PENDAHULUAN
Aritmia merupakan kelainan irama jantung yang sering dijumpai. Aritmia adalah
irama jantung di luar irama sinus normal. Istilah aritmia sebenarnya tidak tepat karena aritmia
berarti tidak ada irama. Oleh karena itu sekarang lebih sering dipakai istilah disritmia atau
irama tidak normal.
Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang
ditandai dengan perubahan frekuensi jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi
berkisar antara 150 sampai 280 per menit. TSV merupakan jenis disritmia yang
paling sering ditemukan pada usia bayi dan anak. Prevalensi TSV kurang lebih diantara
2500 anak. Serangan pertama s e r i n g t e r j a d i s e b e l u m u s i a 4 bu l a n d a n l e b i h
s e r i n g t e r j a d i p a d a a n a k l a k i - l a ki d a r i pa d a perempuan sedangkan pada anak yang
lebih besar prevalensi di antara kedua jenis kelamin tidak berbeda.
Pengenalan sevara dini jenis takidistrimia ini sangat penting, terutama pada bayi
karena sifatnya yang gawat darurat. Diagnosis awal dan tatalaksana SVT memberikan hasil
yang memuaskan. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dan memberikan terapi akan
memperburuk prognosis, mengingat kemungkinan terjadinya gagal jantung bila SVT
berlsangsung lebuh dari 24- 36 jam baik dengan kelainan struktural maupun tidak.
DEFINISI
Takikardi supraventrikular (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan
perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150
kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi
dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS
normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung.
ANATOMI JANTUNG
IDENTIFIKASI
1. Denyut jantung yang cepat, disebut takikardi yang artinya denyut jantung melebihi >
100 denyut per menit. Pada SVT denyut jantung ini berkisar antara 150-250 denyut
per menit.
2. Denyut jantung yang reguler (dapat dilihat dari kompleks QRS yang teratur) dengan
gelombang P yang superimposed dengan komplek QRS (tidak terlihat gelombang P).
3. Komplek QRS sempit (QRS < 0,12 detik atau 3 kotak kecil)
PENYEBAB
Pada keadaan normal, impuls elektrik dihasilkan oleh pacemaker yang disebut SA node.
Impuls elektrik ini akan diteruskan ke ventrikel melalui AV node, dimana pada nodus ini
akan terjadi perlambatan impuls. Selanjutnya impuls ini akan disebarkan ke seluruh ventrikel.
Pada SVT /PSVT, terjadi gangguan konduksi impuls yang menyebabkan atrium dan
kemudian ventrikel berdenyut sangat cepat. Disebut paroksismal karena denyut yang cepat ini
dapat terjadi tiba-tiba .
Bagaimana mekanisme terjadinya dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada saat impuls
yang dihasilkan oleh SA node dialirkan ke AV node, tiba-tiba terjadi gangguan konduksi
yang biasanya disebabkan oleh ”atrial premature beat”, dimana terjadi transient blok pada
satu sisi dari sistem konduksi (di ibaratkan berbentuk cincin ). Normalnya impuls yang masuk
disebarkan melalui dua arah dari kanan dan kiri. Bila terjadi blok pada satu sisi, maka impuls
akan berjalan melalui sisi satunya lagi. Pada saat blok tersebut menghilang maka impuls
tersebut akan berjalan terus melintasi area tersebut dan terciptalah suatu sirkuit tertutup yang
disebut ”circus movement”. Pada saat ini SA node tidak bertindak sebagai pacemaker
primary namun terdapat jalur aksesori kecil (circus movement) yang memiliki impuls yang
berputar-putar secara terus-menerus dengan cepat. Setiap kali impuls dari sistem ini sampai
ke AV node makan impuls ini akan diteruskan ke ventrikel. Oleh sebab itu pada gambaran
ECG komplek QRS tampak normal. Pada gambaran ECG gelombang P bisa tampak terbalik
(oleh karena lintasan impuls yang terbalik), namun pada kebanyakan kasus depolarisasi
atrium dan ventrikel terjadi hampir bersamaan sehingga gelombang P menghilang atau
superimposed dengan kompleks QRS.
EPIDEMIOLOGI
ELEKTROFISIOLOGI
Elektrofisiologi ditunjukkan bagi pasien dengan irama jantung yang abnormal, yang
sulit untuk dianalisa dengan menggunakan EKG dan holter monitor. Elektrofisiologi studi
adalah prosedur invasif minimal yang menguji sistem konduksi listrik pada jantung untuk
menilai aktivitas listrik dan jalur konduksi jantung. Studi ini digunakan untuk menyelidiki
penyebab, lokasi asal dan pengobatan terbaik untuk berbagai keluhan irama jantung
abnormal.
Prosedur ablasi ini dapat mengobati beberapa kondisi seperti Atrial Fibrillation (AF), Atrial
Flutter, Supraventricular Tachycardia (SVT), serangan jantung, gagal jantung kongestif
(CHF), Syncope (pingsan) dan Ventricular Tachycardia (VT).
Terdapat 3 jenis TSV yang sering ditemukan pada bayi dan anak, yaitu:
1. Takikardi atrium primer (takikardi atrial ektopik)
Terdapat sekitar 10% dari semua kasus TSV, namun TSV ini sukar diobati. Takikardi
ini jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena pemeriksaan rutin atau
karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada takikardi atrium primer, tampak
adanya gelombang “p” yang agak berbeda dengan gelombang p pada waktu irama sinus,
tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak tidak
didapatkan jaras abnormal (jaras tambahan).
1. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien. Tipe idiopatik ini biasanya
terjadi lebih sering pada bayi daripada anak.
2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi hanya
setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom dengan
interval PR yang pendek daninterval QRS yang lebar; yang disebabkan oleh hubungan
langsung antara atrium dan ventrikel melalui jaras tambahan.
3. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single ventricle, L-TGA)
1. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi;
bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis,
berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
b. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan
pupil.
2. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
3. Napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan
(krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada
gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
4. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial);
kehilangan tonus otot/kekuatan.
G.PENATALAKSANAAN
1.Penatalaksanaan segera
A. Pemberian adenosin.
Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat kronotropik negatif,
dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan berlangsung sangat
singkat dengan konsekuensi pada hemodinamik sangat minimal. Adenosin
dengan cepat dibersihkan dari aliran darah (sekitar 10 detik) dengan cellular
uptake oleh sel endotel dan eritrosit. Obat ini akan menyebabkan blok segera
pada nodus AV sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry.
Adenosin mempunyai efek yang minimal terhadap kontraktilitas jantung.
Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi TSV
karena dapat menghilangkan hampir semua TSV. Efektivitasnya dilaporkan
pada sekitar 90% kasus. Adenosin diberikan secara bolus intravena diikuti
dengan flush saline, mulai dengan dosis 50 µg/kg dan dinaikkan 50 µ/kg
setiap 1 sampai 2 menit (maksimal 250 µ/kg). Dosis yang efektif pada anak
yaitu 100 – 150 µg/kg. Pada sebagian pasien diberikan digitalisasi untuk
mencegah takikardi berulang.
Efek samping adenosin dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial flushing, dan
terjadinya A-V bloks. Bradikardi dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi
sinus node, gangguan konduksi A-V, atau setelah pemberian obat lain yang
mempengaruhi A-V node (seperti beta blokers, calsium channel blocker,
amiodaron). Adenosin bisa menyebabkan bronkokonstriksi pada pasien asma.
B. Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif. Obat ini
bekerja memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograd
pada jalur cepat pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering
dilaporkan pada saat loading dose diberikan.
C. Digoksin dilaporkan juga efektif untuk mengobati kebanyakan TSV pada anak.
Digoksin tidak digunakan lagi untuk penghentian segera TSV dan sebaiknya
dihindari pada anak yang lebih besar dengan WPW sindrom karena ada risiko
percepatan konduksi pada jaras tambahan. Digitalisasi dipakai pada bayi tanpa
gagal jantung kongestif. Penelitian oleh Wren dkk tahun 1990, pada 29 bayi
dengan TSV, pengobatan efektif dengan digoksin. Digoksin memperbaiki
fungsi ventrikel, baik melalui pengaruh inotropiknya maupun melalui blokade
nodus AV yang ditengahi vagus.
D. Bila adenosin tidak bisa digunakan serta adanya tanda gagal jantung kongestif
atau kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia, dianjurkan
penggunaan direct current synchronized cardioversion dengan kekuatan listrik
sebesar 0,25 watt-detik/pon yang pada umumnya cukup efektif. DC shock
yang diberikan perlu sinkron dengan puncak gelombang QRS, karena
rangsangan pada puncak gelombang T dapat memicu terjadinya fibrilasi
ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum dilakukan DC
Shock oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel.
Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang
tidak sinkron. Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka
diperlukan tindakan invasif.
E. Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif kedua yaitu preparat digitalis
secara intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama adalah
sebesar ½ dari dosis digitalisasi (loading dose) dilanjutkan dengan ¼ dosis
digitalisasi, 2 kali berturut-turut berselang 8 jam.
F. Bila pasien tidak mengalami gagal jantung kongestif, adenosin tidak bisa
digunakan, dan digitalis tidak efektif, infus intravena phenylephrine bisa
dicoba untuk konversi cepat ke irama sinus. Phenylephrine dapat
meningkatkan tekanan darah dengan cepat dan mengubah takikardi dengan
meningkatkan refleks vagal. Efek phynilephrin (Neo-synephrine) sama halnya
dengan sedrophonium (tensilon) yang meningkatkan reflek vagal seperti juga
efek anti aritmia lain seperti procainamid dan propanolol. Metode ini tidak
direkomendasikan pada bayi dengan CHF karena dapat meningkatkan
afterload sehingga merugikan pada bayi dengan gagal jantung. Dosis
phenylephrin 10 mg ditambahkan ke dalam 200 mg cairan intravena diberikan
secara drip dengan pengawasan doketr terhadap tekanan darah. Tekanan
sistolik tidak boleh melebihi 150-170 mmHg.
G. Price dkk pada tahun 2002, menggunakan pengobatan dengan flecainide dan
sotalol untuk TSV yang refrakter pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun.
Flecainide dan sotalol merupakan kombinasi baru, yang aman dan efektif
untuk mengontrol TSV yang refrakter.
H. Penelitian oleh Etheridge dkk tahun 1999, penggunaan beta bloker efektif pada
55% pasien. Selain itu juga penggunaan obat amiodarone juga berhasil pada
71% pasien dimana di antaranya sebagai kombinasi dengan propanolol.
Keberhasilan terapi memerlukan kepatuhan sehingga amiodarone dipakai
sebagai pilihan terapi pada beberapa pasien karena hanya diminum 1x sehari.
Semua pasien yang diterapi dengan amiodarone, harus diperiksa tes fungsi hati
dan fungsi tiroid setiap 3 bulan. Propanolol dapat digunakan secara hati-hati,
sering efektif dalam memperlambat fokus atrium pada takikardi atrial ektopik.