Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Retina atau selaput jala
merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan
cahaya. Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang
terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Untuk melihat, mata harus
berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu
transduser yang efektif. Retina adalah lapisan sel-sel saraf di dalam mata yang
berfungsi seperti film pada kamera. Cahaya memasuki mata melalui kornea dan lensa
mata yang kemudian difokuskan pada retina. Retina mengubah cahaya tersebut
menjadi signal-signal penglihatan yang dikirim ke otak melalui saraf penglihatan.1,2

Ablasio retina ( retinal detachment ) adalah suatu kelainan pada mata yang
disebabkan karena terpisahnya lapisan neuroretina dari lapisan epitel pigmen retina.
Biasanya ablasio retina ini adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan
meningkatnya usia dan miopia tinggi, dimana akan terjadi perubahan degeneratif
pada retina dan vitreus.1

Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel
akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila
berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan yang menetap.3

Adapun faktor-faktor penyebab ablasio retina yang paling umum adalah miopia
40-50%, operasi katarak dengan implan lensa (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan
trauma okuli 10-20%. Diperkirakan 15 % pasien dengan ablasio retina pada salah satu
mata akan mengalami ablasio pada mata lainnya. Risiko ablasio bilateral meningkat
(25-30%) pada pasien yang telah menjalani ekstraksi katarak bilateral.4

1
Tujuan penulis adalah dengan adanya referat ini diharapkan dapat memberikan
pngetahuan dan informasi tentang ablasio retina serta bagaimana pentalaksanaan yang
tepat, sehingga dapat berguna untuk kebaikan bersama dalam mencapai kesehatan
mata yang lebih baik.

1.2 Tujuan Penulisan


a. Menambah wawasan mengenai Ablasio Retina yang benar dan tepat
b. Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Mata RSUD
Solok tahun 2018.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan pernyataan


masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana anatomi retina?


b. Bagaimana fisiologi retina?
c. Apakah definisi ablasio retina?
d. Bagaimana epidemiologi ablasio retina?
e. Apakah etiologi ablasio retina
f. Bagaimana patofiologi ablasio retina?
g. Apakah klasifikasi ablasio retina?
h. Bagaimana diagnosis ablasio retina?
i. Apakah diagnosis banding ablasio retina?
j. Bagaimana tatalaksana ablasio retina?
k. Apakah prognosis ablasio retina?

2
1.4 Metode Penulisan
Referat ini dibuat dengan metode tinjauan kepustkaan yang merujuk pada
berbagai literatur.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, multi lapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang
ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris dan berakhir di tepi ora serrata.
Pada orang dewasa, ora serrata berada disekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe
pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal.1,5

Gambar 2.1 Anatomi Mata1

Permukaan luar retina sensorik adalah bertumpuk dengan epitel pigmen retina
dan dengan demikian berhubungan dengan membrane Bruch’s, koroid, dan sclera. Di
sebagian besar tempat, retina dan epitel pigmen retina dapat dengan mudah terpisah
untuk membentuk ruang subretinal, seperti terjadi pada ablasi retina. Tetapi pada

4
diskus optikus, ora serata, retina dan epitel pigmen retina yang tegas terikat bersama-
sama, sehingga membatasi penyebaran cairan subretina pada ablasi retina.5

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen
retina dan terdiri atas 10 lapisan :1,2,6

1) Lapisan epitelium pigmen retina


Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu
lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti
sel di basal. Daerah basal sel melekat erat dengan membran Bruch dari
koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan pada
proses penglihatan. .
2) Lapisan fotoreseptor
Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan
cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras
penglihatan ke korteks penglihatan di occipital. Fotoreseptor tersusun
sehingga kerapatan sel-sel kerucut meningkat di pusat makula (fovea), dan
kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Pigmen fotosensitif di dalam sel
batang disebut rodopsin. Sel kerucut mengandung tiga pigmen yang belum
dikenali sepenuhnya yang disebut iodopsin yang kemungkinan menjadi dasar
kimiawi bagi tiga warna (merah, hijau, biru) untuk penglihatan warna. Sel
kerucut berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik). Subgroup sel
kerucut responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah dan
panjang (biru, hijau, merah).
Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam (skotopik). Waktu senja
(mesopik) diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang.
3) Membran limitan eksterna
Merupakan membran maya.

5
4) Lapisan nucleus luar
Merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan sel batang. Lapisan 1-3
merupakan lapisan avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
5) Lapisan pleksiform luar
Merupakan lapisan aselular dan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel
bipolar dan sel horizontal.
6) Lapisan nucleus dalam
Merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller. Lapisan ini
mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7) Lapisan pleksiform dalam
Merupakan lapisan aseluler dan sebagai tempat sinapsis sel bipolar, sel
amakrin dengan sel ganglion
8) Lapisan sel ganglion
Merupakan lapisan badan sel dari pada neuron kedua.
9) Lapisan serabut saraf
Merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Di dalam
lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
10) Membran limitan interna
Ini adalah lapisan paling dalam dari retina, merupakan membran hialin antara
retina dan badan kaca (vitreous).

Gambar 2.2 Lapisan-lapisan retina.2,13

6
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makna
makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan
oleh pigmen luteal (xantofil) yang berdiameter 1,5 mm. secara histologis makula
merupakan bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis
sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang dibatasi oleh arkade-arkade pembuluh
darah retina temporal. Di tengah makula sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus
optikus terdapat fovea yang secara klinis merupakan cekungan yang memberikan
pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.6

Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiograf fluoresens. Secara


histologi, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya
lapisan-lapisan parenkim karena akson-akson sel fotoreseptor (lapisan serat Henle)
berjalan oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke
permukaan dalam retina. Foveola adalah again paling tengah pada fovea, disini
fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian retina yang paling tipis. Semua
gambaran histology ini memberikan diskriminasi visual yang halus. Ruang
ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial paling besar di makula dan
penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan di ekstrasel dapat menyebabkan
daerah ini menjadi sangat tebal.2

A B

Gambar 2.3. ( A. Retina Normal, B. Anatomi Makula )2

7
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang berada tepat
di luar membran Bruch yang mendarahi sepertiga luar retina termask lapisan
pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina
serta cabang-cabang dari arteri sentralis retinae yang mendarahi dua pertiga sebelah
dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena
kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh darah
retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk sawar
darah retina. Lapisan endotel pembuluh darah khoroid dapat ditembus. Sawar darah
retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.2,3,6

2.2 Fisiologi Retina

Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah


rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat
saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula
bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan
warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat
hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf
keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Macula terutama
digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan
bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan
terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).1,5,6,7

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada
retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung
rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk
sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton
cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi menjadi

8
bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran yang separuhnya
terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar
fotoreseptor.1,2,5,7

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada


bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu,
tetapi warna tidak dapat dibedakan. Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh
fotoreseptor kerucut, jika senja hari diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan
batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.1,2,5

2.3 Defenisi Ablasio Retina

Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang
retina dengan sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen retina
masih melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel
batang retina tidak terdapat sautu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen
epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara
embriologis.1,2,3

Gambar 2.4 Ablasio Retina1

9
2.4 Epidemiologi Ablasio Retina
Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan
prevalensi 0,3%. Sumber lain menyatakan bahwa insiden ablasio retina di Amerika
Serikat adalah 12,5 dari 100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun.7
Adapun faktor-faktor penyebab ablasio retina yang paling umum adalah miopia
40-50%, operasi katarak dengan implan lensa (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan
trauma okuli 10-20%. Diperkirakan 15 % pasien dengan ablasio retina pada salah satu
mata akan mengalami ablasio pada mata lainnya. Risiko ablasio bilateral meningkat
(25-30%) pada pasien yang telah menjalani ekstraksi katarak bilateral.6,7
Insiden ablasio retina relatif lebih sering pada orang etnis Yahudi dan relatif
rendah pada bangsa kulit hitam. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70
tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja dengan penyebab lebih banyak
karena trauma. Pada pasien ablasio retina usia di bawah 45 tahun, 60% laki-laki dan
40% perempuan. 4,8

Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering


terjadi. Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina
regmatogenosa. 8 Di Indonesia, keadaan ablasio retina terjadi sekitar 12-30%. Insidens
8,9/100.000. sekitar 1 dari 10.000 populasi.1

2.5 Etiologi Ablasio Retina1,8,11


1) Terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi
dapat memasuki ruangan subretina.
2) Retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina
3) Akumulasi cairan dalam ruangan subretina akibat proses eksudasi.

10
2.6 Patogenesis Ablasio Retina
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga
vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur
dapat berpisah :2,9
1) Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi
dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif
(ablasio regmatogenosa).
2) Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina,
misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio
retina traksional).
3) Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina
akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan
(ablasio retina eksudatif)
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan
retina atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata
afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer
(degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap
melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya.Perubahan degeneratif
retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis dan sumbatan
pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina.
Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya
pembuluh darah retina.9
Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90%
robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun
lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi
pada mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi
sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata
fakia.Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa
lebih awal daripada mata normal.3,4

11
Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam hialuron
sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan
sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan
konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan
retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik
perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah
sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak
intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi.
Sekali terjadi robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga
neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.2,6

2.7 KlasifikasiAblasio Retina


Berdasarkan etiologinya ablasio retina dibagi menjadi:
a. Ablasio retina regmatogenosa
Ablasio terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk
kebelakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh
badan kaca air (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina
ke rongga sub retina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel
pigmen koroid.1
Karakteristik ablasio regmatogenosa adalah pemutusan total (full-thickness) di
retina sensorik, traksi korpus vitreum dengan derajat bervariasi, dan mengalirnya
korpus vitreum cair melalui defek retina sensorik ke dalam ruang subretina. Ablasio
retina regmatogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan korpus
vitreum. Miopia, afakia, degenerasi lattice, dan trauma mata biasanya berkaitan
dengan ablasio retina jenis ini.5
Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya
pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan. Ablasio retina yang berlokalisasi di
daerah supratemporal sangat berbahaya karena dapat mengangkat makula.

12
Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio retina bila dilepasnya retina
mengenai makula lutea.5
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna
pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna
merah. Pemeriksaan yang teliti biasanya memperlihatkan satu atau lebih pemutusan
retina total misalnya robekan berbentuk tapal kuda, lubang atrofik bundar, atau
robekan sirkumferensial anterior (dialisis retina). Letak pemutusan retina bervariasi
sesuai dengan jenis robekan tapal kuda paling sering terjadi di kuadran
superotemporal, lubang atrofik di kuadran temporal, dan dialisis retina di kuadran
inferotemporal. Apabila terdapat robekan retina multipel, maka defek biasanya
terletak dalam 90 derajat satu sama lain.6,3 Bila bola mata bergerak akan terlihat
retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam
badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil akaibat penglihatan
menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi
neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah lama.3

Gambar 2.5 Ablasio retina tipe regmatogenosa5

1) Ablasio retina traksional


Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua dan terutama
disebabkan oleh retinopati diabetes proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, retinopati

13
pada prematuritas, atau trauma mata. Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi
akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina
dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.2
Berbeda dengan penampakan konveks pada ablasio regmatogenosa, ablasio
retina akibat traksi yang khas memiliki permukaan yang lebih konkaf dan cenderung
lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora serata. Gaya-gaya traksi yang secara aktif
menarik retina sensorik menjauhi epitel pigmen di bawahnya disebabkan oleh adanya
membran vitreosa, epiretina, atau subretina yang terdiri dari fibroblas dan sel glia
atau sel epitel pigmen retina. Pada ablasio retina akibat traksi pada diabetes, kontraksi
korpus vitreum menarik jaringan fibrovaskular dan retina di bawahnya ke arah
anterior menuju dasar korpus vitreum. Pada awalnya pelepasan mungkin terbatas di
sepanjang arkade-arkade vaskular, tetapi dapat terjadi perkembangan sehingga
kelainan melibatkan retina midperifer dan makula.3
Proses patologik dasar pada mata yang mengalami vitreoretinopati proliferatif
adalah pertumbuhan dan kontraksi membran selular di kedua sisi retina dan di
permukaan korpus vitreum posterior. Traksi fokal dari membran selular dapat
menyebabkan robekan retina dan menimbulkan kombinasi ablasio retina
regmatogenosa-traksional.7

Gambar 2.6 Ablasio retina traksi3

14
2) Ablasio retina eksudatif
Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan eksudat
di bawah retina (subretina) dan mengangkat retina. Penimbunan cairan
subretina terjadi akibat ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan koroid.7
Penyebab Ablasio retina eksudatif dibagi menjadi dua yaitu penyakit
sistemik yang meliputi Toksemia gravidarum, hipertensi renalis, poliartritis
nodosa. Sedangkan penyakit mata meliputi akibat inflamasi (skleritis
posterior, selulitis orbita), akibat penyakit vascular (central serous retinophaty,
and axudative retinophaty of coats, akibat neoplasma (malignant neoplasma
koroid dan retinoblastoma), akibat perforasi bola mata pada operasi
intraokuler.7
Gejala klinis ablasio retina eksudatif antara lain:

a. Tidak adanya photopsia, lubang/air mata, lipatan dan undulations.


b. Ablasio retina eksudatif halus dan cembung. Pada puncak tumor itu
biasanya bulat dan tetap dan bisa menunjukkan gangguan pigmen.
c. Kadang-kadang, pola pembuluh retina mungkin terganggu akibat adanya
neovaskularisasi dipuncak tumor.
d. Pergeseran cairan ditandai dengan mengubah posisi daerah terpisah dengan
gravitasi adalah ciri khas yang dari detasemen retina eksudatif.
e. Pada testransillumination satu ablasio sederhana muncul transparan
sedangkan ablasio padat.

Gambar 2.7 Ablasio retina tipe eksudatif 3

15
2.8 Diagnosis

Regmatogenus Tra Eksudatif

Regmatogenus Traksi Eksudatif

Riwayat Afakia, myopia, trauma Diabetes, Factor-faktor sistemik


tumpul,Photopsia, premature,trauma seperti hipertensi
penyakit gangguan lapang tembus, penyakit sel maligna, eklampsia,
pandang yang progresif, sabit, oklusi vena. gagal ginjal.
dengan keadaan umum
baik

Kerusakan Terjadi pada 90-95 % Kerusakan primer tidak Tidak ada


retina kasus ada

Perluasan ablasi Meluas dari oral ke Tidak meluas menuju Tergantung volume dan
discus, batas dan ora, dapat sentral atau gravitasi, perluasan
permukaan cembung perifer menuju oral bervariasi,
tergantung gravitasi dapat sentral atau
perifer

Pergerakan Bergelombang atau Retina tegang, batas Smoothly elevated


retina terlipat dan permukaan cekung, bullae, biasanya tanpa
Meningkat pada titik lipatan
tarikan

Bukti kronis Terdapat garis Garis pembatas Tidak ada


pembatas, makrosis
intra retinal, atropik
retina

Pigmen pada Terlihat pada 70 % Terlihat pada kasus Tidak ada


vitreous kasus trauma

Perubahan Sineretik, PVD, tarikan Penarikan vitreoretinal Tidak ada, kecuali pada
vitreous pada lapisan yang robek uveitis

16
Cairan sub Jernih Jernih atau tidak ada Dapat keruh dan
retinal perpindahan berpindah secara cepat
tergantung pada
perubahan posisi
kepala.

Massa koroid Tidak ada Tidak ada Bisa ada

Tekanan Rendah Normal Bervariasi


intraocular

Transluminasi Normal Normal Transluminasi terblok


apabila ditemukan lesi
pigmen koroid

Keaadan yang Robeknya retina Retinopati diabetikum Uveitis, metastasis


menyebabkan proliferative, post tumor, melanoma
ablasio traumatis vitreous maligna,
traction retinoblastoma,
hemangioma koroid,
makulopati eksudatif
senilis, ablasi eksudatif
post cryotherapi atau
dyathermi.

Tabel. Gambaran Diagnosis Dari Tiga Tipe Ablasio Retina2

Pemeriksaan:2

1. Pemeriksaan tajam penglihatan

2. Pemeriksaan lapangan pandang

3. Memeriksa apakah ada tanda-tanda trauma

17
4. Periksa reaksi pupil. Dilatasi pupil yang menetap mengindikasikan adanya
trauma.

5. Pemeriksaan slit lamp; anterior segmen biasanya normal, pemeriksaan


vitreous untuk mencari tanda pigmen atau “tobacco dust”, ini merupakan
patognomonis dari ablasio retina pada 75 % kasus.

6. Periksa tekanan bola mata.

7. Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop (pupil harus dalam keadaan


berdilatasi)

Pemeriksaan Penunjang :,2,11

1) Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit


penyerta seperti diabetes melitus.
2) Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan bila retina tidak dapat tervisualisasi
oleh karena perubahan kornea, katarak, atau perdarahan.
3) Teknik pencitraan seperti foto orbita, CT scan, atau MRI tidak diindikasikan
untuk membantu diagnosis ablasio retina tetapi dapat dibutuhkan untuk
mendeteksi benda asing intraokuli dan tumor.

2.9 Diagnosis Banding12


1) Retinoskisis degeneratif
Dengan gejala klinis yaitu fotopsia dan floater tidak ada, defek lapang
pandang jarang terjadi, gejala yang timbul dikarenakan adanya perdarahan
vitreus atau perkembangan ablasio retina yang progresif. Pada pemeriksaan
oftalmologis didapatkan gambaran elevasi yang konveks, licin, tipis dan
immobile.

18
2) Ablasio koroid (choroidal detachment)
Gejala klinis yang muncul yaitu fotopsia dan floater tidak ada,defek lapang
pandang dapat ada pada mata dengan ablasi koroid yang luas. Pada pemeriksaan
oftalmologis didapatkan tekanan intraokular yang sangat rendah akibat adanya
ablasi badan silier, gambaran elevasi coklat berbentuk konveks, licin, bulosa dan
relatif immobile, serta tidak meluas ke polus posterior. Retina perifer dan ora
serata tampak jelas.
3) Sindrom efusi uvea
Kelainan yang bersifat idiopatik dengan gambaran ablasi koroid yang
berhubungan dengan ablasi retina eksudatif, terkadang adanya residual mottling.

2.10 Tatalaksana Ablasio Retina


Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memeperbaiki semua
robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi antara
epitel pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influks cairan lebih lanjut
kedalam ruang subretina, mengalirkan cairan subretina ke dalam ke luar, dan
meredakan traksi vitreoretina.2,5
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip bedah pada
ablasio retina yaitu :6
1) Menemukan semua bagian yang terlepas
2) Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah retina
yang terlepas.
3) Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup untuk
menghasilkan adhesi dinding korioretinal yang permanen pada daerah
subretinal.
Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :
1) Scleral buckling :
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa
terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi

19
robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan
scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau
silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung posisi
lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama – tama dilakukan cryoprobe atau
laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen
retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada
robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan
retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan
dalam waktu 1-2 hari.6
Keuntungan dari tehnik ini adalah waktu rehabilitasi pendek,resiko
iatrogenic yang menyebabkan kekeruhan lensa rendah, mencegah komplikasi
intraocular seperti perdarahan dan inflamasi.1

Gambar 2.8 Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas
robekan retina setelah drainase cairan sub retina dan dilakukan crioterapi.1

20
Gambar 2.9 Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat
kembali dan traksi pada robekan retina oleh vitreus dihilangkan1
1). Retinopeksi pneumatic

Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan


pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal
pada bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan
menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini
akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut
melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan
subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga
dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan.
Pasien harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari
untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.5,11

Gambar 2.10 Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas
fluorokarbon inert disuntikan ke dalam rongga vitreus.11

21
2) Pars Plana Vitrektomy :

Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat


diabetes, dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau
perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil
pada dinding bola mata kemudian memasukkan instruyen ingá cavum vitreous
melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre
untuk menghilangkan berkas badan kaca (viteuos stands), membran, dan
perleketan – perleketan. Teknik dan instruyen yang digunakan tergantung tipe
dan penyebab ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan
kembali dengan teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang
diperlukan lebih dari satu kali operasi.5,11

Keuntungan PPV:

1. Dapat menentukan lokasi defek secara tepat


2. Dapat mengeliminasi media yang mengalami kekeruhan karena teknik ini
dapat dikombinasikan dengan ekstraksi katarak.
3. Dapat langsung menghilangkan penarikan dari vitreous.

Kerugian PPV:

1. Membutuhkan tim yang berpengalaman dan peralatan yang mahal.


2. Dapat menyebabkan katarak.
3. Kemungkinan diperlukan operasi kedua untuk mengeluarkan silicon oil
4. Perlu follow up segera (terjadinya reaksi fibrin pada kamera okuli anterior
yang dapat meningkatkan tekanan intraokuler.

22
Gambar 2.11 Vitrektomi2,11

2.11 Prognosis1,2,7
Prognosis dari penyakit ini, bila keadaannya sudah melibatkan makula maka akan
sulit menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data yang ada sekitar 87 % dari
operasi yang melibatkan makula dapat mengembalikan fungsi visual sekitar 20/50
lebih kasus diman makula yang terlibat hanya sepertiga atau setengah dari makula
tersebut.
Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan makula dan perlangsungannya
kurang dari 1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post operasi sekitar 75 %
sedangkan yang perlangsungannya 1-8 minggu memiliki kemungkinan 50 %.
Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina yang
melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level
sebelumnya dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberapa faktor seperti
irreguler astigmat akibat pergeseran pada saat operasi, katarak progresif, dan edema
makula. Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya perdarahan dapat
menyebabkan kemampuan visual lebih menurun.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang
retina dengan sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen retina
masih melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan
sel batang retina tidak terdapat sautu perlekatan struktural dengan koroid atau
pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara
embriologis.1,2,

Gejala dari ablasio retina adalah adanya floater, fotopsia, dan penurunan
tajam penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi diperoleh retina yang mengalami
ablasio tampak sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran
vaskuler koroid dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.8

Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan


kembali lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina, yaitu dengan
pembedahan. Namun, pada ablasio retina eksudatif juga diberikan terapi
medikamentosa sesuai dengan etiologinya.9

Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya


ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Pada miopia tinggi,
karena ada degenerasi retina, maka prognosis buruk.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Retina & Tumor Intraokular. In:
Oftalmologi Umum. 14th ed. Widya Medika: Jakarta;2006:197,207-9
2. Larkin GL. 2009. Retinal Detacment. Diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/798501-overview. Pada tanggal 24
Maret 2018
3. Kanski JJ. Retinal Detachment. In: Clinical Ophthalmology. 5th ed.
Butterworth Heinemann. Philadelphia; 2003: 349-89.
4. James B.,dkk. Ablasi Retina. Dalam: Oftalmologi. 9th ed. Erlangga: Ciracas
Jakarta; 2003: 117-121
5. Ubudia, Nor. 2013. Ablasio Retina. Diakses dari
https://www.scribd.com/doc/237491626. Pada tanggal 24 Maret 2018.
6. Ilyas, Sidarta dan Sri Rahayu Yulianti. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI
7. Guyton, A.C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
8. Friedman NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Posterior Segment. In: Review of
Ophthalmology. Elsevier Saunders. Philadelphia; 2005: 295-342.
9. Langston DP. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 5th ed. Lippicott
Williams & Wilkins. Philadelphia; 2002: 187-91.
10. Paley DA, Krachmer JH. Retinal Detachment. In: Primary Care
Ophtalmology. Elsevier Mosby. Philadelphia; 2005: 149-187
11. Paul, Riordan. 2009. Oftalmologi Umum. Jakarta : EGC
12. Pohan, Anggi Puspita. 2013. Ablasio Retina. Diakses dari
https://www.scribd.com/doc/237491786. Pada tanggal 24 Maret 2018.

13. Junqueira LC, Jose C. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC;
2007. Hal. 470-46

25

Anda mungkin juga menyukai