Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

TONSILITIS KRONIK

Pembimbing :
KRH. dr. H. Djoko Sindhusakti Widyodiningrat, Sp.THT - KL (K), MBA.,
MARS., M.Si, Audiologist
Dr. dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT – KL
dr. Dimas Adi Nugroho, Sp. THT-KL

Diajukan Oleh :

Muhammad Izwar Hadi, S. Ked


J510180001

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018

1
LAPORAN KASUS
TONSILITIS KRONIK
Yang diajukan oleh :
Muhammad Izwar Hadi, S. Ked J510180001

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada tanggal.................................................

Pembimbing I
KRH. dr. H. Djoko Sindhusakti Widyodiningrat, Sp.THT - KL (K), MBA.,
MARS., M.Si, Audiologist

(.............................................)
Pembimbing II
Dr. dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT – KL

(.............................................)
Pembimbing III
dr. Dimas Adi Nugroho, Sp. THT – KL

(………………………………)

2
BAB I
PENDAHULUAN

Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang
terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus
didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada
kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid),
tonsil palatina, dan tonsil faringal yang membentuk lingkaran yang disebut cincin
Waldeyer. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua pilar fausium dan
berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini.1,2
Tonsillitis sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan
oleh infeki virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh
melalui hidung atau mulut, tonsil berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti
organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan
memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang
akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau
virus tersebut maka akan timbul tonsillitis. 1,2
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada
tenggorokan terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi disebabkan peradangan
pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada
penderita tonsilitis akut (Kurien M et Al, 2003). Ketidaktepatan terapi antibiotik
pada penderita tonsilitis akut akan merubah mikroflora pada tonsil, merubah
struktur pada kripta tonsil dan adanya infeksi virus menjadi faktor predisposisi
bahkan faktor penyebab terjadinya tonsilitis kronis (Dias EP, 2009).
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh
radang tenggorok yang berulang. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT
di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi Tonsilitis Kronis
4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis Akut (3,8%). Sedangkan pada penelitian di
RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April sampai dengan Maret 1998
ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronis atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan
(Undaya R, 1999 dalam Farokah, 2005). Sedangkan penelitian yang dilakukan di

3
Malaysia pada Poli THT Rumah Sakit Sarawak selama 1 tahun dijumpai 8.118
pasien dalam jumlah penderita penyakit tonsilitis kronis menempati urutan
keempat yakni sebanyak 657 (81%) penderita (Sing T, 2007).

Tonsilitis dapat menyebar dari orang ke orang melalui kontak tangan,


menghirup udara tetesan setelah seseorang dengan tonsilitis bersin atau berbagi
peralatan atau sikat gigi dari orang yang terinfeksi. Anak-anak dan remaja berusia
5-15 tahun yang paling mungkin untuk mendapatkan tonsilitis, tetapi dapat
menyerang siapa saja (NHS, 2010).

Hanya sekitar 30 % dari tonsilitis pada anak disebabkan oleh radang


tenggorokan dan hanya 10% dari tonsilitis pada orang dewasa disebabkan oleh
radang tenggorokan (Joseph Lauro, 2011). Tonsilitis Kronis menempati urutan
kelima (10,5 persen pada laki-laki, 13,7 persen pada perempuan). Mengingat
angka kejadian yang tinggi dan dampak yang ditimbulkan dapat mempengaruhi
kualitas hidup anak, maka pengetahuan yang memadai mengenai tonsilitis
kronis diperlukan guna penegakan diagnosis dan terapi yang tepat dan rasional.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Dan Fisiologi Tonsil


Tonsil palatina dan tonsil faringeal merupakan bagian terpenting dari
sistem cincin Waldeyer, dimana keduanya merupakan bagian terbesar dari sistem
tersebut dan menjadii salah satu dari sistem pertahanan mukosa karena terletak
didepan pintu masuk dari saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Tonsil
terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer
merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri
dari:1,2
 Tonsil faringeal (adenoid)
 Tonsil palatina (tonsil faucial)
 Tonsil lingual (tosil pangkal lidah)
 Tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil

Gambar 2.1.Letak anatomi tonsil yang membentuk cincin Waldeyer

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil.Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris,

5
daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.Tonsil ini
terletak di lateral orofaring dengan dibatasi oleh:
 Lateral → muskulus konstriktor faring superior
 Anterior → muskulus palatoglosus
 Posterior → muskulus palatofaringeus
 Superior → palatum mole
 Inferior → tonsil lingual

Gambar 2.2. Anatomi tonsil palatina dan komponen disekitarnya

2.2. Definisi Tonsilitis


Tonsilitis adalah suatu reaksi peradangan tonsil palatina yang merupakan
bagian dari cincin Waldeyer.Tonsilitis disebabkan peradangan pada tonsil yang
diakibatkan oleh bakteri, virus, dan jamur.3,4

2.3. Klasifikasi
Pada dasarnya terjadi suatu reaksi peradangan pada tonsil palatina bisa
disebabkan melalui transmisi lewat udara (air borne droplets), tangan dan juga
ciuman serta kondisi tersebt dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak-
anak. Oleh sebab itu peradangan pada tonsilitis dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis, yaitu sebagai berikut5,6:

6
1. Tonsilitis Akut : tonsilitis viral dan tonsilitis bakteri
2. Tonsilitis membranosa : tonsilitis difteri, tonsilitis septik dan angina plaut
vincent (stomatitis ulsero membranosa), penyakit kelainan darah, proses
spesifik dan tuberkulosis, infeksi jamur (moniliasis, aktinimikosis,
blastomikosis), infeksi virus morbili, pertusis dan skarlatina.
3. Tonsilitis kronisadalah peradangan tonsil yangmenetap sebagai akibat infeksi
akut atau subklinis yangberulang. Ukuran tonsil membesar akibat
hiperplasiaparenkim atau degenerasi fibrinoid dengan obstruksikripta tonsil,
namun dapat juga ditemukan tonsil yangrelatif kecil akibat pembentukan
sikatrik yang kronis. Durasi maupun beratnya keluhannyeri tenggorok sulit
dijelaskan. Biasanya nyeritenggorok dan nyeri menelan dirasakan lebih dari
4minggu dan kadang dapat menetap. Tonsilitiskronis adalah suatu kondisi
yang merujuk kepada adanyapembesaran tonsil sebagai akibat infeksi tonsil
yangberulang.

2.4. Etiologi
1. Tonsilitis Viral
Tonsilitis viral disebabkan oleh virus Epstein Barr, selain itu
diketahui juga bahwa Hemofillus influenz dapat menyebabkan tonsilitis
viral akut yang sifatnya supuratif. Pada dasarnya gejala tonsilitis viral
lebih menyerupai gejala common cold kecuali yang disebabkan oleh virus
coxschakie, dimana pada pemeriksaan rongga mulutnya adakn ditemukan
luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan oleh
pasien.5,6
2. Tonsilitis Bakterial
Tonsilitis bakterial adalah peradangan akut pada tonsil yang
disebabkan oleh aktivitas bakteri, seperti: grup A Streptokokus Beta
hemolitikus, pneumokokus, streptokokus viridian dan piogenes. Gejala
dan tanda yang sering ditemukan pada pasien tonsilitis baktelian adalah
nyeri tenggorokan dan nyeri saat menelan, demam dengan suhu tubuh
yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi, anoreksia dan otalgia. Rasa nyeri
yang terjadi pada telinga ini disebabkan oleh karena nyeri alih melalui

7
saraf glosofaringeus. Pada pemeriksaan akan tampak tonsil yang
membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel serta
ditemukan pembengkakan pada kelenjar mandibular dan juga nyeri
tekan.5,6
3. Tonsilitis Difteri
Penyebab dari tonsilitis difteri adalah suatu jenis kuman yang
spesifik, yaitu Corynebacterium diphteriae yang termasuk dalam
kelompok kuman gram positif dan berada biasanya di aluran nafas atas,
seperti hidung, faring dan laring. Tonsilitis difteri biasa terjadi pada anak-
anak yang berusia kurang dari 10 tahun namun pada orang dewasa masih
mungkin terjadi. Seseorang yang terinfeksi dari kuman difteri akan
mengalami tiga golongan gejala, berupa: 1) gejala umum, seperti demam
subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan
nyeri saat menelan. 2) gejala lokal, seperti tonsil membengkak yang
tertutup bercak putih kotor membentuk membran semu, dimana membran
tersebut dapat meluas ke pallatum molle, uvula, nasofaring, laring,
trakhea, bronkus dan dapat menyumbat saluran nafas serta mudah
berdarah. 3) gejala akibat oksitosin seperti pada jantung dapat
menyebabkan miokarditis, dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum
dan pernafasan bila mengenai saraf kranial.5,6
4. Tonsilitis Septik
Penyebab dari tonsilitis septik ialah streptokokus hemolitikus yang
terdapat dalam susu sapi sehingga kejadian tonsilitis septik dapat menjadi
suatu kejadian epidemik.5,6
5. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulsero Membranosa)
Penyebab penyakit ini merupakan suatu bakteri jenis spirochaeta
atau triponema yang terdapat pada penderita dengan tingkat hygine mulut
yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejala yang akan timbul pada
pasien dengan penyakit ini berupademam dengan kenaikan suhu sampai
390C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang disertai dengan gangguan
pencernaan, rasa nyeri pada bagian mulut, hipersalivasi, serta gigi dan gusi
mudah berdarah.5,6

8
6. Penyakit Kelainan Darah
Tidak jarang tanda pertama dari leukimia akut, perdarahan di
mukosa mulut, gusi dan dibawah kulit sehingga pada pemeriksaan akan
tampak bercak kebiruan. Pada kasus ini, tonsil akan ditemukan dalam
kondisi yang mengalami pembengkakan ditutupi oleh suatu membran
semu tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri yang hebat pada tenggorokan
pasien. 5,6
7. Tonsilitis Kronik
Terjadinya peradangan pada tonsil yang sifatnya kronik disebabkan
oleh beberapa faktor yang mendukung seperti: rangsangan yang menahun
dari rokok, beberapa jenis makanan yang dikonsumsi, tingkat hygine
mulut yang buruk, pengaruh perubahan cuaca, kelelahan fisik dan juga
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Pada dasarnya kuman yang
mendasari yang terjadinya peradangan kronik pada tonsil sama dengan
peradangan akut, namun pada beberapa kondisi kuman dapat berubah
menjadi kuman golongan gram negatif. Adapun gejala yang dapat terjadi
pada pasien yang mengalami peradangan kronik pada tonsil berupa adanya
penghalang atau mengganjal, tenggorokan terasa kering, pernafasan
berbau. Saat pemeriksaan ditemukan tonsil membesar dengan permukaan
tidak rata, kriptus membesar dan terisi oleh detritus.6,7

2.5 Tonsilitis Kronik


2.5.1 Definisi
tonsilitis kronis merupakan penyakit yang frekuensi terjadinya paling
sering bila dibandingkan dari semua penyakit tenggorokan yang sifatnya
berulang.1,7 Pada dasarnya terjadinya tonsilitis kronik sebagai akibat proses
peradangan tonsil yang menetap atau kambuh karena infeksi akut atau subklinis
yang berulang.7 Pada tonsilitis kronik, ukuran tonsil membesar akibat hiperplasia
parenkim atau degenerasi fibrinoid dengan obstriuksi kripta tonsil, namun dapat
juga ditemukan yang relatif kecil akibat pembentukan sikatrik yang kronik. 2

9
2.5.2 Epidemiologi
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi sari
seluruh penyakit THT. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di tujuh
provinsi di Indonesia, prevalensi tonsilitis kronis 3,8% tertinggi setelah
nasofaringitis akut 4,6%. Data morbiditas pada anak yang menderita tonsilitis
kronis menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada umur 5-14 tahun
menempati urutan kelima (10,5% laki-laki dan 13,7% perempuan). Hasil
pemeriksaan pada anak-anak dan dewasa menunjukkan total penyakit pada telinga
hidung dan tenggorokan berjumlah 190-230 per 1.000 penduduk dan didapati
38,4% diantaranya merupakan penderita penyakit tonsilitis kronis.8

2.5.3 Etiologi
Pada dasarnya peradangan pada tonsil yang bersifat kronis selain
dipermudah oleh faktor perdisposisi juga disebabkan oleh beberapa jenis kuman
seperti, kuman grup A Sterptococus beta hmolitikus, Pneumococus, Streptococus
viridans dan streptococus piogenes. Kuman yang mendasari terjadinya tonsilitis
kronik sama dengan tonsilitis akut, namun pada beberapa kondisi kuman dapat
berubah menjadi kuman golongan gram negatif.5,9,10 Faktor-faktor predisposisi
yang diketahui mempermudah timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, tingkat hygine mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak
adekuat.5,9

2.5.4 Patofisologi
Tonsilitis kronik dapat bermula dari tonsilitis akut. Pada tonsilitis kronik
akibat proses peradangan yang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid
terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid tersebut diganti
dengan jaringan parut dan mengalami pengerutan sehingga kripta menjadi
melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus, yang merupakan suatu
kumpulan dari leukosit polimorfonuklear, epitel yang telah mati dan juga bakteri
yang telah mati. Proses tersebut terus berlanjut dan meluas sehingga menembus
kapsul tonsil, sihingga pada akhirnya menimbulkan suatu perlektan dengan

10
jaringan disekitar fosa tonsilitis. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran
kelenjar limfa submandibula.5,6,9

Gambar 2.7. Pembesaran tonsil. Disebabkan oleh (A) Tonsilitis berulang (B) Pada
pasien Obstructive Sleep Apnea (C) Unilateral hipertrofi tonsil

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala pada tonsillitis akut adalah rasa gatal atau kering ditenggorokan,
anoreksia, otalgia, tonsil membengkak.Dimulai dengan sakit tenggorokan yang
ringan hingga menjadi parah, sakit menelan, kadang muntah.Pada tonsillitis dapat
mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluarnya nanah pada lekukan
tonsil.Tanda klinisnya dijumpai tonsil membengkak dan meradang. Tonsil
biasanya bercak-bercak dan kadang-kadang diliputi oleh eksudat.Eksudat ini
mungkin keabu-abuan dan kekuningan. Eksudat dapat berkumpul, membentuk
membran dan pada beberapa kasus dapat terjadi nekrosis jaringan lokal.6,9
Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dialami oleh pasien yang
menderita tonsilitis akut, yaitu sebagai berikut ini :

1. Tanda
 Napas berat dan lidah yang licin
 Hiperemis pada pilar, uvula dan palatum mole
 Kemerahan dan bengkak pada tonsil disertai dengan gambaran bintik
bintik kuning yang merupakan gambaran material purulen pada kripta
yang terbuka (acute folicular tonsilitis). Kedua tonsil dapat membesar
hingga dapat bertemu pada midline orofaring.
 Pembesaran dari kelenjar getah bening.

11
2. Gejala
Gejala yang sering ditemui berupa kesulitan dalam menelan, gangguan fonasi,
respirasi dan pendengaran. Selain itu gejala yang dapat muncul antara lain :
 Sakit tenggorokan
 Sakit menelan
 Perubahan suara (serak)
 Sakit pada telinga
 Snoring (akibat obstruksi jalan napas atas)
 Napas berbau
 Gangguan pendengaran
 Pasien tampak sangat sakit

2.7. Diagnosis Banding


Gejala yang paling sering dialami oleh penderita tonsilitis adalah disfagia
dan pembesaran pada tonsil. Berikut ini beberapa penyakit yang bisa menjadi
diagnosis banding dari tonsilitis :
 Hipertrofi tonsil
 GERD (Gastro Esophageal Reflux)
 Limphoma of the head and neck
 NPC (Nasopharingeal carcinoma)
 Tumor ganas tonsil

12
Gambar 2.9. Gambaran hipertrofi tonsil (a) Tonsil kanan yang mengalami
hipertrofi (b) Kissing tonsils, tonsil menyebabkan Obstructive Sleep Apnea (OSA)

2.8. Penatalaksanaan Tonsilitis


Pemeriksaan kultur bakteri penyebab tonsilitisrekuren maupun tonsilitis
kronis perlu dilakukan untuk mengetahui bakteri penyebab sebagai bukti empiris
dalam penatalaksanaan tonsilitis. Terdapat perbedaan bakteri pada permukaan
tonsil dengan bakteri di dalam inti tonsil sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
swab permukaan tonsil maupun pemeriksaan dari inti tonsil.Swab dari inti tonsil
didapatkan dari tonsil yang telah dilakukan tonsilektomi.
Untuk pasien yang menderita tonsilitis akut, berikut ini penatalaksanan
yang dapat diberikan, yaitu :

13
1. Antibiotik golongan penisilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur
atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin
atau klindomisin.
2. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid
untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
3. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi
kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
4. Pemberian antipiretik.
Indikasi dilakukannya pemberian antibiotik pada pasien dengan infeksi
pada tonsil dan saluran napas adalah sebagai berikut :
1. Akut tonsilitis disertai dengan gejala sistemik
2. Unilateral peritonsilitis
3. Memiliki riwayat demam reumatik
4. Keadaan immunosupresi
Penatalaksanaan tonsilitis akut dengan memperbaiki higiene mulut,
pemberian antibiotika spektrum luas selama 1 minggu dan Vitamin C dan B
kompleks.Pada beberapa penelitian menganjurkan pemberian antibiotik lebih dari
5 hari. Pemberian antibiotik secepatnya akan mengurangi gejala dan tanda lebih
cepat. Meskipun demikian, tanpa antibiotik, demam dan gejala lainnya dapat
berkurang selama 3-4 hari.Pada demam rematik, gejala lainnya dapat berkurang
selama 3-4 hari.Pada demam rematik, gejala dapat bertahan sampai 9 hari selama
pemberian terapi.5,6
Pada tonsilitis yang berulang, penggunaan antibiotik ciprofloxacin dan
gentamisin perlu dipertimbangkan. Hal ini karena organisme yang sering
menyebabkan infeksi berulang ini adalah Pseudomonas aeruginosa dan beberapa
bakteri lain yang sensitif terhadap ciprofloxacin dan gentamisin. Pada pasien
anak, penggunaan amoxicillin atau kombinasi amoxicillin-asam klavulanat adalah
pilihan pertama pada tonsilitis berulang, dimana penggunaan ciprofloxacin
menjadi kontraindikasi. 6
Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman. Di
Amerika Serikat, karena kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi digolongkan pada
operasi mayor. Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang

14
karena durasi operasi pendek dan teknik tidak sulit. Indikasi dilakukannya
tonsilektomi dapat dibagi menjadi: 6
1. Indikasi absolut
 Infeksi tenggorokan berulang yang terjadi :
a. Tujuh kali atau lebih dalam satu tahun
b. Lima kali per tahun dalam dua tahun
c. Tiga kali per tahun dalam tiga tahun
d. Dua minggu atau lebih tidak masuk sekolah atau kerja dalam satu
tahun
 Abses peritonsilar. Pada anak, tonsilektomi dilakukan 4-6 minggu setelah
abses diobati. Pada dewasa, serangan kedua abses peritonsilar merupakan
indikasi asolut.
 Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam
 Hipertrofi tonsil yang menyebabkan :
a. Obstruksi saluran napas (sleep apnea)
b. Sulit menelan
c. Gangguan artikulasi suara
 Suspek keganasan. Pembesaran tonsil unilateral kemungkinan limfoma
pada anak, dan kemungkinan karsinoma epidermoid pada dewasa.
Sebelumnya harus dilakukan dahulu biopsi eksisional.
2. Indikasi relatif
 Karies difteri yang tidak respon dengan pemberian antibiotik
 Karies streptococcus , yang mungkin menjadi sumber infeksi lainnya
 Tonsilitis kronis dengan halitosis yang tidak respon dengan terapi
medikamentosa
 Tonsilitis streptococcus berulang pada pasien dengan valvular heart
disease.
3. Bagian dari operasi lain
 Palatofaringoplasti yang dilakukan karena adanya sleep apnea syndrome.
 Neurektomi glossofaringeal. Tonsil diangkat terlebih dahulu baru
kemudian nervus glossofaringeal diangkat dan bed of tonsil tetap
ditinggalkan.

15
 Pengangkatan prosessus stiloideus

Beberapa perawatan yang harus dilakukan pada pasien yang telah


menjalani tonsilektomi adalah sebagai berikut :
1. Perawatan awal
 Pasien tetap dikondisikan dalam keadaan “Posisi Koma” sampai efek
anestesi hilang
 Awasi tanda – tanda perdarahan dari hidung dan mulut
 Awasi tanda – tanda vital pasien
2. Diet
 Saat pasien sudah sadar, pasien dapat mulai diberikan makanan cair,
seperti susu dingin atau es krim. Kulum – kulum es batu juga dapat
mengurangi rasa nyeri. Diet diberikan bertahap mulai dari makanan lunak
sampai makanan biasa/solid. Pemberian puding, jelli, dan telur rebus
dapat diberikan pada hari kedua post-operasi.
3. Oral hygine
 Pasien diberikan obat kumur 3 – 4 kali sehari. Mulut dibersihkan dengan
air bersih setiap selesai makan
4. Analgesik
 Nyeri, biasanya terjadi secara lokal pada tenggorokan yang dapat
menjalar ke telinga, dapat diredakan dengan analgesik lemah, seperti
paracetamol. Analgesik dapat diberikan setengah jam sebelum pasien
makan.
5. Antibiotik
 Antibiotik yang sesuai dapat diberikan secara injeksi /oral selama sekitar
satu minggu
 Pasien dapat dipulangkan 24 jam setelah operasi jika tidak ada komplikasi
dan dapat beraktivitas normal kembali 2 minggu setelah operasi.

2.9. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang menderita
tonsilitis adalah sebagai berikut :(9,10,11,12)

16
1. Sleep Apnea
Tonsilitis kronis dengan hipertrofi tonsil dapat menyebabkan berbagai
gangguan tidur, seperti mendengkur sampai dengan terjadinya apnea
obstruktif sewaktu tidur (obstructive sleep apnea). Obstructive sleep apnea
atau OSA merupakan kondisi medis yang serius, ditandai dengan episode
obstruksi saluran napas atas selama tidur sehingga menyebabkan
berkurangnya asupan oksigen secara periodik.11,12

2. Abses peritonsil
Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan
sekitarnya.Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-
otot yang mengelilingi faringeal. Hal ini paling sering terjadi pada penderita
dengan serangan berulang.Gejala penderita adalah malaise yang bermakna,
odinofagi yang berat, dan trismus.Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan
aspirasi abses.
3. Abses parafaring
Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus
mandibula, demam tinggi, dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga
menonjol ke arah medial.Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal.
4. Abses intratonsilar
Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil.Biasanya diikuti
dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut.Dijumpai nyeri lokal
dan disfagia yang bermakna.Tonsil terlihat membesar dan
merah.Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotika dan drainase abses
jika diperlukan, selanjutnya dilakukan tonsilektomi.
5. Tonsilitis kronis dengan serangan akut
Biasanya terjadi karena tatalaksana tonsilitis akut yang tidak adekuat. Infeksi
kronis dapat terjadi pada folikel limfoid tonsil dalam bentuk mikroabses.
6. Otitis Media Akut
Serangan berulang otitis media akut berkaitan erat dengan serangan berulang
dari tonsilitis akibat infeksi yang menjalar melalui tuba eustachius.

17
7. Tonsilolith (kalkulus tonsil)
Tonsilolith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh
sisa-sisa dari debris.Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian
tersimpan yang memicu terbentuknya batu.Batu tersebut dapat membesar
secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil.Tonsilolith
lebih sering terjadi pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau
foreign body sensation.Hal ini didiagnosa dengan mudah dengan melakukan
palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak rata pada perabaan.
8. Kista tonsilar
Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran
kekuningan di atas tonsil.Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala.Dapat
dengan mudah didrainasi.
9. Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonefritis.
Anti-streptokokal antibodi meningkat pada 43% penderita Glomerulonefritis
dan 33% diantaranya mendapatkan kuman Streptokokus beta hemolitikus pada
swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan faring. Hasil ini
megindikasikan kemungkinan infeksi tonsil menjadi patogenesa terjadinya
penyakit Glomerulonefritis.

2.10. Prognosis
Tonsilitis biasanya dapat sembuh dalam waktu beberapa hari
dengan beristirahat dan pengobatan suportif. Penanganan gejala klinis
dapat membuat penderita Tonsilitis lebih nyaman bila antibiotika
diberikan untuk mengatasi infeksi.Antibiotik tersebut harus dikonsumsi
sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita
telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat.Gejala-gejala yang
tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi
saluran nafas lainnya.Infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga
dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber
dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.

18
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. In
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Karyawati
Alamat : Ngargoyoso
Tanggal Pemeriksaan : 11-03-2018

3.1 ANAMNESIS

a. Keluhan Utama

Tenggorokan terasa mengganjal

b. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke poli klinik THT RSUD Karanganyar dengan keluhan


tenggorokan terasa mengganjal sejak 1 tahun yang lalu. Satu bulan terakhir
keluhan dirasa makin memberat, pasien mengeluh tenggorokannya semakin tidak
nyaman, tenggorokan terasa kering dan pernafasan berbau
Keluhan nyeri pada telinga, telinga terasa mendengung dan rasa penuh di
telinga disangkal oleh pasien. Keluhan jantung berdebar serta nyeri persendian
tidak ada. Keluhan sakit gigi dan gigi berlobang juga disangkal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mempunyai riwayat radang tenggorokan berulang. Dalam setahun
terakhir keluhan tersebut sudah dirasakan lebih dari 5 kali.
d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

19
e. Riwayat Pemakaian Obat
Pasien sudah pernah berobat ke puskesmas sebelumnya.
f. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien suka minum es, makan gorengan, dan jajan sembarangan

3.3. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Pasien
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : E4 M6 V5
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 89 x/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 36,70C (aksila)
Berat badan : 45 kg
Tinggi Badan : 150 cm
B. Pemeriksaan Fisik
C. Status Generalis
Telinga : Telinga sakit (-/-), berdenging (-/-), terasa penuh (-/-),
pendengaran berkurang (-/-), benda asing (-/-), terasa
panas (-/-), keluar cairan (-/-)
Hidung : Hidung tersumbat (-/-), sekret (-/-), berbau (-/-),
hiposmia (-), epistaksis (-/-)
Tenggorok : Lendir mengalir ditenggorokan (-), Tonsil T2/T2, nyeri
tenggorokan (-)
Kepala :Bentuk normocephal, konjungtiva anemis (-), sclera
ikterik(-)
Leher :Retraksi supra sterna (-), deviasi trachea (-), JVP (-),
pembesaran kelenjar limfe (-)
Thorax : setinggi abdomen, suara dasar vesikuler (+/+), wheezing
(-/-), bunyi jantung I dan II murni reguler, bising (-)
Abdomen : Distended (-), nyeri tekan (-), peristaltik normal 10x/mnt
Extremitas : edema tungkai (-), akral hangat (+)

20
Status Lokalis
1. Rongga mulut dan tenggorokan
Bibir & Mukosa mulut basah, berwarna
mulut merah muda

Karies (-)
Geligi
Lidah Pseudomembrane (-)
Uvula Berada ditengah, hiperemi (-),
edema (-), pseudomembran (-)
Mukosa Mukosa hiperemi (-), lendir
mengalir ditenggorokan
Tonsila Kanan: T2, Hiperemi (-), detritus
palatina (-), kripte melebar (+)
Kiri: T2, Hiperemi (-), detritus (-
), kripte melebar (+)

Laring (laringoskopi indirek)


Epiglotis : dbn
Aritenoid : dbn
Plika vokalis : dbn
Gerak plika vokalis : dbn
Subglotis : dbn
Tumor :-
2. Hidung

21
a.Pemeriksaan
Hidung Kanan Hidung Kiri
Hidung
Hidung luar Bentuk normal, hiperemi Bentuk normal, hiperemi (-
(-), deformitas (-), nyeri ), deformitas (-), nyeri
tekan (-), krepitasi (-) tekan (-), krepitasi (-)
b. Rinoskopi Anterior

Vestibulum nasi Normal, uklus (-) Normal, ulkus (-)


Cavum nasi Bentuk (normal), Bentuk(normal), hiperemia
hiperemia (-) (-)
Meatus nasi Mukosa hiperemis (-), Mukosa hiperemis (-),
media sekret (-), massa (-). sekret (-), massa (-).
Konka nasi Edema (-), mukosa Hipertrofi (-), mukosa
inferior hiperemi (-), sekret (-) hiperemi (-), sekret
mukopurulen (-)
Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-), Deviasi (-), perdarahan (-),
ulkus (-) ulkus (-)
rhinoskopi posterior Muara tuba eustachii
tampak tidak ada oklusi
Tidak tampak
pemebesaran kelenjar
adenoid
Concha superior dalam
batas normal
Tidak tampak ada massa

3. Telinga
No. Area Telinga Kanan Telinga Kiri
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Pre dan Fistula (-), hiperemis (-), Fistula (-), hiperemis (-),
Retro edema (-), nyeri tekan (-) edema (-), nyeri tekan (-)
auricula
3. Daun Bentuk dan ukuran dalam Bentuk dan ukuran dalam

22
telinga batas normal, hematoma (- batas normal, hematoma (-
), edema (-), hiperemis (-), ),edema (-), hiperemis (-),
sekret (-) sekret (-)
4. Liang Serumen (-), hiperemis (-), Serumen (-), hiperemis (-),
telinga furunkel (-), edema (-), furunkel (-), edema (-),
sekret (-) sekret(-)

5. Membran Retraksi (-), bulging (-), Retraksi (-), bulging (-),


timpani hiperemi (-), edema (-), hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-), kolesteatom (- perforasi (-), kolesteatom (-
), cone of light (+) ), cone of light (+)

MT intak MT intak
Cone of light Cone of
(+) light (+)

Test Garpu Tala Test Rinne : positif Test Rinne : positif


Test Weber: tidak ada Test Weber: tidak ada
laterisasi ke kanan/ ke kiri laterisasi ke kanan/ ke kiri
Test Swabach : sama Test Swabach : sama
dengan pemeriksa dengan pemeriksa
Kesimpulan : Normal Kesimpulan : Normal

4. Kepala dan Leher


Kepala: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), nafas cuping
hidung (-)
Leher: retraksi (-), deviasi trachea (-), pembesaran kelenjar limfe
(-)

23
a. Foto klinis

05-02-2018 Harga normal


HB 11.8 12-16
Hematokrit 38.0 35-47
Leukosit 13.99 4.4-11.3
Trombosit 294 170-394
Eritrosit 4.33 4.1-5.1
MCV 91.7 82.0-92.0
MCH 27.7 28-33
MCHC 32 32.0-37.0
Limfosit 13.2 25.0-40.0
Neutrofil 81.7 5.0-7.0
Eosinofil 0.5 0.5-5.0
Basofil 0.4 0.0-1.0
CT 04.30 2-8
BT 01.30 1-3
GDS 113 70-150

24
3.4 DIAGNOSA
Aspek klinis
Diagnosis banding : - Tonsilitis kronik
- Tonsilofaringitis
- Difteri
Diagnosis kerja : Tonsilitis kronik

Aspek faktor intrinsik


Perilaku pasien juga mendukung penyebaran kuman dengan kebiasaan
makan yang tidak teratur dan kurang, sering mengkonsumsi minuman
dingin serta jajan di warung yang banyak bahan pewarna dan pengawet.

Aspek faktor ekstrinsik

 Lingkungan sekitar rumah pasien dengan kepadatan penduduk yang


cukup padat.
 Ventilasi yang kurang dan jendela rumah yang kurang sehingga
pencahayaan dan pertukaran udara menjadi kurang.
 Seringnya pasien jajan makanan ringan dan minuman yang memiliki
bahan pewarna dan bahan pengawet yang tinggi.

3.5 PENATALAKSANAAN
 Initial planning : usulan pemeriksaan darah lengkap
 Non medikamentosa
- istirahat (bedrest)
- pengaturan pola makan dan jenis asupan makan
 Medikamentosa
- Amoxicillin Tab 3x1
- Paracetamol Tab 3x1
- Dexamethasone 0,5 mg 3 x 1 tablet
 Konseling, informasi dan edukasi

25
- Edukasi untuk minum obat secara teratur dan penggunaan
antibiotik sesuai yang dianjurkan walaupun gejala sudah membaik.
- Penjelasan kepada keluarga pasien tentang tonsillitis dan edukasi
- Edukasi tanda-tanda kegawatan dan kapan di bawa kerumah sakit
- Edukasi pola makan dan jajanan sehat untuk anak
 Monitoring
Pasien rutin memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan terutama jika
tidak ada perbaikan gejala klinis.

c. Pembedahan
Tonsilektomi
3.6 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam

26
BAB IV
ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesa didapatkan bahwa pasien mengeluhkan


tenggorokan terasa mengganjal sejak 1 tahun yang lalu. Satu bulan terakhir
keluhan dirasa makin memberat, pasien mengeluh tenggorokannya semakin tidak
nyaman. Keluhan nyeri pada telinga, telinga terasa mendengung dan rasa penuh di
telinga disangkal oleh pasien. Keluhan jantung berdebar serta nyeri persendian
tidak ada. Keluhan sakit gigi dan gigi berlobang juga disangkal. Keluhan demam
dan gejala ISPA disangkal
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik tersebut, kemungkinan
diagnosa pada pasien ini adalah tonsillitis kronik. Dimana sesuai dengan teori
bahwa pasien dengan tonsillitis kronik ditandai dengan tenggorokan terasa
mengganjal dan tidak nyaman. Gejala yang dtunjukkan pada pasien tonsillitis
berbeda-beda sesuai dengan jenis tonsilitisnya. Pada tonsillitis akut, awalnya akan
mengeluhkan rasa kering di tenggorokan, kemudian berubah menjadi rasa nyeri di
tenggorokan dan nyeri saat menelan. Rasa nyeri semakin lama semakin bertambah
sehingga anak menjadi tidak mau makan. Keluhan lainnya berupa demam yang
dapat sangat tinggi sampai menimbulkan kejang pada bayi dan anak-anak. Rasa
nyeri kepala, badan lesu dan nafsu makan berkurang sering menyertai pasien
tonsilitis akut. Pada tonsilitis kronik, akan didapatkan keluhan yang lebih spesifik
seperti mengeluh ada penghalang / mengganjal di tenggorokan, tenggorokan
terasa kering dan pernafasan berbau (halitosis).6,9
Untuk mengkonfimasi diagnosa pada pasien, maka perlu dilakukan
pemeriksaan fisik terutama pemeriksaan fisik pada tenggorokan. Berdasarkan
hasil pemeriksaan fisik pasien, didapatkan pembesaran tonsil T2-T2 dan kripta
melebar. Temuan klinis ini merupakan pemeriksaan fisik yang sering ditemukan
pada penderita tonsillitis kronis. Adanya infeksi berulang pada tonsil
menyebabkan pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman
sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi
pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokalinfeksi) dan
suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar keseluruh tubuh misalnya pada saat

27
keadaan umum tubuh menurun .Karena proses radang berulang yang timbul maka
selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami
pengerutan sehingga kripta melebar.6,9
Selain itu,pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan untuk lebih
memastikan diagnosa tonsillitis. Pemeriksaan penunjang ini biasanya dilakukan
setelah tonsil diangkat atau setelah dilakukannya tonsilektomi pada pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan mikrobiologi.
Pemeriksaan ini merupakan Gold standart pemeriksaan tonsil, yaitu kultur dari
dalam tonsil. Kuman terbanyak yang ditemukan adalah Streptococcus beta
Hemolitikus diikuti dengan Staphilococcus Aureus. Lalu dapat pula dilakukan
pemeriksaan histopatologi. Diagnosa tonsillitis kronis dapat ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga criteria histopatologi, yaitu :
1. Ditemukannya infiltrasi limfosit ringan-sedang
2. Adanya Ugra’s abses
3. Infiltrasi limfosit tang difus.
Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah dengan temuan histopatologi lainnya
dapat dengan jelas menegakkan diagnose tonsillitis kronis.4,5
Pada kasus ini pasien memiliki kebiasaan minum es, memakan gorengan
dan jajan sembarangan. Hal tersebut merupakan salah satu faktor pencetus
terjadinya tonsillitis. Seseorang yang lebih sering mengkonsumsi makanan seperti
goring-gorengan, makanan pedas, dan juga minum minuman dingin dan
kurangnya hygine mulut dapat terkena tonsillitis.
Apabila tonsillitis tidak ditangani secara tepat, maka akan menimbulkan
komplikasi yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Komplikasi yang
dapat terjadi yaitu Sleep Apneu, abses peritonsil, abses parafaring, abses
intratonsilar, otitis media akut, dan tonsilolith. Agar semua komplikasi ini tidak
terjadi, maka diperlukan diagnose dan penatalaksanaan yang cepat dan tepat. 4,5
Pada kasus ini, pasien mendapatkan terapi amoxicillin sebagai antibiotik,
paracetamol untuk mengurangi nyeri dan menurunkan demam , dan dexamethason
sebagai anti inflamasi. Pilihan pengobatan ditentukan dengan gejala klinis yang
ada pada pasien. Tindakan operasi dapat dilakukan bila pembengkatan tonsil

28
menyebabkan obstruksi saluran nafas, gangguan tidur, dan kompikasi
kardiopulmoner, abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis
dan drainase, serta tonsillitis kronis yang berulang pada karier Streptococcus yang
tidk membaik dengan pemberian antibiotik.4
Selain pemberian terapi, pasien juga harus diberikan edukasi seperti :
- Menjaga daya tahan tubuh anak dengan pola makan yang baik. Dianjurkan
untuk mengkonsumsi sayur-sayuran dab buah-buahan.
- Tidak membeli jajanan yang banyak mengandung penyedap dan pewarna
buatan.
- Meminum obat secara teratur, pemberian antibiotic harus dihabiskan
walaupun gejala sudah membaik.

29
BAB V

KESIMPULAN

Tonsilitis merupakan radang yang terjadi pada tonsil. Kondisi ini sebagian
besar dialami oleh anak-anak. Penyakit ini dapat dicetus oleh beberapa hal, salah
satunya ada kebiasaan anak yang sering mengkonsumsi makanan atau minuman
yang tidak sehat dan kurang terjaganya kebersihan mulut. Penyakit ini memiliki
prognosa yang baik apabila didiagnosa dan diterapi secata cepat dan cepat. Yang
terpenting adalah pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga agar penyakit ini
dapat dicegah dan tidak terulang kembali.
Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah menatalaksana
masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri
dari unsure biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih
berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini
(evidence based medicine)

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Bohne, S. Siggel, R. et al. 2013. Clinical Significance and Diagnostic


Usefulness of Serologic Markers for Improvement of Outcome of
Tonsilectomy in Adult with Chronic Tonsillitis. Biomed Central. Journal
of Negative Result in Biomedicine.
2. Lucina, G. Claudia, E. et al. 2013. Tonsillar Hyperplasia and Recurrent
Tonsilitis: Clinical- Histological Correlation. Brazilian Journal of
Otorrinolaryngology.
3. Palandeng, A. Tumbel, R.E.C, Dehoop, J. 2014. Penderita Tonsilitis di
Poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Januari
2010-Desember 2012. Jurnal e-clinic, Vol 2, No.2.
4. American Academy of Otorrinolaryngology-Head and Neck Surgery.
2012. Tonsillitis. Hal. 1-3.
5. Soepardi, E. A, Iskandar, N, dkk. 2007. Buku Ajar Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta. FKUI.
6. Adams, L. G. Boies, L. R. Higler, P. A. 2013. Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta. EGC.
7. Ugras, S. Kutluhan, A. 2008. Chronic Tonsillitis can be Diagnosed with
Histopathologic Finding. Turkey. Eur J Gen Med. Vol 5.
8. Sapitri, V. 2013. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis yang
diindikasikan Tonsilektomi di RSUD Raden Mattaher jambi. Jambi.
Artikel Ilmial. Hal 3.
9. Arun, R. Shailaja, U. et al. 2013. Chronic Tonsilitis in Children: an
Ayurvedic Bird View. Review Article. International Aryuvedic Medical
Journal. Vol. 1, No 4.
10. Paolo, C and Tewfik, L. 2003. Tonsilitis and its Complication. Article.
The Canadian Journal Of Diagnosis.
11. Supriyanto, B. Deviani, R. 2005. Obstructive Sleep Apnea Syndrome. Sari
Pediatri, Vol. 7 No. 2.
12. Nunez-fernandez D, Garcia-Osornia MA. Snoring and Obstructive Sleep
Apnea, Upper Airway Evaluation. Emergency Medicine Textbook. 2008.

31
32

Anda mungkin juga menyukai