09e00103 PDF
09e00103 PDF
TESIS
Oleh
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
2
TESIS
Oleh
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
3
TESIS
Oleh
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
4
Menyetujui
Komisi Pembimbing :
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
5
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
6
ABSTRAK
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
7
ABSTRACT
The uses of chicken feather waste to become as source of protein for broiler
hopefully may minimize the rate of pollution impact by the chicken feather it self and
lead a poultry farm with a friendly environment. In exploiting the chicken feather
waste involved the role of micro-organism with fungus through a fermented process,
where the fungus in its fermented process playing its role to reform the component
complete in powder product into a more simple component and existed to absorb by a
living chicken.
The objective of this study is to examine the existence of an isolate fungus as
waste in the chicken pen in increasing absorbed in chicken feather powder and lead a
good influence to the growing of chicken in order to minimize the pollution impacted
by chicken feather waste for the environment. This study was conducted in two
stages. The first phase is fermentation test, to determine the most valuable fungus
inoculum dosage able to increase the content in greatest protein. On this first phase,
the study adopted a non-factorial complete random design with 4 treatments and 3
repetitions. The treatment consist of R0 (control/feather powder unfermented), R1
(fungus inoculum dosage of 1%), R2 (fungus inoculum dosage of 2%) and R3
(innoculum fungus dosage of 3%). In the second phase test is about biological item to
determine the influence uses of chicken feather powder in ransom for the growth of
poultry. On the second phase, the test adopted a non-factorial complete random
design with a 5 treatments and 4 repetitions comprising 5 per plot chicken with a
level ransom uses of T0 (control ransom), T1 (feather powder 2.5%), T2 (feather
powder 5%), T3 (feather powder 7.5%) and T4 (feather powder 10%).
The result of study showed that uses of fungus inoculum through 3% in its
fermented process show an influence in a different significant to improve the protein
content in chicken feather powder. The difference can be seen with improving
content of protein higher than T0 (unfermented) and T1 (inoculum dosage 1%) and
T2 (inoculum dosage 2%).
On the second phase test showed that the uses of fermented chicken feather
powder with isolate fungus Penicillium sp up to 5% level in ransom, indicate ransom
consumption, elevated weight of poultry and conversion of ransom is very significant
with the control (without any chicken feather powder).
In conclusion, the fungus inoculum dosage to be used in increasing content of
protein on chicken feather is on dosage 3%, while the fermented chicken feather
powder with fungus inoculum Penicillium sp able to use within ransom of 5%.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah serta petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini. Penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Limbah Bulu
Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan
Hidup” disusun dalam rangka penulisan tesis untuk memperoleh gelar Magíster Sains
dalam Program Magíster Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada
Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
kesempurnaannya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih
kepada Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (PSL)
Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, para Pembimbing, Prof. Dr. Basuki Wirjosentoro,
MS, Dr. Zulfikar Siregar, MP, Dr. Ir.Hasanuddin, MS yang telah banyak memberi
bimbingan dan pengarahan kepada penulis dan kepada penguji Prof. Dr. Erman
Munir, M.Sc serta Dr. Dwi Suryanto, MS yang telah banyak memberikan pengarahan
dan saran kepada penulis dalam penulisan tesis ini. Kepada semua rekan- rekan PSL
2006, fungsional laboratorium HPT serta laboratorium Produksi Ternak yang telah
banyak memberikan bantuan dan informasi kepada penulis dalam pelaksanaan
penelitian ini, semoga amal kebaikannya dibalas oleh Allah SWT.
Dengan segala kerendahan hati, akhirnya penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada ibunda tercinta Rabumah Sagala yang telah
mencurahkan kasih sayang, dukungan dan doanya kepada penulis. Serta kepada
kakak dan abang yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan kepada
penulis.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
turut berpartisipasi dalam penulisan tesis ini. Semoga tesis ini berguna dalam
pengembangan dunia peternakan khususnya dalam upaya pengelolaan lingkungan
hidup.
Penulis
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
9
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 6 juli 1975 di Pancur Batu, anak ketujuh dari
tujuh bersaudara, putri dari pasangan Amat Ketaren (almarhum) dan Rabumah
Sagala.
Pendidikan Sekolah Dasar tahun 1982-1988 di SD Negeri 101818 Pancur
Batu, Sekolah Menengah Pertama tahun 1988-1991 di SMP Negeri-2 Pancur Batu,
Sekolah Menengah Atas tahun 1991-1994 di SMA Negeri I Pancur Batu. Pada tahun
1994, penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara pada Fakultas
Pertanian Jurusan Peternakan dan meraih gelar Sarjana Peternakan tahun 1999.
Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai tenaga pengajar pada Universitas
Al-Azhar Medan dan pada tahun 2006 mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan
Strata 2 di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, dengan sumber dana dari BPPS.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
10
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ....................................................................................................... i
ABSTRACT..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................. ... iii
RIWAYAT HIDUP.......................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 6
1.3 Kerangka Pemikiran............................................................................. 6
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................. 8
1.5 Hipótesis Penelitian.............................................................................. 9
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................... 9
II.TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 10
2.1 Dampak Pencemaran Limbah Bulu Ayam di Lingkungan .................. 10
2.2 Potensi Limbah Bulu Ayam ................................................................. 12
2.3 Keratin (Protein Fibrous) ..................................................................... 14
2.4 Peran Mikroba Sebagai Pendegradasi Limbah di Lingkungan ............ 17
2.5 Pengolahan Limbah Bulu Ayam .......................................................... 18
2.5.1 Perlakuan Fisik........................................................................ 18
2.5.2 Perlakuan Biologis .................................................................. 19
2.6 Proses Fermentasi dengan Médium Padat............................................ 20
2.7 Kapang (Jamur) Sebagai Inokulum Fermentasi ................................... 20
2.8 Kebutuhan Zat-zat Makanan Ayam Pedaging...................................... 22
2.8.1 Karbohidrat ....................................................................... 23
2.8.2 Protein ............................................................................... 24
2.8.3 Serat Kasar ........................................................................ 24
2.8.4 Lemak................................................................................ 24
2.8.5 Vitamin.............................................................................. 25
2.8.6 Mineral .............................................................................. 25
2.9 Standart Produksi Ayam Pedaging....................................................... 26
2.9.1 Konsumsi Ransum............................................................ 26
2.9.2 Pertambahan Bobot Badan ............................................... 27
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
11
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
12
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
13
DAFTAR TABEL
3. Konsumsi Ransum Ayam Pedaging dan Berat Badan (Umur 1-6 Minggu) 27
4. Jumlah Total Mikroba Inokulum Fermentasi ......................................... 48
5. Hasil Uji Biologis Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan
Beberapa Isolat Jamur Terhadap Pertumbuhan Ayam.............................. 50
10. Hasil Uji Kecernaan Protein Ransum Penambahan Tepung Bulu Ayam
Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp........................................ 61
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
14
DAFTAR GAMBAR
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
15
DAFTAR LAMPIRAN
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
16
I. PENDAHULUAN
meningkat. Bahan makanan yang berasal dari hewan memiliki banyak keunggulan
dibanding bahan makanan yang berasal dari tumbuhan, karena mengandung asam
amino yang lebih lengkap dan lebih mudah diserap oleh tubuh. Kebutuhan terhadap
bahan makanan yang berasal dari hewan atau protein hewani mencapai 15
jumlah penduduk.
Populasi ternak dari tahun ke tahun terus meningkat namun belum dapat
ternak penghasil daging. Sementara bila dilihat dari potensi lokal dan sumberdaya
alam yang ada maka pertumbuhan populasi ternak masih dapat ditingkatkan. Dimana
sasaran populasi ternak ayam pedaging di propinsi Sumatera Utara untuk tahun 2007
sebanyak 58.212.381 ekor dengan sasaran produksi daging sebanyak 52.530 ton
(Siregar, 2004).
ayam yang dihasilkan dari industri rumah potong ayam dan dari tempat pemotongan
ayam lainnya. Pada industri rumah potong ayam, limbah bulu ayam merupakan suatu
hal yang perlu penanganan khusus karena menimbulkan dampak yang sangat besar
1
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
17
Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang
terlepas dari pemanfaatan limbah peternakan dengan prinsip zero waste yaitu
limbah.
Masalah limbah tak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk
industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup
masyarakat meningkat pula. Namun perlu dipikirkan efek samping yang ditimbulkan
berupa limbah, yang merupakan hasil samping dari suatu usaha atau kegiatan.
Dampak yang ditimbulkan dari limbah bulu ayam begitu besar terutama bagi
rumah potong ayam, menimbulkan bau yang tidak sedap dan merupakan sumber
penyebaran penyakit. Selain itu juga menimbulkan dampak penurunan kualitas tanah
karena limbah bulu ayam sulit terdegradasi di lingkungan atau proses dekomposernya
memakan waktu cukup lama. Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan untuk
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
18
fungsi lingkungan hidup, maka perlu adanya penanganan terhadap dampak limbah
bulu ayam. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan yaitu memanfaatkan limbah
bulu ayam sebagai ransum tambahan sumber protein bagi ayam pedaging. Disamping
itu dalam industri peternakan ransum merupakan hal yang sangat penting karena
menyerap 60-80% dari biaya produksi (Anggorodi, 1995). Upaya untuk menekan
biaya ransum adalah dengan memanfaatkan limbah bulu ayam sebagai sumber bahan
ransum non konvensional. Bahan ransum non konvensional tersebut mempunyai nilai
ekonomis rendah, tidak bersaing dengan manusia dan tersedia secara terus- menerus.
Bulu ayam merupakan limbah yang masih punya potensi untuk dimanfaatkan,
karena masih memiliki kandungan nutrisi protein yang sangat tinggi. Bulu ayam
mempunyai kandungan protein kasar sebesar 80-91% dari bahan kering, melebihi
kandungan protein kasar bungkil kedelai (42,5%) dan tepung ikan (66,2%) (Adiati
kandungan keratin. Keratin merupakan protein fibrous yang kaya sulfur dan banyak
terdapat pada rambut, kuku dan semua produk epidermal (Haurowitz, 1984).
Kecernaan yang rendah karena tepung bulu ayam mengandung ikatan sistin disulfida,
ikatan hidrogen, dan interaksi hidrofobik molekul keratin (Williams et al., 1991).
Keratin tidak larut dengan pemanasan alkali dan tidak larut oleh kelenjar saluran
pencernaan atau pankreas (Underhill, 1952). Dalam pemanfaatan limbah bulu ayam
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
19
Bahan makanan sumber protein harus mengandung asam amino yang lengkap
terdiri dari metionin, arginin, treonin, triptofan, histidin, isoleusin, lisin, valin dan
fenilalanin. Jika suatu bahan ransum kekurangan salah satu unsur tersebut, maka
harus dilengkapi oleh bahan ransum yang lain (Widodo, 2002). Adapun penggunaan
dan pengolahan lebih lanjut atau perlu adanya sentuhan teknologi untuk
meningkatkan nilai gizi dari bahan ransum tersebut, karena memiliki kecernaan yang
rendah (Zamora et al., 1989). Dalam penelitian ini pengolahan limbah bulu ayam
satu cara pengolahan dengan melibatkan mikroba (jamur atau bakteri) baik yang
ditambahkan dari luar ataupun secara spontan sudah terdapat di dalam bahan baku
berasal dari tanah kandang ayam, Hadi dan Muhsin, (2002) melakukan isolasi jamur
keratinofilik dari beberapa habitat yang berbeda diperoleh beberapa spesies jamur
dermatofit dan non dermatofit yang diisolasi dari tanah lumpur limbah pembuangan
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
20
Mikroba (jamur) punya peran yang sangat besar sebagai pendegradasi limbah
ini isolat jamur dari tanah kandang ayam diuji kemampuannya untuk mendegradasi
keratin yang terdapat pada tepung bulu ayam melalui proses fermentasi. Jamur yang
diperoleh dari isolasi tanah kandang ayam merupakan jamur non dermatofit dan
jamur dermatofit yaitu jamur penyebab penyakit kulit atau pendegradasi keratin pada
jaringan kulit dan juga sebagai pengurai di lingkungan (Clement et al, 2006).
Penelitian yang dilakukan ini sesuai dengan prinsip zero waste yaitu
limbah bulu ayam dengan cara pemanfaatan limbah bulu ayam sebagai bahan baku
ransum non konvensional sumber protein. Hal tersebut dilaksanakan untuk menjaga
tentang Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Bagi Ayam
diinokulasi dari tanah di sekitar kandang ayam, dimana terdapat bulu ayam yang
sudah membusuk dan sudah terlihat tumbuh jamur pada bulu ayam tersebut. Tanah
ini diperoleh dari kandang ayam di daerah Karya Jasa gang Horas No. 50, Simpang
Pos, Medan. Dari isolasi tanah tersebut diperoleh jamur kemudian diuji
kemampuannya dalam mendegradasi keratin pada tepung bulu ayam dengan tehnik
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
21
1.2.1 Bagaimana kemampuan isolat jamur tanah kandang ayam dalam meningkatkan
1.2.2 Bagaimana pengaruh tepung bulu ayam yang difermentasi dengan isolat jamur
Industri peternakan ayam terdiri dari industri pemotongan ayam dan usaha
pemeliharaan ayam. Bulu ayam merupakan limbah dari usaha pemotongan ayam.
Limbah ini terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi ayam dan
penurunan kualitas udara dari bau yang dikeluarkan dan merupakan sumber
penyebaran penyakit. Selain itu juga menimbulkan penurunan kualitas tanah dimana
(dekomposer) dari limbah bulu ayam memakan waktu cukup lama karena adanya
keratin (protein fibrous) yang berupa serat. Limbah bulu ayam terus meningkat
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
22
seiring peningkatan industri rumah potong ayam dan kebutuhan masyarakat akan
protein hewan.
Disisi lain tepung bulu ayam terproses atau hidrolisat bulu ayam memiliki
kandungan protein yang tinggi lebih tinggi dari tepung ikan dan bungkil kedelai.
Dalam upaya menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai Undang- Undang
maka perlu dilakukan penanganan dampak limbah bulu ayam sebagai upaya
ransum non konvensional sumber protein ayam pedaging, karena limbah bulu ayam
punya potensi yang sangat baik dari segi kuntitas dan kualitas.
Kelemahan dari limbah bulu ayam yaitu adanya keratin (protein fibrous) yang
sulit dicerna dan rendahnya kandungan asam amino lisin, metionin, histidin dan
triptophan. Oleh sebab itu dilakukan metode atau cara pemanfaatan limbah bulu
fermentasi.
dan menghasilkan bahan ransum tambahan non konvensional sumber protein dan
ayam.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
23
Secara jelas diagram alir kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
Minimalisasi
Ransum non Metode atau Potensi limbah Dampak sesuai
konvensional Cara bulu ayam dari PP. R. I No.23
sumber Pemanfaatan segi kuantitas Tahun 1997/
protein bagi Limbah Bulu dan kualitas Pengelolaan
Ayam Lingkungan
ayam
Hidup
pedaging
APLIKASI
KEBIJAKAN
PENGELOLAAN
LINGKUNGAN
HIDUP
1.4.1 Untuk mengetahui kemampuan isolat jamur tanah kandang ayam dalam
1.4.2 Untuk mengetahui pengaruh tepung bulu ayam yang difermentasi dengan
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
24
1.5.1 Isolat jamur dari tanah kandang ayam dapat meningkatkan kecernaan tepung
bulu ayam.
1.5.2 Tepung bulu ayam yang difermentasi dengan isolat jamur dari tanah kandang
1.5.3 Pemanfaatan limbah bulu ayam sebagai sumber protein ayam pedaging dapat
1.6.1 Menciptakan suatu industri peternakan yang ramah lingkungan dalam rangka
1.6.2 Menghasilkan bahan ransum non konvensional sumber protein bagi industri
peternakan ayam.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
25
atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai
khususnya rumah potong ayam, menghasilkan limbah berupa bulu ayam yang
meningkat seiring dengan peningkatan industri peternakan ayam. Oleh sebab itu perlu
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh industri peternakan ayam yaitu rumah
potong ayam berupa terganggunya sanitasi lingkungan akibat limbah bulu ayam yang
menimbulkan bau tidak sedap dan merupakan sumber penyebaran penyakit sebagai
dampak penurunan kualitas udara. Bulu ayam yang diproduksi dalam jumlah besar
merupakan produk limbah sisa industri peternakan khususnya rumah potong ayam.
Berjuta ton produk bulu ayam dunia diperhitungkan menghasilkan limbah bulu ayam
yang mengandung keratin. Bulu ayam merupakan sisa kegiatan atau limbah yang
biasanya merupakan sampah atau sesuatu yang tidak berguna di suatu lapangan.
10
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
26
Produk akhir ini biasanya sangat mengganggu kesehatan manusia (Periasamy and
Subash, 2004). Selain itu limbah bulu ayam juga menimbulkan dampak penurunan
kualitas tanah karena limbah bulu ayam sulit terdegradasi di lingkungan akibat
adanya keratin atau protein fibrous berupa serat. Oleh sebab itu limbah bulu ayam
resisten terhadap perombakan atau degradasi dan merupakan masalah yang serius di
sehingga menuntut suatu sistem pengelolaan limbah secara efektif dan efesien dalam
waktu cepat. Hal ini sebagai aplikasi dari kebijakan pengelolaan lingkungan hidup
dengan cara meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam yang terjadi di
pencemaran limbah bulu ayam adalah dengan prinsip zero waste yaitu
lingkungan bertujuan agar limbah bulu ayam yang dihasilkan dari suatu kegiatan
atau menjadikan limbah tersebut tidak berbahaya lagi bagi kesehatan dan lingkungan.
Sehingga tidak menimbulkan penurunan kualitas udara dan tanah atau setidaknya
mempunyai prospek yang baik jika didukung oleh inovasi teknologi yang baik
terutama teknologi ransum disamping potensi sumberdaya alam yang ada. Salah satu
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
27
bahan ransum non konvensional. Bahan ransum non konvensional dapat diperoleh
dengan cara pemanfaatan limbah. Pemanfaatan limbah merupakan suatu usaha untuk
meminimalisasi dampak limbah terutama yang berasal dari industri peternakan ayam,
disamping itu limbah bulu ayam masih memiliki kandungan protein yang sangat
tinggi.
Limbah merupakan hasil samping dari suatu kegiatan industri, dalam hal ini
bulu ayam merupakan hasil ikutan usaha pemotongan ayam. Bulu ayam merupakan
salah satu hasil samping ternak ayam (petelur, pedaging dan buras) dari rumah potong
dan tempat pemotongan ayam lainnya. Populasi ayam di Indonesia tahun 1999
sebesar 726,10 juta ekor (Statistik Peternakan, 1999), sedangkan untuk tahun 2003
populasi ayam pedaging meningkat sebesar 917.707.000 ekor (Mathius et al, 2003).
Peningkatan populasi ayam ini akan menimbulkan peningkatan limbah bulu ayam,
dan jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan pencemaran terhadap
lingkungan.
suatu limbah. Limbah bulu ayam menimbulkan bau yang tidak sedap dan merupakan
sumber penyebaran penyakit. Hal ini merupakan permasalahan lingkungan yang perlu
segera ditangani, seiring dengan peningkatan populasi ayam. Berat bulu ayam
menurut Card (1962) berkisar antara 4-9 % dari bobot hidup. Sedangkan menurut
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
28
Siregar (2003), berat bulu ayam 4% dari berat tubuh total. Populasi ayam di Indonesia
tahun 1999 sebesar 726,10 juta ekor (Statistik Peternakan, 1999). Dari populasi
726,10 juta ekor berdasarkan data statistik di atas, dengan bobot badan rata-rata 1,2
kg, maka akan diperoleh limbah bulu ayam sebesar 34.853 ton. Limbah ini terus
akan protein hewan. Jika limbah yang terus bertambah ini tidak dikelola dengan baik
maka akan menimbulkan dampak pencemaran yang sangat besar terhadap lingkungan
terhidrolisis atau terproses. Tepung bulu memiliki kandungan leusin dan isoleusin
yang baik, tetapi miskin akan metionin dan triptopan. Tepung bulu terproses dapat
digunakan untuk pakan ayam perdaging (Rasyaf, 1994). Penggunaan tepung bulu
dengan pengolahan, bagi ayam pedaging masih berbeda-beda yaitu 2,5% (Morris and
Balloun, 1973), 5% (Williams et al., 1991) dan 6% (Cabel et al.,1988; Kamal, 1985).
Tepung bulu ayam kaya akan leusin, isoleusin dan valin yang berturut-turut
adalah 4,88, 3,12 dan 4,44% (Siregar, 2003). Komposisi nutrien hidrolisat bulu ayam
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
29
Disamping itu kandungan protein tepung bulu ayam lebih tinggi daripada
tepung ikan dan bungkil kedelai. Perbandingan komposisi kandungan asam amino
tepung bulu ayam, tepung ikan dan bungkil kedelai dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Keratin adalah suatu kelompok protein yang sangat khusus memproduksi sel
epitel tertentu dari hewan bertulang belakang dan lapisan tanduk kulit luar serta
epidermal tambahan seperti rambut, kuku dan bulu ayam. Sedangkan keratinase
adalah spesifik protease hidrolisis keratin yang terdapat pada bulu ayam, wool dan
rambut. Keratin serupa dengan komponen protein lainnya secara umum dan tidak
tampak jelas perbedaan substratnya. Keratin dapat didegradasi oleh mikroba dari
jamur saprofit dan parasit (Dozie et al., 1994), Actynomycetes (Noval and Nickerson,
1959; Bockle et al., 1995), dan jamur dermatofit. Keratin juga dapat didegradasi oleh
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
30
mikroorganisme termofilik yaitu mikroba yang dapat tumbuh pada suhu 50- 650C
Keratin atau serat terdiri dari komponen ikatan sistin disulfida, ikatan
hidrogen dan interaksi hidrofobik molekul keratin (Williams et al., 1991). Ikatan
sistin disulfida atau ikatan silang terbentuk antara asam amino sistin yang
mengandung gugus –SH. Jika dua unit sistin berikatan, maka terbentuklah sebuah
jembatan disulfida _S-S- melalui oksidasi gugus-gugus -SH. Protein serat terbentuk
dari molekul yang rapat dan teratur berupa ikatan silang antara rantai-rantai asam
amino yang berdekatan sehingga molekul air sukar menerobos struktur ini, oleh
karena itu protein serat tidak larut di dalam air (hidrofobik). Logam berat dapat
merusak ikatan disulfida karena afinitasnya yang tinggi dan kemampuannya untuk
silang sistin disulfida atau ikatan peptida kompleks terjadi karena proses hidolisis
yang tidak sempurna, hal ini dapat diatasi dengan melakukan proses hidolisis ulang
melalui fermentasi (Gaman and Sherrington, 1992). Selain itu ikatan keratin dapat
komponen keratin dapat dilihat pada struktur kimia keratin berikut ini:
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
31
NH CHR CO NH CH CO NH CHR CO
CH2
CH2
OC CHR NH OC CH NH OC CHR NH
Menurut Savitha et al., (2007), bulu ayam mengandung 90% protein dengan
komponen beta-keratin, fibrous dan struktur protein yang kokoh dari disulfida.
ayam sangat banyak diproduksi oleh industri peternakan ayam. Limbah ini terus
bulu ayam hanya dapat diatasi melalui bantuan mikroorganisme sebagai dekomposer
limbah bulu ayam merupakan upaya menjaga stabilitas lingkungan dari pencemaran.
mengandung keratin, oleh sebab itu dalam pemanfaatannya perlu dilakukan hidrolisis
atau pemasakan pada temperatur yang cukup tinggi yaitu sampai titik didih 1300C
selama 30 menit (Murtidjo, 1987), karena dengan pengolahan tersebut ikatan keratin,
berupa ikatan sistin disulfida dapat diputuskan atau pecah menjadi komponen-
komponen asam amino yang mudah dicerna oleh unggas. Penelitian yang dilakukan
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
32
oleh Arifin, (2004), menunjukkan bahwa dengan metode pengukusan pada suhu
118oC selama 30 menit dan 60 menit menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap
bulu ayam secara enzimatis mempergunakan enzim dari jamur Cuninghamella spp
yang difermentasi selama 11 hari menunjukkan hasil pemecahan ikatan keratin dalam
tepung bulu ayam sehingga retensi nitrogen atau konsumsi nitrogen meningkat
sebesar 49,19%.
terdiri dari bakteri dan jamur serta merupakan sumberdaya alam yang memiliki
sesuai diperlukan isolasi mikroba dari lingkungan. Lingkungan yang paling umum
digunakan sebagai isolasi yaitu dari tempat produksi atau pada tempat dimana produk
limbah dihasilkan. Pada umumnya isolat diperoleh dari lingkungan yang mendekati
atau pada substrat tempat tumbuhnya. Sumber isolat umumnya berasal dari tanah,
karena tanah mengandung berbagai unsur hara yang sangat kompleks sehingga
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
33
Isolat jamur sebagai hasil isolasi yang diperoleh dari tanah berupa biakan
campuran yang terdiri dari bermacam jamur. Isolat yang diperoleh kemudian
dengan adanya gumpalan pada titik inokulum. Kultur campuran ditandai dengan
perbedaan miselium, spora dan warna hifa. Setelah diperoleh biakan murni kemudian
al., 2006).
bentuk fisik bahan ransum menjadi partikel-partikel yang lebih halus sehingga mudah
dikonsumsi oleh ayam. Bentuk fisik bahan ransum akan mempengaruhi tingkat
kesukaan makan (palatibilitas) ayam. Tepung bulu ayam sebelum difermentasi harus
dilakukan untuk memperkecil partikel bahan ransum sehingga bahan baku ransum
yang dihasilkan halus, semakin halus suatu bahan baku ransum maka semakin mudah
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
34
atau jamur dapat meningkatkan kecernaan suatu bahan ransum, karena dalam
fermentasi terjadi suatu proses perombakan atau perubahan kimia dari senyawa
organik (karbohidrat, lemak, protein dan bahan organik lainnya) kompleks, baik
dalam keadaan ada udara (aerob) maupun tanpa udara (anaerob) melalui bantuan
enzim yang berasal dari mikroba menjadi komponen yang lebih sederhana dan
baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi seperti protein. Protein mikroba ini
dikenal dengan nama protein sel tunggal. Protein sel tunggal adalah istilah yang
digunakan untuk protein kasar atau murni yang berasal dari mikroorganisme seperti
lebih sederhana sehingga mudah dicerna (Winarno et al., 1980). Fermentasi dapat
dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur terendam sub merged. Kultur
permukaan yang menggunakan substrat padat atau semi padat banyak digunakan
untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan enzim yang dihasilkan oleh
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
35
fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat
adalah merupakan proses fermentasi dimana medium yang digunakan tidak larut
medium cair adalah proses substratnya larut atau tersuspensi di dalam fase cair.
fermentasi adalah dalam bentuk padat yaitu tepung bulu ayam yang sudah digiling
dan dioutoklaf. Keuntungan penggunaan fermentasi medium padat antara lain: tidak
memerlukan tambahan lain kecuali air yang berperan untuk memacu pertumbuhan
jamur, persiapan yang dilakukan terhadap inokulum jamur relatif lebih sederhana
cukup dibiakkan dalam medium cair dan siap untuk diaplikasikan ke medium
alamiah, memiliki tingkat produktifitas yang tinggi, aerasi optimum dan tidak
banyak dilakukan karena pertumbuhannya relatif mudah dan cepat, dan kadar asam
penampakannya yang berserabut seperti kapas yang mulanya berwarna putih, tetapi
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
36
jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang
dan kapang ini terdiri dari suatu tallus bercabang yang disebut hifa, dimana miselium
Jamur yang digunakan dalam fermentasi diperoleh dari isolasi tanah kandang
ayam. Isolasi jamur dilakukan sebanyak dua kali, setelah dilakukan identifikasi
Helicomyces sp.
Kingdom : Plantae
Divisio : Eumycophyta
Klas : Deutromycetes
Ordo : Monilliales
Famili : Monilliaceae
Genus : Helicomyces
Species : Helicomyces sp
Jamur ini memiliki ciri-ciri konidiofor berbentuk hialin sederhana, pendek, bersepta,
konidia kurus seperti kawat pijar, ketat bergulung dan merupakan saprofit pada
pembusukan kayu (Barnett and Hunter, 1972). Disamping itu jamur ini berfungsi
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
37
memenuhi kebutuhan zat-zat nutrisi yang seimbang dan tepat. Seimbang dan tepat
berarti zat makanan tidak berlebihan dan tidak kurang. Ransum yang diberikan harus
dalam waktu singkat, maka jumlah pemberian pakan tidak dibatasi (adlibitum). Ayam
pedaging selama pemeliharaannya mempunyai dua macam pakan yaitu starter (0-4
minggu) dan pedaging finisher umur 5 minggu hingga panen (Kartadisastra, 1999).
Supaya jaringan daging tumbuh lebih cepat, zat makanan berupa protein dan energi
harus diberikan secara maksimal. Sehingga tercapai keseimbangan antara protein dan
energi yang dapat menghasilkan daging yang baik dalam waktu singkat (Widodo,
2002).
nutrisi. Semakin baik tingkat nutrisi yang diberikan maka laju pertumbuhan semakin
susunan zat makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, yakni kandungan energi
yang tinggi, kualitas protein baik, kandungan asam amino essensial serta mineral dan
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
38
2.8.1 Karbohidrat
pentosan, beberapa gula dan bentuk lain. Fungsi karbohidrat bagi ternak unggas
sebagi sumber energi dan panas serta disimpan sebagai lemak bila berlebih. Butiran
dan hasil ikutannya merupakan sumber utama karbohidrat dalam ransum unggas.
(Anggorodi, 1995).
Energi metabolis adalah energi kotor dari pakan yang dapat digunakan oleh
tubuh. Pada unggas energi metabolis diperoleh dari penggunaan energi kotor pakan
dengan energi ekskreta. Energi ekskreta berasal dari campuran energi feses dan urine.
Energi urine adalah energi kotor dari urine yang berasal dari zat-zat makanan yang
mengandung energi yang rendah, unggas akan mengkonsumsi makanan lebih banyak.
Dan bila kandungan energi tinggi unggas akan mengkonsumsi pakan lebih sedikit.
Ayam akan berhenti makan kalau kebutuhan energinya sudah terpenuhi. Oleh karena
itu ransum yang nilai energinya tinggi, maka kandungan proteinnya pun harus
ditingkatkan. Dengan kata lain kandungan energi dan protein harus seimbang
(Rasyaf, 1996).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
39
2.8.2 Protein
gabungan asam amino melalui ikatan peptida, yaitu suatu ikatan antara gugus amino
(NH2) dari suatu asam amino dengan gugus karboksil dari asam amino lain dengan
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena
zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan
pengatur dalam tubuh. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan
dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).
Serat kasar sangat penting diketahui dalam penyusunan bahan pakan unggas.
Serat kasar berfungsi merangsang gerak peristaltik pada saluran pencernaan, sebagai
media mikroba pada usus buntu untuk menghasilkan vitamin K dan B12, serta untuk
memberi rasa kenyang. Penggunaan maksimum dalam ransum ayam pedaging tidak
lebih dari 5%. Jika persentase serat kasar berlebih dalam ransum maka akan
2.8.4 Lemak
asam lemak. Asam lemak merupakan asam karboksilat dari hidrolisis ester terutama
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
40
gliserol dan kolesterol. Asam lemak tidak jenuh mengandung jumlah atom hidrogen
kurang dari dua kali atom karbon, serta satu atau lebih pasangan atom karbon yang
mempunyai atom hidrogen dua kali jumlah atom sebenarnya dan tiap molekul
2.8.5 Vitamin
Vitamin adalah zat katalisator essensial yang tidak dapat disintesis tubuh
dalam proses metabolisme sehingga harus ada dalam ransum. Vitamin bagi unggas
(Anggorodi, 1995).
unggas. Vitamin berperan sebagai koenzim atau katalisator hayati yaitu sebagai
mediator dalam sintesis atau degradasi suatu zat tanpa ikut menyusun zat yang
disintesis. Apabila vitamin tidak terdapat dalam ransum maka akan mengakibatkan
defesiensi yang khas dan hanya dapat disembuhkan dengan pemberian vitamin itu
2.8.6 Mineral
dalam jumlah yang relatif sedikit. Mineral essensial merupakan zat mineral yang
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
41
membantu fungsi metabolis dalam tubuh unggas. Unggas jika kekurangan mineral
normal tubuh, keseimbangan asam dan basa tubuh, disamping itu memelihara tekanan
osmotik cairan tubuh, menjaga kepekaan otot dan syaraf, mengatur transportasi zat
makanan dalam sel, mengatur permeabilitas membran sel, dan mengatur metabolisme
produksi antara lain terdiri dari perbaikan dan pertumbuhan jaringan seperti gigi dan
tulang. Komposisi mineral dari tulang segar terdiri dari kalsium 36%, fosfor 17% dan
magnesium 0,8%. Juga untuk perbaikan dan pertumbuhan bulu, tanduk, kuku,
dalam pakan tersebut yang telah tersusun dari berbagai bahan pakan untuk memenuhi
memperlancar reaksi sintesis dari tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa ternak ayam
bila dikonsumsi secara normal dan dapat mensuplai zat-zat makanan yang diperlukan
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
42
komulatif adalah konsumsi ransum yang dihabiskan minggu lalu ditambahkan dengan
bentuk dan bobot jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua
jaringan tubuh yang lainnya kecuali jaringan lemak. Pertumbuhan terjadi secara
perlahan kemudian berlangsung lebih cepat, secara perlahan lagi tumbuh dan
sigmoid.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
43
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu standart produksi bagi ayam
pedaging. Pertambahan bobot badan adalah selisih bobot badan akhir dan bobot
badan awal dibagi dengan lama penelitian. Pengukuran berat badan dilakukan dalam
kurun waktu satu minggu sehingga untuk mendapatkan berat badan harian, bobot
badan dibagi tujuh. Pertambahan bobot badan dapat dipengaruhi oleh konsumsi
ransum, kesehatan ayam, suhu lingkungan dan strain ayam pedaging (Rasyaf, 1995).
pakan. Semakin besar bobot badan ayam semakin banyak jumlah konsumsi pakan. Di
samping itu strain, jenis dan tipe ayam juga menentukan (Kartadisastra, 1994).
ransum yang dikonsumsi dalam waktu satu minggu dengan pertambahan berat badan
yang dicapai pada minggu tersebut. Bila ratio kecil berarti pertambahan berat badan
baik dan penggunaan ransum efesien. Hal ini dipengaruhi oleh besar dan bangsa
ayam, tahap produksi, kadar energi dalam ransum dan temperatur lingkungan
(Rasyaf, 1997).
pertumbuhan sedikit lebih efesien dibanding untuk penggemukan. Oleh sebab itu
konversi pakan akan lebih baik pada hewan yang sedang tumbuh dibanding hewan
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
44
diusahakan sesuai dengan ambang batas genetisnya, sedangkan segi bisnis berarti
waktu jual lebih cepat tercapai. Konversi ransum inilah yang sebaiknya digunakan
sebagai pegangan berproduksi karena sekaligus melibatkan berat badan dan konsumsi
Kecernaan ransum atau koefisien cerna suatu ransum didasarkan pada asumsi
bahwa zat gizi yang tidak terdapat dalam feses adalah habis untuk dicerna dan diserap
oleh tubuh. Sebagian dari bahan makanan yang terdapat dalam feses adalah enzim
yang disekresikan ke dalam saluran pencernaan yang tidak diserap kembali oleh
tubuh, dan juga berupa hasil kikisan sel-sel dari dinding pencernaan. Daya cerna
suatu bahan makanan dipengaruhi oleh beberapa ransum diantaranya yaitu kandungan
serat kasar dalam ransum, dimana jika ransum mengandung serat kasar yang lebih
dari 5 maka daya cerna ransum akan rendah karena unggas tidak mampu mencerna
makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi. Selain itu daya cerna
ransum, semakin seimbang kandungan zat gizi dalam ransum maka daya cerna akan
semakin tinggi. Daya cerna juga dipengaruhi oleh bentuk fisik ransum, semakin kecil
ukuran ransum maka makin mudah untuk dicerna dalam saluran pencernaan (Tillman
et al., 1991).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
45
perkalian antara hasil produksi peternakan yang dihitung dalam kilogram berat badan
hidup dengan harga jual, sedangkan biaya ransum merupakan total konsumsi dikali
(Prawirakusumo, 1990).
salah satu sasaran utama dalam berusaha, sehingga jika merencanakan suatu usaha
keuntungan dari segi ekonomi tetapi juga memberikan manfaat dalam penanganan
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
46
Waktu Penelitian dimulai dengan pembuatan isolat jamur pada bulan Juli
a. Bahan
b. Alat
31
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
47
tabung reaksi.
3.2.2 Bahan dan Alat Untuk Pembiakan Jamur Pada Media Cair (Potato
Dextrose Broth)
a. Bahan
b. Alat
Panci sebagai tempat memasak kentang.
kekeruhan.
a. Bahan
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
48
b. Alat
a. Bahan
b. Alat
3.2.5 Bahan dan Alat Untuk Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam
a. Bahan
Asam sulfat.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
49
b. Alat
(H3BO33%).
a. Bahan
Anak ayam umur 1 hari (DOC) strain 707 sebanyak 100 ekor untuk
Bungkil kelapa, dedak jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, kapur, dan
minyak nabati untuk bahan baku ransum yang lain sebagai campuran
b. Alat
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
50
Pengujian yang digunakan dalam penelitian ini ada dua tahap yaitu pada
pengujian tahap pertama (I) dilakukan sebagai pengujian kandungan protein tepung
bulu ayam hasil fermentasi. Pada pengujian ini target yang ingin dicapai adalah
protein tepung bulu ayam tertinggi setelah fermentasi. Rancangan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) non Faktorial dengan 4 perlakuan dan 3
Yij = µ + α i + i = 1,2,3,…p
j = 1,2,3…n
( Sastrosupadi, 1995).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
51
fermentasi pada pengujian tahap pertama digunakan sebagai bahan baku ransum
ayam pedaging pada pengujian tahap kedua (II) atau uji biologis.
Pengujian tahap kedua (II) atau uji biologis (tepung bulu fermentasi sebagai
bahan baku ransum ayam pedaging umur 0-6 minggu), rancangan yang digunakan
dalam pengujian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) non Faktorial dengan 5
perlakuan dan 4 ulangan. Jumlah plot 20 dan setiap plot (kandang ukuran 1 meter x 1
meter x 0,5 meter) diisi dengan 5 ekor ayam. Kepadatan kandang dengan 5 ekor ayam
untuk mencegah sifat kanibalisme (saling makan antar ayam). Penentuan ulangan
Dimana: t = Perlakuan
15 = Ketetapan
Yij = µ + α i + Σij
i = 1,2,3,…p
j = 1,2,3…n
( Sastrosupadi, 1995).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
52
T1 = Ransum tanpa tepung Bulu Ayam ( 0%) + 10% tepung ikan (kontrol)
1. Konsumsi ransum yaitu jumlah ransum yang diberikan selama satu minggu
2. Pertambahan berat badan yaitu berat badan pada akhir minggu dikurangkan
3. Konversi ransum yaitu jumlah ransum yang dikonsumsi dalam waktu satu minggu
kandungan zat gizi dalam feses dibagi kandungan zat gizi ransum dikali seratus
persen.
5. Income Over Feed Cost (IOFC) yaitu pendapatan (berat badan akhir ternak dikali
harga ternak dalam satu kilogram) dikurangkan dengan biaya ransum (total
Pada tahap ini target yang ingin dicapai adalah ransum dengan tingkat
konversi paling rendah yang berarti dapat mencapai tingkat pertambahan berat badan
tertinggi dengan penggunaan ransum yang sedikit. Hal ini berarti ransum tersebut
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
53
memiliki kandungan gizi yang optimal dan efesien untuk pertumbuhan ayam serta
Isolasi tanah dari kandang ayam dilakukan untuk mendapatkan jamur yang dapat
mendegradasi keratin pada tepung bulu ayam. Isolasi tanah dilakukan sebanyak dua
kali. Jamur yang digunakan dalam fermentasi diperoleh dari isolasi tanah berasal dari
kandang ayam. Isolasi dilakukan dengan mencampur tanah sebanyak 20 gram dalam
air suling 200 ml, kemudian digoncang dengan shaker lebih kurang 10 menit.
Suspensi partikel tanah sebanyak 1 ml tersebut dilarutkan dalam 9 ml air suling yang
partikel tanah pada pangenceran 10-1 dilarutkan pada 9 ml air suling yang sudah steril
sehingga diperoleh pengenceran 10-2. Pada pengenceran 10-5, 10-6 dan 10-7, masing -
masing diambil sebanyak 0,1 ml disebarkan dengan hockey stick pada media PDA
(Potato Dextrose Agar) dengan komposisi 39 gram PDA (Potato Dextrose Agar)
(Oxoid) dalam 1 liter air suling kemudian diinkubasi lebih kurang 1 minggu pada
suhu 270C (suhu ruang) untuk pertumbuhan jamur (Cappuccino and Sherman, 1996).
kemudian diinokulasi pada media PDA, diinkubasi kembali pada suhu ruang (270C).
Pada pemurnian pertama diperoleh isolat jamur seperti gambar (Lampiran 2),
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
54
pemurnian isolat jamur dilakukan sebanyak tiga sampai empat kali. Setelah diperoleh
jamur yang murni baru dilakukan pembiakan jamur dengan pemindahan jamur pada
media PDA (Potato Dextrose Agar) (Lay, 1994). Pada isolasi pertama (I) dari hasil
Helicomyces sp.
sebanyak 1 liter dengan penambahan air suling (air aquadest) yang steril. Larutan
dextrose, setelah itu diautoklaf pada suhu 1210C tekanan 15 psi (pounds per square
chooch borrer atau menurut Lay, (1994) sebanyak 106 spora/ml, kemudian digoncang
pada shaker dengan kecepatan 60 rpm (rotation pert minute) selama 2 minggu
terjadi perubahan warna dari air filtrat dextrose menjadi lebih keruh dari sebelum
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
55
sebanyak satu tetes inokulum jamur, setelah slide penutup ditutupkan. Individu sel
dalam suatu kelompok sel dihitung. Sel spora jamur yang dihitung yaitu pada sel
yang terletak di atas dan kiri menyentuh garis tengah pada tepi bujur sangkar.
10 = Faktor perkalian
1.000 = Faktor pengali dalam satuan mililiter (Raul and Jaime, 1986).
b. Fermentasi
Tepung bulu ayam sebagai medium fermentasi harus mengandung kadar air
minimal 30% untuk memudahkan pertumbuhan jamur. Tepung bulu ayam dalam
kondisi kering tetap mengandung air sebanyak 10%, jadi dilakukan penambahan air
sebanyak minimal 20% dari berat kering tepung bulu ayam dicampur dengan
inokulum jamur 1% (v/w), 2% (v/w), dan 3% (v/w) dari berat kering bahan.
Inokulum jamur yang sudah ditambah air ini, kemudian disiramkan secara merata
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
56
pada tepung bulu ayam sebanyak 20 gram yang sudah ditempatkan pada wadah
proses destruksi yaitu Tepung Bulu ayam ditimbang sebanyak 0,1 gram ditambah
selenium sebanyak 0,1 gram sebagai katalis ditambah dengan asam sulfat, kemudian
dibakar sampai putih diruang asam. Proses destilasi dengan menampung hasil
destilasi pada labu kjeldahl lalu ditambah aquadest 100 ml ditambah NaOH 35%
lebih kurang 5 ml kemudian ditampung pada erlenmeyer yang berisi asam borat
%N = N. HCl X 14 X 100
Berat Sampel X 1000
Cawan porselin dioven pada suhu 1050C selama 1 jam, kemudian didinginkan
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
57
ditimbang dan dicatat berat cawan kosong. Sampel ditimbang sebanyak 2,001g
dengan 2 kali ulangan, kemudian timbang cawan tambah sampel dan dioven kembali
pada suhu 1050C selama 8 jam. Kemudian sampel tersebut dikeluarkan dan
didinginkan dalam desikator selama 1 jam, setelah itu ditimbang dan dicatat beratnya.
Penimbangan dilakukan setiap 1 jam sekali dan dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil
berat cawan tambah sampel oven. Dari perhitungan ini diperoleh kadar air yang
BC – BC + S. Oven x 100
S = Sampel
Isolat jamur yang diperoleh dari hasil isolasi digunakan sebagai inokulum
fermentasi. Tepung bulu ayam yang difermentasi dengan berbagai isolat jamur
tersebut digunakan sebagai sumber protein bagi ayam pedaging. Pengujian ini
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
58
dilakukan selama satu minggu untuk menentukan jenis isolat jamur terbaik yang
menunjukkan pertambahan berat badan tertinggi, digunakan sebagai isolat jamur pada
a. Persiapan Kandang
sebanyak 1 liter dicampur dengan 5 liter air kemudian kandang diisolasikan selama
tiga hari. Tempat pakan dan tempat minum disterilisasi dengan rodalon supaya bebas
b. Persiapan Anak Ayam Pedaging (DOC) Strain CP 707 Sebanyak 100 Ekor
Anak ayam umur satu hari (DOC) strain 707 sebanyak 100 ekor diproduksi
anak ayam ditimbang. Berat anak ayam pada setiap plot dihomogenkan atau
Tepung bulu ayam pedaging yang memiliki kandungan protein terbaik melalui
dengan bahan ransum yang lain yaitu jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
59
ikan dan top mix. Tepung bulu ayam yang digunakan dalam ransum berasal dari
limbah bulu ayam pedaging yang telah melalui proses pengolahan (Lampiran 1).
d. Pengambilan Data
yaitu konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang diberikan selama satu minggu,
dikurangi dengan sisa ransum. Pertambahan berat badan yaitu berat badan pada akhir
minggu dikurangi dengan berat badan pada awal minggu. Konversi ransum adalah
jumlah ransum yang dikonsumsi dalam waktu satu minggu dibagi pertambahan berat
persentase kandungan zat makanan dalam ransum yang dapat diserap oleh tubuh.
Koefisien daya cerna merupakan selisih antara kandungan zat makanan dalam ransum
yang dimakan ternak dengan kandungan zat makanan yang masih terdapat dalam
feses. Penghitungan koefisien daya cerna ransum yang dilaksanakan adalah sebagai
berikut:
N ransum
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
60
Keterangan:
N feses = Kandungan zat gizi yang tersisa dalam feses (Tillman et al., 1991).
Income Over Feed Cost dilakukan untuk mengetahui berapa besar pendapatan
atau keuntungan yang diperoleh dari penggunaan ransum tersebut. Income Over Feed
Cost merupakan selisih antara pendapatan yang diperoleh dari berat badan akhir
ternak dikali harga jual dalam satu kilogram dengan biaya ransum. Secara jelas rumus
Income Over Feed Cost (IOFC) = (berat badan akhir x harga satu kg berat badan
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
61
Dari hasil isolasi tanah kandang ayam yang dilakukan sebanyak 2 kali, pada
perbesaran 400x diperoleh isolat jamur Helicomyces sp (Lampiran 3), dengan ciri-ciri
dan menggulung. Hal ini sesuai dengan pendapat Barnett and Hunter, (1972),
bersepta, konidia tunggal dan ketat bergulung. Selain itu Helicomyces sp merupakan
jamur saprofit yang mampu mendegradasi keratin. Dozie et al., (1994), menyatakan
bahwa keratin pada bulu ayam dapat didegradasi oleh jamur saprofit.
diperoleh isolat jamur Trichoderma sp dan Penicillium sp (Lampiran 3). Isolat jamur
tunggal atau berkelompok dan koloni berwarna hijau. Barnett and Hunter, (1972),
fialides tunggal atau berkelompok, saprofit di dalam tanah dan species ini merupakan
parasit bagi jamur lain. Selain itu Trichoderma sp mampu memproduksi gula
sederhana dan merupakan jamur termofilik, sesuai dengan pendapat Zerdani et al.,
(2004), yang menyatakan bahwa keratin pada tepung bulu ayam dapat didegradasi
46
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
62
suhu 50-650C.
sangat cepat, koloninya berwarna hijau kebiruan atau kuning, mempunyai permukaan
miselium sederhana, halus, panjang, dan konidiofor bercabang sekitar 2-3 cabang,
fialides berisi rantai konidia dan konidia berbentuk bulat. Alexopoulus et al., (1996),
bulat, terdiri atas satu sel. Di ujung cabang konidiofor terdapat sekumpulan fialides
yang berisi rantai konidia. Menurut pendapat Periasamy et al., (2004), Penicillium sp
Jamur keratinofilik dapat hidup pada jaringan keratin dengan menghasilkan enzim
keratinase dan memanfaatkan substrat keratin tersebut sebagai sumber nutrien untuk
pertumbuhan.
4.2 Hasil Penghitungan Jumlah Spora dari Isolat Jamur Limbah Kandang
Ayam
sebagai inokulum fermentasi dalam 1 ml suspensi jamur dapat dilihat pada tabel 4
berikut:
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
63
Berdasarkan tabel 4 di atas, jumlah total mikroba terbanyak pada isolat jamur
Penicillium sp (2,65 x 106) spora/ml dan jumlah total mikroba paling sedikit pada
isolat jamur Helicomyces sp (1,5 x 106) spora/ml. Hal ini terjadi karena, isolat jamur
Penicillium sp memiliki cabang konidiofor yang banyak sekitar 2-3 cabang. Pada
ujung cabang terdapat phialides berisi konidia yang menghasilkan banyak spora.
Konidia hialin dan saling menumpuk sampai ke atas. Koloni jamur tumbuh menyebar
tumbuh menyebar dengan cepat, konidiofor bercabang sekitar 2-3 cabang, di ujung
cabang terdapat phialides berisi rantai konidia (spora tunggal), dan menghasilkan
hialin sederhana, konidia tunggal dan pertumbuhan koloni jamur relatif lambat
Mikroba (jamur) berasal dari satu sel spora yang tumbuh dan berkembang
menjadi suatu individu jamur serta menghasilkan suatu enzim yang berperan dalam
suatu mikroba yang membantu proses fermentasi berarti semakin banyak komponen
senyawa organik kompleks yang mampu dirombak oleh mikroba tersebut. Jamur
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
64
pertumbuhan sangat tinggi, berarti lebih banyak mikroba (jamur) dihasilkan, akan
banyak pula komponen keratin (ikatan peptida kompleks) dari tepung bulu ayam yang
mampu diputuskan menjadi ikatan peptida sederhana (protein) dengan bantuan enzim
keratinase yang dihasilkan oleh isolat jamur tersebut. Tjitjah, (1997), menyatakan
lebih sederhana dengan bantuan enzim yang dihasikan dari suatu mikroba.
4.3 Hasil Uji Biologis Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan
Beberapa Isolat Jamur
sebagai bahan ransum ayam pedaging umur 5 minggu, dengan lama pengujian 1
minggu. Fermentasi dilakukan selama 11 hari (Williams et al., 1991) dengan dosis
inokulum fermentasi sebanyak 2% untuk setiap jenis isolat jamur. Hasil uji biologis
penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan beberapa isolat jamur terhadap
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
65
Tabel 5. Hasil Uji Biologis Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan
Beberapa Isolat Jamur Terhadap Pertumbuhan Ayam
Hasil uji biologis di atas, menunjukkan bahwa pertumbuhan ayam yang paling
rendah terdapat pada ransum dengan penambahan tepung bulu fermentasi dengan
isolat jamur Helicomyces sp, ditunjukkan dengan konsumsi ransum sebanyak 301,5
konversi ransum sebesar 2, sedangkan pertumbuhan ayam yang paling tinggi terdapat
pada ransum penambahan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur
pertambahan berat badan 230,75 gram/ekor/minggu dan konversi ransum 1,80. Hal
konversi ransum 1,79. Hal ini terjadi karena ransum dengan penambahan tepung bulu
ayam fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp lebih mampu diserap oleh tubuh
ayam untuk menghasilkan pertumbuhan, sebab isolat jamur ini lebih mampu
mendegradasi keratin pada tepung bulu ayam karena merupakan jamur keratinofilik
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
66
Suatu ransum yang efesien dan memiliki kandungan zat gizi yang baik jika
menghasilkan konversi ransum yang rendah, berarti kandungan zat gizi ransum
pertambahan berat badan. Sesuai menurut pendapat Gaman and Sherrington, (1992),
menyatakan bahwa semakin banyak ikatan sistin disulfida (ikatan peptida kompleks)
dari keratin yang dapat diputuskan menjadi ikatan peptida sederhana (protein) selama
proses fermentasi, maka semakin banyak pula protein yang dapat diserap oleh tubuh
menghasilkan zat antibiotik penicillin, dimana zat antibiotik tersebut biasa digunakan
sebagai makanan pelengkap untuk meningkatkan nilai gizi suatu ransum dan
bahwa Penicillium sp menghasilkan zat antibiotik penicillin, yang bersifat anti bakteri
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
67
4.3.2 Koefisien Daya Cerna Protein Ransum Hasil Fermentasi Dengan Beberapa
Isolat Jamur
Hasil uji biologis penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan beberapa
isolat jamur dalam ransum terhadap koefisien daya cerna dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
bulu ayam fermentasi dengan beberapa isolat jamur di atas, menunjukkan bahwa
koefisien daya cerna tertinggi terdapat pada ransum dengan penambahan isolat jamur
Penicillium sp sebesar 28,89% dan koefisien daya cerna terendah terdapat pada
ransum dengan penambahan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur
Helicomyces sp sebesar 7,68%. Hal ini terjadi karena isolat jamur Penicillium sp
kompleks) tepung bulu ayam, menjadi ikatan peptida sederhana (protein) yang siap
dermatofit yang dapat mendegradasi keratin pada jaringan kulit, sesuai pendapat
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
68
Koefisien daya cerna dipengaruhi oleh kandungan protein dan serat kasar
ransum, dimana protein tepung bulu ayam terdiri dari protein serat (fibrous), jadi
semakin banyak kandungan protein tepung bulu ayam yang dapat diserap oleh tubuh,
berarti koefisien daya cerna ransum akan semakin meningkat. Widodo, (2002),
menyatakan bahwa koefisien daya cerna atau tingkat kecernaan suatu ransum
dipengaruhi oleh keseimbangan kandungan zat makanan antara protein dan serat
kasar. Semakin banyak protein tercerna dalam ransum yang dapat diserap oleh tubuh,
4.4 Hasil Analisis Persentase Kehilangan Berat Kering Tepung Bulu Ayam
Fermentasi
terhadap persentase kehilangan berat kering tepung bulu ayam dapat dilihat pada
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
69
terdapat pada bulu ayam yang difermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp
sebesar 31,84% dan terendah pada isolat jamur Helicomyces sp sebesar 25,92%. Hal
ini sesuai dengan yang dilaporkan Hadi dan Muhsin (2002), bahwa penggunaan isolat
perombakan bahan kering menjadi sumber nutrien untuk pertumbuhan. Bahan kering
dirombak oleh jamur menjadi sumber nutrien untuk pertumbuhan selama proses
fermentasi. Edhy dan Siregar, (2004), jika jamur memiliki intensitas pertumbuhan
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
70
yang tinggi, maka persentase kehilangan berat kering tepung bulu ayam setelah
sp, mengalami kehilangan berat kering yang rendah karena intensitas pertumbuhan
jamur tersebut rendah sehingga memiliki kemampuan yang rendah pula dalam
merombak bahan kering sebagai sumber nutrien untuk pertumbuhan jamur. Hadi dan
ditandai dengan adanya peningkatan persentase kehilangan berat kering tepung bulu
ayam setelah fermentasi. Semakin tinggi persentase kehilangan berat kering, berarti
isolat jamur tersebut lebih mampu mendegradasi keratin pada tepung bulu ayam.
4.5 Hasil Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Fermentasi Dengan
Isolat Jamur Penicillium sp
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
71
protein tepung bulu ayam tanpa fermentasi atau kontrol/(R0) memberi pengaruh yang
sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan kandungan protein terlarut tepung bulu ayam
fermentasi dosis inokulum jamur 1% (R1), 2% (R2) dan 3% (R3). Perlakuan tepung
yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan dosis inokulum jamur 2% (R2),
tetapi memberi pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan perlakuan dosis
inokulum jamur 3% (R3) dan kontrol (R0). Perlakuan dosis inokulum jamur 3% (R3),
menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan dosis inokulum
kandungan protein terlarut yang lebih tinggi dari dosis lainnya, karena pada dosis
fermentasi dengan jumlah mikroba yang tersedia, sehingga peningkatan jumlah massa
sel mikroba akan menyebabkan peningkatan kandungan protein tepung bulu ayam
setelah difermentasi. Hal ini sesuai pendapat Tjitjah, (1997), yang menyatakan bahwa
dalam proses fermentasi jamur memanfaatkan substrat sebagai sumber nutrien untuk
kandungan protein terlarut yang merupakan refleksi dari jumlah massa sel, karena
semakin banyak mikroba yang merombak komponen keratin tepung bulu ayam maka
protein terlarut setelah fermentasi juga akan semakin meningkat. Sedangkan pada
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
72
penggunaan dosis inokulum jamur yang lebih rendah dari 3% terjadi penurunan
kandungan protein terlarut tepung bulu ayam, karena jumlah inokulum jamur yang
tersedia pada awal fermentasi juga relatif sedikit sehingga pada akhir fermentasi
menghasilkan protein yang rendah. Hal ini sesuai menurut Nurhayati et al, (2000),
kandungan protein.
4.6 Hasil Uji Biologis Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat
Jamur Penicillium sp
Pengaruh level penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur
badan dan konversi ransum) dan Income Over Feed Cost (IOFC) dapat dilihat pada
tabel berikut:
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
73
tanpa pemberian tepung bulu ayam (T0) tidak memberikan pengaruh yang berbeda
nyata (P>0,05) dengan perlakuan tepung bulu 2,5% (T1) dan perlakuan tepung bulu
dan konversi ransum), tetapi memberi pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01)
dengan perlakuan tepung bulu 7,5% (T3) dan perlakuan tepung bulu 10% (T4).
Perlakuan tepung bulu 7,5% (T3) menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata
makanan dalam ransum. Penggunaan tepung bulu ayam yang semakin meningkat
karena tepung bulu ayam kaya akan kandungan asam amino lisin dan isoleusin tetapi
kandungan asam amino triptofan dan metionin rendah. Hal ini sesuai menurut
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
74
Burman and Burgess, (1986) serta Sutardi, (1979), bahwa konsumsi ransum akan
konsentrasi kandungan asam amino dalam ransum berubah, maka selera makan akan
karena adanya kandungan keratin pada bulu ayam. Semakin sedikit kandungan
protein ransum yang dapat dicerna mengakibatkan hanya sedikit zat makanan yang
dapat diserap oleh tubuh dan menghasilkan pertambahan berat badan yang rendah.
Hal ini sesuai menurut Williams et al., (1991), menyatakan bahwa tepung bulu ayam
mengandung keratin yang bersifat sukar larut dalam air dan sulit dicerna. Sehingga
dengan peningkatan penambahan tepung bulu ayam dalam ransum, maka protein tak
fermentasi tersebut sudah lebih berhasil dalam mendegradasi keratin pada tepung
bulu ayam, karena jika tanpa perlakuan fermentasi tepung bulu ayam hanya dapat
penggunaan tepung bulu ayam dikombinasikan dengan enzim papain hanya dapat
digunakan sebesar 2,5% untuk tepung bulu dan 0,03% enzim papain (Elfia et al.,
2002).
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
75
karena pada level tersebut kandungan protein yang tidak tercerna (keratin) rendah
dalam ransum, sehingga sebagian besar protein ransum tersebut masih dapat diserap
oleh tubuh. Selain itu ketidakseimbangan kandungan asam amino akibat penggunaan
tepung bulu ayam masih dapat dilengkapi oleh bahan ransum yang lain sehingga
tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Oleh sebab itu penggunaan tepung bulu ayam
asam amino ransum sehingga lebih memacu pertumbuhan. Hal ini sesuai menurut
Widodo, (2000), menyatakan bahwa jika suatu bahan ransum kekurangan salah satu
kandungan asam amino maka harus dilengkapi oleh bahan ransum yang lain,
untuk pertumbuhan.
bulu ayam, karena adanya penurunan konsumsi ransum. Hal ini juga akan
sedikit protein yang dapat diserap oleh tubuh dan menghasilkan pertambahan berat
badan. Hal ini sesuai menurut Siregar et al., (1989), menyatakan bahwa jika protein
ransum hanya sedikit yang dapat diserap oleh tubuh, maka ayam tidak dapat tumbuh
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
76
4.6.2 Koefisien Daya Cerna Protein Ransum Penambahan Tepung Bulu Ayam
Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp
Hasil analisis uji kecernaan protein ransum penambahan tepung bulu ayam
fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 10. Hasil Uji Kecernaan Protein Ransum Penambahan Tepung Bulu
Ayam Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp
bahwa koefisien daya cerna yang tertinggi terdapat pada penggunaan tepung bulu
ayam 5% sebesar 50,75%, sedangkan koefisien daya cerna terendah pada tepung bulu
10% sebesar 21,39%. Hal ini terjadi karena persentase kehilangan berat kering setelah
fermentasi hanya sebesar 31,84%, sehingga keratin pada bulu ayam belum seluruhnya
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan peptida kompleks (keratin) yang terdapat
pada tepung bulu ayam hanya mampu didegradasi dengan baik oleh jamur
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
77
fermentasi sebagai bahan baku ransum ayam pedaging umur 0-6 minggu atau
pengujian tahap dua (II)/uji biologis (Tabel 10), menunjukkan lebih tinggi dibanding
koefisien daya cerna protein ransum penambahan tepung bulu fermentasi dengan
beberapa isolat jamur kandang ayam, pada ayam pedaging umur 5 minggu (Tabel 5).
Perbedaan ini disebabkan karena penggunaan tepung bulu ayam pada umur 0-6
minggu, ayam sudah diadaptasikan sejak awal (umur 1 hari) untuk makan ransum
(Anggorodi, 1985).
bahan ransum (IOFC) ayam pedaging umur 0-6 minggu (Tabel 9) di atas,
menunjukkan bahwa dengan penggunaan tepung bulu ayam sampai level 5% (T2)
dalam ransum, memberikan keuntungan yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan
kontrol (tanpa tepung bulu ayam), dimana pendapatan penggunaan ransum (IOFC)
pada level 5% (T2) sebesar Rp 6.509,32 sedangkan pada kontrol (T0) hanya sebesar
Rp 6.136,04. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung bulu ayam dalam
ransum sampai level 5%, memberikan pendapatan yang lebih besar dibanding
dengan penggunaan ransum kontrol (T0) dengan penggunaan tepung ikan. Berarti
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
78
makanan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh ayam, sehingga tidak mempengaruhi
Penggunaan tepung bulu ayam pada level yang lebih besar dari 5%
menunjukkan keuntungan yang sangat berbeda nyata (P<0,01) lebih kecil dari
kontrol. Hal ini berarti pada level penggunaan tepung bulu yang lebih tinggi terdapat
peningkatan kandungan protein yang tidak dapat dicerna (keratin) sehingga hanya
sedikit kandungan protein yang dapat diserap oleh tubuh dan menghasilkan berat
badan yang rendah. Hal ini sesuai pendapat Widodo, (2000), menyatakan bahwa
pertumbuhan ayam yang baik tercapai jika ransum mengandung zat-zat makanan
yang lengkap diperlukan oleh tubuh khususnya kandungan asam amino (protein),
Rumah potong ayam menghasilkan limbah bulu ayam yang sangat banyak dan
limbah tersebut terus meningkat seiring peningkatan populasi ayam. Limbah bulu
degradasinya memakan waktu cukup lama serta melibatkan peran mikroba. Mikroba
sangat berperan dalam mendegradasi limbah dan menjaga stabilitas lingkungan dari
pencemaran. Mikroba (jamur) yang membantu proses degradasi limbah bulu ayam,
merupakan jamur keratinofilik, yaitu jamur yang mampu hidup pada jaringan keratin
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
79
mendegadasi limbah bulu ayam, dilakukan isolasi tanah kandang ayam. Dari hasil
spora. Dalam 1 ml suspensi jamur diperoleh 2,65 x 106 spora/ml (Tabel 4). Isolat
jamur ini merupakan sumberdaya alam yang perlu dilestarikan untuk membantu
proses degradasi limbah bulu ayam di lingkungan dalam rangka menjaga kelestarian
Nomor 23 tahun 1997, bahwa salah satu upaya untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup adalah dengan pemanfaatan limbah dan hal ini sesuai juga dengan prinsip Zero
limbah.
Penggunaan limbah bulu ayam sebagai bahan ransum sumber protein ayam
pedaging harus melalui penanganan dan pengolahan lebih lanjut yaitu fermentasi.
menggunakan isolat jamur Penicillium sp, karena isolat jamur tersebut dalam
persentase kehilangan berat kering tepung bulu ayam sebesar 31,84% (Tabel 7) dan
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
80
ransum ayam pedaging dapat memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata
ayam (konsumsi ransum, pertambahan berat badan dan konversi ransum). Hal ini
berarti penggunaan tepung bulu ayam sampai level tersebut memiliki kualitas yang
ransum (IOFC), bahwa penggunaan tepung bulu fermentasi sampai level 5% dalam
ransum kontrol hanya memberikan keuntungan sebesar Rp. 6.136,04/ekor. Hal ini
memberikan manfaat yang sangat besar bagi para peternak, karena dalam usaha
merupakan salah satu upaya untuk meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu
menciptakan suatu industri peternakan yang ramah lingkungan. Pihak rumah potong
limbah bulu ayam sebagai bahan ransum non konvensional. Hal ini merupakan
lapangan kerja baru bagi masyarakat di sekitarnya, karena dalam pembuatan ransum
non konvensional dapat menyerap tenaga kerja. Oleh sebab itu pemanfaatan tepung
bulu ayam fermentasi sebagai bahan ransum ayam pedaging selain memiliki nilai
keuntungan dari segi ekonomi (profit), juga memiliki nilai manfaat (benefit) dalam
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
81
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
82
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Isolat jamur Penicillium sp lebih mampu meningkatkan kecernaan tepung bulu
5.1.2 Penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp
tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan ransum kontrol, selain itu dari hasil
lebih besar dari ransum kontrol dengan keuntungan hanya sebesar Rp.
6.136,04/ekor.
5.1.3 Penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp
sampai level 5% dalam ransum ayam pedaging umur 0-6 minggu merupakan
67
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
83
5.1.4 Pertambahan berat badan yang rendah pada penggunaan tepung bulu ayam
lebih besar dari 5%, karena ikatan peptida kompleks (keratin) pada tepung
bulu ayam belum seluruhnya dapat didegradasi oleh isolat jamur Penicillium
sp.
5.1.5 Penggunaan dosis inokulum jamur yang terbaik yaitu pada level 3%,
5.2 Saran
5.2.1 Penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp
sampai level 5% dalam ransum harus tetap ditambah dengan tepung ikan
untuk memacu pertumbuhan ayam, sehingga tercapai berat badan akhir sesuai
dengan standart.
5.2.2 Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menghasilkan isolat jamur yang
bulu ayam sehingga kandungan protein dari bulu ayam lebih banyak diserap
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
84
DAFTAR PUSTAKA
Adiati, U. dan Puastuti. W. 2004. Bulu Unggas Untuk Pakan Ruminansia. Balai
Peternakan. Ciawi. Bogor.
Alexopoulus, C. J., Mims. C dan Blackweil. M., 1996. Introductory Mycology. Jhon
Wiley and Sons, New York.
____________. 1995. Nutrisi Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Barnett, H. L. dan Hunter. B .B. 1972. Illustrated Genera Of Imperct Fungi. Printed
In The United States Of America. Library Of Congress Catalog Card Number
71- 163710.
69
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
85
Cabel, M.C., Goodwin, T. I., dan Waldroup. P.W. 1988. Feather Meal As A
Nonspecifi Nitrogen Source For Abdominal Fat Reductioan in Broiler During
The Fhinising Period. Poultry Sci 63 : 300 – 306.
Card, L.E. 1962. Poultry Production. Lea and Febiger. Philadelphia. London.
Clement. K.M., Somsak., dan Mary. L.B. 2006. Molecular Systematics of Helicoma,
Helicomyces and Helicosporium and Their Teleomorphs Inferred From DNA
Sequences. Mycologia Society of America. 94-104.
Diwyanto, K. 2004. Industri Perunggasan Pasca Flu Burung. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat. Jakarta.
Edhy, M. dan Siregar, Z. 2004. Pemanfaatan Hidrolisat Tepung Kepala Udang dan
Limbah Kelapa Sawit Difermentasi Dengan Aspergillus Niger, Rhizopus
oligosporus dan Trichoderma viridae Dalam Ransum Ayam Pedaging.
Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Elfia, N., Koentjoko., dan Soehardjono. 2002. Pengaruh Penggunaan Tepung Bulu
dan Papain Dalam Pakan Terhadap Penampilan Ayam Pedaging. Fakultas
Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.
Fadillah, R. 2004. Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler Daerah Tropis. PT.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Fardiaz, S . 1989. Mikrobiologi Pangan . PAU. IPB dengan LSI IPR. Bogor.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
86
Guntoro, S. 1983. Tepung Bulu Untuk Makanan Ayam. Buletin Teknik dan
Pengembangan Peternakan. N0. 7/III/1982/1983. Direktorat Jendral
Peternakan. Jakarta.
Huitema, H. 1986. Peternakan di Daerah Tropis, Arti-arti Ekonomi From Oil Palm.
Serdang. Malaysia.
Imansyah, B. 2006. Mendaur Ulang Limbah Jadi Konsumsi Ternak. Tim Teknologi
Informasi Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Madigan, M.T., Martinko, J.M., dan Parker, J. 2003. Biology of Microorganisms. 10th
Edition. Prentice Hall. USA
Mathius, Adiati.U dan Puastuti. W 2003. Peluang Pemanfaatan Tepung Bulu Ayam
Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Balai Penelitian Ternak. Ciawi. Bogor.
http : // www . Tepung Bulu Ayam.co.id/ Seach.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
87
Pandiangan, D., 2001. Pengaruh Pemberian Tepung Bulu Unggas Dalam Ransum
TerhadapPerformans Ayam Buras Umur 1-8 Minggu. Jurusan Peternakan.
Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa. Bandung.
Raul, J. C dan Jaime, S. C. 1986. Microbiology. West Publishing Company. St. Paul
New York Los Angeles. San Fransisco.
Savitha. G., Joshi. M. M., Tejashwini . N., Revati. R., Sridevi dan Roma .D. 2007.
Isolation Identification and Characterization of a Feather Degrading
Bacterium. Departement Of Biotechnology. B. V.B. College Of Engineering
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
88
Schellart, J.A. 1975. Fungal Protein From Corn Waste Effluens. Wangeningen. H.
Veenman and B .S. Zone. D.
Scott, M.L., Nesheim. M.L dan Young. R. J. 1982. Nutrition of the Chicken. 3th
Edition. Scott. M.L and Associates Publisher. Ithaca. New York.
Siregar, A.P., Sabrani. M dan Pramu. S. 1989. Tehnik Beternak Ayam Pedaging di
Indonesia. Margie Group. Jakarta.
Wahyu, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi Keempat. Universitas Gajah Mada Press.
Yogyakarta.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
89
Zamora, A. F., Calopardo. M. R., Rosano. K. P., Luis. E. S dan Dalmacio. I. F. 1989.
Improvement of Copra Meal Quality for Use In Animal Feeds. Proc F. A.P/
UNDP Workshop on Biotechnologi in Animal Production And Health In
AsiaAndLatin America. 312- 320.
Zerdani .I., Faid. M dan Malki. A. 2004. Feather Wastes Digestion By New Isolated
Strains Bacillus sp. In Morocco. African Journal Of Biotechnology Vol. 3
(1). pp. 67-70. Available Online At http : // www. Academicjournals. Org/
AJB.
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
90
Lampiran 1
PROSES PENGOLAHAN LIMBAH BULU AYAM
BULU AYAM
BROILER (PEDAGING)
Dicuci/dibersihkan dari
kotoran
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
91
Lampiran 2
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
92
Lampiran. 3
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
93
Lampiran 4
Komposisi Zat-Zat Nutrisi dalam Ransum
Lampiran 5
Bahan Ransum T0 T1 T2 T3 T4
Jagung 55 57 56 57 60
Bungkil kelapa 4 2,5 5 6 5
Dedak halus 5 3 4 7 5
Tepung ikan 10 - - - -
Bungkil kedelai 24 33 28 20,5 18
T. Bulu Ayam - 2,5 5 7,5 10
M. Nabati 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25
Kapur 0,75 0,25 0,25 0,25 0,25
Total 100 100 100 100 100
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
94
Lampiran 6
Bahan Ransum T0 T1 T2 T3 T4
Jagung 60 60 60 60 60
Bungkil kelapa 4 5 3 10 9
Dedak halus 5 1.5 5 2 5
Tepung ikan 10 - - - -
Bungkil kedelai 19 29 25 18,75 14
T. Bulu Ayam - 2,5 5 7,5 10
Minyak Nabati 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25
Kapur 0,75 0,75 0,75 0.75 0,75
Total 100 100 100 100 100
Protein 20,31 20,18 20,25 20,33 20,24
Energi 3015,7 3000,1 3009,21 3039,58 3067,38
Serat kasar 3,87 3,9 3,70 4,15 4,13
Lampiran 7
Total 1545,416 19
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
95
ANOVA
SK JK DB KT F.Hit F0,05 F0,01
Perlakuan 4324,207 4 1081,052 207,9313** 3,055568 4,89
Galat 77,98622 15 5,199081
Total 4402,193 19
FK= 1997952
KK= 1,48
ANOVA
SK JK DB KT F.hit F0,05 F0,01
Perlakuan 4863,033 4 1215,758 55,53304** 3,055568 4,89
Galat 328,3878 15 21,89252
Total 5191,421 19
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
96
ANOVA
SK JK DB KT F.hit F.0,05 F.0,01
Perlakuan 1494,514 4 373,6285 112,8494** 3,055568 4,89
Galat 49,66287 15 3,310858
Total 1544,177 19
ANOVA
SK JK DB KT F. hit F0,05 F0,01
Perlakuan 22378,23 4 5594,558 145,9048** 3,055568 4,89
Galat 575,1585 15 38,3439
Total 22953,39 19
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
97
ANOVA
SK JK DB KT F.hit F0,05 F0,01
Perlakuan 22378,36 4 5594,591 145,9076** 3,055568 4,89
Galat 575,1506 15 38,34337
Total 22953,51 19
ANOVA
SK JK DB KT F.hit F0,05 F.0,01
Perlakuan 4394.046 4 1098.512 48.70246** 3.055568 4,89
Galat 338.3335 15 22.55556
Total 4732.38 19
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
98
Lampiaran 8
Data Pertambahan Berat Badan Mingguan
FK= 117561.6
KK 6,17
ANOVA
SK JK DB KT F.hit F0,05 F0,01
Perlakuan 2557.48 4 639.37 28.61349** 3.055568 4,89
Galat 335.1758 15 22.34505
Total 2892.656 19
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
99
ANOVA
SK JK DB Kt F.hit F0.01 F0,01
Perlakuan 57.83692 4 14.45923 0.224952tn 3.055568 4,89
Galat 964.1535 15 64.2769
Total 1021.99 19
ANOVA
SK JK DB KT F.hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 1163.458 4 290.8645 3.001043* 3.055568 4,89
Galat 1453.817 15 96.92113
Total 2617.275 19
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
100
FK= 917260.1
KK= 2,51
ANOVA
SK JK DB KT F.hit F0,05 F.0,05
Perlakuan 307.7018 4 76.92546 1.937172* 3.055568 4,89
Galat 595.6529 15 39.71019
Total 903.3547 19
ANOVA
SK JK DB KT F.hit F.0.05 F.0,01
Perlakuan 85731.7 4 21432.93 59.25481** 3.055568 4,89
Galat 5425.616 15 361.7077
Total 91157.32 19
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
101
FK= 1041956
KK= 18,26
ANOVA
SK JK DB KT F.hit F.0,05 F.0,01
Perlakuan 105923.4 4 26480.84 15.25249** 3.055568 4,89
Galat 26042.48 15 1736.165
Total 131965.8 19
Data Rataan Pertambahan Berat Badan Ayam Pedaging Umur 0-6 Minggu
(gr/ekor/minggu)
ANOVA
SK JK DB KT F.hit F.0,05 F.0,01
Perlakuan 10974.52 4 2743.63 74.94762** 3.055568 4,89
Galat 549.1094 15 36.6073
Total 11523.63 19
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
102
Hasil Uji Beda Nyata Jujur Rataan Pertambahan Berat Badan (gram/ekor/minggu)
Lampiran 9
Data Konversi Ransum Mingguan
ANOVA
SK DB JK KT F.hit F 0,05 F 0.01
Perlakuan 0,520129 4 0,130032 15,17972** 3,055568 4,89
Galat 0,128493 15 0,008566
Total 0,648621 19
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
103
ANOVA
SK DB JK KT F.hit F 0,05 F0,01
Perlakuan 0,251293 4 0,062823 5,137479** 0,008252 3,055568
Galat 0,183426 15 0,012228
Total 0,434719 19
ANOVA
SK DB JK KT F.hit F 0,05 F0,01
Perlakuan 0,006432 4 0,001608 0,255743tn 0,901633 3,055568
Galat 0,094314 15 0,006288
Total 0,100746 19
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
104
FK= 53,42227
KK= 2,69
ANOVA
SK DB JK KT F. hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 0,060735 4 0,015184 7,829032** 3,055568 4,89
Galat 0,029091 15 0,001939
Total 0,089826 19
FK= 101,0659
KK= 13,99
ANOVA
SK DB JK KT F.hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 12,06339 4 3,015847 30,47465** 3,055568 4,89
Galat 1,484437 15 0,098962
Total 13,54782 19
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
105
ANOVA
SK DB JK KT F.hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 24,22877 4 6,057191 7,829177** 3,055568 4,89
Galat 11,60504 15 0,773669
Total 35,8338 19
ANOVA
SK DB JK KT F.hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 1,753322 4 0,438330462 28,148** 3,055568 4,89
Galat 0,233579 15 0,015571912
Total 1,986901 19
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
106
Lampiran 10
Pendapatan (Income Over Feed Cost/ IOFC)
setelah digiling diperoleh 5 kg tepung bulu ayam. Satu goni limbah bulu ayam
diperoleh dengan memperkerjakan 3 orang pekerja selama 3 jam, jadi 9/8 jam kerja x
= Rp 9.562,5 x 5 kg
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
107
ANOVA
SK DB JK KT F.hit F0,05 F 0,01
Perlakuan 23172795,76 4 5793198,94 63,80642 3,06 4,89
Galat 1361900,384 15 90793,3589
Total 24534696,15 19
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
108
Lampiran 11
Hasil Analisa Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat
Jamur Penicillium sp
1 2 3
Anova
SK Jk DB KT F.hit F0,05 F 0,01
Perlakuan 170,5089 3 56,8363 33,61835** 4,066181 7,50
Galat 13,52507 8 1,690633
Total 184,034 11
Hasil Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) Peningkatan Kandungan Protein Setelah
Fermentasi Dengan Isolat Jamur Penicillium sp
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008