Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .......................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4

A. Definisi ........................................................................................... 4

B. Etiogenesis ..................................................................................... 4

C. Patofisiologi ……………………………………………………… 5

D. Klasifikasi...………………………………………………………. 5

E. Diagnosis ......................................................................................... 9

F. Terapi ............................................................................................... 10

G. Prognosis ......................................................................................... 11

SIMPULAN .................................................................................................... 12

SARAN ………………………………………………………………………. 13

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 14

1
BAB I
PENDAHULUAN

Istilah leukoplakia pertama kali digunakan oleh Schimmer pada tahun 1877, untuk
menerangkan sebuah lesi putih pada lidah yang kemungkinan merupakan gambaran
klinis glositis sifilis. Leukoplakia memiliki gambaran tipis, berupa bercak putih pada
gusi, pipi bagian dalam dan kadang-kadang ditemukan pada lidah. Inisiden terjadinya
leukoplakia pada suatu populasi sekitar 0,1% (Neville dan Day, 2002).
Mukosa rongga mulut merupakan bagian yang paling mudah mengalami
perubahan, karena lokasinya yang sering berhubungan dengan pengunyahan, sehingga
sering pula mengalami iritasi mekanis. Di samping itu, banyak perubahan yang sering
terjadi akibat adanya kelainan sistemik. Perlu diingat bahwa kelainan yang terjadi pada
umumnya memberikan gambaran yang mirip antara yang satu dengan yang lainnya,
sehingga dapat menimbulkan kesukaran dalam menentukan diagnosis yang tepat.
Meskipun leukoplakia tidak termasuk dalam jenis tumor, lesi ini sering meluas
sehingga menjadi suatu lesi pre-cancer (Hasibuan, 2004). Untuk menentukan
diagnosis yang tepat, perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti baik secara klinis
maupun histopatologis, karena lesi ini secara klinis mempunyai gambaran yang serupa
dengan “lichen plannus” dan “white sponge naevus” (Ibsen, 2004).
Faktor-faktor yang berperan adalah iritasi kimia melalui tembakau atau faktor
mekanis melalui pemasangan gigi palsu yang tidak baik, mengkonsumsi alkohol dan
infeksi Candida terkena iritan terus-menerus dan Human Papiloma Virus sero tipe 16.
Karena gambaran klinisnya berupa suatu plak putih pada permukaan membrana
mukosa dan leukoplakia oral lebih sering terjadi pada pria, maka penggolongannya
sering diabaikan.
Kendala dalam menegakkan diagnosis leukoplakia masih sering terjadi. Hal ini
disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti etiologi leukoplakia yang belum jelas
serta perkembangan yang agresif dari leukoplakia yang mula-mula hanya sebagai
hiperkeratosis ringan tetapi pada akhirnya menjadi karsinoma sel skuamosa dengan
angka kematian yang tinggi. Di Asia Tenggara, frekuensi tumor ganas rongga mulut
lebih tinggi bila dibandingkan dengan negara lainnya di seluruh dunia. Keadaan yang

2
demikian diduga ada hubungannya dengan kebiasaan mengunyah tembakau yang
dilakukan sebagian masyarakat di kawasan Asia.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
WHO mendefinisikan leukoplakia sebagai plak atau patch putih yang
tidak bisa dikategorikan secara klinis atau patologis kedalam penyakit lain. Van
der waal et al (2009). mengusulkan adanya penambahan pemeriksaan
histopatologis, dan mendefinisikan leukoplakia sebagai lesi atau plak putih
yang telah dibuktikan, secara klinis dan histopatologis, bukan sebagai penyakit
berlesi putih atau gangguan lain.
B. Etiopatogenesis
Penyebab leukoplakia bersifat multifaktorial dan belum diketahui secara
menyeluruh. Predisposisi utama leukoplakia terdiri dari beberapa faktor yaitu
faktor lokal, faktor sistemik dan malnutrisi vitamin. Faktor lokal yang
diperkirakan menjadi penyebab leukoplakia meliputi trauma yang
menyebabkan iritasi kronis, misalnya akibat gigitan tepi atau akar gigi yang
tajam, iritasi dari gigi yang malposisi, kebiasaan menggigit-gigit jaringan
mulut, pipi maupun lidah. Faktor lokal lain yang menjadi penyebab terjadinya
leukoplakia adalah penggunaan tembakau dalam bentuk rokok atau non-rokok,
kebiasaan mengunyah kapur sirih, konsumsi alkohol dan kolonisasi bakteri.
Pada waktu merokok, terjadi iritasi pada jaringan mukosa mulut yang
disebabkan oleh asap rokok, panas ketika merokok dan zat-zat yang terkandung
dalam tembakau yang ikut terkunyah. Hal ini dibuktikan dengan insidensi
leukoplakia tertinggi ditemukan pada perokok. Kebiasaan mengunyah biji
pinang yang dicampur kapur sirih, (terutama di daerah asia tenggara dan
selatan) juga meningkatkan risiko terjadinya leukoplakia. Konsumsi alkohol
sering berkaitan dengan kanker mulut daripada displasia epitelial. Faktor risiko
leukoplakia yang berisiko tinggi untuk berubah menjadi suatu keganasan
adalah infeksi dengan Human Papilloma Virus (HPV), dimana protein
onkogenik seperti HPV-16L1 dapat meningkatkan karsinogenesis.
Pada penderita kandidiasis kronis dapat ditemukan gambaran yang
menyerupai leukoplakia. Infeksi Candida juga berperan dalam perubahan
menjadi keganasan dan faktor risiko tertinggi perubahan menjadi kanker

4
(Roed-Petersen, 1972; Banoczy, 2007; Krogh, 1987). Untuk mengetahui
diagnosis pasti perlu dilakukan pemeriksaan klinis, histopatologi dan latar
belakang etiologi terjadinya lesi.
Banoczy (2007) menemukan adanya penurunan signifikan pada vitamin
A, B12, C, Beta-carotene dan asam folat pada pasien dengan leukoplakia.
Terdapat adanya perubahan pada perkembangan leukoplakia lebih pada area
atrofi epitelial dan kondisi yang berkaitan dengan hal tersebut meliputi
defisiensi besi, vitamin dan fibrosis submukus mulut. Mutasi p53 dari sel juga
didapatkan pada penderita leukoplakia yang merokok dan minum alkohol.
C. Patofisiologi
Perubahan patologis primer yang terdapat pada leukoplakia adalah
diferensiasi abnormal dari epitel mukosa dengan ditandai peningkatan aktivitas
keratinisasi pada permukaan selnya yang memproduksi penampakan klinis
yang mukosa yang berwarna putih. Proses ini juga dibersamai dengan
perubahan ketebalan dari jaringan epitelial. Sebagai contoh, epitel dapat
menunjukkan tanda atrofi atau akantosis (penebalan stratum spinosum), dan
kedua tanda ini dapat dijumpai dalam lesi. Pada eritroplasia, penampakan klinis
mukosa berwarna merah merupakan hasil dari atrofi epitel dan
berkurang/menghilangnya keratin.
Dasar molekuler pada perubahan tersebut belum diketahui secara pasti.
Namun, beberapa data penelitian menyebutkan adanya perubahan ekspresi
onkogen/TSG, ekspresi gen keratin, perubahan siklus sel, akumulasi stres
oksidatif dan displasia epitel berperan dalam perubahan yang terjadi pada
leukoplakia (Kawanishi S & Murata M, 2006).
D. Klasifikasi
Leukoplakia biasanya homogen dan kebanyakan bersifat jinak.
Leukoplakia non-homogen—lesi dominan putih atau percampuran putih dan
merah (eritroleukoplakia) dengan tekstur ireguler yang dapat berbentuk datar,
noduler, eksofitik, atau papiler/veruka—cenderung berpotensi ganas. Fitur
histologis kedua jenis leukoplakia bervariasi dan dapat meliputi ortokeratosis
atau parakeratosis dalam berbagai tingkat keparahan, inflamasi ringan, dan
displasia.

5
Gambar 1. Homogenous Leukoplakia

Sementara leukoplakia non-homogen umumnya simptomatis dan


memiliki beberapa variasi sebagai berikut:
1. Proliferative verrucous leukoplakia (PVL): PVL memiliki tingkat
transformasi ganas yang tinggi, dimana menurut WHO, PVL adalah
lesi progresif multifokal yang sering ditemukan pada wanita. Daerah
yang sering terkena adalah gingival bawah, lidah dan mukosa bukal
(Warnakulasuriya, 2007).
2. Oral erythroleukoplakia (OEL): lesi non-homogen dengan warna
campuran putih dan merah. Ini didefinisikan sebagai tambalan merah
yang berapi-api yang tidak bisa dicirikan seara klinis atau patologis
sebagai penyakit definitif lainnya. OEL menunjukkan potensi
transformasi ganas yang lebih tinggi daripada leukoplakia homogen
(Warnakulasuriya, 2007)
3. Sublingual keratosis: plak putih lembut di daeraqh sublingual dengan
permukaan keriput, tidak beraturan namun terdefinisi dengan baik garis
besar dan kadang berbentuk kupu-kupu (Scully et al., 1999)
4. Candidal leukoplakia (CL): leukoplakia dengan gambaran lesi yang
luas, putih pekat, keras dan kasar pada permukannya (Scully et al.,
1994)
5. Oral hairy leukoplakia (OHL) atau dikenal sebagai lesi Greenspan :
ditandai dengan bercak putih bergelombang dimana terdapat rambut-
rambut yang tumbuh pada permukaan lesi dan sering terdapat pada

6
lidah. Sering disebabkan oleh reaktivasi dari Epstein Barr-Virus (van
der Waal et al., 1997)

Gambar 2. Proliferative verrucous leukoplakia

Gambar 3. Oral erythroleukoplakia (Guilgen et al., 2014)

7
Gambar 4. Sublingual keratosis (Scully dan Felix, 2005)

Gambar 5. Candidal leukoplakia (Parlatescu et al., 2014)

8
Gambar 6. Oral hairy leukoplakia (Cade, 2017)

E. Diagnosis
Diagnosis definitif leukoplakia dari penemuan lesi putih di area mukosa
oral pada saat pemeriksaan fisik tanpa ditemukannya etiologi seperti riwayat
merokok, infeksi, riwayat keganasan pada anamnesis atau pemeriksaan fisik.
Diagnosis ditegakkan setelah mengeksklusi diagnosis diferensial lain yang
mungkin (Gambar 7), dengan melakukan penggalian riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan tindakan biopsi apabila diperlukan.

9
Gambar 7. Diferensial diagnosis leukoplakia

Ada beberapa jenis lesi berpotensi menjadi lesi prekanker oral.


Eritroplakia atau eritrodisplasia memiliki potensi maligna yang lebih tinggi
dibandingkan dengan leukoplakia (Gambar). Speckled leukoplakia, atau
leukoplakia yang diselingi lesi kemerahan, juga memiliki potensi maligna.
Verrucous leukoplakia, sublingual leukoplakia (sublingual keratosis), dan
candidal leukoplakia merupakan jenis leukoplakia yang berpotensi menjalani
transformasi maligna.

Pemeriksaan penunjang seperti biopsi sangat direkomendasikan untuk


melihat perubahan histologis yang terjadi. Biopsi dilakukan pada area yang
paling tampak perubahannya. Pada pasien dengan leukoplakia multifokal,
biopsi dapat dilakukan pada beberapa tempat (field mapping). Pemeriksaan
histopatologis ini masih merupakan baku emas dalam penegakan diagnosis
leukoplakia (Feller, 2012).

F. Terapi
Leukoplakia berpotensi untuk menjadi keganasan, ketika menghadapi
dua atau tiga lesi, pilihan terapi adalah pembedahan. Pada leukoplakia multipel
atau berukuran besar, pembedahan menjadi tidak praktis karena akan
mengakibatkan deformitas yang tidak dapat diterima atau disabilitas
fungsional. Terapi dapat berupa pembedahan cryo (cryosurgery), pembedahan
laser (laser surgery) atau menggunakan bloemycin topikal. Akan tetapi, pada
30% kasus yang ditangani, leukoplakia dapat terjadi kembali dan terapi tidak
dapat menghentikan beberapa leukoplakia berubah menjadi squamous cell
carcinoma (Holmstrup et al., 2006; Bagan et al., 2003).
Leukoplakia idiopatik, leukoplakia non-homogen, leukoplakia pada
daerah risiko tinggi mulut dan leukoplakia yang menunjukkan displasia
epitelial tingkat moderat atau berat, serta leukoplakia yang mempunyai faktor
risiko berubah menjadi keganasan harus diterapi secara agresif. Perubahan
warna, tekstur atau ukuran dan penampakan leukoplakia harus diperhatikan
sebagai kemungkinan perubahan keganasan (Lodi dan Porter, 2008).
Menurut Longshore dan Camisa, berikut tatalaksana leukoplakia:

10
• Hilangkan semua faktor penyebabnya
• Tidak ada displasia atau ada displasia ringan → bedah eksisi / operasi
laser pada lesi pada ventral / lateral lidah, lantai mulut, langit-langit
lunak dan orofaring. Observasi dan tindak lanjut untuk semua lokasi
anatomi lainnya
• Adanya displasia sedang atau berat → bedah eksisi atau terapi laser
adalah perawatan pilihan
• Lesi merah (erythroplakia atau leukoerythroplakia) → bedah adalah
yang terbaik
• Proliferative verrucous leukoplakia → bedah lengkap eksisi / operasi
laser jika memungkinkan
• Evaluasi tindak lanjut untuk semua lesi (Longshore dan Camisa, 2002)

G. Prognosis
Apabila permukaan jaringan yang terkena lesi leukoplakia secara klinis
menunjukkan hiperkeratosis ringan maka prognosisnya baik. Tetapi, bila telah
menunjukkan proses diskeratosis atau ditemukan adanya sel-sel atipia maka
prognosisnya kurang menggembirakan, karena diperkirakan akan berubah
menjadi suatu keganasan.
Leukoplakia menggambarkan resiko keganasan rendah hingga sedang
yang dapat seluruhnya diangkat atau tidak, dan keputusan sebaiknya
mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti lokasi dan ukuran. Baik cara bedah
dan non-bedah menunjukkan efektivitas yang besar dalam penyesuaian derajat
dysplasia. Terapi bedah leukoplakia dapat diterapkan melalui bedah
konvensional. Agen penyebab leukoplakia seharusnya dihindarkan hingga terapi
selanjutnya berhasil. Sekalipun pemberian asam retinoat dan beta karotin
memiliki keampuhan pada leukoplakia. Efek samping dan kontraindikasi agen
antioksidan, dengan pengecualian likopen, penggunaannya memerlukan kontrol
dengan seksama. Saat ini, percobaan randomisasi terkontrol untuk terapi
leukoplakia tidak menunjukkan bukti terapi yang efisien dalam mencegah
transformasi keganasan dan kekambuhan (Arruda et al., 2016).

11
BAB III
SIMPULAN

Leukoplakia merupakan lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa
mulut yang tidak dapat diangkat dan berbeda dengan penyakit lain di dalam mulut.
Predisposisi leukoplakia terdiri atas beberapa faktor yang multipel yiatu: faktor lokal,
faktor sistemik, dam malnutrisi vitamin. Perubahan patologis primer yang terdapat
pada leukoplakia adalah diferensiasi abnormal dari epitel mukosa.
Lesi leukoplakia pada umumnya sukar dibedakan dengan lesi berwarna putih
lainnya yang juga terdapat di dalam rongga mulut. Karenanya, diperlukan adanya
diferensial diagnosis atau diagnosis banding leukoplakia. Untuk memastikan diagnosis
leukoplakia dengan lesi berwarna putih lainnya, diperlukan pemeriksaan
histopatologis atau bila perlu dilakukan biopsi. Perawatan yang dilakukan adalah
dengan pembedahan cryo (cryosurgery), pembedahan laser (laser surgery) atau
menggunakan bloemycin topical pada lesi. Meskipun prognosis leukoplakia pada
umumnya baik, apabila pada pemeriksaan ditemukan adanya proses diskeratosis, maka
prognosisnya kurang baik. Karena lesi praganas ini bisa berubah menjadi suatu
keganasan, sebaiknya pemeriksaan histopatologis yang teliti diperlukan untuk
menegakkan diagnosis.

12
BAB IV
SARAN

Perawatan yang biasanya dilakukan dalam kasus leukoplakia adalah


menghentikan sumber iritasi. Untuk kebanyakan orang adalah dengan menghentikan
rokok dan konsumsi alkohol. Tindakan perawatan lanjutan setelah jaringan dibuang
amat diperlukan karena sering terjadi kambuhan. Biasanya dilakukan secara rutin
selama tiga tahun setelah pembuangan jaringan. Untuk mencegah leukoplakia dapat
dilakukan dengan tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, memakan buah dan
sayuran segar, memperbaiki higiene mulut, memperbaiki maloklusi dan memperbaiki
gigi tiruan yang letaknya kurang baik.

13
DAFTAR PUSTAKA
Arruda JAA, Alvares PR, Sobral APV, Mesquita RA. 2016. AReview of the Surgical
and Nonsurgical Treatment of Oral Leukoplakia. J Dent & Oral Disord, 2 (2):
1009.

Banoczy J. (2007). Oral leukoplakia and other white lesions of the oral mucosa related
to dermatological disorders. Journal of Cutaneous Pathology, 10: 238-256

Bagan JV, Jimenez Y, Sanchis M (2003). Proliferative verrucous leukoplakia:


highcincidence of gingival squamous cell carcinoma. Journal of Oral
Pathology and Medicine 32(7):379-382

Brouns ER, Baart JA, Bloemena E, Karagozoglu H, van der Waal I (2013). The
relevance of uniform reporting in oral leukoplakia: definition, certainty factor
and staging based on experience with 275 patients. Med Oral Patol Oral Cir
Bucal 18(1):e19-26

Burket. Lesi merah dan lesi putih pada mukosa mulut. Dalam Ilmu Penyakit Mulut,
Diagnosis dan terapi. Alih Bahasa : Drg. P. P. Sianita Kurniawan. Edisi
kedelapan. 1994: 299-316.

Cade JE (2017). Hairy Leukoplakia. Diakses tanggal 25 Juli 2017 pada


http://emedicine.medscape.com/article/279269-overview

Feller L, Lemmer J. (2012). Oral leukoplakia as it relates to HPV infection: A review.


International Journal of Dental Hygiene, 2: 540-561.

Guilgen NGBV, Kang S, Tommasi MHM, Vieira I, Machado MAN, Lima AAS
(2014). Oral erythroleukoplakia – a potentially malignant disorder. Polski
Przeglad Otorynolaryngologiczny 4: 20-24

Holmstrup P, Vedtofte P, Reibel J, Stoltze K (2006). Longterm treatment outcome of


oral premalignant lesions. Oral Oncology 42(5): 461-474

Kawanishi S, Murata M. (2006). Mechanism of DNA damage induced by bromate


differs from general types of oxidative stress. Toxicology, 221(2): 172-178.

Kayalvizhi EB, Lakshman VL, Sitra G, Yoga S, Kanmani R, Megalai N (2016). Oral
leukoplakia: A review and its update. Journal of Medicine, Radiology,
Pathology & Surgery 2(2):18-22

Krogh P, Hald B, Holmstrup P (1987). Possible mycological etiology of oral mucosal


cancer: Catalytic potential of infecting Candida albicans and other yeasts in
production of N-nitrosobenzylmethylamine. Carcinogenesis 8:1543-8

Lodi G, Porter S (2008). Management of potentially malignant disorders: evidence and


critique. Journal of Oral Pathology and Medicine 37(2): 63-69

14
Longshore SJ, Camisa C (2002). Detection and management of premalignant oral
leukoplakia. Dermatol Ther 15: 229-235

Parlatescu I, Gheorghe C, Coculescu E, Tovaru S (2014). Oral Leukoplakia – an


Update. Maedica Buchar 9(1): 88-93

Reibel J. (2003). Prognosis of oral premalignant lesions: significance of clinical,


histopathological, and molecular biological characteristics. Critical Reviews in
Oral Biology & Medicine, 14(1): 47-62

Roed-Petersen B, Gupta PC, Pindborg JJ, Singh B (1972). Association between oral
leukoplakia and sex, age, and tobacco habits. Bull World Health Organ 47:13-
9

Scully C (2010). Candidiasis, mucosal.http://emedicine.medscape.com/article/


1075227-overview#showall −Diakses pada Juli 2017.

Scully C (2003). The diagnosis and management of recurrent aphthous stomatitis: a


consensus approach. J Am Dent Assoc vol. 134: pp 200-207.

Van der Waal, I (2009) Potentially malignant disorders of the oral and oropharyngeal
mucosa; terminology, classification and present concepts of management. Oral
Oncol 45: 317-323

Van der Waal I, Schepman KP, van der Meij EH, Smeele LE (1997) Oral leukoplakia:
A clinicopathological review. Oral Oncol 33: 291-301

Warnakulasuriya S, Johnson NW, can der Waal I. (2007). Nomenclature and


classification of potentially malignant disorders of oral mucosa. Journal of
Oral & Pathology Medicine, 36: 575-580

World Health Organization Collaborating Centre for Oral Precancerous


lesions.Definition of leukoplakia and related lesions: an aid to studies on oral
precancer.Oral Surg Oral Med Oral Pathol1978;46:518–39.

15

Anda mungkin juga menyukai