang kemudian diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm, dan dimasukkan lensa
intraokular yang dapat dilipat.
Operasi ECCE dilakukan dengan membuat insisi luas pada perifer kornea atau
sklera anterior, diikuti oleh ekstraksi lensa katarak.
a. Faktor Usia
Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan mengalami penuaan juga.
Keistimewaan lensa adalah terus menerus tumbuh dan membentuk serat lensa dengan
arah pertumbuhannya yang konsentris. Tidak ada sel yang mati ataupun terbuang
karena lensa tertutupi oleh serat lensa. Akibatnya, serat lensa paling tua berada di
pusat lensa (nukleus) dan serat lensa yang paling muda berada tepat di bawah kapsul
lensa (korteks). Dengan pertambahan usia, lensa pun bertambah berat, tebal, dan
keras terutama bagian nukleus. Pengerasan nukleus lensa disebut dengan nuklear
sklerosis. Selain itu, seiring dengan pertambahan usia, protein lensa pun mengalami
perubahan kimia. Fraksi protein lensa yang dahulunya larut air menjadi tidak larut air
dan beragregasi membentuk protein dengan berat molekul yang besar. Hal ini
menyebabkan transparansi lensa berkurang sehingga lensa tidak lagi meneruskan
cahaya tetapi malah mengaburkan cahaya dan lensa menjadi tidak tembus cahaya.
c. Merokok
Merokok dapat menyebabkan akumulasi kadmium di lensa. Kadmium dapat
berkompetisi dengan kuprum dan mengganggu homeostasis kuprum. Kuprum penting
untuk aktivitas fisiologis superoksida dismutase di lensa. Sehingga dengan adanya
kadmium menyebabkan fungsi superoksida dismutase sebagai antioksidan terganggu.
Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif pada lensa dan menimbulkan
katarak.
e. Obat-Obatan (Kortikosteroid )
Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko terjadinya
katarak. Jenis katarak yang sering pada pengguna kortikosteroid adalah katarak
subkapsular.
25
f. Trauma Mata
Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein lensa sehingga
timbul katarak.
A. Kerangka Teori
Kadmium Intake
Sorbitol Lensa Kortikosteroid
Antioksidan
Tek. Osmotik
lensa Radikal bebas
Nukleus water insoluble
Kerusakan
Sklerosis
oksidatif lensa
26
Keruh
Pergeseran kapsul protein
KATARAK
B. Kerangka Konseptual
Usia
Riwayat Penyakit DM
Merokok Katarak
Obat-obatan
(Kortikosteroid)
27
Trauma Mata
C. Definisi Operasional
1. Penderita Katarak
Yang dimaksud dengan penderita katarak pada penelitian ini adalah pasien yang
datang berobat di Poli Klinik Mata RSU Anutapura Palu, yang telah ditentukan
berdasarkan diagnosa dokter. Diagnosis katarak : Pemeriksaan visus, pemeriksaan slit
lamp, mengukur intraocular.
2. Usia
Usia pada penelitian ini adalah terhitung dari tahun pertama lahir hingga sekarang
(saat dilakukan penelitian), dengan melihat data sekunder dari catatan medis
responden ( rekam medik ) di Poliklinik Mata RSU Anutapura yang kemudian di cross-
chek dengan melihat kartu tanda penduduk dan kemudian di isi pada lembar kuesioner
:
Kriteria obyektif berdasarkan Kriteria usia WHO:
a. Kelompok usia dewasa : 18 – 40 tahun
b. Kelompok usia tua : 41 – 65 tahun
c. Masa Manula : ≥ 65 tahun
mellitus dan diagnosa dokter yang tercantum dalam rekam medik responden. Diagnosis
Diabetes Mellitus : ada keluhan klinis khas DM : Poliuria, polidipsi, polifagia.
4. Merokok
Yang dimkasud dengan rokok dalam penelitian ini adalah responden dewasa yang
mempunyai kebiasaan merokok dengan jenis apapun dan akan ditentukan sesuai
jumlah batang yang dikonsumsi setiap harinya. kriteria objektif :
5. Obat-obatan (kortikosteroid)
Yang dimaksud dengan obat kortikosteroid dalam penelitian ini adalah responden
yang mempunyai riwayat konsumsi obat-obatan yang mengandung kortikosteroid dalam
jangka panjang yang tercantum dalam case raport responden atau dengan wawancara
langsung dan memperlihatkan gambar obat tersebut.
6. Trauma Mata
Yang dimaksud dengan trauma mata dalam penelitian ini adalah responden yang
memiliki riwayat trauma mata langsung yang merusak struktur lensa, dan telah di
diagnosis oleh dokter yang tercantum dalam rekam medik responden.
Yang dimaksud dengan infeksi mata dalam peneltian ini adalah responden yang
memiliki riwayat atau menderita infeksi mata (uveitis kronis), dan telah di diagnosis oleh
dokter yang tercantum dalam rekam medik responden.
DAFTAR PUSTAKA
1) Aru W. Sudoyo, dkk. Diabetes Mellitus di Indonesia, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi kelima jilid II. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Diponegoro 71
Jakarta Pusat,
2) Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus,
dalam: Patofisiologi. Edisi keenam volume 2. Penerbit buku Kedokteran EGC,
Cetakan 2013.
3) Hurlock,2010. Ilmu Penyakit Mata . Balai Pustaka : Jakarta
4) Marshall D. Et al. 2008. Catarack of Retinophaty. Journal of the American Society of
Catarack.
5) American Academy Opthalmology, Lens and Cataract. Basic and clinical Science
Course Section 11, Sanfransisco 2006,p 21-32,96-37,153-154.
6) Sing Ar,et al Phenotypic and Genotypic Classification of congenital cataract.
Available at : http;//www.sugeon.org/pdf/article/2n3-pdf.2014
7) Gerontis CC. Cataract Congenital. Available At:
http;//www.emedicine,medscape.com/article/1210837-overview2014
8) Depkes. Kebutaan RI Tertinggi di Asia. Available From:
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=2865 .
Diakses:18 Januari 2015 Depkes.
9) Penduduk Indonesia Mengalami Kebutaan. Available From:
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=3233.
Diakses:18 Januari 2015 Depkes.
30
26) Anonimus. Katarak Juvenil [online] 2010 [Accessed Nov. 16,2016]; Available from
URL: http://Buzusima.co.cc
27) James B. Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta : Erlangga;2010.p.76-84
Shock JP, Harper RA. Lensa In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi
Umum Edisi XIV. Jakarta: Widya Medika, 2012. P.175-83
28) Ilyas, Sidarta. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Ilmu Penyakit Mata
Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.p.200-11
29) Ilyas, Sidarta2007. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.hal 172-3,199,200-13 jakarta:
2007
30) WHO. Blindness and Visual Impairment, WHO: Geneva. 2010.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Subyek Penelitian
Usia
DM +
Merokok Mempengaruhi
Obat kortikosteroid
Trauma -
Infeksi mata
(Uveitis)
Waktu penelitian yaitu akan dimulai pada tahun 2017. Penelitian akan dilakukan di
Poliklinik Mata RSU Anutapura Palu.
1. Populasi Penelitian
2. Sampel Penelitian
Pasien dengan diagnosis katarak yang berobat di Poliklinik Mata RSU Anutapura
Palu Tahun 2017.
1. Kriteria Inklusi
a) Penderita yang telah di diagnosa katarak oleh dokter, yang berobat di Poliklinik
Mata RSU Anutapura Palu Tahun 2017.
b) Penderita Usia >18
c) Laki-Laki dan Perempuan
d) Dapat berkomunikasi dengan baik
e) Bersedia ikut penelitian tanpa paksaan, setelah diberi penjelasan
2. Kriteria Eksklusi
E. Besar Sampel
n = N/1+ N(e)2
Keterangan:
N = Besar Populasi
n = Besar Sampel
nilai e : Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan
Diketahui besar populasi penderita katarak yang berobat di RSU Anutapura Palu
tahun 2015 berjumlah 728 kasus.
1.243
n= =99,9
1+1.243(0,10)2
Jadi, Sampel yang dibutuhkan adalah 100 orang penderita pterigium yang berobat
di RSU Anutapura Palu.
Cara pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non probability sampling.
Teknik non probability sampling yang digunakan adalah consecutive sampling, dimana
semua subyek yang didiagnosis katarak sampai jumlah subyek minimal terpenuhi.
G. Alur Penelitian
Persiapan Penelitian
Krteria Inklusi
Informed Consent
Subyek Penelitia
Pengambilan data :
1. Wawancara
2. Kuesioner
Pengumpulan Data
Analisis Data
Penyajian Hasil
Penulisan Hasil
H. Prosedur Penelitian
2. Setelah penderita katarak setuju untuk ikut, penderita yang memenuhi kriteria
inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi akan dijadikan subyek penelitian dan diikutkan
dalam penelitian tanpa paksaan dan bersifat suka rela.
3. Penderita katarak yang setuju ikut penelitian akan diminta untuk
menandatangani lembar persetujuan ikut serta dalam penelitian ini tanpa paksaan.
4. Selanjutnya melakukan pengambilan data dengan pertanyaan dalam bentuk
kuesioner yang diisi oleh peneliti berdasarkan jawaban dari subyek. Subyek berhak
untuk menolak ataupun menentukan waktu pengambilan data apabila ingin menunda
pengambilan data.
5. Setelah data data yang dibutuhkan dalam penelitian terkumpul, selanjutnya akan
dilakukan analisis data lebih lanjut dengan mengunakan SPSS. Data yang ada akan
sangat dijaga kerahasiaannya.
6. Setelah analisis data selesai, peneliti mempersiapkan untuk melakukan
penulisan hasil untuk selanjutnya di seminarkan pada seminar hasil yang akan disajikan
secara tertulis dalam bentuk skripsi.
I. Instrumen dan Alat Penelitian
Instrumen atau alat penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu
menggunakan kuesioner.
1. Pengolahan data yang digunakan yaitu deskriptif kategorik dengan hasil berupa
frekuensi dan presentase (proporsi) yang dapat disajikan dalam bentuk table
maupun grafik.
2. Dummy table
Hasil penelitian dari proposal diharapkan tercermin pada bagian dummy table.
1 Usia N %
a. Kelompok usia dewasa
37
Merokok N %
a. Tidak merokok : tidak mempunyai
riwayat merokok sama sekali
3 b. Perokok ringan : 1 – 10 batang rokok
setiap harinya
c. Perokok sedang : 11 - 20 batang
d. Perokok berat : > 20 batang
Jumlah
Obat Kortikosteroid N %
a. Tidak menggunakan kortikosteroid
4 b. Penggunaan kortikosteroid jangka
panjang
Jumlah
Trauma N %
5 a. Tidak langsung merusak struktur lensa
b. Langsung merusak struktur lensa
Jumlah
K. Aspek Etika