Anda di halaman 1dari 108

PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM SEBAGAI SUMBER

PROTEIN AYAM PEDAGING DALAM PENGELOLAAN


LINGKUNGAN HIDUP

TESIS

Oleh

NURJAMA’YAH BR. KETAREN


067004011/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
2

PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM SEBAGAI SUMBER


PROTEIN AYAM PEDAGING DALAM PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP

TESIS

Oleh

NURJAMA‘YAH BR. KETAREN


067004011/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
3

PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM SEBAGAI SUMBER


PROTEIN AYAM PEDAGING DALAM PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains


Dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURJAMA‘YAH BR. KETAREN


067004011/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
4

Judul Tesis : PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM SEBAGAI


SUMBER PROTEIN AYAM PEDAGING DALAM
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Nama Mahasiswa : Nurjama’yah Br. Ketaren
Nomor Pokok : 067004011
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Menyetujui

Komisi Pembimbing :

( Prof. Dr. Basuki Wirjosentoro, MS )


Ketua

( Dr. Zulfikar Siregar, MP) ( Dr. Ir. Hasanuddin, MS)


Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

Tanggal Lulus: 14 Agustus 2008

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
5

Telah diuji pada,

Tanggal 14 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Basuki Wirjosentoro, MS


Anggota : 1. Dr. Zulfikar Siregar, MP
2. Dr. Ir. Hasanuddin, MS
3. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc
4. Dr. Dwi Suryanto, MS

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
6

ABSTRAK

Pemanfaatan limbah bulu ayam sebagai sumber protein ayam pedaging


diyakini mampu meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam dan
menciptakan suatu industri peternakan yang ramah lingkungan. Pemanfaatan limbah
bulu ayam melibatkan peran mikroorganisme berupa jamur melalui proses
fermentasi. Jamur dalam proses fermentasi berperan merombak komponen kompleks
dalam tepung bulu ayam menjadi komponen yang lebih sederhana dan siap diserap
oleh tubuh.
Tujuan penelitian ini adalah menguji kemampuan isolat jamur kandang ayam
dalam meningkatkan kecernaan tepung bulu ayam sehingga memberikan pengaruh
yang baik terhadap pertumbuhan ayam dalam upaya meminimalisasi dampak
pencemaran limbah bulu ayam di lingkungan. Penelitian ini dilakukan dalam dua
tahap, tahap pertama pengujian fermentasi menentukan dosis inokulum jamur terbaik
yang dapat meningkatkan kandungan protein yang tertinggi. Pada fase pertama ini
penelitian menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial dengan 4 perlakuan
dan 3 ulangan, perlakuan terdiri dari R0 (kontrol/tepung bulu tanpa fermentasi), R1
(dosis inokulum jamur 1%), R2 (dosis inokulum jamur 2%) dan R3 (dosis inokulum
jamur 3%). Pengujian tahap kedua pengujian biologis untuk menentukan pengaruh
penggunaan tepung bulu ayam dalam ransum terhadap pertumbuhan ayam. Pada fase
kedua penelitian menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial dengan 5
perlakuan dan 4 ulangan, yang terdiri dari 5 ekor ayam perplot dengan level
penggunaan ransum yaitu T0 (ransum kontrol), T1 (tepung bulu 2,5%), T2 (tepung
bulu 5%), T3 (tepung bulu 7,5%) dan T4 (tepung bulu 10%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan inokulum jamur sampai 3%
dalam proses fermentasi memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap
peningkatan kandungan protein tepung bulu ayam. Perbedaan ditunjukkan dengan
peningkatan kandungan protein yang lebih tinggi dari T0 (tanpa fermentasi) dan T1
(dosis inokulum 1%) serta T2 (dosis inokum 2%).
Pada pengujian tahap kedua menunjukkan bahwa penggunaan tepung bulu
ayam yang difermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp sampai level 5% dalam
ransum, menunjukkan konsumsi ransum, pertambahan berat badan dan konversi
ransum sangat berbeda nyata dengan kontrol (tanpa tepung bulu ayam).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dosis inokulum jamur yang
dapat digunakan untuk meningkatkan kandungan protein tepung bulu ayam adalah
pada dosis 3%, sedangkan tepung bulu ayam fermentasi dengan inokulum jamur
Penicillium sp yang dapat digunakan dalam ransum sebesar 5%.

Kata Kunci : Limbah Bulu Ayam, Lingkungan Hidup, Sumber Protein.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
7

ABSTRACT

The uses of chicken feather waste to become as source of protein for broiler
hopefully may minimize the rate of pollution impact by the chicken feather it self and
lead a poultry farm with a friendly environment. In exploiting the chicken feather
waste involved the role of micro-organism with fungus through a fermented process,
where the fungus in its fermented process playing its role to reform the component
complete in powder product into a more simple component and existed to absorb by a
living chicken.
The objective of this study is to examine the existence of an isolate fungus as
waste in the chicken pen in increasing absorbed in chicken feather powder and lead a
good influence to the growing of chicken in order to minimize the pollution impacted
by chicken feather waste for the environment. This study was conducted in two
stages. The first phase is fermentation test, to determine the most valuable fungus
inoculum dosage able to increase the content in greatest protein. On this first phase,
the study adopted a non-factorial complete random design with 4 treatments and 3
repetitions. The treatment consist of R0 (control/feather powder unfermented), R1
(fungus inoculum dosage of 1%), R2 (fungus inoculum dosage of 2%) and R3
(innoculum fungus dosage of 3%). In the second phase test is about biological item to
determine the influence uses of chicken feather powder in ransom for the growth of
poultry. On the second phase, the test adopted a non-factorial complete random
design with a 5 treatments and 4 repetitions comprising 5 per plot chicken with a
level ransom uses of T0 (control ransom), T1 (feather powder 2.5%), T2 (feather
powder 5%), T3 (feather powder 7.5%) and T4 (feather powder 10%).
The result of study showed that uses of fungus inoculum through 3% in its
fermented process show an influence in a different significant to improve the protein
content in chicken feather powder. The difference can be seen with improving
content of protein higher than T0 (unfermented) and T1 (inoculum dosage 1%) and
T2 (inoculum dosage 2%).
On the second phase test showed that the uses of fermented chicken feather
powder with isolate fungus Penicillium sp up to 5% level in ransom, indicate ransom
consumption, elevated weight of poultry and conversion of ransom is very significant
with the control (without any chicken feather powder).
In conclusion, the fungus inoculum dosage to be used in increasing content of
protein on chicken feather is on dosage 3%, while the fermented chicken feather
powder with fungus inoculum Penicillium sp able to use within ransom of 5%.

Key words : Chicken feather waste, Environmental, Source of protein.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
8

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah serta petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini. Penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Limbah Bulu
Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan
Hidup” disusun dalam rangka penulisan tesis untuk memperoleh gelar Magíster Sains
dalam Program Magíster Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada
Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
kesempurnaannya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih
kepada Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (PSL)
Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, para Pembimbing, Prof. Dr. Basuki Wirjosentoro,
MS, Dr. Zulfikar Siregar, MP, Dr. Ir.Hasanuddin, MS yang telah banyak memberi
bimbingan dan pengarahan kepada penulis dan kepada penguji Prof. Dr. Erman
Munir, M.Sc serta Dr. Dwi Suryanto, MS yang telah banyak memberikan pengarahan
dan saran kepada penulis dalam penulisan tesis ini. Kepada semua rekan- rekan PSL
2006, fungsional laboratorium HPT serta laboratorium Produksi Ternak yang telah
banyak memberikan bantuan dan informasi kepada penulis dalam pelaksanaan
penelitian ini, semoga amal kebaikannya dibalas oleh Allah SWT.
Dengan segala kerendahan hati, akhirnya penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada ibunda tercinta Rabumah Sagala yang telah
mencurahkan kasih sayang, dukungan dan doanya kepada penulis. Serta kepada
kakak dan abang yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan kepada
penulis.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
turut berpartisipasi dalam penulisan tesis ini. Semoga tesis ini berguna dalam
pengembangan dunia peternakan khususnya dalam upaya pengelolaan lingkungan
hidup.

Medan, Juni 2008

Penulis

NURJAMA’YAH BR. KETAREN


067004011/PSL

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
9

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 6 juli 1975 di Pancur Batu, anak ketujuh dari
tujuh bersaudara, putri dari pasangan Amat Ketaren (almarhum) dan Rabumah
Sagala.
Pendidikan Sekolah Dasar tahun 1982-1988 di SD Negeri 101818 Pancur
Batu, Sekolah Menengah Pertama tahun 1988-1991 di SMP Negeri-2 Pancur Batu,
Sekolah Menengah Atas tahun 1991-1994 di SMA Negeri I Pancur Batu. Pada tahun
1994, penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara pada Fakultas
Pertanian Jurusan Peternakan dan meraih gelar Sarjana Peternakan tahun 1999.
Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai tenaga pengajar pada Universitas
Al-Azhar Medan dan pada tahun 2006 mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan
Strata 2 di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, dengan sumber dana dari BPPS.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
10

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ....................................................................................................... i
ABSTRACT..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................. ... iii
RIWAYAT HIDUP.......................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... x

I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 6
1.3 Kerangka Pemikiran............................................................................. 6
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................. 8
1.5 Hipótesis Penelitian.............................................................................. 9
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................... 9

II.TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 10
2.1 Dampak Pencemaran Limbah Bulu Ayam di Lingkungan .................. 10
2.2 Potensi Limbah Bulu Ayam ................................................................. 12
2.3 Keratin (Protein Fibrous) ..................................................................... 14
2.4 Peran Mikroba Sebagai Pendegradasi Limbah di Lingkungan ............ 17
2.5 Pengolahan Limbah Bulu Ayam .......................................................... 18
2.5.1 Perlakuan Fisik........................................................................ 18
2.5.2 Perlakuan Biologis .................................................................. 19
2.6 Proses Fermentasi dengan Médium Padat............................................ 20
2.7 Kapang (Jamur) Sebagai Inokulum Fermentasi ................................... 20
2.8 Kebutuhan Zat-zat Makanan Ayam Pedaging...................................... 22
2.8.1 Karbohidrat ....................................................................... 23
2.8.2 Protein ............................................................................... 24
2.8.3 Serat Kasar ........................................................................ 24
2.8.4 Lemak................................................................................ 24
2.8.5 Vitamin.............................................................................. 25
2.8.6 Mineral .............................................................................. 25
2.9 Standart Produksi Ayam Pedaging....................................................... 26
2.9.1 Konsumsi Ransum............................................................ 26
2.9.2 Pertambahan Bobot Badan ............................................... 27

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
11

2.9.3 Konversi Ransum ............................................................. 28


2.10 Kecernaan Ransum.............................................................................. 29
2.11 Income Over Feed Cost (IOFC) ......................................................... 30

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN.................................................. 31


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 31
3.2 Bahan dan Alat.................................................................................... 31
3.2.1 Bahan dan Alat Untuk Pembuatan Isolat Jamur ........................ 31
a. Bahan....................................................................................... 31
b. Alat.......................................................................................... 31
3.2.2 Bahan dan Alat Untuk Pembiakan Jamur Pada Media Cair
(Potato Dextrose Broth) ........................................................... 32
a. Bahan...................................................................................... 32
b. Alat......................................................................................... 32
3.2.3 Bahan dan Alat Untuk Penghitungan Jumlah Mikroba .............. 32
a. Bahan...................................................................................... 32
b. Alat......................................................................................... 33
3.2.4 Bahan dan Alat Untuk Fermentasi .............................................. 33
a. Bahan....................................................................................... 33
b. Alat.......................................................................................... 33
3.2.5 Bahan dan Alat Untuk Analisis Kandungan Protein Tepung
Bulu Ayam .................................................................................. 33
a. Bahan....................................................................................... 33
b. Alat.......................................................................................... 34
3.2.6 Bahan dan Alat Untuk Uji Biologis ............................................. 34
a. Bahan........................................................................................ 34
b. Alat........................................................................................... 34
3.3 Rancangan Metode Penelitian............................................................... 35
3.4 Pelaksanaan Penelitian .......................................................................... 38
3.4.1 Isolasi Tanah Kandang Ayam ...................................................... 38
3.4.2 Pembiakan Jamur Pada Media Cair (Potato Dextrose Broth) ..... 39
3.4.3 Pelaksanaan Fermentasi ............................................................... 40
a. Penghitungan Jumlah Total Mikroba ....................................... 40
b. Fermentasi ................................................................................ 40
c. Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Setelah
Fermentasi ................................................................................ 41
d. Analisis Kehilangan Berat Kering Tepung Bulu Ayam
Fermentasi ................................................................................ 41`
3.4.4 Pengujian Isolat Jamur ................................................................ 42
3.4.5 Penggunaan Tepung Bulu Ayam Sebagai Ransum Ayam
Pedaging...................................................................................... 43
a. Persiapan Kandang.................................................................. 43
b. Persiapan Anak Ayam Pedaging (DOC) Strain 707 Sebanyak

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
12

100 Ekor .................................................................................. 43


c. Persiapan Ransum Sesuai Perlakuan...................................... 43
d. Pengambilan Data .................................................................. 44
3.4.6 Koefisien Daya Cerna Ransum .................................................. 44
3.4.7 Income Over Feed Cost (IOFC)................................................. 45

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 46


4.1 Hasil Isolasi Tanah Kandang Ayam ................................................ 46
4.2 Hasil Penghitungan Jumlah Spora dari Isolat Jamur Limbah Kandang
Ayam ................................................................................................ 47
4.3 Hasil Uji Biologis PenggunaanTepung Bulu Ayam Fermentasi dengan
Beberapa Isolat Jamur ........................................................................... 49
4.3.1 Pengaruh Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dalam
Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam ......................................... 49
4.3.2 Koefisien Daya Cerna Protein Ransum Hasil Fermentasi dengan
Beberapa Isolat Jamur .................................................................... 52
4.4 Hasil Analisis Persentase Kehilangan Berat Kering Tepung Bulu
Ayam Fermentasi .................................................................................... 53
4.5 Hasil Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Fermentasi
Dengan Isolat Jamur Penicillium sp........................................................ 55
4.6 Hasil Uji Biologis PenggunaanTepung Bulu Ayam Fermentasi dengan
Isolat Jamur Penicllium sp ...................................................................... 57
4.6.1 Pengaruh Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan
Isolat Jamur Penicillium spTerhadap Pertumbuhan Ayam dan
Income Over Feed Cost (IOFC) .................................................... 57
4.6.2 Koefisien Daya Cerna Protein Ransum Penambahan Tepung Bulu
Ayam Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp ................ 61
4.7 Income Over Feed Cost (IOFC) .............................................................. 62
4.8 Dampak Pemanfaatan Tepung Bulu Ayam Fermentasi Sebagai Sumber
Protein Ayam Pedaging Terhadap Pengelolaan Lingkungan ................... 63

V. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 67


1. Kesimpulan.................................................................................................. 67
2. Saran ........................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 69

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
13

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Komposisi Nutrien Hidrolisat Bulu Ayam ............................................... 13


2. Perbandingan Komposisi Kandungan Asam Amino Antara Tepung
Bulu Ayam, Tepung Ikan dan Bungkil Kedelai........................................ 14

3. Konsumsi Ransum Ayam Pedaging dan Berat Badan (Umur 1-6 Minggu) 27
4. Jumlah Total Mikroba Inokulum Fermentasi ......................................... 48
5. Hasil Uji Biologis Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan
Beberapa Isolat Jamur Terhadap Pertumbuhan Ayam.............................. 50

6. Koefisien Daya Cerna Protein Ransum Penambahan Tepung Bulu Ayam


Fermentasi dengan Beberapa Isolat Jamur .............................................. 52

7. Persentase Kehilangan Berat Kering Tepung Bulu Ayam Fermentasi ..... 54

8. Hasil Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Fermentasi


Dengan Isolat Jamur Penicillium sp ......................................................... 55

9. Penggunaan Tepung Bulu Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillum sp


dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Pedaging dan Income Over
Feed Cost (IOF)............................................... ................................... ...... 58

10. Hasil Uji Kecernaan Protein Ransum Penambahan Tepung Bulu Ayam
Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp........................................ 61

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
14

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran ………………………………. 8


2. Struktur Kimia Keratin…………………………………………… 16

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
15

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman


1. Proses Pengolahan Limbah Bulu Ayam..................................................... 75
2. Gambar Isolat Jamur Helicomyces sp, Trichoderma sp dan
Penicillium sp Hasil Isolasi....................................................................... 76

3. Gambar Isolat Jamur Perbesaran 400x...................................................... 77


4. Komposisi Zat Nutrisi Bahan Ransum ..................................................... 78
5. Susunan Ransum Ayam Pedaging Fase Starter (0-4 Minggu) .................. 78
6. Susunan Ransum Ayam Pedaging Fase Finisher (5-6 Minggu) ............... 79
7. Konsumsi Ransum Mingguan ................................................................... 79
8. Pertambahan Berat Badan Mingguan........................................................ 83
9. Konversi Ransum Mingguan .................................................................... 87
10. Pendapatan (Income Over Feed Cost/IOFC) ............................................ 91
11. Hasil Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Fermentasi
dengan Isolat Jamur Penicillium sp .......................................................... 94

12. Gambar Ayam Pedaging Hasil Penelitian Selama 6 Minggu ................... 95


13. Hasil Analisis Laboratorium ..................................................................... 96

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
16

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap makanan bergizi semakin

meningkat. Bahan makanan yang berasal dari hewan memiliki banyak keunggulan

dibanding bahan makanan yang berasal dari tumbuhan, karena mengandung asam

amino yang lebih lengkap dan lebih mudah diserap oleh tubuh. Kebutuhan terhadap

bahan makanan yang berasal dari hewan atau protein hewani mencapai 15

kg/kapita/tahun dan kebutuhan tersebut terus meningkat seiring dengan bertambahnya

jumlah penduduk.

Populasi ternak dari tahun ke tahun terus meningkat namun belum dapat

mengimbangi permintaan kebutuhan konsumsi daging terutama yang dihasilkan oleh

ternak penghasil daging. Sementara bila dilihat dari potensi lokal dan sumberdaya

alam yang ada maka pertumbuhan populasi ternak masih dapat ditingkatkan. Dimana

sasaran populasi ternak ayam pedaging di propinsi Sumatera Utara untuk tahun 2007

sebanyak 58.212.381 ekor dengan sasaran produksi daging sebanyak 52.530 ton

(Siregar, 2004).

Peningkatan usaha peternakan ayam menimbulkan peningkatan limbah bulu

ayam yang dihasilkan dari industri rumah potong ayam dan dari tempat pemotongan

ayam lainnya. Pada industri rumah potong ayam, limbah bulu ayam merupakan suatu

hal yang perlu penanganan khusus karena menimbulkan dampak yang sangat besar

terhadap pencemaran lingkungan. Pemanfaatan limbah industri merupakan salah satu

1
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
17

kebijakan pemerintah dalam melestarikan fungsi lingkungan hidup, seperti yang

terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dijelaskan bahwa Pengelolaan Lingkungan

Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang

meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasaan,

dan pengendalian lingkungan hidup. Pelestarian fungsi lingkungan hidup tidak

terlepas dari pemanfaatan limbah peternakan dengan prinsip zero waste yaitu

mengurangi atau meminimalisasi pencemaran lingkungan dengan cara pemanfaatan

limbah.

Masalah limbah tak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk

industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup

masyarakat meningkat pula. Namun perlu dipikirkan efek samping yang ditimbulkan

berupa limbah, yang merupakan hasil samping dari suatu usaha atau kegiatan.

Dampak yang ditimbulkan dari limbah bulu ayam begitu besar terutama bagi

kesehatan masyarakat, karena limbah bulu ayam yang berserakan di lingkungan

rumah potong ayam, menimbulkan bau yang tidak sedap dan merupakan sumber

penyebaran penyakit. Selain itu juga menimbulkan dampak penurunan kualitas tanah

karena limbah bulu ayam sulit terdegradasi di lingkungan atau proses dekomposernya

memakan waktu cukup lama. Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan untuk

meminimalisasi dampak limbah bulu ayam di lingkungan yaitu dengan metode

pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak (Imansyah, 2006).

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
18

Dalam upaya meningkatkan industri peternakan dan tetap menjaga kelestarian

fungsi lingkungan hidup, maka perlu adanya penanganan terhadap dampak limbah

bulu ayam. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan yaitu memanfaatkan limbah

bulu ayam sebagai ransum tambahan sumber protein bagi ayam pedaging. Disamping

itu dalam industri peternakan ransum merupakan hal yang sangat penting karena

menyerap 60-80% dari biaya produksi (Anggorodi, 1995). Upaya untuk menekan

biaya ransum adalah dengan memanfaatkan limbah bulu ayam sebagai sumber bahan

ransum non konvensional. Bahan ransum non konvensional tersebut mempunyai nilai

ekonomis rendah, tidak bersaing dengan manusia dan tersedia secara terus- menerus.

Bulu ayam merupakan limbah yang masih punya potensi untuk dimanfaatkan,

karena masih memiliki kandungan nutrisi protein yang sangat tinggi. Bulu ayam

mempunyai kandungan protein kasar sebesar 80-91% dari bahan kering, melebihi

kandungan protein kasar bungkil kedelai (42,5%) dan tepung ikan (66,2%) (Adiati

dan Puastuti, 2004 ).

Permasalahan dalam pemanfaatan limbah bulu ayam, karena adanya

kandungan keratin. Keratin merupakan protein fibrous yang kaya sulfur dan banyak

terdapat pada rambut, kuku dan semua produk epidermal (Haurowitz, 1984).

Kecernaan yang rendah karena tepung bulu ayam mengandung ikatan sistin disulfida,

ikatan hidrogen, dan interaksi hidrofobik molekul keratin (Williams et al., 1991).

Keratin tidak larut dengan pemanasan alkali dan tidak larut oleh kelenjar saluran

pencernaan atau pankreas (Underhill, 1952). Dalam pemanfaatan limbah bulu ayam

perlu adanya pengolahan atau sentuhan teknologi sehingga dapat dimanfaatkan.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
19

Bahan makanan sumber protein harus mengandung asam amino yang lengkap

terdiri dari metionin, arginin, treonin, triptofan, histidin, isoleusin, lisin, valin dan

fenilalanin. Jika suatu bahan ransum kekurangan salah satu unsur tersebut, maka

harus dilengkapi oleh bahan ransum yang lain (Widodo, 2002). Adapun penggunaan

tepung ikan dalam ransum adalah sebesar 10% (Rasyaf, 1996).

Penggunaan limbah sebagai bahan pakan ternak harus melalui penanganan

dan pengolahan lebih lanjut atau perlu adanya sentuhan teknologi untuk

meningkatkan nilai gizi dari bahan ransum tersebut, karena memiliki kecernaan yang

rendah (Zamora et al., 1989). Dalam penelitian ini pengolahan limbah bulu ayam

dilakukan dengan menggunakan teknologi fermentasi. Fermentasi merupakan salah

satu cara pengolahan dengan melibatkan mikroba (jamur atau bakteri) baik yang

ditambahkan dari luar ataupun secara spontan sudah terdapat di dalam bahan baku

tersebut. Fermentasi bertujuan untuk meningkatkan kecernaan suatu bahan pakan

(Winarno, et al., 1980).

Fermentasi yang dilakukan dalam penelitian menggunakan isolat jamur yang

berasal dari tanah kandang ayam, Hadi dan Muhsin, (2002) melakukan isolasi jamur

keratinofilik dari beberapa habitat yang berbeda diperoleh beberapa spesies jamur

dermatofit dan non dermatofit yang diisolasi dari tanah lumpur limbah pembuangan

kotoran. Jamur dermatofit yang diperoleh yaitu Mycrosporium dan Trichophyton

serta Aspergillus flavus dengan kemampuan degradasi keratin masing-masing 48%,

38% da 32% untuk rambut, bulu domba serta bulu ayam.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
20

Mikroba (jamur) punya peran yang sangat besar sebagai pendegradasi limbah

yang ada di lingkungan melalui proses penguraian (dekomposer). Dalam penelitian

ini isolat jamur dari tanah kandang ayam diuji kemampuannya untuk mendegradasi

keratin yang terdapat pada tepung bulu ayam melalui proses fermentasi. Jamur yang

diperoleh dari isolasi tanah kandang ayam merupakan jamur non dermatofit dan

jamur dermatofit yaitu jamur penyebab penyakit kulit atau pendegradasi keratin pada

jaringan kulit dan juga sebagai pengurai di lingkungan (Clement et al, 2006).

Penelitian yang dilakukan ini sesuai dengan prinsip zero waste yaitu

meminimalisasi limbah atau meminimalisai dampak pencemaran lingkungan akibat

limbah bulu ayam dengan cara pemanfaatan limbah bulu ayam sebagai bahan baku

ransum non konvensional sumber protein. Hal tersebut dilaksanakan untuk menjaga

kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam rangka pengelolaan lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas, maka cukup alasan untuk mengadakan kajian

tentang Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Bagi Ayam

Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jamur sebagai inokulum fermentasi

diinokulasi dari tanah di sekitar kandang ayam, dimana terdapat bulu ayam yang

sudah membusuk dan sudah terlihat tumbuh jamur pada bulu ayam tersebut. Tanah

ini diperoleh dari kandang ayam di daerah Karya Jasa gang Horas No. 50, Simpang

Pos, Medan. Dari isolasi tanah tersebut diperoleh jamur kemudian diuji

kemampuannya dalam mendegradasi keratin pada tepung bulu ayam dengan tehnik

fermentasi dan uji biologis.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
21

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana kemampuan isolat jamur tanah kandang ayam dalam meningkatkan

kecernaan tepung bulu ayam.

1.2.2 Bagaimana pengaruh tepung bulu ayam yang difermentasi dengan isolat jamur

dari tanah kandang ayam terhadap pertumbuhan ayam.

1.2.3 Bagaimana menghasilkan suatu metode untuk meminimalisasi dampak

pencemaran limbah bulu ayam dalam rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup.

1.3 Kerangka Pemikiran

Industri peternakan ayam terdiri dari industri pemotongan ayam dan usaha

pemeliharaan ayam. Bulu ayam merupakan limbah dari usaha pemotongan ayam.

Limbah ini terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi ayam dan

menimbulkan pencemaran bagi lingkungan. Pencemaran yang ditimbulkan dari

limbah bulu ayam menimbulkan penurunan kualitas lingkungan hidup, yaitu

penurunan kualitas udara dari bau yang dikeluarkan dan merupakan sumber

penyebaran penyakit. Selain itu juga menimbulkan penurunan kualitas tanah dimana

limbah bulu ayam sulit terdegradasi di lingkungan atau proses penguraian

(dekomposer) dari limbah bulu ayam memakan waktu cukup lama karena adanya

keratin (protein fibrous) yang berupa serat. Limbah bulu ayam terus meningkat

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
22

seiring peningkatan industri rumah potong ayam dan kebutuhan masyarakat akan

protein hewan.

Disisi lain tepung bulu ayam terproses atau hidrolisat bulu ayam memiliki

kandungan protein yang tinggi lebih tinggi dari tepung ikan dan bungkil kedelai.

Dalam upaya menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai Undang- Undang

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,

maka perlu dilakukan penanganan dampak limbah bulu ayam sebagai upaya

meminimalisasi dampak pencemaran limbah dengan memanfaatkannya sebagai bahan

ransum non konvensional sumber protein ayam pedaging, karena limbah bulu ayam

punya potensi yang sangat baik dari segi kuntitas dan kualitas.

Kelemahan dari limbah bulu ayam yaitu adanya keratin (protein fibrous) yang

sulit dicerna dan rendahnya kandungan asam amino lisin, metionin, histidin dan

triptophan. Oleh sebab itu dilakukan metode atau cara pemanfaatan limbah bulu

ayam, untuk meminimalisasi dampak pencemaran lingkungan dengan cara

fermentasi.

Kebijakan dan perlakuan teknis yang dilakukan untuk meminimalisasi

dampak pencemaran limbah bulu ayam merupakan aplikasi dari Pengelolaan

Lingkungan Hidup dalam menciptakan industri peternakan yang ramah lingkungan

dan menghasilkan bahan ransum tambahan non konvensional sumber protein dan

dapat dimanfaatkan kembali oleh industri peternakan khususnya usaha pemeliharaan

ayam.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
23

Secara jelas diagram alir kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

INDUSTRI PETERNAKAN DAMPAK


AYAM Terdiri dari : PENCEMARAN
LIMBAH
- Industri Rumah Potong LINGKUNGAN
BULU
Ayam (RPA) - Penurunan
AYAM
- Industri Pemeliharaan kualitas
Ayam udara
- Penurunan
kualitas
tanah
DARAH

Minimalisasi
Ransum non Metode atau Potensi limbah Dampak sesuai
konvensional Cara bulu ayam dari PP. R. I No.23
sumber Pemanfaatan segi kuantitas Tahun 1997/
protein bagi Limbah Bulu dan kualitas Pengelolaan
Ayam Lingkungan
ayam
Hidup
pedaging

APLIKASI
KEBIJAKAN
PENGELOLAAN
LINGKUNGAN
HIDUP

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Untuk mengetahui kemampuan isolat jamur tanah kandang ayam dalam

meningkatkan kecernaan tepung bulu ayam.

1.4.2 Untuk mengetahui pengaruh tepung bulu ayam yang difermentasi dengan

isolat jamur dari tanah kandang ayam terhadap pertumbuhan ayam.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
24

1.4.3 Untuk mendapatkan suatu metode meminimalisasi dampak pencemaran limbah

bulu ayam dalam rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup.

1.5 Hipotesis Penelitian

1.5.1 Isolat jamur dari tanah kandang ayam dapat meningkatkan kecernaan tepung

bulu ayam.

1.5.2 Tepung bulu ayam yang difermentasi dengan isolat jamur dari tanah kandang

ayam berpengaruh terhadap pertumbuhan ayam.

1.5.3 Pemanfaatan limbah bulu ayam sebagai sumber protein ayam pedaging dapat

meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam di lingkungan.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Menciptakan suatu industri peternakan yang ramah lingkungan dalam rangka

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

1.6.2 Menghasilkan bahan ransum non konvensional sumber protein bagi industri

peternakan ayam.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
25

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dampak Pencemaran Limbah Bulu Ayam di Lingkungan

Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup, “Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuknya

atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam

lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke

tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai

peruntukannya.” Kegiatan manusia berupa adanya industri peternakan ayam

khususnya rumah potong ayam, menghasilkan limbah berupa bulu ayam yang

menimbulkan dampak pencemaran terhadap lingkungan. Pencemaran ini terus

meningkat seiring dengan peningkatan industri peternakan ayam. Oleh sebab itu perlu

adanya upaya meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam di lingkungan

agar tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Dampak negatif yang ditimbulkan oleh industri peternakan ayam yaitu rumah

potong ayam berupa terganggunya sanitasi lingkungan akibat limbah bulu ayam yang

menimbulkan bau tidak sedap dan merupakan sumber penyebaran penyakit sebagai

dampak penurunan kualitas udara. Bulu ayam yang diproduksi dalam jumlah besar

merupakan produk limbah sisa industri peternakan khususnya rumah potong ayam.

Berjuta ton produk bulu ayam dunia diperhitungkan menghasilkan limbah bulu ayam

yang mengandung keratin. Bulu ayam merupakan sisa kegiatan atau limbah yang

biasanya merupakan sampah atau sesuatu yang tidak berguna di suatu lapangan.

10
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
26

Produk akhir ini biasanya sangat mengganggu kesehatan manusia (Periasamy and

Subash, 2004). Selain itu limbah bulu ayam juga menimbulkan dampak penurunan

kualitas tanah karena limbah bulu ayam sulit terdegradasi di lingkungan akibat

adanya keratin atau protein fibrous berupa serat. Oleh sebab itu limbah bulu ayam

resisten terhadap perombakan atau degradasi dan merupakan masalah yang serius di

lingkungan (Savitha et al., 2007).

Pencemaran lingkungan merupakan suatu permasalahan yang sangat global

sehingga menuntut suatu sistem pengelolaan limbah secara efektif dan efesien dalam

waktu cepat. Hal ini sebagai aplikasi dari kebijakan pengelolaan lingkungan hidup

dengan cara meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam yang terjadi di

lingkungan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi dampak

pencemaran limbah bulu ayam adalah dengan prinsip zero waste yaitu

meminimalisasi limbah bulu ayam dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku

ransum non konvensional sumber protein bagi ayam pedaging. Pengelolaan

lingkungan bertujuan agar limbah bulu ayam yang dihasilkan dari suatu kegiatan

industri peternakan ayam menghasilkan dampak pencemaran seminimal mungkin

atau menjadikan limbah tersebut tidak berbahaya lagi bagi kesehatan dan lingkungan.

Sehingga tidak menimbulkan penurunan kualitas udara dan tanah atau setidaknya

dampak pencemaran tersebut dapat diminimalisasi (Budiyanto, 2004).

Menurut Diwyanto, (2004), industri perunggasan Indonesia masih tetap

mempunyai prospek yang baik jika didukung oleh inovasi teknologi yang baik

terutama teknologi ransum disamping potensi sumberdaya alam yang ada. Salah satu

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
27

teknologi ransum yang perlu dikembangkan adalah dengan memanfaatkan sumber

bahan ransum non konvensional. Bahan ransum non konvensional dapat diperoleh

dengan cara pemanfaatan limbah. Pemanfaatan limbah merupakan suatu usaha untuk

meminimalisasi dampak limbah terutama yang berasal dari industri peternakan ayam,

disamping itu limbah bulu ayam masih memiliki kandungan protein yang sangat

tinggi.

2.2 Potensi Limbah Bulu Ayam

Limbah merupakan hasil samping dari suatu kegiatan industri, dalam hal ini

bulu ayam merupakan hasil ikutan usaha pemotongan ayam. Bulu ayam merupakan

salah satu hasil samping ternak ayam (petelur, pedaging dan buras) dari rumah potong

dan tempat pemotongan ayam lainnya. Populasi ayam di Indonesia tahun 1999

sebesar 726,10 juta ekor (Statistik Peternakan, 1999), sedangkan untuk tahun 2003

populasi ayam pedaging meningkat sebesar 917.707.000 ekor (Mathius et al, 2003).

Peningkatan populasi ayam ini akan menimbulkan peningkatan limbah bulu ayam,

dan jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan pencemaran terhadap

lingkungan.

Pencemaran merupakan suatu kondisi yang tidak nyaman ditimbulkan dari

suatu limbah. Limbah bulu ayam menimbulkan bau yang tidak sedap dan merupakan

sumber penyebaran penyakit. Hal ini merupakan permasalahan lingkungan yang perlu

segera ditangani, seiring dengan peningkatan populasi ayam. Berat bulu ayam

menurut Card (1962) berkisar antara 4-9 % dari bobot hidup. Sedangkan menurut

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
28

Siregar (2003), berat bulu ayam 4% dari berat tubuh total. Populasi ayam di Indonesia

tahun 1999 sebesar 726,10 juta ekor (Statistik Peternakan, 1999). Dari populasi

726,10 juta ekor berdasarkan data statistik di atas, dengan bobot badan rata-rata 1,2

kg, maka akan diperoleh limbah bulu ayam sebesar 34.853 ton. Limbah ini terus

meningkat seiring dengan peningkatan populasi ayam dan kebutuhan masyarakat

akan protein hewan. Jika limbah yang terus bertambah ini tidak dikelola dengan baik

maka akan menimbulkan dampak pencemaran yang sangat besar terhadap lingkungan

khususnya lingkungan rumah potong ayam.

Bulu ayam diproses terlebih dahulu sehingga dinamakan tepung bulu

terhidrolisis atau terproses. Tepung bulu memiliki kandungan leusin dan isoleusin

yang baik, tetapi miskin akan metionin dan triptopan. Tepung bulu terproses dapat

digunakan untuk pakan ayam perdaging (Rasyaf, 1994). Penggunaan tepung bulu

dengan pengolahan, bagi ayam pedaging masih berbeda-beda yaitu 2,5% (Morris and

Balloun, 1973), 5% (Williams et al., 1991) dan 6% (Cabel et al.,1988; Kamal, 1985).

Tepung bulu ayam kaya akan leusin, isoleusin dan valin yang berturut-turut

adalah 4,88, 3,12 dan 4,44% (Siregar, 2003). Komposisi nutrien hidrolisat bulu ayam

disajikan pada tabel 1 berikut:

Tabel 1. Komposisi Nutrien Hidrolisat Bulu Ayam

Nutrien Kandungan Nutrien


Bahan kering (%) 91,37
Protein kasar (%) 79,88
Lemak kasar (%) 3,77
Serat kasar (%) 0,32
Sumber: Laboratorium Nutrisi Jurusan Peternakan FP-USU Medan (2000).

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
29

Disamping itu kandungan protein tepung bulu ayam lebih tinggi daripada

tepung ikan dan bungkil kedelai. Perbandingan komposisi kandungan asam amino

tepung bulu ayam, tepung ikan dan bungkil kedelai dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Tabel 2. Perbandingan Komposisi Kandungan Asam Amino Antara Tepung


Bulu Ayam, Tepung ikan dan Bungkil Kedelai
Asam amino ( %) Tepung Bulu Ayam Tepung Ikan Bungkil Kedelai
Arginin 5,57 4,21 3,14
Histidin 0,95 1,74 1,17
Isoleusin 3,91 3,23 1,96
Leusin 6,94 5,46 3,39
Lisin 2,28 5,47 2,69
Methionin 0,57 2,16 0,62
Penil alanin 3,94 2,82 2,16
Treonin 3,81 3,07 1,72
Triptofan 0,55 0,83 0,74
Valin 5,93 3,90 2,07
Sumber: National Research Council (1994).

2.3 Keratin (Protein Fibrous)

Keratin adalah suatu kelompok protein yang sangat khusus memproduksi sel

epitel tertentu dari hewan bertulang belakang dan lapisan tanduk kulit luar serta

epidermal tambahan seperti rambut, kuku dan bulu ayam. Sedangkan keratinase

adalah spesifik protease hidrolisis keratin yang terdapat pada bulu ayam, wool dan

rambut. Keratin serupa dengan komponen protein lainnya secara umum dan tidak

tampak jelas perbedaan substratnya. Keratin dapat didegradasi oleh mikroba dari

jamur saprofit dan parasit (Dozie et al., 1994), Actynomycetes (Noval and Nickerson,

1959; Bockle et al., 1995), dan jamur dermatofit. Keratin juga dapat didegradasi oleh

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
30

mikroorganisme termofilik yaitu mikroba yang dapat tumbuh pada suhu 50- 650C

(Zerdani et al., 2004).

Keratin atau serat terdiri dari komponen ikatan sistin disulfida, ikatan

hidrogen dan interaksi hidrofobik molekul keratin (Williams et al., 1991). Ikatan

sistin disulfida atau ikatan silang terbentuk antara asam amino sistin yang

mengandung gugus –SH. Jika dua unit sistin berikatan, maka terbentuklah sebuah

jembatan disulfida _S-S- melalui oksidasi gugus-gugus -SH. Protein serat terbentuk

dari molekul yang rapat dan teratur berupa ikatan silang antara rantai-rantai asam

amino yang berdekatan sehingga molekul air sukar menerobos struktur ini, oleh

karena itu protein serat tidak larut di dalam air (hidrofobik). Logam berat dapat

merusak ikatan disulfida karena afinitasnya yang tinggi dan kemampuannya untuk

menarik sulfur sehingga mengakibatkan denaturasi protein. Pembentukan ikatan

silang sistin disulfida atau ikatan peptida kompleks terjadi karena proses hidolisis

yang tidak sempurna, hal ini dapat diatasi dengan melakukan proses hidolisis ulang

melalui fermentasi (Gaman and Sherrington, 1992). Selain itu ikatan keratin dapat

diputuskan dengan bantuan enzim-enzim proteolitik. Secara jelas komponen-

komponen keratin dapat dilihat pada struktur kimia keratin berikut ini:

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
31

NH CHR CO NH CH CO NH CHR CO

CH2

CH2

OC CHR NH OC CH NH OC CHR NH

Gambar 2. Struktur Kimia Keratin

Sumber: Haurowitz (1984).

Menurut Savitha et al., (2007), bulu ayam mengandung 90% protein dengan

komponen beta-keratin, fibrous dan struktur protein yang kokoh dari disulfida.

Komponen tersebut sangat sulit terdegradasi di lingkungan, sementara limbah bulu

ayam sangat banyak diproduksi oleh industri peternakan ayam. Limbah ini terus

meningkat seiring peningkatan populasi ayam. Pencemaran lingkungan akibat limbah

bulu ayam hanya dapat diatasi melalui bantuan mikroorganisme sebagai dekomposer

atau pengurai di lingkungan. Penggunaan mikroorganisme dalam mendegradasi

limbah bulu ayam merupakan upaya menjaga stabilitas lingkungan dari pencemaran.

Bulu ayam mempunyai kelemahan untuk dicerna dengan baik karena

mengandung keratin, oleh sebab itu dalam pemanfaatannya perlu dilakukan hidrolisis

atau pemasakan pada temperatur yang cukup tinggi yaitu sampai titik didih 1300C

selama 30 menit (Murtidjo, 1987), karena dengan pengolahan tersebut ikatan keratin,

berupa ikatan sistin disulfida dapat diputuskan atau pecah menjadi komponen-

komponen asam amino yang mudah dicerna oleh unggas. Penelitian yang dilakukan

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
32

oleh Arifin, (2004), menunjukkan bahwa dengan metode pengukusan pada suhu

118oC selama 30 menit dan 60 menit menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap

peningkatan konsumsi nitrogen dan energi pada anak ayam.

Williams et al., (1991) telah memperkenalkan teknologi pengolahan tepung

bulu ayam secara enzimatis mempergunakan enzim dari jamur Cuninghamella spp

yang difermentasi selama 11 hari menunjukkan hasil pemecahan ikatan keratin dalam

tepung bulu ayam sehingga retensi nitrogen atau konsumsi nitrogen meningkat

sebesar 49,19%.

2.4 Peran Mikroba Sebagai Pendegradasi Limbah di Lingkungan

Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang sangat kecil, diantaranya

terdiri dari bakteri dan jamur serta merupakan sumberdaya alam yang memiliki

peranan sangat penting sebagai pendegradasi limbah yang ada di lingkungan.

Degradasi merupakan proses perombakan za-zat yang ada di lingkungan dengan

bantuan pengurai berupa mikroba. Mikroorganisme juga berperan dalam menjaga

stabilitas lingkungan dari pencemaran. Untuk memperoleh mikroorganisme yang

sesuai diperlukan isolasi mikroba dari lingkungan. Lingkungan yang paling umum

digunakan sebagai isolasi yaitu dari tempat produksi atau pada tempat dimana produk

limbah dihasilkan. Pada umumnya isolat diperoleh dari lingkungan yang mendekati

atau pada substrat tempat tumbuhnya. Sumber isolat umumnya berasal dari tanah,

karena tanah mengandung berbagai unsur hara yang sangat kompleks sehingga

berbagai mikroba sebagai isolat dapat diperoleh (Budiyanto, 2004).

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
33

Isolat jamur sebagai hasil isolasi yang diperoleh dari tanah berupa biakan

campuran yang terdiri dari bermacam jamur. Isolat yang diperoleh kemudian

dimurnikan dengan cara ditumbuhkan pada media pertumbuhan. Kemurnian jamur

ditunjukkan oleh keseragaman koloni jamur, sedangkan kultur campuran ditunjukkan

dengan adanya gumpalan pada titik inokulum. Kultur campuran ditandai dengan

perbedaan miselium, spora dan warna hifa. Setelah diperoleh biakan murni kemudian

diidentifikasi lalu dilakukan pengujian terhadap produk yang diinginkan (Suhartini et

al., 2006).

2.5 Pengolahan Limbah Bulu Ayam

2.5.1 Perlakuan Fisik

Perlakuan fisik dengan penggilingan merupakan suatu proses perombakan

bentuk fisik bahan ransum menjadi partikel-partikel yang lebih halus sehingga mudah

dikonsumsi oleh ayam. Bentuk fisik bahan ransum akan mempengaruhi tingkat

kesukaan makan (palatibilitas) ayam. Tepung bulu ayam sebelum difermentasi harus

dioutoklaf supaya steril atau bebas dari mikroorganisme lainnya. Penggilingan

dilakukan untuk memperkecil partikel bahan ransum sehingga bahan baku ransum

yang dihasilkan halus, semakin halus suatu bahan baku ransum maka semakin mudah

dikonsumsi ayam sehingga proses pencernaan berlangsung cepat (Parakkasi, 1983).

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
34

2.5.2 Perlakuan Biologis

Perlakuan biologis dengan fermentasi menggunakan mikroba berupa bakteri

atau jamur dapat meningkatkan kecernaan suatu bahan ransum, karena dalam

fermentasi terjadi suatu proses perombakan atau perubahan kimia dari senyawa

organik (karbohidrat, lemak, protein dan bahan organik lainnya) kompleks, baik

dalam keadaan ada udara (aerob) maupun tanpa udara (anaerob) melalui bantuan

enzim yang berasal dari mikroba menjadi komponen yang lebih sederhana dan

memiliki tingkat kecernaan yang lebih tinggi (Tjitjah, 1997).

Fermentasi merupakan aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan

baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi seperti protein. Protein mikroba ini

dikenal dengan nama protein sel tunggal. Protein sel tunggal adalah istilah yang

digunakan untuk protein kasar atau murni yang berasal dari mikroorganisme seperti

jamur (Nurhayani et al., 2000).

Fermentasi mempunyai nilai gizi lebih baik dari asalnya karena

mikroorganisme bersifat katabolik atau memecah komponen yang kompleks menjadi

lebih sederhana sehingga mudah dicerna (Winarno et al., 1980). Fermentasi dapat

dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur terendam sub merged. Kultur

permukaan yang menggunakan substrat padat atau semi padat banyak digunakan

untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan enzim yang dihasilkan oleh

mikroba (Nurhayani et al., 2000).

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
35

2.6 Proses Fermentasi dengan Medium Padat

Menurut jenis mediumnya proses fermentasi dibagi menjadi dua yaitu

fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat

adalah merupakan proses fermentasi dimana medium yang digunakan tidak larut

tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroorganisme, sedangkan fermentasi

medium cair adalah proses substratnya larut atau tersuspensi di dalam fase cair.

Fermentasi medium padat dilakukan karena medium yang digunakan untuk

fermentasi adalah dalam bentuk padat yaitu tepung bulu ayam yang sudah digiling

dan dioutoklaf. Keuntungan penggunaan fermentasi medium padat antara lain: tidak

memerlukan tambahan lain kecuali air yang berperan untuk memacu pertumbuhan

jamur, persiapan yang dilakukan terhadap inokulum jamur relatif lebih sederhana

cukup dibiakkan dalam medium cair dan siap untuk diaplikasikan ke medium

fermentasi, menghasilkan produk dengan tingkat kepekatan tinggi, kontrol terhadap

kontaminan lebih mudah, kondisi medium mendekati keadaan tempat tumbuh

alamiah, memiliki tingkat produktifitas yang tinggi, aerasi optimum dan tidak

memerlukan kontrol pH maupun suhu (Hardjo et al., 1989).

2.7 Kapang (Jamur) Sebagai Inokulum Fermentasi

Penggunaan kapang (jamur) sebagai inokulum atau starter fermentasi sudah

banyak dilakukan karena pertumbuhannya relatif mudah dan cepat, dan kadar asam

nukleat rendah (Schellart, 1975). Pertumbuhannya mudah dilihat karena

penampakannya yang berserabut seperti kapas yang mulanya berwarna putih, tetapi

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
36

jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang

dan kapang ini terdiri dari suatu tallus bercabang yang disebut hifa, dimana miselium

merupakan massa hifa (Fardiaz, 1989).

Jamur yang digunakan dalam fermentasi diperoleh dari isolasi tanah kandang

ayam. Isolasi jamur dilakukan sebanyak dua kali, setelah dilakukan identifikasi

melalui pengamatan mikroskop dengan perbesaran 400x diperoleh isolat jamur

Helicomyces sp.

Klasifikasi isolat jamur Helicomyces sp menurut Barnett and Hanter, (1972)

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Eumycophyta

Klas : Deutromycetes

Ordo : Monilliales

Famili : Monilliaceae

Genus : Helicomyces

Species : Helicomyces sp

Jamur ini memiliki ciri-ciri konidiofor berbentuk hialin sederhana, pendek, bersepta,

konidia kurus seperti kawat pijar, ketat bergulung dan merupakan saprofit pada

pembusukan kayu (Barnett and Hunter, 1972). Disamping itu jamur ini berfungsi

sebagai pengurai (dekomposer) di lingkungan (Clement et al., 2006). Jamur

Helicomyces sp termasuk klas Deutromycetes, menyebabkan berbagai macam

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
37

penyakit kulit (dermatofit) dan mampu mendegradasi keratin (Dwidjosaputro, 1984).

2.8 Kebutuhan Zat-zat Makanan Ayam Pedaging

Menurut Rasyaf (1997) ransum adalah campuran bahan-bahan pakan untuk

memenuhi kebutuhan zat-zat nutrisi yang seimbang dan tepat. Seimbang dan tepat

berarti zat makanan tidak berlebihan dan tidak kurang. Ransum yang diberikan harus

mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.

Tujuan pemeliharaan yaitu untuk memproduksi daging sebanyak mungkin

dalam waktu singkat, maka jumlah pemberian pakan tidak dibatasi (adlibitum). Ayam

pedaging selama pemeliharaannya mempunyai dua macam pakan yaitu starter (0-4

minggu) dan pedaging finisher umur 5 minggu hingga panen (Kartadisastra, 1999).

Supaya jaringan daging tumbuh lebih cepat, zat makanan berupa protein dan energi

harus diberikan secara maksimal. Sehingga tercapai keseimbangan antara protein dan

energi yang dapat menghasilkan daging yang baik dalam waktu singkat (Widodo,

2002).

Menurut Winarno (1992), laju pertumbuhan merupakan fungsi dari tingkat

nutrisi. Semakin baik tingkat nutrisi yang diberikan maka laju pertumbuhan semakin

baik. Efisiensi terhadap pemberian ransum akan berpengaruh nyata terhadap

pertambahan keuntungan. Untuk itu hendaknya ransum yang digunakan mengandung

susunan zat makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, yakni kandungan energi

yang tinggi, kualitas protein baik, kandungan asam amino essensial serta mineral dan

vitamin yang cukup.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
38

2.8.1 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan struktur kimiawi kompleks terdiri dari pati, selulosa,

pentosan, beberapa gula dan bentuk lain. Fungsi karbohidrat bagi ternak unggas

sebagi sumber energi dan panas serta disimpan sebagai lemak bila berlebih. Butiran

dan hasil ikutannya merupakan sumber utama karbohidrat dalam ransum unggas.

Karbohidrat sebagai penyumbang energi yang terbesar dalam ransum unggas

(Anggorodi, 1995).

Energi metabolis adalah energi kotor dari pakan yang dapat digunakan oleh

tubuh. Pada unggas energi metabolis diperoleh dari penggunaan energi kotor pakan

dengan energi ekskreta. Energi ekskreta berasal dari campuran energi feses dan urine.

Energi urine adalah energi kotor dari urine yang berasal dari zat-zat makanan yang

telah diabsorpsi tetapi tidak mengalami oksidasi sempurna (Widodo, 2002).

Energi metabolisme penting diketahui dalam ransum, sebab bila ransum

mengandung energi yang rendah, unggas akan mengkonsumsi makanan lebih banyak.

Dan bila kandungan energi tinggi unggas akan mengkonsumsi pakan lebih sedikit.

Ayam akan berhenti makan kalau kebutuhan energinya sudah terpenuhi. Oleh karena

itu ransum yang nilai energinya tinggi, maka kandungan proteinnya pun harus

ditingkatkan. Dengan kata lain kandungan energi dan protein harus seimbang

(Rasyaf, 1996).

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
39

2.8.2 Protein

Ciri khusus protein adalah adanya kandungan nitrogen. Protein merupakan

gabungan asam amino melalui ikatan peptida, yaitu suatu ikatan antara gugus amino

(NH2) dari suatu asam amino dengan gugus karboksil dari asam amino lain dengan

membebaskan satu molekul air ( H2O).

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena

zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan

pengatur dalam tubuh. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan

dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S

dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).

2.8.3 Serat Kasar

Serat kasar sangat penting diketahui dalam penyusunan bahan pakan unggas.

Serat kasar berfungsi merangsang gerak peristaltik pada saluran pencernaan, sebagai

media mikroba pada usus buntu untuk menghasilkan vitamin K dan B12, serta untuk

memberi rasa kenyang. Penggunaan maksimum dalam ransum ayam pedaging tidak

lebih dari 5%. Jika persentase serat kasar berlebih dalam ransum maka akan

menghambat penyerapan zat-zat makanan dalam tubuh ayam (Kartadisastra, 1994).

2.8.4 Lemak

Lemak adalah kelompok senyawa heterogen yang masih berkaitan dengan

asam lemak. Asam lemak merupakan asam karboksilat dari hidrolisis ester terutama

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
40

gliserol dan kolesterol. Asam lemak tidak jenuh mengandung jumlah atom hidrogen

kurang dari dua kali atom karbon, serta satu atau lebih pasangan atom karbon yang

berdekatan dihubungkan dengan ikatan rangkap. Sedangkan asam lemak jenuh

mempunyai atom hidrogen dua kali jumlah atom sebenarnya dan tiap molekul

mengandung dua atom oksigen (Widodo, 2002).

2.8.5 Vitamin

Vitamin adalah zat katalisator essensial yang tidak dapat disintesis tubuh

dalam proses metabolisme sehingga harus ada dalam ransum. Vitamin bagi unggas

diperlukan untuk pertumbuhan, kesehatan, reproduksi dan kelangsungan hidup

(Anggorodi, 1995).

Vitamin sangat diperlukan untuk reaksi-reaksi spesifik dalam sel tubuh

unggas. Vitamin berperan sebagai koenzim atau katalisator hayati yaitu sebagai

mediator dalam sintesis atau degradasi suatu zat tanpa ikut menyusun zat yang

disintesis. Apabila vitamin tidak terdapat dalam ransum maka akan mengakibatkan

defesiensi yang khas dan hanya dapat disembuhkan dengan pemberian vitamin itu

sendiri (Widodo, 2002).

2.8.6 Mineral

Mineral merupakan komponen anorganik yang diperlukan oleh tubuh unggas

dalam jumlah yang relatif sedikit. Mineral essensial merupakan zat mineral yang

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
41

membantu fungsi metabolis dalam tubuh unggas. Unggas jika kekurangan mineral

akan menunjukkan gejala defisiensi mineral.

Menurut Widodo (2002), mineral secara umum berperan memelihara kondisi

normal tubuh, keseimbangan asam dan basa tubuh, disamping itu memelihara tekanan

osmotik cairan tubuh, menjaga kepekaan otot dan syaraf, mengatur transportasi zat

makanan dalam sel, mengatur permeabilitas membran sel, dan mengatur metabolisme

Kebutuhan ternak akan mineral tidak dapat dipisahkan dari kepentingan

produksi antara lain terdiri dari perbaikan dan pertumbuhan jaringan seperti gigi dan

tulang. Komposisi mineral dari tulang segar terdiri dari kalsium 36%, fosfor 17% dan

magnesium 0,8%. Juga untuk perbaikan dan pertumbuhan bulu, tanduk, kuku,

jaringan lunak dan sel darah.

2.9 Standart Produksi Ayam Pedaging

2.9.1 Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah nutrisi yang ada di

dalam pakan tersebut yang telah tersusun dari berbagai bahan pakan untuk memenuhi

kebutuhan ternak tersebut. Secara biologis ayam mengkonsumsi makanan untuk

kepentingan hidupnya, kebutuhan energi untuk fungsi-fungsi tubuh dan

memperlancar reaksi sintesis dari tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa ternak ayam

mengkonsumsi makanannya terutama untuk pertumbuhan. Ransum dikatakan baik

bila dikonsumsi secara normal dan dapat mensuplai zat-zat makanan yang diperlukan

oleh tubuh (Wahyu, 1992).

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
42

Konsumsi ransum diukur dalam waktu satu minggu. Konsumsi ransum

komulatif adalah konsumsi ransum yang dihabiskan minggu lalu ditambahkan dengan

konsumsi ransum yang dihabiskan pada minggu ini (Parakasi, 1983).

Untuk mengetahui keserasian standart ayam pedaging pada umur 6 minggu

dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Konsumsi Ransum Ayam Pedaging dan Berat Badan (Umur 1 – 6


Minggu)

Umur (Minggu) Berat Badan Kebutuhan Pakan/hari Kumulatif


(Kg) Perekor/gram (gram)
1 0, 120 13 91
2 0, 275 33 322
3 0, 483 48 658
4 0, 733 65 1113
5 1, 033 88 1729
6 1, 378 117 2548
Sumber: Murtidjo (1987).

2.9.2 Pertambahan Bobot Badan

Menurut Anggorodi, (1990) pertumbuhan murni adalah pertambahan dalam

bentuk dan bobot jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua

jaringan tubuh yang lainnya kecuali jaringan lemak. Pertumbuhan terjadi secara

perlahan kemudian berlangsung lebih cepat, secara perlahan lagi tumbuh dan

akhirnya berhenti sama sekali, pertumbuhan biasa digambarkan seperti kurva

sigmoid.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
43

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu standart produksi bagi ayam

pedaging. Pertambahan bobot badan adalah selisih bobot badan akhir dan bobot

badan awal dibagi dengan lama penelitian. Pengukuran berat badan dilakukan dalam

kurun waktu satu minggu sehingga untuk mendapatkan berat badan harian, bobot

badan dibagi tujuh. Pertambahan bobot badan dapat dipengaruhi oleh konsumsi

ransum, kesehatan ayam, suhu lingkungan dan strain ayam pedaging (Rasyaf, 1995).

Pertambahan bobot badan ayam (strain) akan menentukan jumlah konsumsi

pakan. Semakin besar bobot badan ayam semakin banyak jumlah konsumsi pakan. Di

samping itu strain, jenis dan tipe ayam juga menentukan (Kartadisastra, 1994).

2.9.3 Konversi Ransum

Konversi ransum (Feed Convertion Ratio) adalah perbandingan jumlah

ransum yang dikonsumsi dalam waktu satu minggu dengan pertambahan berat badan

yang dicapai pada minggu tersebut. Bila ratio kecil berarti pertambahan berat badan

baik dan penggunaan ransum efesien. Hal ini dipengaruhi oleh besar dan bangsa

ayam, tahap produksi, kadar energi dalam ransum dan temperatur lingkungan

(Rasyaf, 1997).

Menurut Tillman et al., (1991), pemanfaatan energi metabolisme untuk

pertumbuhan sedikit lebih efesien dibanding untuk penggemukan. Oleh sebab itu

konversi pakan akan lebih baik pada hewan yang sedang tumbuh dibanding hewan

yang sedang digemukkan.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
44

Pertumbuhan yang cepat mempunyai makna bahwa pertumbuhan ayam

diusahakan sesuai dengan ambang batas genetisnya, sedangkan segi bisnis berarti

waktu jual lebih cepat tercapai. Konversi ransum inilah yang sebaiknya digunakan

sebagai pegangan berproduksi karena sekaligus melibatkan berat badan dan konsumsi

ransum (Rasyaf, 1996).

2.10 Kecernaan Ransum

Kecernaan ransum atau koefisien cerna suatu ransum didasarkan pada asumsi

bahwa zat gizi yang tidak terdapat dalam feses adalah habis untuk dicerna dan diserap

oleh tubuh. Sebagian dari bahan makanan yang terdapat dalam feses adalah enzim

yang disekresikan ke dalam saluran pencernaan yang tidak diserap kembali oleh

tubuh, dan juga berupa hasil kikisan sel-sel dari dinding pencernaan. Daya cerna

suatu bahan makanan dipengaruhi oleh beberapa ransum diantaranya yaitu kandungan

serat kasar dalam ransum, dimana jika ransum mengandung serat kasar yang lebih

dari 5 maka daya cerna ransum akan rendah karena unggas tidak mampu mencerna

makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi. Selain itu daya cerna

dipengaruhi oleh keseimbangan kandungan zat gizi antara bahan-bahan penyusun

ransum, semakin seimbang kandungan zat gizi dalam ransum maka daya cerna akan

semakin tinggi. Daya cerna juga dipengaruhi oleh bentuk fisik ransum, semakin kecil

ukuran ransum maka makin mudah untuk dicerna dalam saluran pencernaan (Tillman

et al., 1991).

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
45

2.11. Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost merupakan analisis pendapatan atau keuntungan

terhadap penggunaan suatu ransum. Pendapatan atau keuntungan diperoleh dari

perkalian antara hasil produksi peternakan yang dihitung dalam kilogram berat badan

hidup dengan harga jual, sedangkan biaya ransum merupakan total konsumsi dikali

harga ransum dalam menghasilkan kilogram berat badan ternak tersebut

(Prawirakusumo, 1990).

Keuntungan atau pendapatan dari setiap usaha yang dilaksanakan merupakan

salah satu sasaran utama dalam berusaha, sehingga jika merencanakan suatu usaha

yang sederhana sekalipun seorang pengusaha atau peternak berharap akan

mendapatkan keuntungan. Usaha pemanfaatan limbah bukan hanya memberikan

keuntungan dari segi ekonomi tetapi juga memberikan manfaat dalam penanganan

dampak pencemaran lingkungan (Huitema, 1986).

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
46

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman,

Laboratorium Nutrisi Ternak dan Kandang Ternak Departemen Peternakan

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Waktu Penelitian dimulai dengan pembuatan isolat jamur pada bulan Juli

2007 di Laboratorium Hama Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan sebagai penelitian awal, kemudian pelaksanaan penelitian

dimulai pada bulan Januari sampai April 2008.

3.2 Bahan dan Alat

3. 2.1 Bahan dan Alat Untuk Pembuatan Isolat Jamur

a. Bahan

Tanah dari limbah kandang ayam sebanyak 20 gram.

Potato Dextrose Agar (PDA) dengan komposisi 39 gram medium PDA

(Oxoid) dalam 1 liter air suling (aquadest).

b. Alat

Timbangan elektrik untuk menimbang sampel tanah bahan isolasi.

Tabung reaksi untuk tempat pengenceran suspensi tanah.

31
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
47

Mikropipet untuk mengukur suspensi tanah yang ingin dipindahkan antar

tabung reaksi.

Beaker glass sebagai tempat suspensi tanah.

Shaker untuk mengguncang sampel tanah dengan agudest sehingga

terbentuk suspensi tanah.

3.2.2 Bahan dan Alat Untuk Pembiakan Jamur Pada Media Cair (Potato
Dextrose Broth)

a. Bahan

Isolat jamur yang sudah murni.

Kentang yang sudah bersih dan dipotong-potong sebanyak 250 gram.

Air suling (aquadest) steril sebanyak 1 liter.

Dextrose sebanyak 20 gram.

b. Alat
Panci sebagai tempat memasak kentang.

Saringan untuk menyaring filtrat kentang.

outoklaf untuk mensterilkan Potato Dextrose Broth (PDB).

Shaker untuk mengguncang suspensi jamur sampai terjadi perubahan

kekeruhan.

3.2.3 Bahan dan Alat Untuk Penghitungan Jumlah Total Mikroba

a. Bahan

Isolat jamur yang sudah tumbuh pada media cair.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
48

Aguadest yang sudah disterilkan.

b. Alat

Mikroskop elektrik perbesaran 400x.

Hemositometer untuk menghitung jumlah total mikroba.

3.2.4 Bahan dan Alat Untuk Fermentasi

a. Bahan

Tepung bulu ayam yang sudah siap digiling dan dioutoklaf.

Inokulum jamur sebagai starter fermentasi.

Aquadest yang sudah disterilkan.

b. Alat

Timbangan elektrik untuk menimbang banyak jamur yang digunakan

sebagai starter fermentasi.

Kantung plastik sebagai wadah fermentasi tepung bulu ayam.

3.2.5 Bahan dan Alat Untuk Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam

a. Bahan

Tepung bulu ayam hasil fermentasi.

Asam sulfat.

Aquadest 100 ml.

NaOH 35% sebanyak 5 ml.

Asam borat (H3BO3 3%) 5 ml.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
49

b. Alat

Labu Kjeldahl sebagai tempat destilasi.

Erlenmeyer sebagai tempat campuran NaOH dan asam borat

(H3BO33%).

Alat titrasi untuk mentitrasi hasil destilasi.

3.2.6 Bahan dan Alat Untuk Uji Biologis

a. Bahan

Tepung Bulu Ayam hasil fermentasi.

Ayam pedaging umur 4 minggu sebanyak 15 ekor untuk isolat jamur.

Anak ayam umur 1 hari (DOC) strain 707 sebanyak 100 ekor untuk

pengujian biologis terhadap penggunaan isolat terbaik.

Bungkil kelapa, dedak jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, kapur, dan

minyak nabati untuk bahan baku ransum yang lain sebagai campuran

tepung bulu ayam fermentasi.

Vitamin dan obat-obatan.

Rodalon dan formalin untuk sterilisasi kandang.

b. Alat

Tempat pakan dan tempat minum.

Lampu 40 watt sebanyak 20 buah untuk penerangan.

Kandang ternak sebanyak 20 plot ukuran 1 meter x 1 meter x 0,5 meter.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
50

3.3 Rancangan Metode Penelitian

Pengujian yang digunakan dalam penelitian ini ada dua tahap yaitu pada

pengujian tahap pertama (I) dilakukan sebagai pengujian kandungan protein tepung

bulu ayam hasil fermentasi. Pada pengujian ini target yang ingin dicapai adalah

menentukan dosis inokulum jamur terbaik yang dapat menghasilkan kandungan

protein tepung bulu ayam tertinggi setelah fermentasi. Rancangan yang digunakan

adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) non Faktorial dengan 4 perlakuan dan 3

ulangan. Fermentasi dilakukan selama 11 hari (Williams et al., 1991).

Model matematik yang digunakan:

Yij = µ + α i + i = 1,2,3,…p

j = 1,2,3…n

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke- j

µ = Nilai tengah umum

α i = Pengaruh perlakuan ke-i

Σij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke- j

( Sastrosupadi, 1995).

Masing-masing Perlakuan terdiri dari:

T1 = Tepung Bulu ayam tanpa perlakuan (kontrol)

T2 = Tepung Bulu ayam ditambah inokulum jamur 1%

T3 = Tepung Bulu ayam ditambah inokulum jamur 2%

T4 = Tepung Bulu ayam ditambah inokulum jamur 3%

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
51

Tepung bulu ayam yang memiliki kandungan protein tertinggi setelah

fermentasi pada pengujian tahap pertama digunakan sebagai bahan baku ransum

ayam pedaging pada pengujian tahap kedua (II) atau uji biologis.

Pengujian tahap kedua (II) atau uji biologis (tepung bulu fermentasi sebagai

bahan baku ransum ayam pedaging umur 0-6 minggu), rancangan yang digunakan

dalam pengujian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) non Faktorial dengan 5

perlakuan dan 4 ulangan. Jumlah plot 20 dan setiap plot (kandang ukuran 1 meter x 1

meter x 0,5 meter) diisi dengan 5 ekor ayam. Kepadatan kandang dengan 5 ekor ayam

untuk mencegah sifat kanibalisme (saling makan antar ayam). Penentuan ulangan

pada pengujian biologis dengan Rumus: t (n-1) > 15

Dimana: t = Perlakuan

15 = Ketetapan

Model matematik yang digunakan:

Yij = µ + α i + Σij

i = 1,2,3,…p

j = 1,2,3…n

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Nilai tengah umum

α i = Pengaruh perlakuan ke-i

Σij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke- j

( Sastrosupadi, 1995).

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
52

Masing- masing perlakuan terdiri dari:

T1 = Ransum tanpa tepung Bulu Ayam ( 0%) + 10% tepung ikan (kontrol)

T2 = Ransum dengan Tepung Bulu Ayam 2,5 %

T3 = Ransum dengan Tepung Bulu Ayam 5%

T4 = Ransum dengan Tepung Bulu Ayam 7,5%

T5 = Ransum dengan Tepung Bulu Ayam 10%

Parameter yang diukur terdiri dari:

1. Konsumsi ransum yaitu jumlah ransum yang diberikan selama satu minggu

ditimbang kemudian dikurangi dengan sisa ransum.

2. Pertambahan berat badan yaitu berat badan pada akhir minggu dikurangkan

dengan berat badan pada awal minggu.

3. Konversi ransum yaitu jumlah ransum yang dikonsumsi dalam waktu satu minggu

dibagi dengan pertambahan berat badan pada minggu tersebut.

4. Kecernaan ransum yaitu kandungan zat gizi ransum dikurangkan dengan

kandungan zat gizi dalam feses dibagi kandungan zat gizi ransum dikali seratus

persen.

5. Income Over Feed Cost (IOFC) yaitu pendapatan (berat badan akhir ternak dikali

harga ternak dalam satu kilogram) dikurangkan dengan biaya ransum (total

konsumsi dikali harga ransum).

Pada tahap ini target yang ingin dicapai adalah ransum dengan tingkat

konversi paling rendah yang berarti dapat mencapai tingkat pertambahan berat badan

tertinggi dengan penggunaan ransum yang sedikit. Hal ini berarti ransum tersebut

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
53

memiliki kandungan gizi yang optimal dan efesien untuk pertumbuhan ayam serta

memberikan nilai keuntungan penggunaan ransum (IOFC) yang lebih tinggi.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Isolasi Tanah Kandang Ayam

Isolasi tanah dari kandang ayam dilakukan untuk mendapatkan jamur yang dapat

mendegradasi keratin pada tepung bulu ayam. Isolasi tanah dilakukan sebanyak dua

kali. Jamur yang digunakan dalam fermentasi diperoleh dari isolasi tanah berasal dari

kandang ayam. Isolasi dilakukan dengan mencampur tanah sebanyak 20 gram dalam

air suling 200 ml, kemudian digoncang dengan shaker lebih kurang 10 menit.

Suspensi partikel tanah sebanyak 1 ml tersebut dilarutkan dalam 9 ml air suling yang

sudah steril, kemudian digoncang sampai homogen sehingga diperoleh pengenceran

10-1. Selanjutnya dibuat pengenceran 10-2 dengan cara mengambil 1 ml suspensi

partikel tanah pada pangenceran 10-1 dilarutkan pada 9 ml air suling yang sudah steril

sehingga diperoleh pengenceran 10-2. Pada pengenceran 10-5, 10-6 dan 10-7, masing -

masing diambil sebanyak 0,1 ml disebarkan dengan hockey stick pada media PDA

(Potato Dextrose Agar) dengan komposisi 39 gram PDA (Potato Dextrose Agar)

(Oxoid) dalam 1 liter air suling kemudian diinkubasi lebih kurang 1 minggu pada

suhu 270C (suhu ruang) untuk pertumbuhan jamur (Cappuccino and Sherman, 1996).

Pemurnian jamur dilakukan dengan mengambil 1 choock borrer biakan jamur

kemudian diinokulasi pada media PDA, diinkubasi kembali pada suhu ruang (270C).

Pada pemurnian pertama diperoleh isolat jamur seperti gambar (Lampiran 2),

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
54

pemurnian isolat jamur dilakukan sebanyak tiga sampai empat kali. Setelah diperoleh

jamur yang murni baru dilakukan pembiakan jamur dengan pemindahan jamur pada

media PDA (Potato Dextrose Agar) (Lay, 1994). Pada isolasi pertama (I) dari hasil

identifikasi dengan pengamatan mikroskop perbesaran 400x diperoleh isolat jamur

Helicomyces sp.

3.4.2 Pembiakan Jamur Pada Media Cair (Potato Dextrose Broth)

Kentang sebanyak 250 gram yang sudah bersih dan dipotong-potong

kemudian direbus selama 20 menit kemudian disaring sampai dihasilkan filtrat

sebanyak 1 liter dengan penambahan air suling (air aquadest) yang steril. Larutan

filtrat ditambahkan dengan 20 gram dextrose, kemudian larutan filtrat tersebut

dituang ke 5 erlenmeyer dengan masing-masing erlenmeyer berisi 200 ml air filtrat

dextrose, setelah itu diautoklaf pada suhu 1210C tekanan 15 psi (pounds per square

inch) selama 15 menit. Kemudian dimasukkan pada erlenmeyer, jamur sebanyak 5

chooch borrer atau menurut Lay, (1994) sebanyak 106 spora/ml, kemudian digoncang

pada shaker dengan kecepatan 60 rpm (rotation pert minute) selama 2 minggu

(Atlas, 1997). Pengguncangan bertujuan untuk menciptakan oksigen sehingga

memancing spora dari jamur tersebut keluar. Pengguncangan dilakukan sampai

terjadi perubahan warna dari air filtrat dextrose menjadi lebih keruh dari sebelum

pengguncangan (Lay, 1994).

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
55

3.4.3 Pelaksanaan Fermentasi

a. Penghitungan Jumlah Total Mikroba

Jumlah total mikroba (jamur) sebagai inokulum fermentasi dihitung dengan

alat Hemositometer. Dari pengenceran inokulum jamur 10-1 kemudian diteteskan

sebanyak satu tetes inokulum jamur, setelah slide penutup ditutupkan. Individu sel

dalam suatu kelompok sel dihitung. Sel spora jamur yang dihitung yaitu pada sel

yang terletak di atas dan kiri menyentuh garis tengah pada tepi bujur sangkar.

Penghitungan jumlah mikroba (jamur) berdasarkan rumus:

Jumlah sel per ml sampel = N x 5 x 10 x 1.000

Dimana, N = Jumlah spora jamur dalam kotak besar

5 = Jumlah kotak besar

10 = Faktor perkalian

1.000 = Faktor pengali dalam satuan mililiter (Raul and Jaime, 1986).

b. Fermentasi

Tepung bulu ayam sebagai medium fermentasi harus mengandung kadar air

minimal 30% untuk memudahkan pertumbuhan jamur. Tepung bulu ayam dalam

kondisi kering tetap mengandung air sebanyak 10%, jadi dilakukan penambahan air

sebanyak minimal 20% dari berat kering tepung bulu ayam dicampur dengan

inokulum jamur 1% (v/w), 2% (v/w), dan 3% (v/w) dari berat kering bahan.

Inokulum jamur yang sudah ditambah air ini, kemudian disiramkan secara merata

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
56

pada tepung bulu ayam sebanyak 20 gram yang sudah ditempatkan pada wadah

plastik yang kedap udara sehingga terjadi proses fermentasi.

c. Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Setelah Fermentasi

Analisis protein dilakukan dengan Metode Kjeldahl, dengan melakukan

proses destruksi yaitu Tepung Bulu ayam ditimbang sebanyak 0,1 gram ditambah

selenium sebanyak 0,1 gram sebagai katalis ditambah dengan asam sulfat, kemudian

dibakar sampai putih diruang asam. Proses destilasi dengan menampung hasil

destilasi pada labu kjeldahl lalu ditambah aquadest 100 ml ditambah NaOH 35%

lebih kurang 5 ml kemudian ditampung pada erlenmeyer yang berisi asam borat

(H3BO3 3%) sebanyak 5 ml kemudian ditambah aquadest 30 ml. Hasil destilasi

ditampung kira- kira sampai 150 ml kemudian dititrasi dengan HCl.

Rumus perhitungan kadar protein yang diperoleh :

%N = N. HCl X 14 X 100
Berat Sampel X 1000

% Protein = % N X 6,25 (Konversi dari kadar air)

Dimana, N = Kadar Nitrogen

14 = Ketetapan (Suhardi et al ., 1984).

d. Analisis Kehilangan Berat Kering Tepung Bulu Ayam Fermentasi

Cawan porselin dioven pada suhu 1050C selama 1 jam, kemudian didinginkan

dalam desikator selama 15 menit. Cawan dikeluarkan dari desikator, kemudian

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
57

ditimbang dan dicatat berat cawan kosong. Sampel ditimbang sebanyak 2,001g

dengan 2 kali ulangan, kemudian timbang cawan tambah sampel dan dioven kembali

pada suhu 1050C selama 8 jam. Kemudian sampel tersebut dikeluarkan dan

didinginkan dalam desikator selama 1 jam, setelah itu ditimbang dan dicatat beratnya.

Penimbangan dilakukan setiap 1 jam sekali dan dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil

penimbangan dijumlahkan kemudian dibagi tiga, hasil yang diperoleh merupakan

berat cawan tambah sampel oven. Dari perhitungan ini diperoleh kadar air yang

hilang dari sampel dengan rumus:

BC – BC + S. Oven x 100

Dimana: BC = Berat Cawan

S = Sampel

Berat kering = 100 – kadar air

Kehilangan persentase berat kering tepung bulu ayam =

Berat kering sebelum fermentasi – Berat kering setelah fermentasi x 100%

Berat kering sebelum fermentasi

Sumber: Abdul dan Ibrahim, (1993).

3.4.4 Pengujian Isolat Jamur

Isolat jamur yang diperoleh dari hasil isolasi digunakan sebagai inokulum

fermentasi. Tepung bulu ayam yang difermentasi dengan berbagai isolat jamur

tersebut digunakan sebagai sumber protein bagi ayam pedaging. Pengujian ini

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
58

dilakukan selama satu minggu untuk menentukan jenis isolat jamur terbaik yang

menunjukkan pertambahan berat badan tertinggi, digunakan sebagai isolat jamur pada

pengujian tahap kedua (II) atau uji biologis.

3.4.5 Penggunaan Tepung Bulu Ayam Sebagai Ransum Ayam Pedaging

a. Persiapan Kandang

Kandang disterilisasi dengan formalin, dimana penggunaan formalin

sebanyak 1 liter dicampur dengan 5 liter air kemudian kandang diisolasikan selama

tiga hari. Tempat pakan dan tempat minum disterilisasi dengan rodalon supaya bebas

dari bibit penyakit.

b. Persiapan Anak Ayam Pedaging (DOC) Strain CP 707 Sebanyak 100 Ekor

Anak ayam umur satu hari (DOC) strain 707 sebanyak 100 ekor diproduksi

oleh PT. Charoen Phakphan Indonesia. Sebelum dimsukkan ke kandang perlakuan,

anak ayam ditimbang. Berat anak ayam pada setiap plot dihomogenkan atau

disamakan agar kondisi setiap plot sama.

c. Persiapan Ransum Sesuai Perlakuan

Tepung bulu ayam pedaging yang memiliki kandungan protein terbaik melalui

analisis protein dengan metode kjeldahl setelah fermentasi, kemudian dicampur

dengan bahan ransum yang lain yaitu jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
59

ikan dan top mix. Tepung bulu ayam yang digunakan dalam ransum berasal dari

limbah bulu ayam pedaging yang telah melalui proses pengolahan (Lampiran 1).

d. Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan seminggu sekali sesuai parameter yang diteliti

yaitu konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang diberikan selama satu minggu,

dikurangi dengan sisa ransum. Pertambahan berat badan yaitu berat badan pada akhir

minggu dikurangi dengan berat badan pada awal minggu. Konversi ransum adalah

jumlah ransum yang dikonsumsi dalam waktu satu minggu dibagi pertambahan berat

badan pada minggu tersebut.

3.4.6 Koefisien Daya Cerna Ransum

Koefisien daya cerna ransum dilakukan untuk mengetahui berapa besar

persentase kandungan zat makanan dalam ransum yang dapat diserap oleh tubuh.

Koefisien daya cerna merupakan selisih antara kandungan zat makanan dalam ransum

yang dimakan ternak dengan kandungan zat makanan yang masih terdapat dalam

feses. Penghitungan koefisien daya cerna ransum yang dilaksanakan adalah sebagai

berikut:

Koefisien Cerna = N ransum - N feses x 100%

N ransum

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
60

Keterangan:

N ransum = Kandungan zat gizi ransum

N feses = Kandungan zat gizi yang tersisa dalam feses (Tillman et al., 1991).

3.4.7 Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost dilakukan untuk mengetahui berapa besar pendapatan

atau keuntungan yang diperoleh dari penggunaan ransum tersebut. Income Over Feed

Cost merupakan selisih antara pendapatan yang diperoleh dari berat badan akhir

ternak dikali harga jual dalam satu kilogram dengan biaya ransum. Secara jelas rumus

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah sebagai berikut:

Income Over Feed Cost (IOFC) = (berat badan akhir x harga satu kg berat badan

ayam) – (total konsumsi x harga ransum)

Sumber: Prawirakusumo, (1990).

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
61

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Isolasi Tanah Kandang Ayam

Dari hasil isolasi tanah kandang ayam yang dilakukan sebanyak 2 kali, pada

isolasi pertama, setelah diidentifikasi melalui pengamatan mikroskop dengan

perbesaran 400x diperoleh isolat jamur Helicomyces sp (Lampiran 3), dengan ciri-ciri

memiliki miselium sederhana, konidiofor berbentuk hialin, bersepta, konidia tunggal

dan menggulung. Hal ini sesuai dengan pendapat Barnett and Hunter, (1972),

menyatakan bahwa Helicomyces sp, memiliki konidiofor berbentuk hialin sederhana,

bersepta, konidia tunggal dan ketat bergulung. Selain itu Helicomyces sp merupakan

jamur saprofit yang mampu mendegradasi keratin. Dozie et al., (1994), menyatakan

bahwa keratin pada bulu ayam dapat didegradasi oleh jamur saprofit.

Pada isolasi kedua, melalui pengamatan mikroskop dengan perbesaran 400x

diperoleh isolat jamur Trichoderma sp dan Penicillium sp (Lampiran 3). Isolat jamur

Trichoderma sp pertumbuhannya cepat, konidia hialin, bercabang banyak, fialides

tunggal atau berkelompok dan koloni berwarna hijau. Barnett and Hunter, (1972),

menyatakan bahwa Trichoderma sp memiliki konidiospora hialin, bercabang banyak,

fialides tunggal atau berkelompok, saprofit di dalam tanah dan species ini merupakan

parasit bagi jamur lain. Selain itu Trichoderma sp mampu memproduksi gula

sederhana dan merupakan jamur termofilik, sesuai dengan pendapat Zerdani et al.,

(2004), yang menyatakan bahwa keratin pada tepung bulu ayam dapat didegradasi

46
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
62

oleh mikroorganisme termofilik yaitu mikroorganisme yang mampu tumbuh pada

suhu 50-650C.

Isolat jamur Penicillium sp (Lampiran 3), mempunyai kemampuan tumbuh

sangat cepat, koloninya berwarna hijau kebiruan atau kuning, mempunyai permukaan

miselium sederhana, halus, panjang, dan konidiofor bercabang sekitar 2-3 cabang,

fialides berisi rantai konidia dan konidia berbentuk bulat. Alexopoulus et al., (1996),

menyatakan bahwa Penicillium sp memiliki miselium sederhana, konidia berbentuk

bulat, terdiri atas satu sel. Di ujung cabang konidiofor terdapat sekumpulan fialides

yang berisi rantai konidia. Menurut pendapat Periasamy et al., (2004), Penicillium sp

merupakan jamur keratinofilik yang mamiliki kesukaan terhadap substrat keratin.

Jamur keratinofilik dapat hidup pada jaringan keratin dengan menghasilkan enzim

keratinase dan memanfaatkan substrat keratin tersebut sebagai sumber nutrien untuk

pertumbuhan.

4.2 Hasil Penghitungan Jumlah Spora dari Isolat Jamur Limbah Kandang
Ayam

Hasil penghitungan jumlah total mikroba penggunaan berbagai isolat jamur

sebagai inokulum fermentasi dalam 1 ml suspensi jamur dapat dilihat pada tabel 4

berikut:

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
63

Tabel 4. Jumlah Total Mikroba Inokulum Fermentasi

Jenis Isolat Jamur Hasil Penghitungan Jumlah Spora


Helicomyces sp 1,5 x 106 spora/ml
Trichoderma sp 2,25 x 106 spora/ml
Penicillium sp 2,65 x 106 spora/ml

Berdasarkan tabel 4 di atas, jumlah total mikroba terbanyak pada isolat jamur

Penicillium sp (2,65 x 106) spora/ml dan jumlah total mikroba paling sedikit pada

isolat jamur Helicomyces sp (1,5 x 106) spora/ml. Hal ini terjadi karena, isolat jamur

Penicillium sp memiliki cabang konidiofor yang banyak sekitar 2-3 cabang. Pada

ujung cabang terdapat phialides berisi konidia yang menghasilkan banyak spora.

Konidia hialin dan saling menumpuk sampai ke atas. Koloni jamur tumbuh menyebar

dengan cepat. Cappuccino and Sherman, (1987), menyatakan bahwa Penicillium sp

tumbuh menyebar dengan cepat, konidiofor bercabang sekitar 2-3 cabang, di ujung

cabang terdapat phialides berisi rantai konidia (spora tunggal), dan menghasilkan

banyak spora. Sedangkan isolat jamur Helicomyces sp memiliki konidiofor berbentuk

hialin sederhana, konidia tunggal dan pertumbuhan koloni jamur relatif lambat

sehingga menghasilkan jumlah spora yang sedikit.

Mikroba (jamur) berasal dari satu sel spora yang tumbuh dan berkembang

menjadi suatu individu jamur serta menghasilkan suatu enzim yang berperan dalam

perombakan senyawa organik kompleks dalam proses fermentasi. Semakin banyak

suatu mikroba yang membantu proses fermentasi berarti semakin banyak komponen

senyawa organik kompleks yang mampu dirombak oleh mikroba tersebut. Jamur

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
64

Penicillium sp menghasilkan sel spora yang sangat banyak dan intensitas

pertumbuhan sangat tinggi, berarti lebih banyak mikroba (jamur) dihasilkan, akan

banyak pula komponen keratin (ikatan peptida kompleks) dari tepung bulu ayam yang

mampu diputuskan menjadi ikatan peptida sederhana (protein) dengan bantuan enzim

keratinase yang dihasilkan oleh isolat jamur tersebut. Tjitjah, (1997), menyatakan

bahwa fermentasi merupakan proses perombakan senyawa organik kompleks menjadi

lebih sederhana dengan bantuan enzim yang dihasikan dari suatu mikroba.

4.3 Hasil Uji Biologis Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan
Beberapa Isolat Jamur

4.3.1 Pengaruh Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi Dalam Ransum


Terhadap Pertumbuhan Ayam

Tepung bulu ayam difermentasi dengan beberapa isolat jamur digunakan

sebagai bahan ransum ayam pedaging umur 5 minggu, dengan lama pengujian 1

minggu. Fermentasi dilakukan selama 11 hari (Williams et al., 1991) dengan dosis

inokulum fermentasi sebanyak 2% untuk setiap jenis isolat jamur. Hasil uji biologis

penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan beberapa isolat jamur terhadap

pertumbuhan ayam (konsumsi ransum, pertambahan berat badan dan konversi

ransum) dapat dilihat pada tabel berikut:

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
65

Tabel 5. Hasil Uji Biologis Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan
Beberapa Isolat Jamur Terhadap Pertumbuhan Ayam

Jenis Isolat Jamur Konsumsi Ransum Pertambahan Berat Konversi Ransum


(gr/ekor/minggu) Badan (rasio)
(gr/ekor/minggu)
Helicomyces sp 301,5 150,65 2,0
Trichoderma sp 403,2 210,46 1,92
Penicillium sp 415,6 230,75 1,80
Ransum (Kontrol) 427,3 238,30 1,79

Hasil uji biologis di atas, menunjukkan bahwa pertumbuhan ayam yang paling

rendah terdapat pada ransum dengan penambahan tepung bulu fermentasi dengan

isolat jamur Helicomyces sp, ditunjukkan dengan konsumsi ransum sebanyak 301,5

gram/ekor/minggu, pertambahan berat badan sebesar 150,65 gram/ekor/minggu dan

konversi ransum sebesar 2, sedangkan pertumbuhan ayam yang paling tinggi terdapat

pada ransum penambahan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur

Penicillium sp, yaitu konsumsi ransum sebesar 415,6 gram/ekor/minggu,

pertambahan berat badan 230,75 gram/ekor/minggu dan konversi ransum 1,80. Hal

ini masih menunjukkan pertumbuhan ayam yang sama dengan ransum

konvensional/buatan pabrik dengan konsumsi ransum sebesar 427,3

gram/ekor/minggu, pertambahan berat badan sebesar 238,30 gram/ekor/minggu, dan

konversi ransum 1,79. Hal ini terjadi karena ransum dengan penambahan tepung bulu

ayam fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp lebih mampu diserap oleh tubuh

ayam untuk menghasilkan pertumbuhan, sebab isolat jamur ini lebih mampu

mendegradasi keratin pada tepung bulu ayam karena merupakan jamur keratinofilik

(Periasamy et al., 2004).

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
66

Suatu ransum yang efesien dan memiliki kandungan zat gizi yang baik jika

menghasilkan konversi ransum yang rendah, berarti kandungan zat gizi ransum

tersebut dapat diserap oleh tubuh yang diekspresikan dengan peningkatan

pertambahan berat badan. Sesuai menurut pendapat Gaman and Sherrington, (1992),

menyatakan bahwa semakin banyak ikatan sistin disulfida (ikatan peptida kompleks)

dari keratin yang dapat diputuskan menjadi ikatan peptida sederhana (protein) selama

proses fermentasi, maka semakin banyak pula protein yang dapat diserap oleh tubuh

dan menghasilkan pertumbuhan.

Penggunaan isolat jamur Penicillium sp dalam fermentasi tepung bulu ayam

tidak berpengaruh terhadap kesehatan ayam karena isolat jamur tersebut

menghasilkan zat antibiotik penicillin, dimana zat antibiotik tersebut biasa digunakan

sebagai makanan pelengkap untuk meningkatkan nilai gizi suatu ransum dan

membantu proses pencernaan ransum dalam tubuh. Darkuni, (2001), menyatakan

bahwa Penicillium sp menghasilkan zat antibiotik penicillin, yang bersifat anti bakteri

bekerja menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang berperan sebagai agen

pembusuk dalam saluran pencernaan, sehingga turut membantu proses pencernaan

makanan di dalam tubuh.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
67

4.3.2 Koefisien Daya Cerna Protein Ransum Hasil Fermentasi Dengan Beberapa
Isolat Jamur

Hasil uji biologis penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan beberapa

isolat jamur dalam ransum terhadap koefisien daya cerna dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 6. Koefisien Daya Cerna Ransum Penambahan Tepung Bulu Ayam


Fermentasi dengan Beberapa Isolat Jamur

Jenis Isolat Jamur Kandungan Protein Kandungan Protein Koefisien


Ransum (%) Veses (kotoran Daya Cerna
ayam) (%) (%)
Helicomyces sp 20,18 18,63* 7,68
Trichoderma sp 20,18 16,87* 16,40
Penicillium sp 20,18 14,35* 28,89
Ransum (Kontrol) 20,18 12,39* 38,60
Keterangan: * = Hasil Analisis Laboratorium Sentral FP- USU Medan (2008).

Berdasarkan hasil analisis koefisien daya cerna ransum penambahan tepung

bulu ayam fermentasi dengan beberapa isolat jamur di atas, menunjukkan bahwa

koefisien daya cerna tertinggi terdapat pada ransum dengan penambahan isolat jamur

Penicillium sp sebesar 28,89% dan koefisien daya cerna terendah terdapat pada

ransum dengan penambahan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur

Helicomyces sp sebesar 7,68%. Hal ini terjadi karena isolat jamur Penicillium sp

menghasilkan enzim keratinase yang mampu mendegradasi keratin (ikatan peptida

kompleks) tepung bulu ayam, menjadi ikatan peptida sederhana (protein) yang siap

diserap oleh tubuh. Sedangkan isolat jamur Helicomyces sp merupakan jamur

dermatofit yang dapat mendegradasi keratin pada jaringan kulit, sesuai pendapat

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
68

Dwidjosaputro, (1984), menyatakan Helicomyces sp menyebabkan berbagai macam

penyakit kulit (dermatofit) dan mampu mendegradasi keratin.

Koefisien daya cerna dipengaruhi oleh kandungan protein dan serat kasar

ransum, dimana protein tepung bulu ayam terdiri dari protein serat (fibrous), jadi

semakin banyak kandungan protein tepung bulu ayam yang dapat diserap oleh tubuh,

berarti koefisien daya cerna ransum akan semakin meningkat. Widodo, (2002),

menyatakan bahwa koefisien daya cerna atau tingkat kecernaan suatu ransum

dipengaruhi oleh keseimbangan kandungan zat makanan antara protein dan serat

kasar. Semakin banyak protein tercerna dalam ransum yang dapat diserap oleh tubuh,

maka koefisien daya cerna ransum juga semakin meningkat.

4.4 Hasil Analisis Persentase Kehilangan Berat Kering Tepung Bulu Ayam
Fermentasi

Pengaruh penggunaan berbagai isolat jamur sebagai inokulum fermentasi

terhadap persentase kehilangan berat kering tepung bulu ayam dapat dilihat pada

tabel 7 berikut ini:

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
69

Tabel 7. Persentase Kehilangan Berat Kering Tepung Bulu Ayam Fermentasi

Jenis Isolat Berat Persentase Berat Berat Persentase Kehilangan


Jamur Setelah Kering(%)/100%- Kering Bahan Kering (%)/
Fermentasi K.Air Bahan BK Kontrol- [C] x 100%
(g)/[A] [B] (g)/[B] x BK Kontrol
[A]
[C]
Tanpa - 98,04* 19,6# -
Fermentasi
(Kontrol)
Helicomyces sp 21,20 68,50* 14,52 25,92
Trichoderma sp 19,52 70,15* 13,69 30,15
Penicillium sp 18,92 70,64* 13,36 31,84
Keterangan: * = Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Jurusan Peternakan FP- USU
Medan (2008).
# = Berat Kering Sebelum Fermentasi
Berat Sampel = 20 gram

Berdasarkan hasil analisis di atas, persentase kehilangan berat kering tertinggi

terdapat pada bulu ayam yang difermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp

sebesar 31,84% dan terendah pada isolat jamur Helicomyces sp sebesar 25,92%. Hal

ini sesuai dengan yang dilaporkan Hadi dan Muhsin (2002), bahwa penggunaan isolat

jamur Aspergillus sp dalam fermentasi tepung bulu ayam mengalami persentase

kehilangan berat kering sebesar 32%.

Pada perlakuan dengan isolat jamur Penicillium sp, mengalami kehilangan

persentase berat kering tertinggi, karena jamur tersebut memiliki intensitas

pertumbuhan yang tinggi, sehingga lebih mampu dalam melakukan proses

perombakan bahan kering menjadi sumber nutrien untuk pertumbuhan. Bahan kering

dirombak oleh jamur menjadi sumber nutrien untuk pertumbuhan selama proses

fermentasi. Edhy dan Siregar, (2004), jika jamur memiliki intensitas pertumbuhan

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
70

yang tinggi, maka persentase kehilangan berat kering tepung bulu ayam setelah

fermentasi meningkat. Sedangkan pada perlakuan dengan isolat jamur Helicomyces

sp, mengalami kehilangan berat kering yang rendah karena intensitas pertumbuhan

jamur tersebut rendah sehingga memiliki kemampuan yang rendah pula dalam

merombak bahan kering sebagai sumber nutrien untuk pertumbuhan jamur. Hadi dan

Muhsin, (2002), menyatakan bahwa degradasi keratin dalam proses fermentasi

ditandai dengan adanya peningkatan persentase kehilangan berat kering tepung bulu

ayam setelah fermentasi. Semakin tinggi persentase kehilangan berat kering, berarti

isolat jamur tersebut lebih mampu mendegradasi keratin pada tepung bulu ayam.

4.5 Hasil Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Fermentasi Dengan
Isolat Jamur Penicillium sp

Hasil penggunaan berbagai dosis suspensi isolat jamur Penicillium sp sebagai

inokulum fermentasi terhadap peningkatan kandungan protein terlarut tepung bulu

ayam dapat di lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 8. Hasil Analisis Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Fermentasi


dengan Isolat Jamur Penicillium sp

Perlakuan Rataan (%) Notasi


0,01
Kontrol (R0) 80,96 A
Inokulum Jamur 1% (R1) 88,20 B
Inokulum Jamur 2% (R2) 89,02 B
Inokulum Jamur 3% (R3) 90,90 C
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata
(P<0,01) antar perlakuan.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
71

Berdasarkan hasil analisis peningkatan kandungan protein terlarut tepung bulu

ayam fermentasi pada tabel 8 di atas, menunjukkan bahwa peningkatan kandungan

protein tepung bulu ayam tanpa fermentasi atau kontrol/(R0) memberi pengaruh yang

sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan kandungan protein terlarut tepung bulu ayam

fermentasi dosis inokulum jamur 1% (R1), 2% (R2) dan 3% (R3). Perlakuan tepung

bulu difermentasi dengan dosis inokulum jamur 1% (R1), menunjukkan pengaruh

yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan dosis inokulum jamur 2% (R2),

tetapi memberi pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan perlakuan dosis

inokulum jamur 3% (R3) dan kontrol (R0). Perlakuan dosis inokulum jamur 3% (R3),

menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan dosis inokulum

jamur 1% (R1), 2% (R2) dan kontrol (R0).

Pada perlakuan fermentasi dosis inokulum jamur 3% (R3) terjadi peningkatan

kandungan protein terlarut yang lebih tinggi dari dosis lainnya, karena pada dosis

tersebut terjadi keseimbangan antara ketersedian sumber nutrien dalam medium

fermentasi dengan jumlah mikroba yang tersedia, sehingga peningkatan jumlah massa

sel mikroba akan menyebabkan peningkatan kandungan protein tepung bulu ayam

setelah difermentasi. Hal ini sesuai pendapat Tjitjah, (1997), yang menyatakan bahwa

dalam proses fermentasi jamur memanfaatkan substrat sebagai sumber nutrien untuk

pertumbuhan. Peningkatan jumlah sel mikroba identik dengan peningkatan

kandungan protein terlarut yang merupakan refleksi dari jumlah massa sel, karena

semakin banyak mikroba yang merombak komponen keratin tepung bulu ayam maka

protein terlarut setelah fermentasi juga akan semakin meningkat. Sedangkan pada

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
72

penggunaan dosis inokulum jamur yang lebih rendah dari 3% terjadi penurunan

kandungan protein terlarut tepung bulu ayam, karena jumlah inokulum jamur yang

tersedia pada awal fermentasi juga relatif sedikit sehingga pada akhir fermentasi

menghasilkan protein yang rendah. Hal ini sesuai menurut Nurhayati et al, (2000),

menyatakan bahwa perbedaan jumlah mikroba pada awal fermentasi mengakibatkan

penggandaan jumlah sel yang berbeda dan berpengaruh terhadap peningkatan

kandungan protein.

4.6 Hasil Uji Biologis Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat
Jamur Penicillium sp

4.6.1 Pengaruh Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat


Jamur Penicillium sp Terhadap Pertumbuhan Ayam dan Income Over
Feed Cost (IOFC)

Pengaruh level penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur

Penicillium sp terhadap pertumbuhan ayam (konsumsi ransum, pertambahan berat

badan dan konversi ransum) dan Income Over Feed Cost (IOFC) dapat dilihat pada

tabel berikut:

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
73

Tabel 9. Penggunaan Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat Jamur


Penicillium sp Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam
Pedaging dan Income Over Feed Cost (IOFC)

Perlakuan Rataan Rataan Pertambahan Rataan Konversi IOFC (Rp)


Konsumsi Berat Badan Ransum
Ransum (gram/ekor/minggu) (rasio)
(gram/ekor/
minggu)

Kontrol (T0) 388,23C 205,02C 1,84A 6.136,04C


Tepung Bulu 2,5% (T1) 383,71C 206,85C 1,82A 6.315,13D
Tepung Bulu 5% (T2) 388,64C 207,64C 1,80A 6.509,32D
Tepung Bulu 7,5% (T3) 361,09B 166,84B 2,29B 4.695,07B
Tepung Bulu 10% (T4) 353,46A 152,43A 2,53C 3.750,91A
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata
(P<0,01) antar perlakuan.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam di atas, menunjukkan bahwa perlakuan

tanpa pemberian tepung bulu ayam (T0) tidak memberikan pengaruh yang berbeda

nyata (P>0,05) dengan perlakuan tepung bulu 2,5% (T1) dan perlakuan tepung bulu

5% (T2) terhadap pertumbuhan ayam (konsumsi ransum, pertambahan berat badan

dan konversi ransum), tetapi memberi pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01)

dengan perlakuan tepung bulu 7,5% (T3) dan perlakuan tepung bulu 10% (T4).

Perlakuan tepung bulu 7,5% (T3) menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata

(P<0,01) dengan perlakuan tepung bulu 10% (T4).

Konsumsi ransum dipengaruhi oleh keseimbangan kandungan zat-zat

makanan dalam ransum. Penggunaan tepung bulu ayam yang semakin meningkat

menimbulkan ketidakseimbangan kandungan asam amino (protein) dalam ransum,

karena tepung bulu ayam kaya akan kandungan asam amino lisin dan isoleusin tetapi

kandungan asam amino triptofan dan metionin rendah. Hal ini sesuai menurut

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
74

Burman and Burgess, (1986) serta Sutardi, (1979), bahwa konsumsi ransum akan

dipengaruhi oleh keseimbangan kandungan asam amino dalam ransum. Apabila

konsentrasi kandungan asam amino dalam ransum berubah, maka selera makan akan

menurun akibatnya konsumsi ransum juga menurun.

Penggunaan tepung bulu ayam menimbulkan konsumsi ransum yang rendah,

karena adanya kandungan keratin pada bulu ayam. Semakin sedikit kandungan

protein ransum yang dapat dicerna mengakibatkan hanya sedikit zat makanan yang

dapat diserap oleh tubuh dan menghasilkan pertambahan berat badan yang rendah.

Hal ini sesuai menurut Williams et al., (1991), menyatakan bahwa tepung bulu ayam

mengandung keratin yang bersifat sukar larut dalam air dan sulit dicerna. Sehingga

dengan peningkatan penambahan tepung bulu ayam dalam ransum, maka protein tak

tercerna juga meningkat, akibatnya konsumsi ransum sedikit.

Penggunaan tepung bulu fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp

sampai 5% dalam ransum menunjukkan pertumbuhan ayam yang baik, berarti

fermentasi tersebut sudah lebih berhasil dalam mendegradasi keratin pada tepung

bulu ayam, karena jika tanpa perlakuan fermentasi tepung bulu ayam hanya dapat

digunakan sebanyak 2% dalam ransum sesuai Pandiangan (2001), sedang

penggunaan tepung bulu ayam dikombinasikan dengan enzim papain hanya dapat

digunakan sebesar 2,5% untuk tepung bulu dan 0,03% enzim papain (Elfia et al.,

2002).

Pada perlakuan penggunaan tepung bulu ayam sampai 5% tidak

menunjukkan penurunan konsumsi ransum yang sangat berbeda nyata (P<0,01)

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
75

karena pada level tersebut kandungan protein yang tidak tercerna (keratin) rendah

dalam ransum, sehingga sebagian besar protein ransum tersebut masih dapat diserap

oleh tubuh. Selain itu ketidakseimbangan kandungan asam amino akibat penggunaan

tepung bulu ayam masih dapat dilengkapi oleh bahan ransum yang lain sehingga

tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Oleh sebab itu penggunaan tepung bulu ayam

hanya sebagai tambahan tepung ikan untuk mengatasi ketidakseimbangan kandungan

asam amino ransum sehingga lebih memacu pertumbuhan. Hal ini sesuai menurut

Widodo, (2000), menyatakan bahwa jika suatu bahan ransum kekurangan salah satu

kandungan asam amino maka harus dilengkapi oleh bahan ransum yang lain,

sehingga terjadi keseimbangan kandungan asam amino ransum yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan.

Pertambahan berat badan menurun dengan peningkatan penggunaan tepung

bulu ayam, karena adanya penurunan konsumsi ransum. Hal ini juga akan

meningkatkan konversi ransum, karena ayam kurang mampu menggunakan ransum

secara efesien untuk pertumbuhan. Peningkatan penggunaan tepung bulu ayam

menimbulkan peningkatan protein tak tercerna dalam ransum, akibatnya hanya

sedikit protein yang dapat diserap oleh tubuh dan menghasilkan pertambahan berat

badan. Hal ini sesuai menurut Siregar et al., (1989), menyatakan bahwa jika protein

ransum hanya sedikit yang dapat diserap oleh tubuh, maka ayam tidak dapat tumbuh

dengan normal akibatnya pertambahan berat badan menurun.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
76

4.6.2 Koefisien Daya Cerna Protein Ransum Penambahan Tepung Bulu Ayam
Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp

Hasil analisis uji kecernaan protein ransum penambahan tepung bulu ayam

fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 10. Hasil Uji Kecernaan Protein Ransum Penambahan Tepung Bulu
Ayam Fermentasi dengan Isolat Jamur Penicillium sp

Perlakuan Kandungan Zat Protein Dalam Kandung Koefisien


Ransum Hasil Analisis Laboratorium an Zat Daya Cerna
Protein (%) Serat kasar Protein Protein
Dalam Ransum
Feses (%)
(%)
Kontrol (T0) 22,48* 3,46* 10,63* 52,71
T. Bulu 2,5% (T1) 21,27* 3,99* 10,76* 49,41
T. Bulu 5% (T2) 21,93* 4,09* 10,80* 50,75
T. Bulu 7,5% (T3) 18,98* 4,85* 12,35* 34,93
T. Bulu 10% (T4) 17,30* 5,10* 13,60* 21,39
Keterangan: * = Hasil Analisis Laboratorium Sentral FP- USU Medan (2008).

Berdasarkan hasil analisis kecernaan protein ransum di atas, menunjukkan

bahwa koefisien daya cerna yang tertinggi terdapat pada penggunaan tepung bulu

ayam 5% sebesar 50,75%, sedangkan koefisien daya cerna terendah pada tepung bulu

10% sebesar 21,39%. Hal ini terjadi karena persentase kehilangan berat kering setelah

fermentasi hanya sebesar 31,84%, sehingga keratin pada bulu ayam belum seluruhnya

dapat diputuskan melalui proses fermentasi dengan isolat jamur Penicilium sp

tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan peptida kompleks (keratin) yang terdapat

pada tepung bulu ayam hanya mampu didegradasi dengan baik oleh jamur

Penicillium sp pada level penggunaan tepung bulu ayam 5% (T2).

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
77

Koefisien daya cerna protein ransum penambahan tepung bulu ayam

fermentasi sebagai bahan baku ransum ayam pedaging umur 0-6 minggu atau

pengujian tahap dua (II)/uji biologis (Tabel 10), menunjukkan lebih tinggi dibanding

koefisien daya cerna protein ransum penambahan tepung bulu fermentasi dengan

beberapa isolat jamur kandang ayam, pada ayam pedaging umur 5 minggu (Tabel 5).

Perbedaan ini disebabkan karena penggunaan tepung bulu ayam pada umur 0-6

minggu, ayam sudah diadaptasikan sejak awal (umur 1 hari) untuk makan ransum

tersebut. Hal ini berpengaruh terhadap tingkat kesukaan makan (palatibilitas),

sehingga mempengaruhi konsumsi ransum dan pertambahan berat badan

(Anggorodi, 1985).

4.7 Income Over Feed Cost (IOFC)

Pendapatan atau keuntungan penggunaan tepung bulu ayam fermentasi sebagai

bahan ransum (IOFC) ayam pedaging umur 0-6 minggu (Tabel 9) di atas,

menunjukkan bahwa dengan penggunaan tepung bulu ayam sampai level 5% (T2)

dalam ransum, memberikan keuntungan yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan

kontrol (tanpa tepung bulu ayam), dimana pendapatan penggunaan ransum (IOFC)

pada level 5% (T2) sebesar Rp 6.509,32 sedangkan pada kontrol (T0) hanya sebesar

Rp 6.136,04. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung bulu ayam dalam

ransum sampai level 5%, memberikan pendapatan yang lebih besar dibanding

dengan penggunaan ransum kontrol (T0) dengan penggunaan tepung ikan. Berarti

ransum dengan penggunaan tepung bulu 5% (T2), masih mengandung zat-zat

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
78

makanan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh ayam, sehingga tidak mempengaruhi

konsumsi ransum dan pertambahan berat badan.

Penggunaan tepung bulu ayam pada level yang lebih besar dari 5%

menunjukkan keuntungan yang sangat berbeda nyata (P<0,01) lebih kecil dari

kontrol. Hal ini berarti pada level penggunaan tepung bulu yang lebih tinggi terdapat

peningkatan kandungan protein yang tidak dapat dicerna (keratin) sehingga hanya

sedikit kandungan protein yang dapat diserap oleh tubuh dan menghasilkan berat

badan yang rendah. Hal ini sesuai pendapat Widodo, (2000), menyatakan bahwa

pertumbuhan ayam yang baik tercapai jika ransum mengandung zat-zat makanan

yang lengkap diperlukan oleh tubuh khususnya kandungan asam amino (protein),

protein merupakan zat yang sangat penting untuk pertumbuhan.

4.8 Dampak Pemanfaatan Tepung Bulu Ayam Fermentasi Sebagai Sumber


Protein Ayam Pedaging Terhadap Pengelolaan Lingkungan Hidup

Rumah potong ayam menghasilkan limbah bulu ayam yang sangat banyak dan

limbah tersebut terus meningkat seiring peningkatan populasi ayam. Limbah bulu

ayam mengandung keratin, sehingga sulit terdegradasi di lingkungan dan proses

degradasinya memakan waktu cukup lama serta melibatkan peran mikroba. Mikroba

sangat berperan dalam mendegradasi limbah dan menjaga stabilitas lingkungan dari

pencemaran. Mikroba (jamur) yang membantu proses degradasi limbah bulu ayam,

merupakan jamur keratinofilik, yaitu jamur yang mampu hidup pada jaringan keratin

dengan menghasilkan enzim keratinase dan memanfaatkan keratin tersebut sebagai

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
79

sumber nutrien untuk pertumbuhan. Untuk menghasilkan jamur yang mampu

mendegadasi limbah bulu ayam, dilakukan isolasi tanah kandang ayam. Dari hasil

isolasi diperoleh isolat jamur Penicillium sp yang merupakan jamur keratinofilik.

Jamur Penicillium sp ini pertumbuhannya sangat cepat dan menghasilkan banyak

spora. Dalam 1 ml suspensi jamur diperoleh 2,65 x 106 spora/ml (Tabel 4). Isolat

jamur ini merupakan sumberdaya alam yang perlu dilestarikan untuk membantu

proses degradasi limbah bulu ayam di lingkungan dalam rangka menjaga kelestarian

fungsi lingkungan hidup.

Pengelolaan Lingkungan Hidup sesuai Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 23 tahun 1997, bahwa salah satu upaya untuk melestarikan fungsi lingkungan

hidup adalah dengan pemanfaatan limbah dan hal ini sesuai juga dengan prinsip Zero

waste yaitu meminimalisasi dampak pencemaran lingkungan dengan pemanfaatan

limbah.

Penggunaan limbah bulu ayam sebagai bahan ransum sumber protein ayam

pedaging harus melalui penanganan dan pengolahan lebih lanjut yaitu fermentasi.

Fermentasi dilakukan untuk meningkatkan kecernaan suatu bahan ransum. Proses

fermentasi melibatkan bantuan mikroba (jamur). Dalam proses fermentasi

menggunakan isolat jamur Penicillium sp, karena isolat jamur tersebut dalam

fermentasi mampu meningkatkan kecernaan tepung bulu ayam ditunjukkan dengan

persentase kehilangan berat kering tepung bulu ayam sebesar 31,84% (Tabel 7) dan

kandungan protein meningkat menjadi 90,90% setelah difermentasi.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
80

Penggunaan tepung bulu ayam fermentasi sampai level 5% sebagai bahan

ransum ayam pedaging dapat memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata

(P<0,01) dengan kontrol (ransum konvensional/buatan pabrik) terhadap pertumbuhan

ayam (konsumsi ransum, pertambahan berat badan dan konversi ransum). Hal ini

berarti penggunaan tepung bulu ayam sampai level tersebut memiliki kualitas yang

sama dengan ransum konvensional/buatan pabrik. Dari segi keuntungan penggunaan

ransum (IOFC), bahwa penggunaan tepung bulu fermentasi sampai level 5% dalam

ransum, memberikan keuntungan yang lebih besar yaitu Rp 6.509,32/ekor sedangkan

ransum kontrol hanya memberikan keuntungan sebesar Rp. 6.136,04/ekor. Hal ini

memberikan manfaat yang sangat besar bagi para peternak, karena dalam usaha

peternakan biaya ransum menyerap 60-80% dari biaya produksi.

Pemanfaatan limbah bulu ayam sebagai bahan ransum ayam pedaging

merupakan salah satu upaya untuk meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu

ayam di lingkungan khususnya lingkungan rumah potong ayam, sehingga dapat

menciptakan suatu industri peternakan yang ramah lingkungan. Pihak rumah potong

ayam tidak lagi melakukan pencemaran terhadap lingkungan, tetapi sudah

mempunyai kesadaran dalam mengelola lingkungan hidup dengan memanfaatkan

limbah bulu ayam sebagai bahan ransum non konvensional. Hal ini merupakan

lapangan kerja baru bagi masyarakat di sekitarnya, karena dalam pembuatan ransum

non konvensional dapat menyerap tenaga kerja. Oleh sebab itu pemanfaatan tepung

bulu ayam fermentasi sebagai bahan ransum ayam pedaging selain memiliki nilai

keuntungan dari segi ekonomi (profit), juga memiliki nilai manfaat (benefit) dalam

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
81

meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam di lingkungan khususnya

lingkungan rumah potong ayam.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
82

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Isolat jamur Penicillium sp lebih mampu meningkatkan kecernaan tepung bulu

ayam, karena memiliki kemampuan dalam mendegradasi keratin dan

menghasilkan antibiotik penisilin yang bersifat menghambat pertumbuhan

bakteri patogen yang berperan sebagai agen pembusuk dalam saluran

pencernaan sehingga turut membantu proses pencernaan dalam tubuh.

5.1.2 Penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp

sampai level 5% menunjukkan pertumbuhan ayam yang masih baik, dimana

angka konversi ransum, konsumsi ransum serta pertambahan berat badan

tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan ransum kontrol, selain itu dari hasil

analisis pendapatan atau keuntungan penggunaan tepung bulu ayam (IOFC)

pada level tersebut, juga menunjukkan keuntungan sebesar Rp 6.509,32/ekor

lebih besar dari ransum kontrol dengan keuntungan hanya sebesar Rp.

6.136,04/ekor.

5.1.3 Penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp

sampai level 5% dalam ransum ayam pedaging umur 0-6 minggu merupakan

suatu metode untuk meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam

di lingkungan dalam rangka Pengelolaan Lingkungan Hidup.

67
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
83

5.1.4 Pertambahan berat badan yang rendah pada penggunaan tepung bulu ayam

lebih besar dari 5%, karena ikatan peptida kompleks (keratin) pada tepung

bulu ayam belum seluruhnya dapat didegradasi oleh isolat jamur Penicillium

sp.

5.1.5 Penggunaan dosis inokulum jamur yang terbaik yaitu pada level 3%,

ditunjukkan dengan peningkatan kandungan protein mikroba yang lebih

tinggi dari level lainnya.

5.2 Saran

5.2.1 Penggunaan tepung bulu ayam fermentasi dengan isolat jamur Penicillium sp

sampai level 5% dalam ransum harus tetap ditambah dengan tepung ikan

untuk memacu pertumbuhan ayam, sehingga tercapai berat badan akhir sesuai

dengan standart.

5.2.2 Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menghasilkan isolat jamur yang

lebih mampu mendegradasi ikatan peptida kompleks (keratin) dari tepung

bulu ayam sehingga kandungan protein dari bulu ayam lebih banyak diserap

tubuh dan usaha meminimalisasi dampak pencemaran limbah bulu ayam di

lingkungan dapat lebih maksimal.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
84

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, R. A. dan Ibrahim. M. 1993. Analisis Pakan Ternak Manual. Fakultas


Kedokteran Hewan dan Sains Peternakan. Universitas Pertanian. Malaysia.

Adiati, U. dan Puastuti. W. 2004. Bulu Unggas Untuk Pakan Ruminansia. Balai
Peternakan. Ciawi. Bogor.

Alexopoulus, C. J., Mims. C dan Blackweil. M., 1996. Introductory Mycology. Jhon
Wiley and Sons, New York.

Anggorodi, H. R. 1985. Kemajuan Mutahir Dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.


Universitas Indonesia. Jakarta.

____________. 1990. Kemajuan Mutahir Dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas.


Universitas Indonesia. Jakarta.

____________. 1995. Nutrisi Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

Arifin, T. 2004. Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Potong Metode Pengukusan


Untuk Ransum Ayam Potong. Tesis. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Atlas, R. M. 1997. Hand Book of Microbiological Media. Second Edition. Lawrence.


Parks.

Barnett, H. L. dan Hunter. B .B. 1972. Illustrated Genera Of Imperct Fungi. Printed
In The United States Of America. Library Of Congress Catalog Card Number
71- 163710.

Bockle, B., Galunsky, B., dan Muller. R. 1995. Characterization Of A Keratinolytic


Serine Proteinase From Streptomyces pactum. DSM 40530. App. Environ.
Microbiol. 61:3705 -3710.

Budiyanto, A. K. 2004. Mikrobiologi Terapan. Universitas Muhammadiyah. Malang.

Burman, K. N. dan Burgess. A. D. 1986. Responses to Amino Acid. Nutrient


Requirements of Poultry and Nutritional Research. Poultry Sci. Symposium.
Kent TN 15.

69
Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
85

Cabel, M.C., Goodwin, T. I., dan Waldroup. P.W. 1988. Feather Meal As A
Nonspecifi Nitrogen Source For Abdominal Fat Reductioan in Broiler During
The Fhinising Period. Poultry Sci 63 : 300 – 306.

Cappuccino, J. G dan Sherman. N. 1987. Microbiology, A Laboratory Manual.


Rockland Community College, State University Of New York.

_____________________________1996. Mikrobiology Laboratory Manual. Fourth


Edition. The Benjamin/ publishing Company. California.

Card, L.E. 1962. Poultry Production. Lea and Febiger. Philadelphia. London.

Clement. K.M., Somsak., dan Mary. L.B. 2006. Molecular Systematics of Helicoma,
Helicomyces and Helicosporium and Their Teleomorphs Inferred From DNA
Sequences. Mycologia Society of America. 94-104.

Darkuni, M. Noviar. 2001. Mikrobiologi (Bakteriologi, Virologi dan Mikologi).


Universitas Negeri Malang.

Dozie, I. N .S., Okeke, C. N., dan Unaeze. N. C. 1994. A Thermostabil Alkaline


Active Keratinolytic Proteinase From Crysosporium Keratinophylum. Word.J.
Microbia. Biotechnol. 10 : 563-567.

Diwyanto, K. 2004. Industri Perunggasan Pasca Flu Burung. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat. Jakarta.

Dwidjoseputro. D. 1984. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Brawijaya. Malang.

Edhy, M. dan Siregar, Z. 2004. Pemanfaatan Hidrolisat Tepung Kepala Udang dan
Limbah Kelapa Sawit Difermentasi Dengan Aspergillus Niger, Rhizopus
oligosporus dan Trichoderma viridae Dalam Ransum Ayam Pedaging.
Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Elfia, N., Koentjoko., dan Soehardjono. 2002. Pengaruh Penggunaan Tepung Bulu
dan Papain Dalam Pakan Terhadap Penampilan Ayam Pedaging. Fakultas
Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.

Fadillah, R. 2004. Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler Daerah Tropis. PT.
Agromedia Pustaka. Jakarta.

Fardiaz, S . 1989. Mikrobiologi Pangan . PAU. IPB dengan LSI IPR. Bogor.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
86

Gaman, P. M, dan Sherrington, K. B. 1992. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan


Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Guntoro, S. 1983. Tepung Bulu Untuk Makanan Ayam. Buletin Teknik dan
Pengembangan Peternakan. N0. 7/III/1982/1983. Direktorat Jendral
Peternakan. Jakarta.

Hadi, R. B, dan Muhsin, T. M., 2002, Degradation Of Keratin Substrat By Fungi


Isolated From Sewage Sludge. Mycopathologia. 154: 1- 4.

Hardjo, S.S., N. S . Indrasti and B. Tajuddin. 1989. Pemanfaatan Limbah Industri


Pertanian. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB.

Harrow, B. dan Mazur. A. 1954. Textbook of Biochemistry. 6th Edition. W. B. Ders


Company. Philadelpia and London.

Haurowitz, F. 1984. Biochemistry An Introduction Texbook. Jhon Wiley And Sons


Inc. New York. Chapman And Hall. Limited. London.

Huitema, H. 1986. Peternakan di Daerah Tropis, Arti-arti Ekonomi From Oil Palm.
Serdang. Malaysia.

Imansyah, B. 2006. Mendaur Ulang Limbah Jadi Konsumsi Ternak. Tim Teknologi
Informasi Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.

Kamal, M. A. 1985. Pemanfaatan Bulu Ayam Sebagai Pengganti Tepung Ikan


Dalam Ransum Ayam Pedaging dan Petelur. Laporan Penelitian. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.

Kartadisastra, H.R. 1994. Pengelolaan Pakan Ayam Kiat Meningkatkan Keuntungan


Agribisnis Unggas. Kanisius. Yogyakarta.

Lay, B. W. 1994. Analisa Mikroba di Laboratorium. Rajawali Press. Jakarta.

Madigan, M.T., Martinko, J.M., dan Parker, J. 2003. Biology of Microorganisms. 10th
Edition. Prentice Hall. USA

Mathius, Adiati.U dan Puastuti. W 2003. Peluang Pemanfaatan Tepung Bulu Ayam
Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Balai Penelitian Ternak. Ciawi. Bogor.
http : // www . Tepung Bulu Ayam.co.id/ Seach.

Morris, W. C dan Balloun, S. I. 1973. Effect of Processing Methods On Utilation Of


Feather Meal By Broiler Chick. Poult. Sci. 52 : 858- 866.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
87

Murtidjo, B.M. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.

National Research Council. 1994. Nutrient Requirements Of Poultry. 9th Edition.


National Academic Press. Washington D. C.

Noval J. J dan Nickerson W. J. 1995. Decomposition Of Native Keratin By


Streptomyces. Fradie. J.Bacteriol. 77: 251- 263.

Nurhayani. H. M., Nuryati. J dan Nyoman. I. P. A 2000. Peningkatan Kandungan


Protein Kulit Umbi Kayu Melalui Proses Fermentasi. Departemen Biologi.
Fakultas MIPA Institut Teknologi Bandung. JMS Vol. 6 No.1 hal .1.

Pandiangan, D., 2001. Pengaruh Pemberian Tepung Bulu Unggas Dalam Ransum
TerhadapPerformans Ayam Buras Umur 1-8 Minggu. Jurusan Peternakan.
Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Papadopoulus, M.C., Boushy, A. R. dan Katelnar B. H. 1985. Effect Of Different


Processing Conditions Of Amino Acid Digestibility Of Fether Meal
Deermined By Chikens Assay. Poult. Sci. 64 : 1729 – 1741.

Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa. Bandung.

Periasamy, A.H dan Subash, C. B. G. 2004. Keratinophilik Fungi of Poultry Farm


and Feather Dumping Soil in Tamil Nadu. University of Madras. India.

Prawirakusumo, S. 1990. Ilmu Usaha Tani. BPFE. Yogyakarta.

Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.

________. 1996. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

________. 1997. Makanan Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Raul, J. C dan Jaime, S. C. 1986. Microbiology. West Publishing Company. St. Paul
New York Los Angeles. San Fransisco.

Sastrosupadi, A. 1995. Rancangan Percobaan Praktis Untuk Pertanian. Kanisius.


Yogyakarta.

Savitha. G., Joshi. M. M., Tejashwini . N., Revati. R., Sridevi dan Roma .D. 2007.
Isolation Identification and Characterization of a Feather Degrading
Bacterium. Departement Of Biotechnology. B. V.B. College Of Engineering

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
88

and Technology. Vidyanagar. Hubii- 31. Karnataka. India. International


Journal of Poultry Science 6 ( 9) : 689 – 693.

Schellart, J.A. 1975. Fungal Protein From Corn Waste Effluens. Wangeningen. H.
Veenman and B .S. Zone. D.

Scott, M.L., Nesheim. M.L dan Young. R. J. 1982. Nutrition of the Chicken. 3th
Edition. Scott. M.L and Associates Publisher. Ithaca. New York.

Siregar, A.P., Sabrani. M dan Pramu. S. 1989. Tehnik Beternak Ayam Pedaging di
Indonesia. Margie Group. Jakarta.

______, R. 2004. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Bidang Peternakan Di


Sumatera Utara. Dinas Peternakan. Sumatera Utara. Medan.

______, Z. 2003. Peningkatan Pertumbuhan Domba Persilangan dan Lokal Melalui


Suplementasi Hidrolisat Bulu Ayam dan Mineral Esensial Dalam Ransum
Berbasis Limbah Perkebunan. Disertasi.Universias Brawijaya. Malang.

Statistik Peternakan, 1999. Data Sarana dan Prasana. Direktorat Jenderal


Peternakan. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.

Suhardi, Sudarmadji. S dan Haryono. B. 1984. Prosedur Analisis Untuk Bahan


Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Suhartini, Masdiana. C. P dan Nur. H. 2006. Mikrobiologi Industri. ANDI.


Yogyakarta.

Sunday, O. 2001. Occurrence Of Keratinophilic Fungi and Dermathophytes On


Domestic Birds in Nigeria. Departement Of Veterinary. Microbiology and
Parasitology. University of Ibadan. Nigeria. Mycopathologi. 153 : 87- 89.

Tillman, A. D., Hartadi, H., Reksohadiprojo, S dan Lebdosoekojo. S. 1991. Ilmu


Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press. Fakultas Peternakan.
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

Tjitjah, A. 1997. Fermentasi Onggok dalam Ransum Broiler. Fakultas Pertanian


Universitas Pajajaran. Bandung.

Underhill, F. P 1952. A Reference Hand Book of Medical Science. Vol. 5 : 717.

Wahyu, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi Keempat. Universitas Gajah Mada Press.
Yogyakarta.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
89

Wawrzkiewiez. K., Wolsky. T dan Lobarzewsky. J. 1991. Screening The


Keratinolytic Activity Of Dermatophytes In Vitro. Mycopathologia. 14 : 1- 8.

Widodo.W. 2002. Bahan Pakan Kontekstual. Universitas Muhammadiah. Malang.


Jawa Tengah.

Williams, C. M., Lee, C. G., Garlich, J. D dan Jason C. H . 1991. Evaluation of


Bacterial Father Fermation Product. Feather- Lysate. As A Feed Protein.
Poultry Sci. 70 : 85- 94.

Winarno, F. G., Fardiaz. S dan Fardiaz. D. 1980. Penghantar Teknologi Pangan


Gramedia. Jakarta.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

Zamora, A. F., Calopardo. M. R., Rosano. K. P., Luis. E. S dan Dalmacio. I. F. 1989.
Improvement of Copra Meal Quality for Use In Animal Feeds. Proc F. A.P/
UNDP Workshop on Biotechnologi in Animal Production And Health In
AsiaAndLatin America. 312- 320.

Zerdani .I., Faid. M dan Malki. A. 2004. Feather Wastes Digestion By New Isolated
Strains Bacillus sp. In Morocco. African Journal Of Biotechnology Vol. 3
(1). pp. 67-70. Available Online At http : // www. Academicjournals. Org/
AJB.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
90

Lampiran 1
PROSES PENGOLAHAN LIMBAH BULU AYAM

BULU AYAM
BROILER (PEDAGING)

Dicuci/dibersihkan dari
kotoran

Dijemur di bawah sinar matahari


selama + 4 hari
atau dioven pada suhu 60 0C
Selama 24 jam

Digiling sampai halus

Diautoklaf pada suhu 1000 C


dengan tekanan 10 psi selama 10
menit supaya steril

Dioven pada suhu 500C selama


satu jam
untuk menghilangkan uap air
d kt di t l

Diolah sesuai dengan perlakuan


(fermentasi)

Tepung bulu ayam siap dicampur


dengan bahan ransum yang lain

Keterangan: Proses Pengolahan Limbah Bulu Ayam dari Laboratorium Produksi


Ternak (2008).

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
91

Lampiran 2

Gambar Isolat Jamur Limbah Kandang Ayam

Gambar Isolat Jamur Helicomyces sp

Gambar Isolat Jamur Trichoderma sp dan Penicillium sp

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
92

Lampiran. 3

Gambar Isolat Jamur Perbesaran 400x

Gambar Isolat Jamur Helicomyces sp

Isolat Jamur Trichoderma sp Isolat Jamur Penicillium sp

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
93

Lampiran 4
Komposisi Zat-Zat Nutrisi dalam Ransum

Bahan Ransum Protein Energi Metabolisme Serat Kasar Lemak


(%) (kkal/kg) (%) (%)

Jagung 8,6 3370 2 3,9


Bungkil kelapa 18,56 2212 15 1,8
Dedak halus 12 1630 13 13
Tepung ikan 55 3080 1 9
Bungkil kedelai 40,1 2290 4,32 0,9
T. Bulu Ayam 91,20* 3437* 0,87 * 4,56 *
M. Nabati - 8600 - 100
Kapur - - - -
Sumber: - Wahyu, 1992
- * Laboratorium Rispa, Medan (2008)

Lampiran 5

Susunan Ransum Ayam Pedaging Fase Starter ( 0-4 Minggu)

Bahan Ransum T0 T1 T2 T3 T4
Jagung 55 57 56 57 60
Bungkil kelapa 4 2,5 5 6 5
Dedak halus 5 3 4 7 5
Tepung ikan 10 - - - -
Bungkil kedelai 24 33 28 20,5 18
T. Bulu Ayam - 2,5 5 7,5 10
M. Nabati 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25
Kapur 0,75 0,25 0,25 0,25 0,25
Total 100 100 100 100 100

Protein 21,24 21,12 21,81 21,59 22,6


Energi 2962,2 2958,72 2969,55 2992,2 3068,5
Serat kasar 3,44 3,912 4,11 4,25 3,77

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
94

Lampiran 6

Susunan Ransum Ayam Pedaging Fase Finisher (5-6 minggu)

Bahan Ransum T0 T1 T2 T3 T4
Jagung 60 60 60 60 60
Bungkil kelapa 4 5 3 10 9
Dedak halus 5 1.5 5 2 5
Tepung ikan 10 - - - -
Bungkil kedelai 19 29 25 18,75 14
T. Bulu Ayam - 2,5 5 7,5 10
Minyak Nabati 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25
Kapur 0,75 0,75 0,75 0.75 0,75
Total 100 100 100 100 100
Protein 20,31 20,18 20,25 20,33 20,24
Energi 3015,7 3000,1 3009,21 3039,58 3067,38
Serat kasar 3,87 3,9 3,70 4,15 4,13

Lampiran 7

Konsumsi Ransum Mingguan

Konsumsi Ransum Minggu I (gram/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
To 138,49 132,94 130,21 129,775 531,415 132,8538
T1 136,2 130,72 128,62 129,025 524,565 131,1413
T2 131,306 130,7875 131,1725 130,616 523,882 130,9705
T3 124,788 124,144 121,975 121,644 492,551 123,1378
T4 121,43 117,6225 104,2925 104,426 447,771 111,9428
Total 2520,184
Rataan 126,0092
FK = 317566,4
KK= 3,72

SK JK DB KT F.hit F0,05 F0,01


Perlakuan 1215,642 4 303,9105 13,8236** 3,055568 4,89
Galat 329,7735 15 21,9849

Total 1545,416 19

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
95

Konsumsi Ransum Minggu II (gram/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 232,15 233,056 232,8 227,7975 925,8035 231,4509
T1 232,355 231,685 230,976 230,0425 925,0585 231,2646
T2 229,664 233,61 231,21 230,382 924,866 231,2165
T3 203,252 201,1725 195,8375 203,408 803,67 200,9175
T4 203,3 202,6375 201,745 199,052 806,7345 201,6836
Total 4386,133
Rataan 219,3066
FK= 961908,1
KK= 1,04

ANOVA
SK JK DB KT F.Hit F0,05 F0,01
Perlakuan 4324,207 4 1081,052 207,9313** 3,055568 4,89
Galat 77,98622 15 5,199081

Total 4402,193 19

Konsumsi Ransum Minggu III (gram/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 339,555 337,61 336,02 323,0375 1336,223 334,0556
T1 232,355 336,8625 338,446 326,795 1234,459 308,6146
T2 330,1425 334,46 335,41 332,2725 1332,285 333,0713
T3 303,1075 303,03 306,3475 305,1025 1217,588 304,3969
T4 301,74 303,9775 300,4625 294,5825 1200,763 300,1906
Total 6321,316
Rataan 316,0658

FK= 1997952
KK= 1,48

ANOVA
SK JK DB KT F.hit F0,05 F0,01
Perlakuan 4863,033 4 1215,758 55,53304** 3,055568 4,89
Galat 328,3878 15 21,89252

Total 5191,421 19

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
96

Konsumsi Ransum Minggu IV (gram/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 417,5575 417,554 417,9 415,86 1668,872 417,2179
T1 416,0425 421,795 417,5 417,115 1672,453 418,1131
T2 415,4675 418,9825 416,0525 417,45 1667,953 416,9881
T3 403,4625 403,1775 405,23 406,63 1618,5 404,625
T4 394,98 398,55 398,125 394,6125 1586,268 396,5669
Total 8214,044
Rataan 410,7022
Fk= 3373526
KK= 0,44

ANOVA
SK JK DB KT F.hit F.0,05 F.0,01
Perlakuan 1494,514 4 373,6285 112,8494** 3,055568 4,89
Galat 49,66287 15 3,310858

Total 1544,177 19

Konsumsi Ransum Minggu V (gram/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 520,115 516,9 513,668 509,1375 2059,821 514,9551
T1 506,8275 513,1975 518,07 519,2 2057,295 514,3238
T2 509,825 516,9625 517,79 519,615 2064,193 516,0481
T3 494,1625 491,9625 494,9125 493,0775 1974,115 493,5288
T4 487,775 487,6625 486,72 488,6075 1950,765 487,6913
Total 10106,19
Rataan 505,3094
FK= 5106752
KK= 1,23

ANOVA
SK JK DB KT F. hit F0,05 F0,01
Perlakuan 22378,23 4 5594,558 145,9048** 3,055568 4,89
Galat 575,1585 15 38,3439

Total 22953,39 19

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
97

Konsumsi Ransum Minggu VI (gram/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 700,0125 696,54 699,564 699,245 2795,362 698,8404
T1 698,18 699,415 697,35 700,2 2795,145 698,7863
T2 698,4525 696,7775 700,7925 697,4275 2793,45 698,3625
T3 643,235 640,9625 640,1725 635,3975 2559,768 639,9419
T4 634,2 629,4775 604,1825 622,7825 2490,643 622,6606
Total 13434,37
Rataan 671,7183
FK= 9024110
KK= 0,92

ANOVA
SK JK DB KT F.hit F0,05 F0,01
Perlakuan 22378,36 4 5594,591 145,9076** 3,055568 4,89
Galat 575,1506 15 38,34337

Total 22953,51 19

Data Rataan Konsumsi Ransum Ayam Pedaging Umur 0-6 Mingggu


(gram/ekor/Minggu)

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 391.3133 389.1 388.3603 384.1421 1552.916 388.2289
T1 370.3267 388.9458 388.4937 387.0629 1534.829 383.7073
T2 385.8096 388.5967 390.7379 389.432 1554.576 388.644
T3 362.0013 360.7415 360.7458 360.8766 1444.365 361.0913
T4 357.2375 356.6546 349.2546 350.6772 1413.824 353.456
Total 7500.51
Rataan 375.0255
FK= 2812883
KK= 1,27

ANOVA
SK JK DB KT F.hit F0,05 F.0,01
Perlakuan 4394.046 4 1098.512 48.70246** 3.055568 4,89
Galat 338.3335 15 22.55556

Total 4732.38 19

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
98

Hasil Uji Beda Nyata Jujur Rataan Konsumsi Ransum (gram/ekor/minggu)

Perlakuan Rataan Notasi


0,01
T0 388,229 C
T1 383,707 C
T2 387,776 C
T3 361,091 B
T4 353,456 A
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata
(P<0,01) antar perlakuan.

Lampiaran 8
Data Pertambahan Berat Badan Mingguan

Data Pertambahan Berat Badan Minggu I (gram/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
To 92.946 80.802 93.91 82.275 349.933 87.48325
T1 81.97 83.73 82.22 90.025 337.945 84.48625
T2 82.11 86.3625 91.4875 82.23 342.19 85.5475
T3 60.3 69.26 61.4625 66.31 257.3325 64.33313
T4 64.18 64.225 56.695 60.872 245.972 61.493
Total 1533.373
Rataan 76.66863

FK= 117561.6
KK 6,17

ANOVA
SK JK DB KT F.hit F0,05 F0,01
Perlakuan 2557.48 4 639.37 28.61349** 3.055568 4,89
Galat 335.1758 15 22.34505

Total 2892.656 19

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
99

Data Pertambahan Berat Badan Minggu II (gram/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 132.65 135.1 119.25 147.75 534.75 133.6875
T1 128.8 123.2625 138.45 136.0875 526.6 131.65
T2 139.66 136.2875 136.05 127.07 539.0675 134.7669
T3 139.52 137.1875 138.6625 125.93 541.3 135.325
T4 122.96 126.9875 142.005 132.008 523.9605 130.9901
Total 2665.678
Rataan 133.2839
FK= 355292
KK= 6,02

ANOVA
SK JK DB Kt F.hit F0.01 F0,01
Perlakuan 57.83692 4 14.45923 0.224952tn 3.055568 4,89
Galat 964.1535 15 64.2769

Total 1021.99 19

Data Pertambahan Berat Badan Minggu III (gram/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
To 194.0375 197.05 208.95 178.6875 778.725 194.6813
T1 191.275 209.8 185.878 192.7 779.653 194.9133
T2 184.2125 196.0125 183.8625 209.65 773.7375 193.4344
T3 179.0375 174.7375 178.5625 181.3375 713.675 178.4188
T4 186.3375 186.145 171.575 172.8 716.8575 179.2144
Total 3762.648
Rataan 188.1324
FK= 707876
KK= 5,23

ANOVA
SK JK DB KT F.hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 1163.458 4 290.8645 3.001043* 3.055568 4,89
Galat 1453.817 15 96.92113

Total 2617.275 19

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
100

Data Pertambahan Berat Badan Minggu IV (gram/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 244.775 249.68 243.53 253.7125 991.6975 247.9244
T1 257.6375 244.9125 251.05 242.45 996.05 249.0125
T2 254.55 247.6375 253.85 240.4125 249.1125 249.1125
T3 252.5525 254.15 269.9875 257.6 1034.29 258.5725
T4 258.9125 247.8675 250.0625 255.1375 1011.98 252.995
Total 4283.13
Rataan 251.5234

FK= 917260.1
KK= 2,51

ANOVA
SK JK DB KT F.hit F0,05 F.0,05
Perlakuan 307.7018 4 76.92546 1.937172* 3.055568 4,89
Galat 595.6529 15 39.71019

Total 903.3547 19

Data Pertambahan Berat Badan Minggu V (gram/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 298.8125 298.3 301.03 292.675 1190.818 297.7044
T1 299.3125 292.4875 302.29 296.1875 1190.278 297.5694
T2 302.3625 292.325 304.4125 290.625 1189.725 297.4313
T3 193.7475 207.5125 197.55 264.8625 863.6725 215.9181
T4 118.6625 132.1375 169.825 114.7125 535.3375 133.8344
Total 4969.83
Rataan 248.4915
FK= 1234961
KK= 7,65

ANOVA
SK JK DB KT F.hit F.0.05 F.0,01
Perlakuan 85731.7 4 21432.93 59.25481** 3.055568 4,89
Galat 5425.616 15 361.7077

Total 91157.32 19

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
101

Data Pertambahan Berat Badan Minggu VI (gram/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 207.825 278.08 282.51 306.2125 1074.628 268.6569
T1 296.9625 292.4125 282.92 261.5 1133.795 283.4488
T2 275.7875 283.9875 281.9625 295.5125 1137.25 284.3125
T3 162.1875 216.2375 117.675 97.675 593.775 148.4438
T4 237.74 165.225 96.2125 126.3625 625.54 156.385
Total 4564.988
Rataan 228.2494

FK= 1041956
KK= 18,26

ANOVA
SK JK DB KT F.hit F.0,05 F.0,01
Perlakuan 105923.4 4 26480.84 15.25249** 3.055568 4,89
Galat 26042.48 15 1736.165

Total 131965.8 19

Data Rataan Pertambahan Berat Badan Ayam Pedaging Umur 0-6 Minggu
(gr/ekor/minggu)

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 195.174 206.502 208.197 210.2188 820.0918 205.0229
T1 209.3263 207.7675 207.1347 203.158 827.3865 206.8466
T2 206.4471 207.102 209.4375 207.5833 830.5699 207.6425
T3 164.5575 176.5142 160.65 165.6192 667.3409 166.8352
T4 164.58 153.7646 147.7292 143.6488 609.7226 152.4307
Total 3755.112
Rataan 187.7556
FK= 705043.2
KK= 3,22

ANOVA
SK JK DB KT F.hit F.0,05 F.0,01
Perlakuan 10974.52 4 2743.63 74.94762** 3.055568 4,89
Galat 549.1094 15 36.6073

Total 11523.63 19

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
102

Hasil Uji Beda Nyata Jujur Rataan Pertambahan Berat Badan (gram/ekor/minggu)

Perlakuan Rataan Notasi


0,01
T0 205,023 C
T1 206,847 C
T2 207,643 C
T3 166,835 B
T4 152,431 A
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata
(P<0,01) antar perlakuan.

Lampiran 9
Data Konversi Ransum Mingguan

Data Konversi Ransum Minggu I

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
To 1,490005 1,645256 1,38654 1,577332 6,099133 1,524783
T1 1,661584 1,561209 1,56434 1,433213 6,220346 1,555086
T2 1,599147 1,514402 1,433775 1,588423 6,135747 1,533937
T3 2,069453 1,792434 1,984543 1,834474 7,680905 1,920226
T4 1,892022 1,831413 1,839536 1,715501 7,278473 1,819618
Total 33,4146
Rataan 1,67073
FK= 55,82679
KK= 5,54

ANOVA
SK DB JK KT F.hit F 0,05 F 0.01
Perlakuan 0,520129 4 0,130032 15,17972** 3,055568 4,89
Galat 0,128493 15 0,008566

Total 0,648621 19

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
103

Data Konversi Ransum Minggu II

Perlakuan Ulangan Total Rataaan


I II III IV
T0 1,750094 1,725063 1,952201 1,541777 6,969135 1,742284
T1 1,803998 1,879607 1,668299 1,690401 7,042305 1,760576
T2 1,644451 1,714097 1,699449 1,813032 6,871029 1,717757
T3 1,456795 1,466405 1,412332 1,615247 5,950779 1,487695
T4 1,653383 1,595728 1,420689 1,507878 6,177679 1,54442
Total 33,01093
Rataan 1,650546
FK= 54,48606
KK 6,7

ANOVA
SK DB JK KT F.hit F 0,05 F0,01
Perlakuan 0,251293 4 0,062823 5,137479** 0,008252 3,055568
Galat 0,183426 15 0,012228

Total 0,434719 19

Data Konversi Ransum Minggu III

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 1,749945 1,713321 1,608136 1,807835 6,879238 1,719809
T1 1,763077 1,605636 1,820796 1,695874 6,885384 1,721346
T2 1,792183 1,70632 1,824244 1,584891 6,907638 1,726909
T3 1,692983 1,734201 1,715632 1,682512 6,825328 1,706332
T4 1,61932 1,633015 1,751202 1,70476 6,708296 1,677074
Total 34,20588
Rataan 1,710294
FK= 58,50212
KK= 4,64

ANOVA
SK DB JK KT F.hit F 0,05 F0,01
Perlakuan 0,006432 4 0,001608 0,255743tn 0,901633 3,055568
Galat 0,094314 15 0,006288

Total 0,100746 19

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
104

Data Konversi Ransum Minggu IV

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 1,705883 1,672357 1,71601 1,639099 6,733349 1,683337
T1 1,614837 1,722227 1,661223 1,720417 6,718704 1,679676
T2 1,632165 1,691919 1,63897 1,736391 6,699444 1,674861
T3 1,597539 1,586376 1,500921 1,578533 6,263369 1,565842
T4 1,525535 1,607916 1,592102 1,546666 6,272218 1,568055
Total 32,68708
Rataan 1,634354

FK= 53,42227
KK= 2,69

ANOVA
SK DB JK KT F. hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 0,060735 4 0,015184 7,829032** 3,055568 4,89
Galat 0,029091 15 0,001939

Total 0,089826 19

Data Konversi Ransum Minggu V

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 1,740607 1,732819 1,706368 1,706368 6,886162 1,721541
T1 1,693305 1,754596 1,713818 1,752944 6,914663 1,728666
T2 1,686138 1,768451 1,700949 1,787923 6,943461 1,735865
T3 2,550549 2,370761 2,505252 1,861636 9,288197 2,322049
T4 4,110608 3,690569 2,866009 4,259409 14,92659 3,731649
Total 44,95908
Rataan 2,247954

FK= 101,0659
KK= 13,99

ANOVA
SK DB JK KT F.hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 12,06339 4 3,015847 30,47465** 3,055568 4,89
Galat 1,484437 15 0,098962

Total 13,54782 19

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
105

Data Konversi Ransum Minggu VI

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 3,368279 2,504819 2,476245 2,283529 10,63287 2,658218
T1 2,351071 2,391878 2,464831 2,677629 9,885409 2,471352
T2 2,532575 2,45355 2,48541 2,360061 9,831596 2,457899
T3 3,965996 2,96416 5,440174 6,505221 18,87555 4,718888
T4 4,268192 3,80982 6,279667 4,928539 19,28622 7,714487
Total 68,51165
Rataan 4,004169
FK= 234,6923
KK= 21,97

ANOVA
SK DB JK KT F.hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 24,22877 4 6,057191 7,829177** 3,055568 4,89
Galat 11,60504 15 0,773669

Total 35,8338 19

Data Rataan Konversi Ransum Ayam Pedaging Umur 0-6 Minggu

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 1,9675 1,8323 1,8076 1,7593 7,3667 1,841675
T1 1,8146 1,8192 1,8156 1,8284 7,2778 1,81945
T2 1,8144 1,8081 1,7971 1,8118 7,2314 1,80785
T3 2,2222 1,9857 2,4265 2,5129 9,1473 2,286825
T4 2,5115 2,3614 2,6235 2,6105 10,1069 2,526725
Total 41,1301
Rataan 2,056505
FK= 84,58426
KK= 6,07

ANOVA
SK DB JK KT F.hit F 0,05 F 0,01
Perlakuan 1,753322 4 0,438330462 28,148** 3,055568 4,89
Galat 0,233579 15 0,015571912

Total 1,986901 19

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
106

Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Rataan Konversi Ransum

Perlakuan Rataan Notasi


0,01
T0 1,841 A
T1 1,819 A
T2 1,807 A
T3 2,286 B
T4 2,526 C
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata
(P<0,01) antar perlakuan.

Lampiran 10
Pendapatan (Income Over Feed Cost/ IOFC)

Penentuan Harga Tepung Bulu Ayam

Satu goni kapasitas 30 kg berisi bulu ayam basah sebanyak 10 kg kering,

setelah digiling diperoleh 5 kg tepung bulu ayam. Satu goni limbah bulu ayam

diperoleh dengan memperkerjakan 3 orang pekerja selama 3 jam, jadi 9/8 jam kerja x

Upah minimum Regional (UMR) = 9/8 x Rp 8 .500

= Rp 9.562,5 x 5 kg

= Rp 1. 912,5 + Rp 300 (upah giling)

= Rp 2.212,5 / kg Tepung Bulu Ayam

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
107

Income Over Feed Cost (IOFC)/ (Rp)/Ekor

Perlakuan Ulangan Total Rataan


I II III IV
T0 6.331,086 5.784,87 6.042,846 6.385,344 24.544,146 6.136,037
T1 6.783,678 6.220,416 6.231,18 6.025,242 25.260,516 6.315,129
T2 6.515,796 6.571,908 6.522,822 6.426,756 26.037,282 6.509,321
T3 4.495,296 5.362,668 4.282,572 4.639,728 18.780,264 4.695,066
T4 3.870,426 3.786,984 3.910,434 3.435,786 15.003,63 3.750,908
Total 109.625,838
Rataan 5.481,292
FK= 600891217,9
KK= 5,5

ANOVA
SK DB JK KT F.hit F0,05 F 0,01
Perlakuan 23172795,76 4 5793198,94 63,80642 3,06 4,89
Galat 1361900,384 15 90793,3589

Total 24534696,15 19

Hasil Uji Beda NyataTerkecil (BNT) IOFC (Rp)

Perlakuan Rataan Notasi


0,01
T0 6.136,037 C
T1 6.315,129 D
T2 6.509,321 D
T3 4.695,066 B
T4 3.750,908 A
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata
(P<0,01) antar perlakuan.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
108

Lampiran 11

Hasil Analisa Kandungan Protein Tepung Bulu Ayam Fermentasi dengan Isolat
Jamur Penicillium sp

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

T0 80,5 81,1 81,3 242,9 80,96


T1 88,5 86,2 89,9 264,6 88,2
267,06 89,02
T2 88,86 90,8 87,4 272,7 90,9
T3 90,4 91,1 91,2
Total 1047,26
Rataan 87,27167
FK = 91396,13
KK = 1,4

Anova
SK Jk DB KT F.hit F0,05 F 0,01
Perlakuan 170,5089 3 56,8363 33,61835** 4,066181 7,50
Galat 13,52507 8 1,690633

Total 184,034 11

Hasil Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) Peningkatan Kandungan Protein Setelah
Fermentasi Dengan Isolat Jamur Penicillium sp

Perlakuan Rataan (%) Notasi


0,01
Kontrol (R0) 80,96 A
Inokulum Jamur 1% (R1) 88,20 B
Inokulum Jamur 2% (R2) 89,02 B
Inokulum Jamur 3% (R3) 90,90 C
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata
(P<0,01) antar perlakuan.

Nurjhama'yah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
USU Repository©2008

Anda mungkin juga menyukai