TINJAUAN PUSTAKA
bahan-bahan baik organik maupun anorganik. Secara fisik debu atau particulate
dikategorikan sebagai pencemar udara yaitu dust dan aerosol. Debu terdiri dari dua
golongan, yaitu padat dan cair. Debu yang terdiri atas partikel-partikel padat dapat
1. Dust
Dust atau debu terdiri dari berbagai ukuran mulai dari yang submikroskopik sampai
yang besar. Debu yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhirup ke dalam
sistem pernafasan, umumnya lebih kecil dari 100 mikron dan bersifat dapat terhirup
ke dalam paru-paru.
2. Fumes
Fumes adalah partikel-partikel zat padat yang terjadi oleh karena kondensasi dari
bentuk gas, biasanya sesudah penguapan benda padat yang dipijarkan dan lain-lain
dan biasanya disertai dengan oksidasi kimiawi sehingga terjadi zat-zat seperti
Smoke atau asap adalah produk dari pembakaran bahan organik yang tidak
1993) :
1. Debu organik adalah debu yang berasal dari makhluk hidup (debu kapas, debu
2. Debu metal adalah debu yang di dalamnya terkandung unsur-unsur logam (Pb, Hg,
3. Debu mineral ialah debu yang di dalamnya terkandung senyawa kompleks ( SiO 2 ,
SiO 3 , dll).
Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda, antara lain debu fisik
(debu tanah, batu, dan mineral), debu kimia (debu organik dan anorganik) dan debu
biologis (virus, bakteri, kista), debu eksplosif atau debu yang mudah terbakar (batu
bara, Pb), debu radioaktif (uranium, tutonium), debu inert (debu yang tidak bereaksi
kimia dengan zat lain). Debu di atmosfer lingkungan kerja biasanya berasal dari bahan
baku atau hasil produksi. Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan
elektris, tidak berdifusi, dan turun karena tarikan gaya tarik bumi.
1. Sifat Pengendapan
Yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Debu
yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu
selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini menjadi penting sebagai
3. Sifat Penggumpalan
Debu bersifat menggumpal karena permukaan debu yang selalu basah maka debu
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang
penggumpalan.
5. Sifat Opsis
Opsis adalah partikel yang basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang
1993) :
1. Inert Dust
Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis pada paru-
paru. Efeknya sangat sedikit sekali pada penghirupan normal. Reaksi jaringan pada
gangguan paru-paru.
2. Profilferative Dust
Golongan debu ini di dalam paru-paru akan membentuk jaringan parut (Fibrosis).
Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehingga mengganggu
fungsi paru. Contoh debu ini yaitu debu silika, kapur, asbes dan sebagainya.
Golongan debu yang tidak ditahan dalam paru namun dapat menimbulkan efek
iritasi. Efek yang ditimbulkan bisa efek keracunan secara umum misalnya debu
Yaitu partikel debu yang hanya berada sementara di udara, partikel ini segera
Yaitu partikel debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap. Debu
lokasi tempat partikulat dapat terdeposit. Klasifikasi ini dibedakan atas dua fraksi,
yaitu non inspirable fraction dan inspirable fraction. Inspirable fraction dapat di
subklasifikasikan menjadi lagi menjadi tiga bagian, yaitu fraksi nasofaring, fraksi
Debu Total
Tidak semua partikel dalam udara yang terinhalasi akan mencapai paru.
Partikulat yang terdeposit pada bagian sistem pernafasan manusia sangat bergantung
kepada ukuran partikel tersebut. Partikulat dengan ukuran≥ 100 μm terdeposit pada
bagian hidung dan disebut sebagai inhalable particle. Partikulat dengan ukuran > 4-
10 μm terdeposit pada bagian toraks dan disebut thoracic particle. Dan partikulat < 4
μm terdeposit pada bagian paru dan disebut sebagai partikel respirabel (particle
Partikel debu yang berdiameter > 10 μ yang disebut coarse particle merupakan
indikator yang baik tentang adanya kelainan saluran pernafasan, karena adanya
hubungan yang kuat antara gejala penyakit saluran pernafasan dengan kadar partikel
pemerintah telah nenetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) debu lingkungan kerja.
NAB debu adalah standar konsentrasi debu yang dianjurkan di tempat kerja agar
kesehatan untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kegunaan
NAB ini sebagai rekomendasi pada praktek hygiene perusahaan dalam melakukan
terhadap kesehatan.
dan Transmigrasi No. PER 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika dan Kimia di Udara Lingkungan Kerja adalah bahwa NAB kadar debu di udara
tidak boleh melebihi 3,0 mg/m³. NAB dari debu-debu yang hanya mengganggu
kenikmatan kerja adalah 10 mg/m³. Nilai Ambang Batas (NAB) Konsentrasi debu
pada udara ambien di Indonesia diatur juga dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, sebesar 10 mg/m3 untuk waktu
Dengan menarik nafas, udara yang mengandung debu masuk ke dalam paru-
paru. Partikel debu yang dapat dihirup oleh pernafasan manusia mempunyai ukuran
0,1 mikron sampai 10 mikron. Pada hidung dan tenggorokan bagian bawah ada cilia
yang berfungsi menahan benda-benda asing seperti debu dengan ukuran 5-10 mikron
berukuran 3-5 mikron ditahan pada bagian tengah jalan pernafasan. Penumpukan dan
pergerakkan debu pada saluran nafas dapat menyebabkan peradangan jalan nafas.
Untuk partikel 1- 3 mikron dapat masuk ke alveoli paru – paru dan partikel
0,1- 1 mikron tidak mudah hinggap di permukaan alveoli karena adanya gerakan
Debu yang masuk alveoli dapat menyebabkan pengerasan pada jaringan (fibrosis) dan
kemampuan untuk mengikat oksigen juga menurun. Fibrosis yang terjadi ini dapat
Semakin tinggi konsentrasi partikel debu dalam udara dan semakin lama
semakin banyak. Setiap inhalasi 500 partikel per millimeter kubik udara, setiap alveoli
paling sedikit menerima 1 partikel dan apabila konsentrasi mencapai 1000 partikel per
millimeter kubik, maka 10% dari jumlah tersebut akan tertimbun di paru-paru.
Konsentrasi yang melebihi 5000 partikel per millimeter kubik sering dihubungkan
a. Gravitation, sedimentasi partikel yang masuk saluran napas karena gaya gravitasi.
yang kecil.
c. Brown Difusion yang mengendapnya partikel yang diameter lebih besar dari dua
mikron yang disebabkan oleh terjadinya gerakan keliling (gerakan Brown) dari
berupa ukuran panjang/besar partikel hal ini penting untuk mengetahui dimana
terjadi pengendapan.
Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit adalah limbah
cair dan limbah padat. Limbah padatnya berupa tandan buah kosong dan cangkang
perkebunan kelapa sawit untuk dijadikan pupuk kompos. Prosesnya terlebih dahulu
dapat dimanfaatkan kembali sebagai alternatif bahan bakar (alternative fuel oil) pada
Pada umumnya debu di lingkungan PKS bersumber dari abu sisa pembakaran
bahan bakar di boiler, ampas sisa pressing buah kelapa sawit , ampas tandan kosong,
kernel plant dan cangkang buah kelapa sawit serta debu hasil penangkapan pada unit
Dust Collector.
tersebut dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut (Robbin & Cotran, 2006) :
3. Reaktifitas fisika kimiawi dan kelarutan partikel. Partikel yang bersifat sangat larut
dapat menimbulkan toksisitas dengan cepat. Partikel lainnya mungkin tidak bisa
bisa dilarutkan dan dengan bertahan dalam keadaan tak larut, partikel tersebut
Dari hasil penelitian ukuran partikel debu dapat mencapai target organ sebagai
1. Partikel diameter > 5,0 mikron terkumpul di hidung dan tenggorokan. Ini dapat
2. Partikel diameter 0,5–5,0 mikron terkumpul di paru – paru hingga alveoli. Ini dapat
3. Partikel diameter < 0,5 mikron terkumpul di alveoli dan dapat terabsorbsi ke dalam
darah.
Paparan debu yang sama baik jenis, ukuran partikel, konsentrasi maupun
lamanya paparan berlangsung, tidak selalu menunjukkan akibat yang sama. Sebagian
ada yang mengalami gangguan paru berat, namun ada yang ringan bahkan mungkin
ada yang tidak mengalami gangguan sama sekali. Menurut Miller (1989) hal ini
1. Secara Mekanik
menyaring partikel yang ikut terinhalasi bersama udara dan masuk saluran
bagian bawah yaitu bronkus dan bronkiolus. Di hidung penyaringan dilakukan oleh
reseptor yang terdapat pada otot polos dapat berkonstraksi apabila ada iritasi.
Apabila rangsangan yang terjadi berlebihan, maka tubuh akan memberikan reaksi
berupa bersin atau batuk yang dapat mengeluarkan benda asing termasuk partikel
2. Secara Kimia
Pertahanan tubuh secara kimia yaitu cairan dan silia dalam saluran nafas secara
fisik dapat memindahkan partikel yang melekat di saluran nafas, dengan gerakan
dan bakterisid. Pada paru bagian perifer terjadi ekskresi cairan secara terus menerus
Pertahanan tubuh secara imunitas adalah melalui proses biokimiawi yaitu humoral
dan seluler.
Ketiga sistem tersebut saling berkait dan berkoordinasi dengan baik sehingga
mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos di sekitar jalan napas dapat
kadar debu melebihi nilai ambang batas. Sistem mukosilier juga mengalami gangguan
dan menyebabkan produksi lendir bertambah. Bila lendir makin banyak atau
Partikel debu yang masuk ke dalam alveoli akan membentuk fokus dan
berkumpul di bagian awal saluran limfe paru. Debu ini akan difagositosis oleh
makrofag. Debu yang bersifat toksik terhadap makrofag seperti silika bebas
tadi sehingga terjadi lagi autolisis. Keadaan ini terjadi berulang-ulang. Pembentukan
dan destruksi makrofag yang terus menerus berperan penting pada pembentukan
terjadi pada parenkim paru, yaitu pada dinding alveoli dan jaringan interstisial. Akibat
Pernapasan atau respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
banyak mengandung CO 2 atau karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh.
dapat berarti pengangkutan oksigen ke sel dan pengangkutan CO 2 dari sel kembali ke
atmosfer. Proses ini dapat dibagi menjadi 4 tahap yaitu (Guyton & Hall, 1997) :
1. Pertukaran udara paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara ke dan dari alveoli.
Alveoli yang sudah mengembang tidak dapat mengempis penuh karena masih ada
udara yang tersisa didalam alveoli yang tidak dapat dikeluarkan walaupun dengan
ekspirasi kuat. Volume udara yang tersisa ini disebut volume residu. Volume ini
3. Pengangkutan O 2 dan CO 2 dalam darah dan cairan tubuh menuju ke dan dari sel-
sel.
yaitu :
1. Hidung
Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolis dilapisi oleh membrane mukosa
pernafasan, yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan mengandung sel
goblet. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam
lubang hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan
mukosa. Gerakan silia menuju pharing. Udara inspirasi akan disesuaikan dengan
suhu tubuh sehingga dalam keadaan normal, jika udara tersebut mencapai pharing,
dapat dikatakan hampir “bebas debu” yang bersuhu sama dengan suhu tubuh dan
kelembabannya 100%.
Pharing atau tenggorokan berada dibelakang mulut dan rongga nasal dibagi dalam
sehingga aspirasi tidak terjadi. Tonsil merupakan pertahanan tubuh terhadap benda-
3. Laring
Laring terdiri dari satu seri cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan
disini didapatkan pita suara dan epiglotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran
pernafasan bagian atas dan bawah. Kalau ada benda asing masuk sampai melewati
glotis, maka dengan adanya reflex batuk akan membantu mengeluarkan benda atau
4. Trachea
Terletak di bagian depan esophagus, dari mulai bagian bawah krikoid kartilago
laring dan berakhir setinggi vertebra thorakal 4 atau 5. Trachea bercabang menjadi
bronchus kanan dan kiri. Tempat percabangannya disebut karina yang terdiri dari
5. Bronkhus
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang-cabang menjadi segmen lobus,
sekitar 1 mm, diperkuat oleh cincin tulang rawan yang dikelilingi otot polos.
6. Bronchiolus
Duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan alveolus terminal,
bronkiolus terminalis terdapat asinus sebagai unit fungsional paru yang merupakan
tempat pertukaran gas, asinus tersebut terdiri dari bronkiolus respirasi yang
mempunyai alveoli.
7. Paru-paru
Setiap paru berisi sekitar tiga ratus juta alveolus dengan luas permukaan total
seluas sebuah lapangan tenis. Alveolus dibatasi oleh zat lipoprotein yang disebut
waktu respirasi (Davis dan Cornwell, 1991). Pembentukan surfaktan oleh sel
pembatas alveolus tergantung dari beberapa faktor antara lain pendewasaan sel
alveolus dan sel sistem biosintesis enzim, ventilasi yang memadai, serta aliran
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru - paru adalah hidung, faring,
laring, trakhea, bronkus dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai
oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar serosa (Ganong, 1998).
dibawah ini :
normal, pernapasan terjadi secara pasif dan berlangsung hampir tanpa disadari
udara yang masih dapat dihirup ke dalam paru sesudah inspirasi biasa. Besarnya
volume udara yang masih dapat dikeluarkan dari paru sesudah ekspirasi biasa.
d. Volume Residu (Residual Volume = RV) adalah udara yang masih tersisa di
Kapasitas paru merupakan penjumlahan dari dua volume paru atau lebih
berikut :
a. Kapasitas Inspirasi
dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan
paru sampai jumlah maksimum (kira-kira 3500 ml). Nilai kapasitas ini merupakan
hasil dari penjumlahan nilai volume tidal (TV) dengan volume cadangan inspirasi
(IRV).
udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal (kira-kira 2300 ml).
Nilai kapasitas ini adalah hasil dari penjumlahan volume cadangan inspirasi (IRV)
Kapasitas paru total (Total Lung Capacity /TLC) adalah volume maksimum di
mana paru dapat dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa (kira-kira
5800 ml).
d. Kapasitas Vital
Kapasitas vital paru (Vital Capacity/VC) adalah jumlah gas yang dapat diekspirasi
setelah inspirasi secara maksimal. Besarnya adalah 4800 ml. Kapasitas vital paru-
paru merupakan hasil penjumlahan dari volume tidal, volume cadangan inspirasi
badan seseorang dapat ditaksir besar kapasitas vitalnya. Orang yang semakin tinggi
cenderung mempunyai kapasitas vital paru-paru yang lebih besar dari orang yang
tinggi badannya rendah. Pada pria kapasitas vital prediksi = (27,63-0,112 U)TB. U
merupakan umur dalam tahun dan TB adalah tinggi badan dalam cm. Persentase
a. Karakteristik Individu
Kelainan paru karena adanya deposit debu dalam jaringan paru disebut
pneumokoniosis adalah akumulasi debu dalam jaringan paru dan reaksi jaringan paru
terhadap adanya akumulasi debu tersebut. Bila pengerasan alveoli telah mencapai
10% akan terjadi penurunan elastisitas paru yang menyebabkan kapasitas vital paru
Nilai kapasitas vital paru pada dasarnya dipengaruhi oleh bentuk anatomi
tubuh, posisi selama pengukuran kapasitas vital, kekuatan otot pernapasan serta
pengembangan paru dan otot dada (compliance paru). Penurunan kapasitas paru dapat
asma kronik, tuberkulosa, bronchitis kronik, kanker paru dan pleuritis fibrosa dan
pada penderita penyakit bendungan paru, misalnya pada payah jantung kiri (Guyton,
1994).
darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan latihan untuk
jenis kelamin, masa kerja, waktu kerja, kebiasaan merokok, riwayat penyakit
penggunaan alat pelindung diri berupa masker (Yunus, 1997; Guyton & Hall, 1996;
Harrington, 2005; Murray & Lopez, 2006; Suma’mur, 1994; Raharjoe dkk, 1994).
sebagai berikut :
1. Keturunan/Genetik
Dari penelitian diketahui bahwa 93,4% volume O 2 max ditentukan oleh faktor
genetik. Hal ini dapat dirubah dengan melakukan latihan yang optimal (Yunus,
1997).
2. Umur
Pada individu normal terjadi perubahan nilai fungsi paru secara fisiologis
sesuai dengan perkembangan umur dan pertumbuhan parunya (lung growth). Mulai
sehingga pada waktu itu nilai fungsi paru semakin besar bersamaan dengan
kemudian menurun secara gradual (pelan – pelan), biasanya umur 30 tahun sudah
Kapasitas paru orang berumur > 30 tahun rata-rata 3.000 ml sampai 3.500 ml,
dan pada mereka yang berusia > 50 tahun lebih kecil dari 3.000 ml. Meningkatnya
3. Jenis Kelamin
Nilai kapasitas vital paru pria dan wanita sampai usia pubertas tidak berbeda,
namun setelah itu dewasa laki-laki lebih tinggi 20-25% daripada wanita dewasa.
Hal ini antara lain disebabkan oleh perbedaan kekuatan otot pria dan wanita
(Yunus, 1997).
4. Status Gizi
Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi status gizi
benda asing seperti debu yang masuk ke dalam tubuh (Murray & Lopez, 2006).
dengan Indeks Masa Tubuh/IMT atau Body Mass Index/BMI. Menurut WHO
( Berat Badan) kg
IMT =
(Tinggi Badan) 2 m
5. Kebiasan Merokok
mucus yang berlebihan pada bronkus. Keadaan seperti ini dapat mengurangi
bronchitis dan kanker paru, untuk itu tenaga kerja hendaknya berhenti merokok bila
perokok dan 38,4 ml untuk bekas perokok dan 41,7 ml untuk perokok aktif.
Pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pengaruh debu yang hanya sepertiga
a. Perokok ringan, bila jumlah rokok yang dihisap antara 1-6 batang/hari
b. Perokok sedang, bila jumlah rokok yang dihisap antara 7-12 batang/hari
c. Perokok berat, bila jumlah rokok yang dihisap lebih dari 12 batang/hari
Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik. Gangguan
faal paru dapat mempengaruhi kemampuan olahraga. Sebaliknya, latihan fisik yang
teratur atau olahraga dapat meningkatkan faal paru (Yunus, 1997). Secara umum
olah raga akan meningkatkan total kapasitas paru. Pada banyak individu yang
melakukan olah raga secara teratur maka kapasitas vital paru akan meningkat
meskipun hanya sedikit, tetapi pada saat yang bersamaan residual volume atau
jumlah udara yang tidak dapat berpindah atau keluar dari paru akan menurun.
Selanjutnya untuk meningkatkan kapasitas vital paru, olah raga yang dilakukan
7. Waktu Kerja
jam. Budiono (2003) menyatakan lama kerja sebagai durasi waktu pekerja terpapar
risiko faktor fisika atau faktor kimia dalam melakukan pekerjaannya (time
exposure).
Untuk mengantisipasi efek negatif paparan debu di tempat kerja, maka perlu
tenaga kerja. Salah satu upaya pencegahan tersebut adalah menetapkan waktu
bekerja sehari-hari yaitu selama tidak lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam per
8. Masa Kerja
Masa kerja merupakan kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di suatu
tempat. Menurut Suma’mur (1994) semakin lama seseorang dalam bekerja maka
semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja
tersebut.
Lama kerja diperlukan untuk menilai lamanya pekerja terpajan debu. Semakin
lama seseorang terpajan debu, akan semakin besar risiko terjadinya gangguan
fungsi paru. Pada pekerja yang berada di lingkungan dengan kadar debu tinggi
2002). Nilai kapasitas paru otomatis akan berkurang pada penyakit paru-paru,
penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru) dan pada kelemahan otot
Mukono (1997) mengatakan bahwa pada orang normal tidak ada perbedaan
antara Force Vital Capacity (FVC) dan Vital Capacity (VC), sedangkan pada
keadaan kelainan obstruksi terdapat berbedaan antara VC dan FVC. Vital Capacity
(VC) merupakan refleksi dari kemampuan elastisitas atau jaringan paru atau
merupakan kekuatan jaringan paru atau dinding toraks, sehingga dapat dikatakan
uap logam), pencemaran oleh gas atau uap. Alat pelindung pernafasan adalah
bagian dari alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi pernafasan
terhadap gas, uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang dapat
bersifat racun ataupun korosi. Pelindung pernafasan adalah alat yang penting,
Penggunaannya selain menutup mulut dan hidung, ada juga yang mencakup
apa yang sebaiknya digunakan, dengan memperhatikan jenis bahaya yang dihadapi
Suplai udaranya berasal dari saluran udara bersih atau kompresor, alat
pekerjaannya banyak terpapar oleh partikel debu memerlukan alat pelindung diri
partikel yang lebih besar ke dalam saluran pernafasan. Masker dapat terbuat dari
kain dengan ukuran pori-pori tertentu agar risiko paparan debu yang dapat
pada aspek tenaga kerja selain dipengaruhi oleh karakteristik individu juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan kerja yaitu ventilasi, suhu dan kelembaban.
dan menciptakan udara suatu ruangan yang sesuai dengan kebutuhan proses
menurunkan kadar suatu kontaminan di udara tempat kerja sampai batas yang
Prinsip sistem ventilasi yang digunakan dalam suatu industri adalah membuat
prinsip suatu proses pertukaran udara di dalam ruang kerja. Pertukaran udara
dan mengganti udara segar yang dilaksanakan secara bersama-sama. Jika tidak
ada sistem pertukaran udara, kontaminan yang ada akan bergerak perlahan di
dalam udara ruang kerja. Sehingga kontaminan akan tetap berada di sekitar
sumber dan di daerah sekitar pernafasan pekerja dengan konsentrasi yang tinggi
(Khumaidah, 2009).
Pertukaran udara dapat dilakukan baik secara alami maupun dengan bantuan
dimana udara bergerak dari daerah yang mempunyai tekanan tinggi ke daerah
yang tekanannya rendah. Pertukaran udara secara alami karena adanya kondisi
ruangan panas. Dengan kondisi panas udara akan memuai dan naik lalu keluar
melalui vena di atap. Keluarnya udara panas akan diganti dengan udara segar
sekitar ruang kerja, biasanya ditempatkan disekitar ruang kerja atau dekat
2. Suhu
Persyaratan kesehatan untuk ruang kerja industri yang nyaman di tempat kerja
adalah suhu yang tidak dingin dan tidak menimbulkan kepanasan bagi tenaga
0 0
kerja yaitu berkisar antara 18 C sampai 31 C. Suhu yang rendah dapat
polutan udara, yang menyebabkan partikel debu bertahan lebih lama di udara
sehingga memungkinkan terhisap oleh pekerja lebih banyak. Hal itu yang
terkandung di udara. Saat udara dipenuhi uap air dapat dikatakan bahwa udara
berada dalam kondisi jenuh dalam arti kelembaban tinggi dan segala sesuatu
yang relatif rendah yaitu kurang dari 20% dapat menyebabkan kekeringan
material bangunan (Suma’mur, 1996). Bila kelembaban udara ruang kerja > 95
% perlu menggunakan alat dehumidifier dan bila kelembaban udara ruang kerja
Menurut Pinzon (1999), kapasitas vital paru prediksi untuk pria adalah (27,63-
Tabel 2.2 Nilai Standar Kapasitas Vital Paru Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin
paru dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia dan tinggi badan. Adapun nilai prediksi
kapasitas vital paru (estimated vital capacity) untuk pria adalah seperti terdapat pada
spirometer dengan alasan spirometer lebih mudah digunakan, biaya murah, ringan
praktis, bisa dibawa kemana-mana, tidak memerlukan tempat khusus, cukup sensitif,
akurasinya tinggi, tidak invasif dan cukup dapat memberi sejumlah informasi handal
(Yunus, 2006).
Cara kerja spirometer adalah dengan cara menarik nafas dan menghembuskan
nafas) dalam keadaan hidung ditutup, sementara itu drum pencatat bergerak sesuai
jarum jam sehingga pencatat akan mencatat sesuai dengan gerak tabung yang berisi
udara.
Dengan spirometri ini dapat diketahui uji fungsi paru dasar yang meliputi
1. Vital Capacity (VC), adalah jumlah udara maksimal yang dapat diekspirasi sesudah
inspirasi maksimal
2. Force Vital Capacity (FVC), adalah pengukuran kapasitas vital yang didapat pada
3. Forced Expiratory Volume in One Second (FEV1), adalah volume udara yang dapat
(Aurorina, 2003) :
prediksi.
4. Gangguan campuran (restriksi dan obstruktif) bila FEV1/FVC < 75% dan FVC <
80%.
FEV1/FVC
Restriksi Normal
75%
Obstuksi
Restriksi Obstruksi
0 80% FVC
besarnya volume udara yang dikeluarkan dalam satu detik pertama. Lama ekspirasi
orang normal berkisar antara 4-5 detik dan pada detik pertama orang normal dapat
mengeluarkan udara pernapasan sebesar 80% dari nilai FVC. Fase detik pertama ini
FEV/FVC lebih dari 75% berarti normal. Penyakit obstruktif seperti bronchitis kronik
atau emfisema terjadi pengurangan FEV lebih besar dibandingkan kapasitas vital
Gangguan fungsi paru adalah gangguan atau penyakit yang dialami oleh paru-
paru yang disebabkan oleh berbagai sebab, misalnya virus, bakteri, debu maupun
(Guyton, 1994).
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
a. Bronkitis Kronik
b. Emfisema
dan luas permukaan Alveolus. Resiko primer untuk emfisema adalah merokok.
emfisema. Selain itu terdapat suatu suatu bentuk emfisema familial yang timbul
c. Asma
d. Bronkiektasis
mengikuti dilatasi abnormal dari bronki. Secara klinik, ditandai dengan batuk,
yaitu:
Penyakit ini relatif sering ditemukan yang ditandai dengan grunuloma non-
kaseosa pada jaringan manapun. Paru adalah tempat yang biasa terkena, secara
pada foto sinar X) dan tidak terlihat secara makroskopik kecuali fokus
c. Pneumokoniosis
debu organik dan anorganik tertentu. Penyakit ini sering dikaitkan dengan
d. Pneumonitis Hipersensitivitas
Kelainan karena faktor imunologik ini disebabkan oleh debu atau antigen
terinhalasi, misalnya spora pada jerami, protein bulu dan bakteri termofilik.
Respons yang terjadi terhadap infeksi atau jejas radang pada paru, secara klinis
terkait dengan batuk, sesak napas, dan sering dengan infeksi paru yang baru,
hubungan etiologi lain adalah toksin terinhalasi, obat, dan penyakit vaskuler-
kolagen.
yang disebut sindrom paru hemoragik, termasuk dalam penyakit ini adalah
Penyakit ini dapat terjadi setelah pemaparan debu dan bahan kimia yang
fisik lingkungan kerja terhadap kapasitas vital paru pekerja di PT. Perkebunan
Nusantara III (Persero) PKS Rambutan Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2013
dilakukan mengacu kepada Teori Simpul (Achmadi, 2008) yaitu proses kejadian
1. Simpul 1 disebut sebagai sumber penyakit yaitu risk agent berupa adanya bahan
pencemar di lingkungan kerja yang berasal dari debu sawit hasil pengolahan
2. Simpul 2 merupakan media transmisi penyakit yaitu udara lingkungan kerja yang
telah tercemar dengan debu, suhu dan kelembaban udara lingkungan kerja.
3. Simpul 3 adalah perilaku pemajanan (host) yaitu dalam penelitian ini adalah
karakteristik pekerja.
4. Simpul 4 adalah dampak kesehatan bagi manusia yaitu pekerja yang akan dinilai
Karakteristik Pekerja :
Debu : Umur
Sifat debu Masa kerja
Kadar debu Waktu kerja
Kompisi kimia Penggunaan APD
Ukuran partikel Kebiasaan merokok
Kebiasaan berolah raga
Simpul 3
Kondisi fisik lingkungan
Anatomi Paru
Kerja :
Sistem pertahanan tubuh
Suhu
Status Gizi
Kelembaban
Penyakit gangguan
pernafasan
Kadar Debu di Jenis Kelamin
Lingkungan Kerja Faktor Genetik
Karakteristik Responden :
1. Umur
2. Masa Kerja
3. Penggunaan APD
4. Kebiasaan Merokok