Anda di halaman 1dari 20

MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs)

DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN

Dosen Pembimbing :
Dr. Ir. SURADI ,ST.,MT.

Oleh :

FITRI
(17024014143)

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan Rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua selaku hamba-Nya. Alhamdulillah kami selaku
Penulis dapat menyusun tugas paper yang berjudul “Millennium Development Goal
(MDGs) dalam Pengentasan Kemiskinan” dapat diselesaikan sebagaimana
mestinya.

Penulis dengan bangga bisa mempersembahkan paper ini, meskipun masih


banyak kekurangan-kekurangan yang dijumpai di dalamnya. Tidak ada yang maha
sempurna selain dia yang Maha Kuasa Allah SWT. Seperti kata pepatah “ Tidak Ada
Gading Yang Tak Retak “, maka penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada
pihak pembaca. Selain itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sekiranya
dapat membangun agar apa yang telah kami lakukan dapat menjadi lebih baik.
Semoga dengan adanya paper ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin

Makassar, 17 Juli 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………... i
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………..... iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………..... 3
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………... 3
1.4 Manfaaat Penulisan………………………………………………... 3
1.5 Hipotesis…………………………………………………............... 3
BAB II LANDASAN KONSEPTUAL…………………………………… 4
2.1 Konsep Kemiskinan………..…………………………………........ 4
2.2 Millennium Development Goals...………………………………… 6
BAB III PEMBAHASAN…………………………………......................... 9
3.1 Efektivitas MDGs dalam Pengentasan Kemiskinan.……………..... 9
3.2 Komitmen Negara di Dunia…….....…………………………......... 12
BAB IV PENUTUP…………………………………................................... 15
4.1 Kesimpulan………………………………………………………… 15
4.2 Saran……………………………………………………………….. 15
DAFTAR PUSTAKA… ..................................................................................... iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setelah sekian lama upaya-upaya pembangunan perkotaan dan pedesaan di
Indonesia dilakukan, ternyata hasilnya belum seperti yang kita harapkan.
Permasalahan pembangunan yang belum terpecahkan dan masih menuntut perhatian
kita antara lain adalah masih adanya kesenjangan pembangunan antar daerah
(disparitas), urban primacy1 yang cukup tinggi, relasi atau keterkaitan antara
perkotaan dan perdesaan yang kurang sinergis, wilayah-wilayah yang tertinggal dan
persoalan kemiskinan. Bahkan tingkat persoalan kemiskinan semakin besar setelah
krisis ekonomi terjadi, baik pada tahun 1998, atau pun tahun 2008 lalu.
Disparitas (kesenjangan) pembangunan antar daerah dapat dilihat dari
kesenjangan dalam: (a) pendapatan perkapita, (b) kualitas sumber daya manusia, (c)
ketersediaan sarana dan prasarana seperti transportasi, energi dan telekomunikasi, (d)
pelayanan sosial seperti kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya, dan (e) akses ke
perbankan.2 Disparitas pembangunan tersebut diduga merupakan faktor utama yang
menyebabkan masih tingginya angka kemiskinan, terutama di pedesaan, hingga kini.
Kemiskinan terus menjadi masalah sosial yang fenomenal sepanjang sejarah
Indonesia. Dalam negara ini, nampaknya tidak ada persoalan yang lebih besar, selain
persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa
mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya
tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya
lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga,
menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan
jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas.
Pendek kata, kemiskinan merupakan persoalan yang maha kompleks dan
kronis. Karena sangat kompleks dan kronis, maka cara penanggulangan kemiskinan

1
Urban Primacy adalah istilah dalam studi perkotaan, istilah urban primacy dapat dipakai untuk
menunjukkan kota terbesar di suatu negara. Dengan kata lain, urban primacy dapat didefinisikan
sebagai tempat sentral dalam jaringan perkotaan atau kota yang telah atau memperoleh dominasi.
Tingkat dominasi diukur dengan kepadatan penduduk dan jumlah fungsi yang ditawarkan. Fungsi
yang lebih tinggi dan populasi akan mengakibatkan dominasi yang lebih tinggi.
2
Dr. Ir. Arief Daryanto, M. Ec., “Disparitas Pembangunan Perkotaan-Perdesaan di Indonesia”, Tabloid
Agrimedia, Volume 8, No. 2 – April 2003. Penulis adalah Direktur Kerjasama dan Pengembangan
MMA-IPB.

1
pun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua komponen permasalahan,
dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat
temporer.
Hal tersebutlah yang pada akhirnya membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) mengeluarkan sebuah program inisiatif yang bertujuan untuk melakukan
pembangunan di berbagai aspek, baik ekonomi maupun sosial, di negara-negara
berkembang, yang dikenal dengan nama Millennium Development Goals (MDGs),
atau Tujuan Pembangunan Millenium.
MDGs ini mencakup delapan komponen besar. Tujuh dari delapan tujuan itu,
khusus negara berkembang, antara lain mengurangi setengah dari total jumlah orang
miskin dan kelaparan, mencukupi kebutuhan pendidikan dasar, menghapuskan
ketidaksetaraan gender, mengurangi 2/3 angka kematian balita, mengurangi 3/4 rasio
kematian ibu akibat melahirkan, menghentikan penularan HIV/AIDS dan penyakit
menular lainnya, dan menghentikan perusakan lingkungan dan mendorong
pembangunan berkelanjutan. Tujuan kedelapan ialah mengenai peran negara maju
untuk membantu negara-negara berkembang melaksanakan ketujuh target MDGs.3
Pengurangan angka kemiskinan menjadi tujuan utama dari MDGs ini. Hal ini
terlihat dari poin pertama komponen besar MDGs yang semuanya ditargetkan pada
tahun 2015. Namun, yang perlu diperhatikan saat ini ialah mengenai bagaimana
efektivitas MDGs ini dalam menanggulangi permasalahan kemiskinan sebagai
permasalahan sosial, serta bagaimana komitmen dan kerjasama yang dilakukan oleh
negara berkembang dan negara maju dalam mewujudkan tujuan MDGs dengan sisa
waktu lima tahun dari yang ditargetkan ini.
Paper ini merupakan sumbangan pemikiran yang dapat digunakan sebagai
acuan berpikir dalam melihat perkembangan MDGs hingga saat ini. Dan dalam
melihat masa depan MDGs hingga lima tahun mendatang. Apakah benar MDGs
berhasil menyelesaikan persoalan kemiskinan sebagai sebuah polemik sosial yang
amat kompleks dan membutuhkan penyelesaian yang komprehensif.

3
Sirojudin Abbas, “MDGs dan Kesiapan Pemerintah Daerah”, Media Indonesia, Selasa 14 Desember
2010. Penulis adalah Direktur Pelaksana Yayasan PARAS dan Dosen Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana efektivitas MDGs dalam mengatasi permasalahan kemiskinan
sebagaimana yang ditargetkan pada tahun 2015?
2. Bagaimana komitmen negara-negara di dunia untuk mewujudkan program
MDGs dalam menyelesaikan persoalan kemiskinan sebagai fenomena sosial?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui efektivitas MDGs dalam mengatasi permasalahan kemiskinan
sebagaimana yang ditargetkan pada tahun 2015.
2. Mengetahui komitmen negara-negara di dunia untuk menjalankan program
MDGs dalam menyelesaikan persoalan kemiskinan sebagai fenomena sosial.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Memberikan analisa mengenai keberadaan MDGs dalam menyelesaikan
fenomena kemiskinan, khusunya bagi Indonesia.
2. Memberikan kontribusi bagi bahan acuan bacaan pada studi terkait.
3. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan terkait dengan kebijakan
pemberantasan kemiskinan.
4. Sebagai informasi bagi penulis dalam menambah wawasan serta melatih
kemampuan analisis dalam melihat suatu permasalahan.
5. Sebagai informasi bagi pembaca yang tertarik serta sebagai bahan
pertimbangan dan referensi peneliti lainnya untuk penelitian atau pengkajian
lebih lanjut.

1.5 Hipotesis
Hipotesis dalam paper ini adalah bahwasanya MDGs sebagai bagian dari
implementasi konsep hubungan internasional, memberikan kontribusi dalam
menyelesaikan persoalan kemiskinan sebagai sebuah fenomena sosial dalam ilmu
sosial.

3
BAB II
LANDASAN KONSEPTUAL

2.1 Konsep Kemiskinan


Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada di bawah garis kemiskinan
apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok,
seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain.4
Ciri-ciri orang yang hidup di bawah garis kemiskinan adalah sebagai berikut :5
1. tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, keterampilan, dan
sebagainya;
2. tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan
kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha;
3. tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena
harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan;
4. kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas (self employed), berusaha
apa saja;
5. banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampilan.
Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana
seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi
hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan
pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan,
sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman
tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik
bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat
miskin ini, Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain;
pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income
approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan
pendekatan objective and subjective.

4
Dr. M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008), hlm. 228.
5
Ibid., hlm. 229.

4
Dari pendekatan-pendekatan tersebut, indikator utama kemiskinan menurut
Bappenas dapat dilihat dari :6
1. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, dilihat dari stok pangan yang
terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi
bayi, anak balita dan ibu.
2. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh
kesulitan mandapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan
kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan
kurangnya layanan kesehatan reproduksi; jarak fasilitas layanan kesehatan
yang jauh, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Di sisi lain, utilisasi
rumah sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedang masyarakat
miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di Puskesmas.
3. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan yang disebabkan
oleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas pendidikan yang terbatas, biaya
pendidikan yang mahal, kesempatan memperoleh pendidikan yang terbatas,
tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak
langsung;
4. Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, lemahnya perlindungan terhadap
aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama
bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan
pembantu rumahtangga;
5. Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi. Masyarakat miskin yang
tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering
kesulitan memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan
layak;
6. Terbatasnya akses terhadap air bersih. Kesulitan untuk mendapatkan air bersih
terutama disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya
mutu sumber air;
7. Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah. Masyarakat miskin
menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah,
serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian;
8. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta

6
Bappenas, Biro Perencanaan Makro dan Studi Kuantitatif, “Pembangunan Dalam Angka”, 2004.

5
terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam. Masyarakat miskin
yang tinggal di daerah perdesaan, kawasan pesisir, daerah pertambangan dan
daerah pinggiran hutan sangat tergantung pada sumberdaya alam sebagai
sumber penghasilan;
9. Lemahnya jaminan rasa aman;
10. Lemahnya partisipasi. Berbagai kasus penggusuran perkotaan, pemutusan
hubungan kerja secara sepihak, dan pengusiran petani dari wilayah garapan
menunjukkan kurangnya dialog dan lemahnya pertisipasi mereka dalam
pengambilan keputusan;
11. Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan
keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi.

2.2 Millennium Development Goals


Masalah yang timbul dalam masyarakat seperti kemiskinan, kesehatan,
pendidikan, lingkungan, bencana alam dan bahkan kelaparan menjadi sulit
ditanggulangi oleh pemerintahan yang tidak efisien. Secara global bahkan dunia
sudah menyadari bahwa tanpa bekerja sama antar negara mustahil pembanguan
berkeadilan terutama bagi negara negara dunia ketiga akan tercapai. Untuk itulah 189
negara anggota PBB pada tahun 2000 mendeklarasikan Millenium Development
Goals (MDGs).
Berikut adalah target dan tujuan MDGs :7
1. Tujuan 1: Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan
o Target 1: Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya
di bawah US$1 per hari menjadi setengahnya dalam kurun waktu
1990-2015
o Target 2: Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan
menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015
2. Tujuan 2: Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua
o Target 3: Menjamin pada tahun 2015, semua anak, dimanapun, laki-
laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar.
3. Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

7
UNDP, Regional Human Development Report – Promoting ICT for Human Development in Asia:
Realising the Millennium Development Goals. New Delhi (UNDP, Elsevier, 2005).

6
o Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan
dasar dan menengah pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikan
tidak lebih dari tahun 2015.
4. Tujuan 4: Mengurangi Angka Kematian Anak
o Target 5: Menurunkan angka kematian balita sebesar dua-per tiganya
dalam kurun waktu 1990-2015.
5. Tujuan 5: Meningkatkan Kesehatan Ibu
o Target 6: Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga-perempatnya
dalam kurun waktu 1990-2015.
6. Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Lainnya
o Target 7: Mengendalikan penyebaran HIV dan AIDS dan mulai
menurunnya jumlah kasus baru pada tahun 2015.
o Target 8: Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya
jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya pada tahun 2015.
7. Tujuan 7: Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup
o Target 9: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber
daya lingkungan yang hilang.
o Target 10: Menurunkan proporsi penduduk tanpa akses terhadap
sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi
dasar sebesar separuhnya pada tahun 2015.
o Target 11: Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan
penduduk miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020.
8. Tujuan 8: Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan
o Target 12: Mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang
terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi, dan tidak diskriminatif.
o Target 13: Memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus dari negara-negara
kurang berkembang (NKB).
o Target 14: Memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus dari negara-negara
tanpa perairan dan negara-negara kepulauan. (melalui Programme of
Action for the Sustainable Development of Small Island Developing
States dan hasil dari Special Session of the General Assembly ke 22)

7
o Target 15: Menangani hutang negara berkembang melalui upaya
nasional maupun internasional agar pengelolaan hutang
berkesinambungan dalam jangka panjang.
o Target 16: Bekerjasama dengan negara lain untuk mengembangkan
dan menerapkan strategi untuk menciptakan lapangan kerja yang baik
dan produktif bagi usia muda.
o Target 17: Bekerjasama dengan perusahaan farmasi, menyediakan
akses terhadap obat-obat utama yang terjangkau bagi negara-negara
berkembang.
o Target 18: Bekerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknologi
baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.

8
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Efektivitas MDGs dalam Pengentasan Kemiskinan


Dalam rangka mencapai MDGs, PBB melalui United Nations Economic and
Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP) membentuk UN-Asian and
Pacific Training Centre for ICT for Development (UN-APCICT). The United Nations
Asian and Pacific Training Centre for Information and Communication Technology
for Development (UN-APCICT) adalah bagian dari the United Nations Economic and
Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP). UN-APCICT UN-APCICT
berlokasi di Incheon, Republik Korea, bertujuan untuk memperkuat upaya negara-
negara anggotanya untuk menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
dalam pengembangan sosio-ekonomi melalui peningkatan kapasitas individu dan
institusi. UN-APCICT berfokus pada tiga pilar, yaitu:8
1. Pelatihan. Untuk meningkatkan pengetahuan TIK dan keahlian dari penyusun
kebijakan dan profesional TIK, dan memperkuat kapasitas instruktur TIK dan
institusi pelatihan TIK;
2. Penelitian. Untuk melakukan studi analisis terkait dengan pengembangan
sumber daya manusia TIK; dan
3. Advisory. Untuk memberikan layanan pemberian pertimbangan terkait
program-program pengembangan sumber daya manusia untuk anggota
ESCAP.
Pada bulan September 2005 lalu para pemimpin negara berkumpul di markas
besar PBB untuk menghadiri Sidang Umum Ke-60 PBB yang salah satu acaranya
adalah mengevaluasi progres pelaksanaan lima tahun MDGs. Hasil evaluasi
menyimpulkan bahwa sebagian pakar yakin, tetapi banyak juga yang ragu akan
efektivitas MDGs dan bahwa MDGs akan berhasil pada waktunya. Sejumlah fakta
menguatkan keraguan itu. Banyak fakta yang menyatakan, walaupun terdapat
sejumlah kemajuan yang substansial yang terkait dengan pencapaian target MDGs
secara global, ada banyak negara yang justru mengalami keadaan yang lebih buruk
daripada waktu sebelum target MDGs disepakati.

8
Ibid.

9
UNDP juga merilis laporan bahwa 50 negara, dengan jumlah populasi 900 juta
jiwa, gagal mencapai paling sedikit satu target MDGs. Dari jumlah itu, sebanyak 24
negara adalah negara di sub-Sahara dan Afrika, sedangkan 65 negara lainnya berisiko
untuk sama sekali gagal mencapai paling tidak satu MDGs hingga tahun 2040.
Mereka akan gagal mencapai MDGs hingga satu generasi ke depan.9
Namun di lain sisi, nampaknya MDGs cukup berhasil bagi pengentasan
kemiskinan di Indonesia. Indonesia telah mencapai target MDGs untuk pengentasan
kemiskinan ekstrem. Dengan menggunakan indikator USD 1,00 Purchasing Power
Parity (PPP) per kapita per hari, Indonesia telah berhasil mengurangi tingkat
kemiskinan ekstrem dari 20,6 persen pada 1990 menjadi 5,9 persen pada 2008.
Meskipun berdasarkan tingkat pendapatan USD 1,00 (PPP) target MDGs sudah dapat
dicapai, namun Pemerintah Indonesia tidak berpuas diri. Indonesia mengukur tingkat
kemiskinan dengan menggunakan garis kemiskinan nasional yang setara dengan USD
1,50 (PPP). Dengan menggunakan garis kemiskinan nasional tersebut, tingkat
kemiskinan yang pada 2009 sebesar 14,15 persen menurun pada 2010 menjadi 13,33
persen. Tingkat kesejahteraan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan
mengalami perbaikan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya penurunan indeks kedalaman
kemiskinan nasional yang pada 2009 sebesar 2,5 menurun menjadi 2,2 pada 2010.
Penurunan kemiskinan ini didukung oleh pelaksanaan program PNPM (Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri, sebagai program nasional yang
diterapkan di seluruh kecamatan pada 2009, sinergi program-program
penanggulangan kemiskinan ke dalam 3 klaster, perbaikan pendataan rumah tangga
miskin serta munculnya berbagai inisiatif daerah dalam menurunkan kemiskinan.10
Ditambah lagi, badan-badan PBB bersama dengan institusi multilateral
lainnya telah memberikan prioritas utama untuk membantu negara-negara dalam
meraih Tujuan Pembangunan Millenium mereka. Banyak negara yang telah berhasil
mengintegrasikan target-target Pembangunan Millenium ke dalam perencanaan
pembangunan nasional dan strategi investasi masyarakat. Di kawasan Asia-Pasifik,
dapat dikatakan bahwa sejalan dengan menguatnya pertumbuhan ekonomi yang
terjadi di sejumlah negara, ada sejumlah kemajuan yang berarti dalam pencapaian
Tujuan-tujuan Pembangunan Millenium. Kawasan ini memiliki beberapa kekuatan
9
Pattiselanno Markus dan Nanse H. Pattiasina, “Millenium Development Goals (MDGs) dan Upaya
untuk Mengisinya”, http://www.polnam.ac.id/node/39 accessed on 16/1/2011.pkl.14.23.WIB.
10
“MDGs Pengentasan Kemiskinan”, Tabloid Diplomasi, Edisi Desember 2010.

10
ekonomi dengan tingkat pertumbuhan tercepat di dunia, dengan cadangan keuangan
dalam negeri yang tinggi dan cadangan internasional yang melimpah.11
Nampaknya, ada beberapa alasan untuk kita mengatakan bahwa MDGs sangat
efektif dan memberikan harapan besar bagi dunia. Pertama, MDGs menawarkan
target pembangunan yang jelas, konkret dan terukur untuk dapat dicapai oleh negara-
negara di dunia. Hal ini berarti bahwa negara-negara tidak perlu lagi berpegangan
pada konsep abstrak seperti “perdamaian dunia”, “keadilan bagi semua”,
“kesejahteraan”, dan lain-lain, yang semuanya sungguh terdengar baik, namun tidak
memberikan detail yang konkret.
Kedua, secara politis, penting pula bagi kita untuk menggarisbawahi bahwa
MDGs bukan merupakan buah pemikiran dari salah satu negara atau sekelompok
negara. MDGs bukan ide yang dipaksakan oleh suatu negara manapun. MDGs
merupakan hasil kolaborasi negara-negara di seluruh dunia. Atau dengan kata lain
MDGs adalah intisari hasil pertemuan pemikiran secara global.
Alasan ketiga adalah bahwa MDGs menyuarakan pesan secara lantang dan
jelas: bahwa Anda tidaklah sendirian. Hal ini sangat terlihat dari tujuan poin delapan
MDGs yang menginginkan kerjasama di antara negara maju untuk membantu negara
berkembang dalam mewujudkan Tujuan Pembangunan Millenium tersebut. Hal ini
merupakan bagian dari gerakan global yang secara kolektif mencoba menghapus
kemiskinan di manapun juga.
Poin keempat adalah bahwa target MDGs sangat mungkin dicapai, namun hal
ini dapat diraih hanya jika kita semua bersedia memangku tanggung jawab dalam
menentukan kesuksesan MDGs. Jika kita berhasil mencapai target MDGs pada tahun
2015, dan hal ini sangatlah mungkin dicapai, maka hal ini akan menjadi pencapaian
terpenting di era generasi kita. Dan hal ini juga akan menjadi puncak pencapaian yang
akan menguntungkan seluruh negara di dunia.
Selanjutnya, pada sub bab kedua dari bab pembahasan ini, akan digambarkan
secara lebih dalam mengenai efektivitas MDGs dalam mengentaskan kemiskinan,
secara lebih fokus kepada capaian dan komitmen Indonesia pada khusunya.

11
Dr. Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia Unggul (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2009), hlm.
169-170.

11
3.2 Komitmen Negara di Dunia
Kemiskinan merupakan permasalahan global yang dipandang sebagai
permasalahan sosial paling krusial. Arus globalisasi dan pesatnya perkembangan
teknologi ternyata tidak berkorelasi positif terhadap penurunan jumlah masyarakat
miskin di dunia. Ironisnya laju globalisasi tidak hanya meningkatkan jumlah
masyarakat miskin di dunia melainkan juga kesenjangan (disparitas) yang semakin
lebar antara penduduk kaya dan miskin.
Pada tahun 2001 tercatat masih ada sekitar 800 juta masyarakat dunia yang
kekurangan pangan dan di tahun 2005 UNDP mencatat sekitar 3 milyar orang di
dunia hidup kurang dari US$ 2 per hari.12 Oleh karena itu upaya pengentasan
kemiskinan global kemudian menjadi agenda prioritas dalam kerangka kebijakan di
banyak negara dan juga organisasi internasional, termasuk PBB.
Dalam konteks pembicaraan kemiskinan global, Indonesia adalah
laboratorium besar untuk menganalisis bagaimana penetrasi kepentingan global telah
mengatur hampir semua dimensi kehidupan bernegara. Kinerja serta komitmen MDGs
dalam upaya mengentaskan kemiskinan, baik di dunia maupun di Indonesia pada
khususnya, dapat kita lihat dari 3 tujuan yang tercantum dalam 8 tujuan MDGs. Yang
terdapat pada tujuan pertama, ketiga dan kedelapan. Di sini, akan kita fokuskan
pembahasan pada Indonesia, untuk melihat secara khusus bagaimana komitmen
Indonesia dalam mewujudkan MDGs ini. Karena kita ketahui bersama, bahwa
kemiskinan merupakan salah satu permasalahan sosial yang sangat terlihat sekali di
Indonesia.
Pada tujuan pertama, yaitu Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan. Dalam
hal ini Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan, sebagaimana diukur
oleh indikator USD 1,00 per kapita per hari, menjadi setengahnya. Kemajuan juga
telah dicapai dalam upaya untuk lebih menurunkan lagi tingkat kemiskinan,
sebagaimana diukur oleh garis kemiskinan nasional dari tingkat saat ini sebesar 13,33
persen (2010) menuju targetnya sebesar 8 – 10 persen pada tahun 2014. Prevalensi
kekurangan gizi pada balita telah menurun dari 31 persen pada tahun 1989 menjadi
18,4 persen pada tahun 2007, sehingga Indonesia diperkirakan dapat mencapai target
MDGs sebesar 15,5 persen pada tahun 2015. Prioritas kedepan untuk menurunkan

12
Barbara Haris-White, Poverty and Capitalism, December 2005, http://www3.qeh.ox.ac.uk/pdf/
qehwp/qehwps134.pdf accessed on 15/1/2011.pkl.12.34.WIB

12
kemiskinan dan kelaparan yang menjadi fokus pemerintah Indonesia adalah dengan
memperluas kesempatan kerja, meningkatkan infrastruktur pendukung, dan
memperkuat sektor pertanian. Perhatian khusus yang perlu diberikan adalah pada: (i)
perluasan fasilitas kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); (ii)
pemberdayaan masyarakat miskin dengan meningkatkan akses dan penggunaan
sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraannya; (iii) peningkatan akses penduduk
miskin terhadap pelayanan sosial dan (iv) perbaikan penyediaan proteksi sosial bagi
kelompok termiskin di antara yang miskin.13
Pada tujuan kedua, yaitu Mencapai pendidikan Dasar Untuk Semua. Upaya
Indonesia untuk mencapai target MDGs di sektor pendidikan dasar dan “melek huruf”
sudah menuju pada pencapaian target 2015 (on-track). Bahkan Indonesia menetapkan
pendidikan dasar melebihi target MDGs dengan menambahkan sekolah menengah
pertama sebagai sasaran pendidikan dasar universal. Pada tahun 2008/2009 Angka
Partisipasi Kasar (APK) SD/MI termasuk Paket A telah mencapai 116,77 persen dan
Angka Partisipasi Murni (APM) sekitar 95,23 persen. Pada tingkat sekolah dasar
(SD/MI) secara umum disparitas partisipasi pendidikan antarprovinsi semakin
menyempit dengan APM di hampir semua provinsi telah mencapai lebih dari 90,0
persen. Tantangan utama dalam percepatan pencapaian sasaran MDGs pendidikan
adalah meningkatkan pemerataan akses secara adil bagi semua anak, baik laki-laki
maupun perempuan, untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkualitas di semua
daerah. Berbagai kebijakan dan program pemerintah untuk menjawab tantangan
tersebut adalah berupa: (i) perluasan akses yang merata pada pendidikan dasar
khususnya bagi masyarakat miskin; (ii) peningkatan kualitas dan relevansi
pendidikan; (iii) penguatan tatakelola dan akuntabilitas pelayanan pendidikan.
Disamping itu kebijakan alokasi dana pemerintah bagi sektor pendidikan minimal
sebesar 20 persen dari jumlah anggaran nasional akan diteruskan untuk
mengakselerasi pencapaian pendidikan dasar universal pada tahun 2015.14
Peningkatan partisipasi Sekolah Dasar ini merupakan upaya untuk mencerdaskan
masyarakat dalam pengentasan kemiskinan.
Pada tujuan kedelapan, yaitu Membangun Kemitraan Global untuk
Pembangunan. Indonesia merupakan partisipan aktif dalam berbagai forum
internasional dan mempunyai komitmen untuk terus mengembangkan kemitraan yang

13
“Delapan Sasaran MDGs”, Tabloid Diplomasi, Edisi Desember 2010.
14
Ibid.

13
bermanfaat dengan berbagai organisasi multilateral, mitra bilateral dan sektor swasta
untuk mencapai pola pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada penurunan tingkat
kemiskinan (pro-poor). Indonesia telah mendapat manfaat dari mitra pembangunan
internasional. Untuk meningkatkan efektifitas kerjasama dan pengelolaan bantuan
pembrangunan di Indonesia, Jakarta Commitment telah ditandatangani bersama 26
mitra pembangunan pada tahun 2009. Bersamaan dengan ini, Indonesia telah
berkomitmen untuk menurunkan pinjaman luar negeri pemerintah terhadap PDB. Hal
ini ditunjukkan dengan menurunnya rasio pinjaman luar negeri pemerintah terhadap
PDB dari 24,6 persen pada tahun 1996 menjadi 10,9 persen pada tahun 2009.
Sementara itu, Debt Service Ratio Indonesia juga telah menurun dari 51 persen pada
tahun 1996 menjadi 22 persen pada tahun 2009. Untuk meningkatkan akses
komunikasi dan informasi, sektor swasta telah membuat investasi besar ke dalam
teknologi informasi dan komunikasi, dan akses pada telepon genggam, jaringan
PSTN, dan komunikasi internet telah meningkat sangat pesat selama lima tahun
terakhir. Pada tahun 2009, sekitar 82,41 persen dari penduduk Indonesia telah
mempunyai akses pada telepon seluler.15
Sekian banyak gambaran di atas, diilustrasikan sebagai bentuk komitmen
negara di dunia dalam mencapai target MDGs pada tahun 2015. Namun, memang
penulis lebih memfokuskan kepada bagaimana komitmen Indonesia yang terlihat dari
bagaimana upaya dan kebijakan pemerintah untuk mewujudkan tujuan pengentasan
kemiskinan. Tetapi ini tidak berarti bahwa negara lain di dunia tidak memiliki
komitmen dalam mewujudkan target tersebut. Seperti yang telah dibahas pada sub bab
pertama dari bab pembahasan, negara di kawasan Asia-Pasifik pun di nilai berhasil
dalam menerapkan Tujuan Pembangunan Nasional untuk mengurangi angka
kemiskinan. Dan hal tersebut semuanya merupakan gambaran dari komitmen negara
di dunia dalam mencapai target MDGs yang telah diformulasikan bersama. Selain itu,
poin tujuan kedelapan, juga telah menyebutkan dibutuhkannya kerjasama antar negara
dan dengan swasta dalam mencapai target 2015 ini. Hal ini sangat menunjukkan
bahwasanya konsep hubungan internasional sangat berperan dalam ilmu sosial. Dalam
paper ini digambarkan jelas, dengan usaha kerjasama negara di dunia untuk
menyelesaikan sebuah fenomena sosial, yaitu fenomena kemiskinan.

15
Ibid.

14
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Millennium Development Goals (MDGs) merupakan buah pikiran seluruh
negara di dunia yang saling berkomitmen untuk bahu-membahu menyelesaikan
permasalahan sosial dunia. Terutama masalah kemiskinan sebagaimana tercantum
dalam tujuan pertama dari delapan tujuan MDGs.
MDGs ini adalah program efektif yang sarat akan kesempatan dan target yang
jelas. MDGs telah memberikan arah tujuan yang lebih konkret dan jelas kepada
negara seluruh dunia dalam melaksanakan program nasionalnya. Di mana MDGs
dengan sangat terukur menyebutkan target untuk menurunkan angka kemiskinan
hingga tahun 2015. Bahkan MDGs pun memakai standar indikator untuk mengukur
kategori miskin secara jelas.
Tujuan-tujuan dalam MDGs, khususnya tujuan penurunan kemiskinan, hanya
dapat direalisasikan dengan mengoptimalkan kinerja pemerintah dan segenap lapisan
masyarakat. Selain itu dibutuhkan kerjasama serta komitmen yang tinggi di antara
negara-negara di dunia dalam mewujudkan target ini.

4.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan dalam kaitannya dengan mengoptimalkan
kinerja pemerintah untuk mencapai target MDGs dalam penurunan angka kemiskinan,
antara lain :
1. Meningkatkan iklim usaha yang kondusif di daerah, untuk meningkatkan
kesempatan usaha dan ekonomi masyarakat pedesaan, dalam rangka
peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat;
2. Meningkatkan efektivitas penyelenggaraan bantuan dan jaminan sosial,
termasuk peningkatan jumlah dan kapasitas sumber daya manusia, seperti
tenaga lapangan yang terdidik dan terlatih serta memiliki kemampuan dalam
penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial;
3. Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap layanan kebutuhan dasar
(indikator kemiskinan non pendapatan) misalnya pada kecukupan pangan
(kalori), layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi yang masih rendah, dan
cukup timpang antar golongan pendapatan;

15
4. Mengoptimalkan pelibatan masyarakat terutama masyarakat miskin dalam
pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan;
5. Dalam melihat isu disparitas, diperlukannya suatu pemerataan pembangunan
daerah untuk mencegah terjadinya kesenjangan kemiskinan antar provinsi dan
antar daerah;
6. Diperlukannya sebuah audit dan evaluasi yang terjadwal dalam memantau
perkembangan dan pelaksanaan pembangunan dalam rangkai mencapai target
MDGs pada tahun 2015.

16
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Soelaeman, M. Munandar. 2008. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: PT. Refika Aditama
Yudhoyono, Susilo Bambang. 2009. Indonesia Unggul. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu
Populer

Artikel
[Anonim], “Delapan Sasaran MDGs”, Tabloid Diplomasi, Edisi Desember 2010.
[Anonim], “MDGs Pengentasan Kemiskinan”, Tabloid Diplomasi, Edisi Desember
2010.
Bappenas, Biro Perencanaan Makro dan Studi Kuantitatif, “Pembangunan Dalam
Angka”, 2004.
Dr. Ir. Arief Daryanto, M. Ec., “Disparitas Pembangunan Perkotaan-Perdesaan di
Indonesia”, Tabloid Agrimedia, Volume 8, No. 2 – April 2003.
Sirojudin Abbas, “MDGs dan Kesiapan Pemerintah Daerah”, Media Indonesia, Selasa
14 Desember 2010.
UNDP, Regional Human Development Report – Promoting ICT for Human
Development in Asia: Realising the Millennium Development Goals. New
Delhi (UNDP, Elsevier, 2005).

Akses Internet
Pattiselanno Markus dan Nanse H. Pattiasina, “Millenium Development Goals
(MDGs) dan Upaya untuk Mengisinya”, http://www.polnam.ac.id/node/39
accessed on 16/1/2011.pkl.14.23.WIB.
Barbara Haris-White, Poverty and Capitalism, December 2005, http://www3.qeh.ox
.ac.uk/pdf/ qehwp/qehwps134.pdf accessed on 15/1/2011.pkl.12.34.WIB.

iv

Anda mungkin juga menyukai